Suara bising televisi atau pun suara tawa anak-anak di halaman depan, nyatanya tak mampu memecah lamunan Fariz, pandangan laki-laki itu terarah pada televisi yang masih menyala, tapi Tiara yakin fariz bukan sedang menikmati siaran televisi. “Riz?” panggil Tiara lirih, sedikit aneh dengan reaksi Fariz, kenapa adik iparnya ini yang terlihat sangat merasa bersalah, padahal kesalahan itu di lakukan oleh kakaknya. “Aku minta maaf, Mbak.” Tiara langsung mengerutkan keningnya bingung, apalagi pandangan Fariz yang menunduk penuh penyesalan. “Memangnya apa yang kamu lakukan?” Hening lagi, Fariz seolah tengelam dalam lamunannya sendiri dan sekali lagi Tiara harus memanggil adik iparnya itu. “Apa kamu kenal dengan wanita yang menjadi selingkuhan kakakmu? Atau ....” Tiara membelalakkan matanya dan menutup mulutnya. “Apa memang kamu yang mengenalkan wanita itu pada kakakmu?” Kepala Fariz yang mengangguk pelan membuat Tiara seperti dijatuhi bom atom.”Jawab yang jelas, Riz. Jangan hanya menga
Nyatanya ketidakpulanganya farhan ke rumah hari ini tidak membuat perasaan Tiara membaik. Dia bahkan masih ingat dengan wajah kesal dan kemarahan yang ditunjukkan oleh Fariz padanya, dan Tiara sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk menanyakan kenapa adik iparnya itu sebegitu marahnya. Bodoh? Ya mungkin sebagian besar orang akan berpikiran sama dengan Fariz, dia seperti memberi peluang pada wanita itu untuk mendapatkan suaminya. Akan tetapi bagi Tiara seerat apapun dia mengikat Farhan untuk tetap berada di sisinya, jika laki-laki itu tidak mau melakukannya, tentu dia hanya membuang-buang tenaga saja, Jadi dia memutuskan Farhan untuk memilih dan dia juga harus menenangkan diri untuk memikirkan masa depannya dan anak-anak jika hal paling buruk yang diakibatkan karena pengkhianatan suaminya benar-benar terjadi. “Bu, ayah belum pulang ya?” tanya Araz yang malam ini entah mengapa tidak juga tertidur padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam.“Adek kok belum bobok, i
Keadaan Araz sudah lebih baik. Panasnya sudah turun dan anak itu juga mau makan, akan tetapi tetap saja sebagai ibu Tiara sangat khawatir dan belum mengijinkan anaknya untuk pergi ke sekolah, jadilah dia meminta tolong mbak Sri menjaga dua anak sekaligus dan berjanji akan pulang sekolah secepat yang dia bisa. Andai saja hari ini tidak ada rapat untuk akreditasi yang akan diselenggarakan bulan depan tentu Tiara akan memilih mengambil cuti. “Bu Tiara belum sarapan? Ayo makan bareng.” Tiara menoleh dan melihat bu Lilis yang entah sejak kapan sudah duduk di sofa di tengan ruangan, hari memang masih pagi, dan bel masuk keas masih akan berbunyi sepuluh menit lagi. “Eh saya sudah sarapan, Bu, terima kasih,” kata Tiara dengan senyum di bibirnya. “Oh saya kira ibu belum sarapan, ibu selalu terlihat lesu kalau belum sarapan.” Tiara hanya tersenyum sekilas, mana bisa dia menelan makanan saat anaknya sedang sakit, apalagi pesan suaminya yang begitu menusuk hati. Farhan memang sering abai
Nama itu sudah menjadi iblis menakutkan sejak beberapa hari terakhir untuk Tiara. Salahnnya memang yang sama sekali belum mencari tahu siapa lawannya, TIara memang bersiap untuk menghadapi semuanya, dia masih yakin mengenal Farhan dengan baik dan tidak akan sulit menghadapinya andai laki-laki memberikan pilihan yang teramat buruk sekalipun. Akan tetapi dia tidak pernah menduga kalau wanita yang menjadi duri dalam rumah tangganya ini, nekad datang ke rumahnya... benar-benar sangat bernyali. "Kukira ada apa? ternyata ada tamu," kata Tiara sengaja ingin melihat seperti apa wanita yang telah memaksa masuk dalam rumah tangganya. Perdebatan dua orang itu langsung berhenti saat Tiara muncul. Sejenak dia mengamati wanita yang berdiri diam di depan Fariz. Cantik dan mahal. Kata itu langsung melintas dibenak Tiara begitu melihat wanita yang sedang bertengkar dengan Fariz. Benarkah Farhan berselingkuh dengan wanita ini, dari dandanan dan apa yang dia pakai terlihat wanita baik-baik dan t
Pertama kali bertemu dengan Farhan, Tiara menganggap laki-laki itu adalah dewa penolong untuknya. Saat itu malam sudah akan tiba dan hujan semakin deras, Tiara hanya bisa meringkuk di pojok halte, beberapa kali ada angkot yang lewat, tapi bahkan dia tidak berani untuk berdiri dan masuk angkot yang akan membawanya pulang, dan akhirnya dia benar-benar melewatkan angkot terakhir yang datang. "Ini sudah hampir malam kenapa kamu tidak naik angkot tadi?" Farhan dengan sepeda motornya yang keren menyapa Tiara yang sedang duduk dengan gelisah. Selama ini dia hanya tahu nama dan muka saja, asisten dosen sekaligus aktivis di kampusnya, dia yang hanya seorang mahasiswi yang hanya dikenali oleh teman sekelasnya saja dan juga para guru pengajar, merasa surpraise disapa Farhan. "Aku... baik-baik saja, kakak silahkan pulang duluan," kata Tiara sambil mengernyit menahan sakit dan sepertinya Farhan mengetahui hal itu, dia langsung turun dari motornya dan duduk di samping Tiara. "Di mana rumahmu?
"Aku tahu kok dalam hancurnya sebuah pernikahan aku tidak bisa hanya menyalahkan kamu, aku juga bersalah dalam hal ini, mungkin ada kekurangan aku yang tidak bisa kamu terima." Tiara menyesap coklat panas yang telah dia pesan, rasa minuman yang manis, gurih dan sedikit pahit membuatnya memejamkan mata sejenak, menikmati apa yang menjadi favoritnya ini. Tak banyak membantu memang, tapi setidaknya dia lebioh rileks dengan meminum minuman ini. Kata orang minum atau makan coklat membuat pikirannya menjadi rileks, dan dia percaya hal itu, dan dia berjanji pada dirinya sendiri setelah pulang dari sini dia akan membeli coklat terenak yang bisa dia temukan. "Kamu tidak bersalah dalam hal ini, aku yang-" "JIka begitu kenapa aku yang dihukum!" kata Tiara dengan sedikit ketus. Tiba-tiba saja saat keluar dari kelasnya pagi ini, salah satu guru piket mendatanginya dan mengatakan ada tamu untuknya, dan itu sudah membuat perasaan Tiara tak nyaman. Entah mengapa akhir-akhir ini tamu yang
Berdebat dengan nada tinggi dengan Farhan adalah hal yang paling dihindari oleh Tiara, da tahu meski belum bisa menjadi sosok istri yang sempurna, paling tidak dia harus menghormati suaminya, laki-laki yang mengemban tanggung jawab dunia dan akhiratnya. Akan tetapi saat ini perasaanya benar-benar kacau, Farhan memang hanya diam saja, tak mengatakan ya atau tidak, tapi sepuluh tahun hidup bersama membuat Tiara sedikit hapal gelagat Farhan. Ya Tuhan.... bahkan rasanya lebih sakit dari pada diputusin pacaranya di SMA dulu. Dia butuh minum coklat panasnya lagi, tapi tangannya bergetar dengan hebatnya. Tiara tak yakin akan mampu memegang galas itu dengan benar, terpaksa Tiara menggenggam tangannya dengan erat, berharap itu juga bisa menahannya untuk berbuat anarkis di tempat umum. “Aku minta maaf ini pasti membuatmu terkejut, tapi aku berani bersumpah kalau hanya kamu wanita yang aku cintai dan inginkan untuk menjadi ibu anak-anakku.” “Jadi baby sister maksudmu,” kata Tiara dengan ket
Kalau dia mundur dari pernikahan ini akan banyak wanita di luar sana yang bisa menggantikan posisinya sebagai istri Farhan, tapi belum tentu bisa menggantikan posisinya sebagai ibu anak-anak Farhan. Hal itu disadari benar oleh Tiara, meski banyak orang yang bilang kalau dia sangat bodoh jika mau bertahan, Tiara akan menutup telinga, dia dan anak-anak menderita sedangkan Farhan bisa bahagia dengan istri barunya. Kesalahan dalam pernikahan memang tidak terjadi satu arah, tapi perselingkuhan adalah sesuatu yang fatal, dan Tiara tidak sudi, Farhan yang sudah membuatnya dan anak-anak menderita tidak akan mendapat balasan darinya, meski Tiara sadar dia akan merasakan hidup bagai di neraka. Sampai Tiara sendiri yang akan menyerah atau dibuang seperti sampah. “Bu Tiara baik-baik saja, kita akan menghadapi para auditor kalau ibu ada masalah pribadi tolong jangan mempengaruhi kinerja ibu di sini.” Astaga Si brondong marah. Tiara langsung berdehem dan menatap kertas-kertas yang tadi di sod