Cuaca kali ini nampak kelabu.Awan hitam menggantung di langit, diselingi gemuruh petir yang terdengar dari kejauhan.Untuk pertama kalinya dalam dua puluh enam tahun, Robert dan Ratna duduk berhadapan. Kafetaria di rumah sakit itu ramai, namun kesunyian menggantung sesaat di antara mereka. Sampai akhirnya Robert pun angkat bicara.“Selama jasad putriku belum ditemukan, aku selalu menaruh harapan kalau dia masih hidup,” terang pria itu. “Jadi, katakan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi di malam itu, Ratna.”Pandangan Ratna terus mengarah ke permukaan meja yang licin.“Kesaksian saya masih sama, Tuan, karena saya memang tidak tahu menahu soal Nyonya Sophia yang berniat untuk mengakhiri hidupnya…” Suara Ratna terdengar gemetar. “Yang saya ingat, di malam itu, hujan turun dengan lebat. Saya tertidur pulas di kamar ART.”Robert menghela napas berat.“Sebenarnya, aku menyelidiki latar belakang hidupmu, Ratna,” tandas Robert.Jantung Ratna kembali berdebar.“Selama ini, aku merasa ada yan
Ratna masih tergagap. “I-itu… Maksud Ibu…”Kirana duduk di samping Ratna dan mengusap punggung tangan ibunya yang dingin. “Ibu pasti merasa bersalah kan karena aku harus menjalani pernikahan kontrak demi melunasi utang Romi dan membiayai perawatan Ibu? Ibu sudah pernah bilang begitu padaku.”Ratna mengangguk pelan.Kirana menyunggingkan senyumnya. “Dan waktu itu, aku jawab bahwa Ibu enggak usah merasa bersalah. Aku anak Ibu. Susah payah Ibu melahirkan dan membesarkanku, jadi yang kulakukan ini enggak ada apa-apanya dibanding pengorbanan Ibu. Lagian aku anak pertama. Aku bertanggung jawab atas keluarga ini.”Mirah menatap keponakannya dengan binar yang lembut. Sedari dulu, Kirana memang selalu bekerja keras demi Ratna dan Romi, apalagi setelah Salim pergi begitu saja.‘Andai Kirana tahu…’ batin Mirah dalam hati. ‘Apa mungkin Kirana membenci Ratna?’Seketika Ratna menangis. “Nak, maafkan Ibu ya…”“Bu, kenapa pakai acara menangis segala sih?” Kirana mengusap pipi Ratna yang basah. “Ibu b
Awan kelabu menggantung di atas kepala Kirana, sama seperti suasana hatinya yang muram.Kini dirinya bebas, seperti yang dia harapkan sebelumnya. Dia bukan lagi istrinya Thomas, bukan ibunya Al, dan bukan seorang istri kontrak.Masa depan seperti terbentang luas di hadapannya.Dengan uang miliaran, dia bisa melakukan apa saja yang dia inginkan. Yang pasti Kirana akan merawat anaknya ini dengan baik.Namun, separuh hatinya masih terasa hampa.Tangisan Al terus terngiang di telinganya. Suara Thomas serta sentuhan pria itu juga tetap menggema di setiap memori yang ada di otaknya.Dia begitu mencintai Thomas dan entah bagaimana dia bisa melupakan pria itu.Kirana menghela napas yang begitu panjang. Seharusnya dia tidak terjebak dalam kesedihan seperti ini.Semua sudah berakhir. Kehidupan baru menunggunya.Sampai akhirnya, Kirana turun di depan toko roti milik Gian. Wangi roti yang khas langsung menyambutnya begitu Kirana memasuki toko itu.Kirana sengaja mampir ke sini karena dia membutuh
Sebulan kemudian, Thomas dipindakan ke rumah sakit yang berada di Singapura.Vivian ikut mendampingi. Wanita itu tetap setia berada di samping Thomas. Berita Thomas yang terkena siraman air keras sudah beredar luas. Dan Vivian pun langsung sigap menjalankan perannya sebagai istri yang setia.Dia bahkan menulis di sosial medianya bahwa dia akan selalu mendampingi suaminya dalam suka maupun duka yang dibarengi dengan foto pernikahan mereka yang nampak romantis.Unggahan Vivian sontak mendapat perhatian. Banyak pihak yang simpati dan melabelinya dengan julukan wanita kuat, wanita setia, istri yang sempurna.Tentu saja, Vivian senang dengan semua pujian itu. Walaupun di Singapura dia hanya bersantai, belanja dan bahkan sesekali menguji keberuntungannya di kasino.Toh, Thomas setiap saat selalu didampingi oleh perawat.Setelah selesai perawatan rambut di salon, Vivian bergegas kembali ke rumah sakit. Saat dia sampai, Thomas masih terlelap.Vivian merapikan beberapa parsel dari para kerabat
“Kita harus melakukannya malam ini.”Seketika Kirana tercekat mendengar ucapan pria di hadapannya itu. Maksudnya, hubungan suami-istri? Dadanya terasa mau meledak."I--itu...""Kamu lupa tujuan pernikahan ini?” Thomas mendengus heran sambil menaikkan satu alis tebalnya. “Tidak, Tuan. Itu bagian dari kontrak. Jadi, saya harus siap melaksanakannya,” balas Kirana cepat.Ya, semua demi 5 miliar. Kirana bersedia menerima penawaran gila ini dari ibu Thomas karena terdesak utang yang dibuat oleh adik laki-lakinya.Juga, demi pengobatan kanker tulang untuk sang ibu.Kalau tidak, Kirana jelas tak mau jadi yang kedua dari pria ini.“Baguslah,” balas Thomas acuh, membuka kancing baju tidurnya satu per satu.Kedua bola mata Kirana membulat.Secepat inikah? Lantas, apa yang harus dia lakukan? Membuka bajunya sendiri atau bagaimana?!Astaga, dia merasa bodoh soal ini, hingga malah mematung begitu saja melihat Thomas mulai menanggalkan pakaiannya.Pria itu berdecak heran. “Kenapa kamu masih bengo
Setiap kata yang keluar dari Vivian, menusuk hati Kirana.Walau dia sudah mengira jika istri pertama Thomas itu tidak menerima dirinya sebagai istri kedua, rasanya Kirana tetap saja sakit hati.Dia bahkan ingin berteriak, mengapa hanya dia yang disalahkan?Apa karena dia menerima 5 miliar? Tapi apakah itu salah setelah dia menggadaikan hidup dan harga diri?Itu bahkan tak sepadan!Jika bukan demi keluarganya....“Paham?” sentak Vivian menyadarkan Kirana dari lamunan.Gadis itu sontak mengangguk. “Paham, Nyonya.”Tak ada lagi yang bisa dia lakukan, bukan? “Astaga, sekarang saja aku sudah mual melihatmu,” ucap Vivian lagi, "Ingat! Mama mertuaku mungkin menginginkanmu, tapi jangan pernah bermimpi lebih. Asal kamu tahu, keturunan tidaklah penting untukku kalau bukan karena reputasi keluarga ini.” Lagi, Kirana hanya bisa tertunduk. Dia tidak menyangka hari-hari pertamanya di kediaman Adijaya dimulai dengan ancaman langsung dari istri pertama Thomas.“Saya tahu posisi saya, Nyonya Vivian
“Ambilah. Aku tahu hidupmu sulit,” tukas Melinda ketika mereka ada di ruang baca kemarin, sesaat setelah Thomas pergi. “Pergunakan uang itu sebaik-baiknya. Tapi ingat, jangan pernah coba kabur dari rumah ini.”Kirana mengangguk. Perlahan tangannya meraih selembar cek yang dijulurkan Melinda.Ditatapnya selembar cek di tangannya, hatinya campur aduk antara lega dan juga kesal.Lima ratus juta rupiah. Mata Kirana mengerjap-ngerjap memandangi nominalnya. Jumlahnya bahkan lebih banyak dari yang dimintanya.Akhirnya, Melinda memberikan cek itu meskipun Kirana belum memenuhi salah satu syarat dari perjanjian kontrak pernikahan tersebut—yaitu hamil.“Terima kasih, Nyonya…” Kirana tidak kuasa untuk menangis. “Saya…saya benar-benar membutuhkan uang ini…”Melinda hanya tersenyum tipis menanggapinya.Sejenak, Kirana merasa ada sesuatu yang tulus dari tatapan ibu mertuanya itu. Namun, Kirana sebaiknya tidak terlalu banyak berasumsi. Hubungan mereka hanyalah bisnis yang disamarkan dengan ikatan pe
“Tuan Thomas! Hentikan! Dia adikku!” Kirana memekik panik.Mendengarnya, pewaris Adijaya itu langsung melepaskan genggamannya di kerah baju Romi.Namun, tatapan penuh amarah yang dia layangkan pada Romi tetap tidak berubah.“Astaga, suami Mbak benar-benar gila!” Romi merengut sambil mengelus pipinya yang membiru. Pukulan Thomas seperti batu yang menghantam rahangnya.“Benar dia adikmu?” tanya Thomas, masih tidak percaya pada Kirana.“Iya, Tuan. Namanya Romi. Dia…dia ke sini untuk menjengukku,” balas Kirana cepat.“Tuan? Kenapa Mbak manggil dia Tuan? Dia kan suami, Mbak?” Romi melirik Thomas dengan penuh kebencian.Meski miskin, bukankah suami kakaknya itu harus tetap menghormatinya? Pikir Romi.Di sisi lain, mata Kirana melotot. Diberikannya peringatan pada Romi untuk diam.“Ya sudah, aku pergi dulu, Mbak.” Romi masih menatap suami kakaknya dengan sinis.“Sampaikan salamku untuk ibu dan bude,” ujar Kirana, melepas kepergian Romi.“Kamu pikir aku percaya begitu saja kalau dia adikmu?”