Home / Rumah Tangga / Batas Tipis Benci / Harapan hidup Terryn

Share

Harapan hidup Terryn

Author: Joya Janis
last update Last Updated: 2023-12-15 22:18:44

Wanita itu tak pernah menduga jika suatu saat nanti putranya adalah seorang laki-laki luar biasa yang melakukan pengorbanan untuk perempuan yang dicintai oleh anaknya. Tidak ada pilihan terbaik selain menyerahkan keputusan kepada Deva sendiri untuk menjadi donor paru bagi Terryn. Ibu Imelda hanya sanggup memeluk putranya itu dan merapalkan doa-doa serta harapan terbaik untuk anak dan menantunya.

Senyum Terryn mengembang ketika melihat Deva masuk ke kamarnya, tangannya terulur untuk memegang tangan Deva. Wajahnya pucat dengan bibir yang keunguan, terdengar berat di setiap tarikan nafasnya meski sudah dibantu dengan tabung oksigen.

“Bagaimana kondisi anak kita, Kak? Apa dia baik-baik saja?” tanya Terryn dengan suaranya yang parau nyaris seperti tercekik.

“Dia baik-baik saja, dia cantik sepertimu, Yin.” Deva mengecup ujung jari Terryn dan menempelkannya di pipinya. Tatapannya dalam memandang ke wajah Terryn.

“Kenapa melihat Yin seperti itu? Yin jelek banget yaa?” seulas senyum itu berubah menjadi kerucut di bibir Terryn.

“Tidak, justru aku melihatmu saat ini wanita yang paling cantik yang pernah aku lihat. Galgadot si Wonder Woman aja kalah cantik dan kalah kuat denganmu, Yin.” Deva mengecup lagi telapak tangan Terryn dengan sekuat tenaganya Deva menahan agar pertahanan di matanya tidak jebol.

“Kak, Terryn ingin lihat bayi kita, Terryn ingin melihatnya, please ….” mata Terryn berkaca-kaca, pastinya sebagai ibu dia ingin mendekap bayinya.

“Nanti yaa, kalau keadaan kamu sudah pulih, bayi kita harus dirawat sementara dalam inkubator Sayang.”

“Tapi putri kita baik-baik saja kan?” Terryn tersengal, nafasnya panjang pendek. Deva mengelus lengan Terryn. Hati Deva semakin mencelos melihat Terryn yang sekuat tenaga menahan nyeri yang dirasakannya.

“Terryn, kau harus menjalani transplantasi paru itu secepatnya, aku rasa dokter sudah menemukan pendonornya.” Deva mengatakan itu setelah Terryn sudah cukup tenang.

“Hanya keajaiban yang bisa membuat donor paru itu tiba-tiba ada buat Yin, Yin tahu prosedurnya tidak gampang, butuh waktu untuk menemukan donor yang tepat, Kak.” Terryn masih menunjukkan wajahnya yang tenang.

“Baiklah, kalau begitu kau istirahat dulu yaa. Aku ingin melihat bayi kita di sana.” Deva meletakkan tangan Terryn yang sedari tadi di genggamnya.

“Sheira … Yin mau nama depan putri kita Sheira.” tiba-tiba Terryn mengatakan itu pada Deva dan membuat Deva tersenyum. Deva terlalu sibuk memikirkan Terryn sehingga belum sempat memberi nama putri mereka.

“Sheira .... Nama yang bagus, nama bayi kita Sheira Devina Danuarta, dia adalah anak perempuan yang paling beruntung di dunia memiliki kita sebagai orang tuanya dan kita sangat beruntung memilikinya.” kali ini pertahanan Deva benar-benar jebol. beberapa titik air matanya lolos berjatuhan dan jatuh di punggung lengan Terryn.

Perlahan Terryn mengangkat tangannya untuk mengusap pipi Deva yang basah. Deva terkesiap dan sadar telah menangis di depan Terryn. Laki-laki itu menarik nafas panjang dan menarik bibirnya agar tersenyum.

“Maafkan Terryn yaa Kak, Terryn tidak bisa seperti perempuan lain yang sehat dan sigap mengurus bayi mereka. Sepanjang waktu mungkin Yin akan merepotkan Kakak.”

“Tidak … Tidak, jangan berkata seperti itu, sudah tugasku untuk menjaga dan mengurus keluarga kita, aku kepala keluarganya. Tugasmu hanya satu, jangan berhenti berpikir optimis, semua akan baik-baik saja. Aku mencintaimu Terryn, apapun yang terjadi padamu kini dan nanti tidak akan mengubah apapun di dalam hatiku. Terima kasih karena sudah berjuang mempertahankan bayi kita dalam kandunganmu meski kau tahu nyawamu adalah taruhannya.” Deva berdiri dan mendekati Terryn, dikecupnya dahi Terryn dengan segenap perasaannya, air mata Terryn pun meleleh mendengar apa yang dikatakan suaminya barusan.

“Aku beruntung memilikimu, Kak” bisik Terryn saat bibir Deva masih hangat menempel di dahi Terryn. Deva menurunkan kepalanya dan juga berbisik dengan lembut di telinga Terryn.

“Aku juga sangat beruntung memilikimu, Terryn Arunika, Mama Sheira.”

Terryn tersenyum mendengar nama panggilan baru untuknya, Mama Sheira. Detik-detik ketika baru tersadar dari efek obat biusnya Terryn merasa baru saja lolos dari kematian. Kini dia ingin menjalankan tugas yang dikatakan Deva kepadanya agar dia selalu berpikir optimis, postif dan yakin jika semua baik-baik saja. Walaupun Terryn tidak tahu sampai kapan dia akan bertahan dengan paru-parunya yang rusak serta tabung oksigen yang akan selalu menemaninya.

Deva masuk ke ruangan dokter yang mengobati paru-paru Terryn selama ini. Dia ingin mengajukan diri sebagai donor paru untuk Terryn. Deva meminta agar dirinya menjalani tes kesehatan dan kelayakan agar bisa mengetahui apakah paru-parunya bisa dicangkokkan di dalam tubuh istrinya. Deva disarankan untuk banyak berolah raga dan tidak merokok serta mengkonsumsi alkohol. Setelah beberapa waktu ke depan baru Deva akan menjalani serangkaian tes kesehatan.

Dengan menggunakan jubah steril Deva saat ini sedang berada di depan kotak inkubator Sheira, putrinya.

“Hai Princess Sheira, kamu juga harus kuat yaa seperti mama, kalian adalah ratu dan putri Papa yang luar biasa, sungguh wanita di kerajaan papa itu hebat-hebat. Kau harus segera kuat dan sehat untuk bisa berkenalan dengan oma Imelda dan nenek Asih, mereka kedua ibu suri yang hebat, ada bibi ratu Aluna, dia kakaknya papa yang paling cantik. Lalu ada ratu yang tercantik di kerajaan Papa, ratu Terryn Arunika, mama putri Sheira. Masakannya gak ada yang bisa ngalahin enaknya. Kelak kau akan tahu bagaimana hasil tangan mamamu itu.” Deva menyeka sudut matanya yang basah. Beberapa perawat di ruangan itu yang mendengar celotehan Deva turut tersenyum-senyum.

“Tapi tuk saat ini kamu yang sabar yaa Sayang, mama belum bisa menggendong Sheira dulu, bantu doa yaa supaya paru-paru Papa yang sebelah sini bisa diberikan pada mama nantinya. Kalau paru-paru Papa cocok, Mama akan dioperasi secepatnya dan kelak bisa menggendong sheira.” Kalian berdua adalah perempuan pujaan hati Papa, kalian adalah pejuang tangguh, bertahanlah untuk kami Sheira dan mama pun bertahan untuk Shiera seperti waktu Sheira masih di dalam perut Mama.” Deva menghela nafas, ratusan kali hatinya berbisik dalam doa agar semuanya berjalan sesuai harapan.

Setelah puas “mengobrol” dengan putrinya Deva pun pamit pada perawat di ruangan itu.

“Tolong jaga putri saya dengan baik yaa, Sus. Ibu dan ibu mertua saya akan sering datang berkunjung juga di ruangan ini.” pesan Deva pada mereka.

“Semoga ibu Terryn lekas mendapat pendonor yaa Pak, sehingga lekas sembuh dan bisa ikut merawat Sheira.” ujar salah seorang perawat menunjukkan rasa simpatinya. Deva tersenyum sambil mengucapkan rasa terima kasihnya.

Deva berjalan menyusuri selasar rumah sakit, dunia terasa sepi baginya tanpa keceriaan Terryn yang sekian tahun menemaninya. Tak ada yang lebih menyakitkan melihat Terryn yang tidak berdaya dengan wajah sepucat mayat serta bibir dan kuku yang keunguan. Deva menepis kata “andai saja” yang mengisi kepalanya, dia mencoba fokus pada kesehatannya agar kondisinya layak menjadi pendonor bagi Terryn.

Dua minggu kemudian, Deva sedang berdiri mengenakan jas terbaiknya yang sama dengan yang dikenakan Willy. Mereka sedang berada di ballroom hotel Melda’s untuk menghadiri akad nikah dari Desta, sahabatnya. Desta yang biasanya terlihat santai, kocak dan sangat ceria itu tidak menampakkan kebiasaannya. Wajahnya tegang serta dahinya yang kerap berpeluh.

“Santai Des, tegang amat muka lu," bisik Willy pada Desta yang tengah menantikan detik-detik dirinya resmi menjadi suami Mega.

“Gampang lu bilang, karena bukan lu yang mau akad tapi gue!“ bisik Desta dengan sedikit geraman. Deva tertawa mendengarnya dan menepuk pelan bahu Desta.

“Tarik nafas lu dan hembuskan pelan-pelan, jangan terlalu dibawa tegang," timpal Deva pula untuk menenangkan Desta. Peluh semakin membanjirinya ketika Desta dipersilahkan duduk di depan ayah Mega.

“Saya terima nikah dan kawinnya Mega Mawarni binti Sup… Sup … Suuup…” Desta benar-benar lupa dengan nama ayah Mega sehingga dia Mega menyikut pelan pinggang Desta. Willy menutup mulutnya yang ingin menyemburkan tawa melihat Desta yang seakan ingin ditelan hidup-hidup oleh ayah Mega.

“Saya terima nikahnya Suprapto Binti Mega Mawarni dengan….” lagi-lagi Mega menyikut Desta yang masih salah ucap. Wajah Desta kian memucat dengan suara dengung orang-orang dan tawa yang tertahan.

Akhirnya pak penghulu memberikan kesempatan Desta untuk berlatih dulu, seorang ibu dari pihak keluarga Desta menyodorkannya segelas air dingin yang langsung diminum habis oleh Desta. Desta menatap ke arah Deva yang seakan memohon minta dibunuh saja saat ini juga,. Deva tersenyum dan menganggukkan kepalanya beberapa kali untuk meyakinkan Desta. Dari balik jas-nya Deva memperlihatkan dua lembar tiket bulan madu ke Bali yang seketika membuat mata Desta membulat semangat. Desta menarik nafas tanda siap memulai lagi ijab kabul.

“Saya terima nikah dan kawinnya Mega Mawarni binti Suprapto dengan mahar seratus gram koin emas, satu stel perhiasan serta seperangkat alat sholat dan kitab suci Al Qur’an, Tuuunaaai…!”

Semua menikmati pesta resepsi Desta dan Willy masih saja tak henti mengejek kegugupan Desta tadi. Deva pun menyerahkan lembaran tiket pesawat pulang pergi serta voucher paket bulan madu di cabang hotel ibunya itu kepada Desta dan Mega. Kedua pasangan pengantin baru itu sangat bergembira dan berterima kasih atas hadiah yang diberikan Deva kepada mereka. Tiket itu dikibas-kibaskannya di depan Willy yang pura-pura tidak melihatnya. Deva baru saja menghabiskan minumannya ketika ponselnya berdering.

Dia segera menyingkir ke sudut ruangan yang tidak terlalu bising, dokter yang menangani Terryn sedang menelponnya.

“Hasil pemeriksaan kesehatan serta kecocokan paru-paru Anda sudah keluar dan Anda dinyatakan bisa mendonorkan paru-paru Anda kepada pasien.”

Deva terdiam beberapa saat, nafasnya tertahan dan rasa gembiranya membuncah hingga ke ubun-ubunnya. Deva sangat senang dengan kabar yang diterimanya.

“Baik Dok, terima kasih. kapan operasinya akan dilakukan?” tanyanya dengan antusias.

“Segera Tuan Deva, karena kondisi istri Anda pagi ini tiba-tiba menurun dan kita harus melaksanakan operasi malam nanti.”

“Kondisi Terryn memburuk?!” tanpa melanjutkan pembicaraan lagi Deva segera berpamitan pulang pada Desta dan bergegas menuju rumah sakit ditemani oleh Willy.

Related chapters

  • Batas Tipis Benci   Jangan tinggalkan aku, Yin

    Deva bergegas menyusuri lorong rumah sakit, jantungnya berdegup tidak karuan. Selain memikirkan operasi Terryn tentunya dia juga gugup dengan operasinya sendiri yang dimajukan lebih cepat dari jadwalnya. Willy tetap berusaha menenangkan Deva yang jelas terlihat cemas. Di ujung selasar matanya menangkap sosok perempuan yang sangat dikenalinya, Aluna. Kakak perempuan Deva itu merentangkan tangannya, jauh-jauh dia terbang dari San Fransisco untuk mendampingi adik dan adik iparnya yang tengah dalam masa sulit. Aluna memeluk erat Deva sambil terisak, dia tidak menyangka jika adik ipar kesayangannya itu akan terbaring dengan kondisi yang memprihatinkan. Aluna berbisik-bisik mengatakan sesuatu pada Deva yang membuatnya tersentak dan melepas pelukan Aluna sambil memandang heran. “Serius, Kak? Kok bisa?” tanya Deva dengan raut tidak percaya. “Dua pekan sebelumnya dokter yang selama ini menangani Terryn memberiku kabar tentang donor itu, aku terkejut karena kau sendiri yang akan melakukanny

    Last Updated : 2023-12-20
  • Batas Tipis Benci   Menjelang hari baru

    “Sudah berapa lama Deva tertidur, Bu?” Deva kembali memungut botol minuman yang terlepas dari tangannya. Dengan kegusaran dia menghela nafas berharap mimpinya tadi bukan pertanda buruk. “Sekitar hampir sejam, kau pastinya kelelahan, Nak. Tentang Terryn jangan khawatir, Aluna dan rekan dokter lainnya sedang mengusahakan yang terbaik untuk istrimu.” Ibu Imelda mengusap bahu anaknya dengan lembut. Deva mengangguk perlahan, dengan kekuatan yang tersisa di dalam dirinya dia berusaha untuk tetap tenang. Tak lama kemudian Aluna muncul dan Deva berdiri untuk menyambutnya serta bersiap mendengarkan apa kata kakak perempuannya itu. “Kak ….” Deva hanya mampu menyapanya pendek tak mampu untuk menanyakan lebih lanjut kondisi Terryn. “Terryn baik-baik saja, meskipun tadi dia butuh tambahan darah tapi semua bisa teratasi, Willy sudah mendonorkan darahnya untuk Terryn. Stok rumah sakit untuk golongan darah Terryn sedang kosong dan Willy bersedia untuk menyumbangkan darahnya. Deva, kamu beruntung

    Last Updated : 2023-12-20
  • Batas Tipis Benci   Pulang ke rumah

    Terryn tertawa kecil mendengar lelucon Ashiqa sahabatnya, setelah melahirkan Sheira Terryn baru sekali saja melihatnya. Selebihnya Sheira dirawat di ruang khusus anak dan dirinya pun terkulai tak berdaya di kamar ini. “Jika jodoh mereka tak akan kemana.” Terryn menyunggingkan senyumnya. “Oh yaa Yin, aku dengar dari ibu Asih kalau kak Deva nyaris saja jadi pendonor paru untukmu, gak nyangka banget kalau perjuangan cinta kak Deva memang benar-benar total sama kamu. Untungnya kakak ipar kamu, mba Aluna menemukan donor yang tepat lebih cepat hingga dia meyakinkan adiknya kalau dia tidak perlu jadi donor.” Ashiqa memandang wajah Terryn yang tiba-tiba menegang. Tentunya Terryn tidak pernah tahu tentang rencana suaminya untuk menjadi pendonor baginya. “Kamu … Tahu hal ini ‘kan, Yin?” Ashiqa menelisik lebih jauh karena Terryn terlihat terkejut. “Iya, aku tahu dan hal ini masih membuatku terkejut berkali-kali mengingat niat kak Deva itu.” mata Terryn berkaca-kaca, dia tidak ingin Ashiqa me

    Last Updated : 2023-12-20
  • Batas Tipis Benci   Papa teladan

    Jantung Terryn berdegup kencang ketika mobil sudah terhenti tepat di halaman rumah, Deva membukakan pintu mobil untuknya dan membimbingnya keluar dari mobil. Ibu Asih dan ibu Imelda sudah menyambut kedatangannya dengan penuh sukacita. Dalam gendongan ibu Asih tampak bayi Sheira yang menatap ke arahnya. Mata Terryn berkaca-kaca ketika tangan Sheira bergerak-gerak seakan ingin menggapainya. “Hey … Baby Sheira, Mama kangen banget Sayang….” Terryn mengambil tangan mungil itu dan mengecupnya, apalah daya Terryn belum bisa menggendong Sheira karena bekas operasi di dadanya itu.“Selamat datang kembali, Nak.” sambut ibu Asih sambil membelai kepala Terryn lembut. Bergantian dengan Ibu Asih kini Ibu Imelda yang hati-hati memeluknya dan mencium dahi Terryn lembut. Deva masih sibuk membawakan barang-barang Terryn dan memasukkannya ke kamar mereka. Matanya hanya mampu membaca betapa bahagianya kedua ibunya menyambut kepulangan Terryn dan betapa berbahagianya pula Terryn melihat putrinya. “Yin,

    Last Updated : 2023-12-20
  • Batas Tipis Benci   Takdir anak pungut

    Apapun bisa terjadi jika Tuhan berkehendak. Dalam kasus Terryn bisa saja dia tidak akan bisa punya bayi yang lucu dan sehat, kegigihannya untuk menjalani program hamil hanya butuh waktu yang singkat. Semua adalah kebesaran Tuhan yang tidak akan pernah berhenti disyukuri Terryn. Hidup dengan paru-paru baru juga merupakan kemurahan Tuhan lainnya, bahkan Deva suaminya yang sudah siap menjadi pendonor di detik-detik terakhir digantikan oleh pendonor lain. Manusia memang berencana dan rencana Tuhan yang akan tetap berlaku dalam hidup manusia. Terryn sedang memilihkan baju untuk Sheira, usianya kini enam bulan. Artinya sudah setengah tahun juga operasi besar yang dijalani Terryn sudah berlalu. Walaupun harus meminum obat seumur hidupnya, Terryn bisa beraktifitas seperti biasa. Hanya saja Deva mengawasi Terryn dengan ketat agar jangan sampi beraktifitas berlebih yang membuatnya kelelahan. Terryn memakaikan Sheira baju yang cantik untuk menghadiri pesta ulang tahun Raka, putra Ashiqa dan Ra

    Last Updated : 2023-12-20
  • Batas Tipis Benci   Kisah Panji dimulai

    Seorang laki-laki muda baru saja mengakhiri presentasi sangat penting dan bergengsi di hadapan para petinggi negara dan orang-orang dari perusahaan besar lainnya. Mereka bertepuk tangan dan memberi ucapan selamat serta dukungan setelah pria muda itu mendapat persetujuan dengan mega proyek pembangunan yang tidak sembarang perusahaan bisa mendapatkannya.Deva Danuarta tersenyum bangga dengan pencapaian gemilang anak muda itu dan semakin yakin jika di tangan anak itu Melda’s Constructions akan semakin maju. Dari sudut ruangan dia melihat sosoknya tengah disalami oleh beberapa orang penting dari dalam dan dari luar negeri. Semua puas dan antusias dengan penyampaiannya tadi dan mereka berharap agar usaha anak muda itu diberi kemudahan dan kesuksesan.“Ouh Papa ada di sini? Kenapa gak kasih tau Panji kalo Papa akan hadir juga, pasti panji akan jemput Papa.” Panji segera mendekati Deva dan menyalami dan mencium punggung tangan laki-laki yang dengan besar hati telah merawatnya selama tujuh be

    Last Updated : 2023-12-20
  • Batas Tipis Benci   Gadis biang masalah

    Panji berdiri di dekat pintu kedatangan, Sheira hari ini tiba dari luar negeri. Seperti janjinya kepada ayahnya angkatnya dia akan menjemput gadis yang punya seribu macam cara untuk menyusahkan dirinya. Entah di mana letak salah Panji sehingga dari awal Sheira langsung membencinya. Mungkin karena saat pertama mereka bertemu Panji terlihat lusuh, gembel dan wajahnya sembab karena menangis. Minggu-minggu awal dia sangat kesulitan beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Juga betapa judes dan manjanya Sheira. Mama Yin selalu menegur sikap Sheira yang tidak sopan, mulai dari cara halus hingga cara kasar. Gadis kecil yang cantik seperti boneka itu tidak peduli karena sikap omanya yang selalu membelanya. Deva menjadi sangat pusing dengan ulah Sheira yang kian hari kian menjadi. Tahun berlalu Panji akhirnya jadi terbiasa dengan sikap kasar Sheira. Meskipun diperlakukan seperti babu, Panji tidak pernah keberatan dan menjalani semuanya dengan lapang dada. Toh dia masih memiliki cinta kasih

    Last Updated : 2023-12-31
  • Batas Tipis Benci   Sheira

    Panji memasang baik-baik pendengarannya hingga dia sangat yakin jika yang tengah berteriak-teriak di dalam itu adik angkatnya Sheira. Dengan perlahan Bony membuka pintu dan terkejut melihat dua gadis sedang saling menjambak rambut dan seorang laki-laki setengah telanjang kesulitan melerainya. "Astagaaa… Sheira!" Panji langsung melompat untuk memisahkan keduanya. Tenaga kedua perempuan itu sangat kuat bertarung satu dengan yang lainnya yang membuat Panji cukup kesusahan. Sheira bergerak kesana kemari menyerang perempuan yang berbaju tidur tapi telanjang itu karena bahan yang dipakainya sangat tipis dan pendek. Bony sempat menahan tawa karena pemandangan "indah" yang tidak pada tempatnya terombang ambing dalam jambakan Sheira. "Sheira sudah! … sudah… ayo kita pulang!" Panji menyentak Sheira agar bisa terlepas tapi Sheira belum puas dia masih menendang kesana kemari. Sementara Windy ditahan oleh Aldo. Sheira pun tersadar, jika Panji sudah melerai perkelahiannya dengan Windy dan mula

    Last Updated : 2024-01-10

Latest chapter

  • Batas Tipis Benci   Jiwa Kecil yang Hancur

    “Viviii … sini Nak, sini sama Ibu, jangan begini Sayang. Vivi marah lagi yaa? Ayo sini… sini….” Ibu Dei mengambil alih Vivi yang masih berontak hendak menyerang Sheira. Dari wajah dan sorot anak itu betapa Vivi ingin mengatakan banyak hal tetapi gadis kecil itu hanya bisa berteriak menangis tantrum.“Sheira, kamu baik-baik saja? Astaga kepala kamu berdarah!” seru Panji panik, segera diambilnya kotak tisu yang ada di meja dan menarik cepat beberapa lembar tisu lalu menekan luka Sheira.“A-aku baik-baik saja, aku tidak apa-apa.” Sheira mengambil alih sendiri tisu itu untuk ditekan di kepalanya.“Bu, ada apa dengan Vivi? Kenapa dia tiba-tiba jadi begini?” Panji mendekati ibu Dewi yang masih menahan Vivi dalam pelukannya. Sheira yang tahu diri karena penyebab kemarahan Vivi pelan-pelan meninggalkan ruangan tanpa suara. Dia berdiri di balik pintu untuk menunggu penjelasan ibu Dewi.“Ibu

  • Batas Tipis Benci   Kemarahan Seorang Gadis Kecil

    Keadaan Sheira semakin hari semakin membaik, kesehatannya sudah pulih tetapi dia memutuskan untuk tidak kembali dulu ke lokasi syuting. Sheira masih menjalani masa berkabung dan rumah produksi sinetronnya mengerti akan hal itu. Kesempatan itu digunakan Sheira untuk berkunjung ke rumah panti asuhan Sayap Ibu. Seperti yang dijanjikan Panji, lelaki itu akan menemani kemanapun Sheira ingin pergi.Sheira membeli berbagai macam mainan yang sangat banyak serta makanan lezat. Berkotak-kotak pizza serta ayam goreng yang terkenal dengan gerainya di penjuru dunia itu dibeli Sheira penuh semangat. Panji sampai kewalahan membawa mainan dan makanan itu. Anak-anak menyambut kehadiran Panji dengan penuh suka cita pun dengan ibu Dewi, ibu pengasuh mereka.Sheira mendekat perlahan pada sosok wanita di depannya itu, meraih tangannya dan mencium tangannya seperti dia melakuk

  • Batas Tipis Benci   Perlakuan Manis Panji

    “Kau sudah bangun rupanya, aku baru saja membuat bubur ayam ceker kesukaanmu.” Panji datang sambil membawa sebuah nampan yang berisi mangkuk dengan asap yang mengepul tipis. aroma gurih menguar di udara dan menerbitkan selera Sheira meskipun lidahnya terasa sedikit pahit. Wajah Panji sudah lebih tenang dari sebelumnya.Perawat itu tersenyum lagi dan meminta pamit meninggalkan kamar mereka. Panji menyiapkan sarapan Sheira dengan cekatan. Meniup sesaat bubur di sendok itu sebelum disuapi ke mulut Sheria. Sheira menyantapnya dengan pelan, sedikit hambar mungkin karena lidahnya yang pahit terasa. Namun dia tidak ingin menyia-nyiakan usaha yang telah dilakukan Panji untuknya.“Habiskan yaa, supaya kamu punya tenaga lagi dan cepat pulih.” Panji menyendokkan kembali bubur itu kepada Sheira.

  • Batas Tipis Benci   Hati yang melunak

    Sheira membuka matanya perlahan, hal yang dilihatnya adalah Panji yang tertidur di kursi samping tempat tidurnya. Laki-laki itu menggunakan lengan untuk menopang kepalanya. Mata Sheira berkeliling dan melihat punggung lengan kirinya yang tertancap jarum infus juga tiang infus yang menggantungkan kantung cairan berisi asupan makanan serta obat untuk Sheira.Jam di dinding menunjukkan pukul tiga dini hari, Sheira merasa ingin buang air kecil. Dirasakan jika tubuhnya masih diliputi demam dan sungguh payah untuk bergerak. Dicobanya untuk menyibak selimut dan duduk tapi kepalanya masih sangat berat sementara desakannya untuk buang air kecil semakin menjadi. Terdengar rintihan kecil dari mulut gadis itu ketika jarum infus di punggung lengannya bergerak.Panji merasakan gerakan di tempat tidur Sheira dan membuat laki-laki itu terbangun.

  • Batas Tipis Benci   Janji Hati

    “Bony, tolong panggilkan dokter dan Venus tolong bantu aku mengganti baju Sheira.” Panji menatap Sheira dengan tatapan prihatin, dirinya sibuk mengurus pemakaman Terryn sehingga kondisi Sheira luput dari perhatiannya. Vero yang biasa menjaganya pun hampir datang terlambat karena pesawatnya yang delay.“Kakak ‘kan suaminya. kenapa harus cari orang buat ganti baju istri sendiri?” tanya Venus bingung.“A-aku … aku belum pernah bersama dengan Sheira, jadi aku masih … aah tolong saja kakakmu ini, Ve!” seru Panji gugup. Venus menarik sudut bibirnya mengetahui hal itu. Mereka sama sekali belum menjadi suami istri pada umumnya.“Tolong siapkan air hangat dan handuk kecil yaa, Min.” Panji menggulung lengan kemejanya, dan membantu Venus melepaskan sepat

  • Batas Tipis Benci   Setelah Kepergian Terryn

    Suasana pemakaman tampak begitu suram dengan aura kesedihan bagi keluarga yang ditinggalkan. Langit pun seakan menegaskan jika ini adalah waktu yang paling gelap untuk mereka dengan mengirimkan gumpalan awan gelap kelabu.Ashiqa yang datang bersama Rama dan putranya Raka, sahabat Terryn itu tak menyangka jika Terryn sudah tiada. Lama Ashiqa memeluk Sheira yang tampak antara bernyawa dan tidak bernyawa. Juga pada Panji, berangkai kata penghiburan diucapkan pada pemuda yang telah menjadi bagian hidup Terryn. Sejarah tentang Panji pun diketahui oleh Ashiqa sehingga dia tahu jika Panji ikut larut dalam duka yang besar atas kepergian perempuan baik hati itu.Vero yang hadir turut merasakan kesedihan, dirinya ikut menanggung rasa bersalah seperti yang Sheira rasakan sekarang. Oma Imelda menangis meraung meratapi menantu kesayangannya yang kini telah berku

  • Batas Tipis Benci   Kepergian Malaikat Pelindung

    Dokter keluar dari ruangan,usai memeriksa Terryn, buru-buru Panji dan Deva mendekat. Dokter mengatakan jika Terryn sudah sadar dan ingin menemui suami dan anak dan menantunya secara bergantian. Deva pun masuk terlebih dahulu untuk menemui istrinya.“Yin Sayang, ada apa denganmu? Kamu berangkat dari rumah baik-baik saja, apa ada hubungannya dengan putri kita?” Deva menggenggam tangan Terryn dengan erat. Terryn hanya menggeleng dan meneteskan air mata.“Waktuku akan habis sebentar lagi, Kak. Terima kasih selama ini sudah berada di sisiku, mencintaiku dan tak pernah jauh dariku,” jawab Terryn lemah.“Tolong jangan bicara seperti itu, Yin. Kau akan tetap bersamaku dan anak-anak dalam waktu yang lebih lama lagi.”“Kak, aku ingin bicar

  • Batas Tipis Benci   Mama Yin Kritis

    “Apa yang telah kulakukan? Ma, Mama,bangun Ma, maafkan Shei, Mama’” ucap Sheira berulang kali sambil mengguncang bahu Terryn pelan. Tak ada respon dari perempuan paruh baya itu.“Yaa Tuhan … jangan ambil Mamaku sekarang … jangan ….” Sheira menutup wajahnya sambil mengulang-ngulang kalimat itu. Setelah Terryn menampar wajahnya dan terjatuh pingsan, Sheira sesaat kebingungan lalu menelpon ambulans dan membawa Terryn ke rumah sakit. Dia sempat menelpon Deva, Panji dan Oma Imelda. Semua yang ditelponnya tentu saja terkejut dan menanyakan mengapa Terryn bisa kolaps lagi seperti itu.Derap langkah terburu-buru terdengar mendekat, Sheira berharap itu adalah papanya, Deva, tetapi yang tiba lebih dulu adalah Panji. Dengan wajah cemas laki-laki muda itu menghampiri Sheira yang terlihat mengkerut takut

  • Batas Tipis Benci   Tak ada rahasia yang abadi

    Mata Sheira terpejam rapat, kebenciannya selama ini yang tertanam begitu kuat mulai dikhawatirkannya sedikit demi sedikit terkikis oleh sikap Panji yang selalu baik kepadanya. Andai saja hari itu di mana saat Sheira berulang tahun yang ke tujuh Panji tidak merusak kado pemberian omanya. Asal muasal percikan benci bermula. Kenangan Sheira di masa kecil terulang di dalam kepalanya. Bahkan ketika Sheira mencoba berbaring, kejadian rusaknya kado itu masih saja berputar-putar dalam ingatannya. Betapa dirinya saat itu sangat marah karena Panji tidak sengaja merusak kotak musik pemberian omanya. Hal itu juga yang menjadi pemicu pertengkaran ayahnya dengan oma Imelda.Ayahnya kala itu membela Panji dari serbuan amarah oma Imleda dan Sheira. Ayahnya pun melindungi Panji yang akan dipukul oma Imelda memakai payung. Suara ketukan pintu terdengar membuyarkan lamunan Sheira dan Mimin muncul dari balik pintu sambil membawa nampan setelah dipersilakan masuk.“Itu apa, Min?” Sheira mengambil posis

DMCA.com Protection Status