Beranda / Romansa / Batal Akad / 10.A. Mengabari Keluarga

Share

10.A. Mengabari Keluarga

last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-21 18:11:51

Ali termenung menatap langit-langit kamarnya. Setelah menerima telepon dari mamanya, membuat Ali malas untuk ke kampus hari ini. Samar-samar, penggalan mimpinya sepekan ini, menari-nari di pelupuk matanya. Seorang wanita merintih sedih dan memanggilnya dirinya dengan sebutan 'Den'.

Ali meremas rambutnya kasar, inilah jawaban dari mimpinya. Parnilah yang ternyata telah ia gagahi. Dan dia harus menikahi Parni secepatnya, setelah keberadaan Parni diketahui. Itulah yang tadi mamanya sampaikan sambil terisak.

"Apa jadinya menikah tanpa cinta?" gumamnya tipis sambil mengusap wajahnya. Ia benar-benar merasa menyesal dengan semua perbuatannya, seandainya waktu bisa diputar kembali, tentulah ia tidak ingin masuk ke dalam club dan minum-minum. Namun semua sudah terjadi dan ia harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya.

Ali menggeleng keras, saat suara rintihan itu kembali masuk mengisi gendang telingany

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Batal Akad   10.B. Ngidam

    Yah, kok ditutup?" Parmi mendesah kecewa, tetapi ia cepat juga memencet kembali nomor panggilan Parni, tetapi sudah tidak aktif kembali. Dengan gusar, Parmi berjalan keluar dari kamar, sudah ada ibu mertuanya Bu Rasti, ibunya serta suaminya Anton sedang berbicara di ruang televisi."Ada apa, sayang?" tanya Anton"Pa, ini tadi Teh Parni telepon.""Apa?" Bu Rasti, Anton, dan juga Bu Parti berjengkit kaget."Iya ini!" Parmi menyerahkan ponselnya pada Anton. Lalu Anton mencoba menghubungi nomor Parni kembali, tetapi tidak aktif."Sayang yakin ini Teh Parni?" tanya Anton pada istrinya."Iya, sayang. Yakin sekali. Telinga ibu'kan sudah sembuh. Jelas kok tadi dengar suara Teh Parni," terang Parmi antusias."Ga tahu kenapa, kalau Parmi yang cerita keyakinan saya cuma tiga puluh persen, Mbak. Sisanya takut anak saya salah dengar

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-21
  • Batal Akad   11.A. Mual dan Muntah

    Langit biru begitu indah menghiasi kota Berlin. Udara pagi yang sejuk, ditambah sinar matahari pagi yang cukup menyilaukan, membuat banyak orang di kota itu memulai aktifitasnya dengan senyuman lebar. Tak terkecuali para calon mahasiswa-mahasiswi Universitas Humboldt, dengan canda tawa riang berjalan beriringan masuk ke area kampus, untuk menyelesaikan semua administrasi kuliah. Kegiatan perkuliahan masih dua pekan lagi baru dimulai, tetapi calon mahasiswa dan mahasiswi di sana sudah begitu antusias.Ali diantar oleh Emir menuju pusat administrasi kampus tersebut. Sekalian Emir mengenalkan lingkungan baru bagi Ali. Untung saja Emir memiliki karakteristik serius, persis seperti Fajar, sepupunya sekaligus teman Ali. Sehingga Ali dapat dengan mudah bergaul dengan Emir."Kamu kenapa? Sakit?" tanya Emir saat memperhatikan Ali yang sedari dari hanya diam, sambil menggerak-gerakkan kepalanya."Kamu punya stok tolak

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-21
  • Batal Akad   11.B

    Parni memuntahkan isi perutnya di kamar mandi. Matanya sampai berair, perutnya juga perih akibat muntah yang tak kunjung reda."Mbak, kamu sakit?" tanya Luna sembari mengetuk pintu kamar mandi."Iya, nih masuk angin. Orang kelonan sama air cucian melulu," sahut Parni sambil mencuci wajahnya.Kleek...Pintu kamar mandi terbuka. Tampak Luna mengulum senyum atas jawaban Parni tadi."Saya ada tolak angin, mau ga?" tawar Luna."Tolak miskin ada gak?" tanya Parni."Ha ha ha ..., Mbak Parni bisa aja. Itu mah saya udah duluan habisin kalau ada obat tolak miskin," jawab Luna sambil terkekeh."Ya sudah, mau deh," kata Parni. Luna mengambil dompet berukuran sedang dari dalam tasnya, lalu mencari obat tolak angin di sana."Nih, minum Mbak!" titah Luna.Parni menerima

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-21
  • Batal Akad   12. Ali Ngidam

    Selamat membaca.Parni berjalan beriringan dengan Luna. Menikmati hembusan angin malam yang menerpa kulitnya. Luna tidak mengeluarkan suara sedikit pun, begitu juga Parni. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Lalu lalang kendaraan dan asap ngebul ikut menemani langkah keduanya untuk pulang ke rumah. Jika Luna sibuk memikirkan keadaan Parni yang menyedihkan, maka berbeda dengan Parni yang saat ini memikirkan omong kosong dokter tadi siang yang mengatakan bahwa dirinya hamil."Mbak Parni jadi sekarang bagaimana?" tanya Luna."Pasti dokter itu berbohong," jawab Parni dengan pandangan lurus ke depan."Tapi bukannya garis dua itu tandanya positif, Mbak?" Luna kembali menatap Parni sengan serius."Tapi samar'kan? Test pack bisa saja salah," ucap Parni lagi."Mbak ga mau periksa ke dokter saja?"Parni menggeleng, "tidak perlu, aku baik-baik saja. Bukan hamil," sahut Parni lagi membuat Luna terdiam.Perkataan dokter tadi

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-26
  • Batal Akad   13. A. Paket untuk Ali

    Pagi yang sepi di rumah keluarga Ali, karena mamanya, Bu Miranti masih berada di Jerman untuk menemani Ali yang sedang di rawat. Sudah delapan hari Bu Miranti berada di sana, dan konon kabarnya Ali masih dirawat tanpa tahu apa penyakitnya.Annisa, atau biasanya dipanggil Ica melahap sarapannya dengan enggan, padahal bibik membuatkan kwetiau goreng berikut dengan ayam goreng kesukaan Ica."Mau sampai kapan makanannya diaduk-aduk terus, Ca" tegur Dokter Alan pada puterinya."Ica ga berselera, Pa. Mama lama banget di sana," rengeknya manja.Lelaki paruh baya yang sudah rapi dengan kemeja bergaris biru miliknya, memilih untuk meletakkan sendoknya sejenak, kemudian menatap lurus pada puterinya yang saat ini berwajah masam di depannya. "Mama juga di sana bukan liburan, sayang. Mama sedang mengurus abang kamu, yang entah apa sakitnya," ujar Dokter Alan sambil melepas nafas beratnya."Emang Bang Ali sakit apa, Pa?" tanya Ica.Dokter Alan hanya m

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-26
  • Batal Akad   13. B. Klinik Aborsi

    Kamu tahu Parni kenapa?""M...tidak tahu, Bu.""Kamu yakin?""Iya, Bu. Cuma Mbak Parni kemarin sempat pingsan, kata dokter kurang darah," terang Luna sedikit berbohong."Oh, mungkin saja. Ya sudah, nanti sore gajiannya ya. Sedang saya masukkan ke dalam amplop," ujar Bu Farida."Alhamdulillah. Baik, Bu. Terimakasih, saya pamit ya, Bu." Luna tersenyum keluar dari ruangan Bu Farida, lalu berjalan menghampiri Parni hang sedang duduk di kursi plastik sambil mengiris bawang putih."Mbak, nanti sore kita gajian," ujar Luna menepuk lembut pundak Parni."Oh ya, alhamdulillah." Parni ikut tersenyum lega. Lalu menarik kursi yang kosong untuk diberikan pada Luna. Keduanya kini duduk bersampingan, sambil memandang ke luar. Belum ada tamu lagi, sehingga mereka masih bisa sedikit bersantai."Ga terasa Mbak Parni sudah satu bulan bekerja di sini ya. Betah ga Mbak?""Iya, ya. Tidak terasa," jawab Parni hambar. Otaknya kembali mengingat,

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-26
  • Batal Akad   14. Makan Nanas

    Suara riuh ramai memadati warung soto besar milik Bu Farida. Alunan musik gamelan menemani para tamu yang sedang menyantap makan siang, atau sekedar bercengkrama dengan temannya. Semua karyawan sibuk saat ini, bahkan untuk menenggak segelas air pun mereka tidak sempat. Kesepuluh karyawan warung soto Bu Farida, harus siap bahu membahu melayani sepasang anak manusia di depan sana yang baru selesai ijab qabul, dan tengah tersenyum lebar penuh suka cita menyambut para tamu yang memberi doa selamat sekaligus mendoakan mereka.Ya, siang ini warung soto Bu Farida di sewa untuk acara resepsi pernikahan anak dari teman Bu Farida. Bertempat di pusat kota, memiliki lahan parkir yang luas, serta aneka menu makanannya yang enak, membuat warung soto Bu Farida beberapa kali dijadikan tempat berlangsungnya acara pernikahan, selamatan ulang tahun, atau bertunangan. Seperti sore ini, semua karyawannya dikerahkan untuk membantu kelancaran acara tersebut.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-13
  • Batal Akad   14. B. Janin

    Sementara itu di rumah sakit, Ali masih saja muntah-muntah. Berbagai makanan yang masuk ke dalam mulutnya ia keluarkan detik itu juga. Hingga bobot tubuhnya turun drastis. Sang mama dengan sabar merawat Ali, ditemani oleh Farah. Wanita muda itu terlihat sekali peduli pada Ali. Siang, sepulang dari kampus, pasti ia membawakan Ali aneka makanan agar Ali bisa makan. Namun lagi-lagi makanan itu Ali muntahkan. Emir pun tak kalah peduli pada kondisi Ali yang semakin hari semakin payah."Kamu sakit apa sih, Li? Hiks...," isak Bu Miranti menatap lemah tubuh anaknya yang terbaring di brangkar rumah sakit."Sabar, Tante. Kita doa terus dan usaha. Nanti coba Farah ngomong sama temen tante Farah seorang dokter penyakit dalam. Minta Ali dipindahkan ke sana saja," tutur Farah penuh ketulusan."Terimakasih Farah, tante juga bingung ini jadinya bagaimana," sahut Bu Miranti sedih."Assalamualaykum," Emir

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-13

Bab terbaru

  • Batal Akad   48. Dua Satu Plus

    Gemericik suara air mengusik tidur nyenyaknya pagi ini. Tidur yang paling berkualitas sepanjang hidupnya, karena ini pertama kalinya ia tidur sambil dipeluk oleh seseorang yang membuatnya kembali jatuh cinta. Parni membuka matanya pelan, dirabanya sisi kasur yang telah kosong. Ke mana suaminya? Parni turun dari kasur tanpa memperhatikan rasa nyeri."Auu ...." Parni kembali duduk. Kenapa sakit? Karena memang baru ini lagi ia berhubungan intim, tentu saja rasanya bagai baru saja diperawanin. Perih, kebas, dan serasa tebal. Sangat tidak nyaman. Parni meraih selimut tebal untuk menutupi tubuhnya hingga dada. Diliriknya jam di dinding yang sudah pukul setengah delapan pagi.Shubuh tadi, setelah selesai mandi hadas besar dan sholat berjamaah, mereka kembali melanjutkan aktifitas panas, merajut tali cinta. Mengharapkan segera hadir adik bagi Saka dan Lingga. Wajar saja jika saat ini mereka bangun kesiangan. Sepertinya sang suami tidak ada di dalam kamar mandi. Ke mana suara anak-anak? Apa me

  • Batal Akad   47. Pengantin Baru

    "Saka dan Lingga biar tidur di rumah Mama saja, ya?" ujar Bu Miranti yang sudah memangku Saka, sedangkan Lingga di pangku oleh Opanya."Eh, jangan, Ma. Saya iseng, kalau tidak ada orang di rumah," tolak Parni terus terang."Trus itu yang lagi nunduk siapa? Demit?" celetuk Parmi, sang adik yang sangat kebetulan pintar malam ini. Di samping Parni sudah duduk Ali yang kini sedang menunduk."Gak papa, Teh. Pengantin baru itu harus beratapdasi satu sama lain. Benarkan, Yang?" tanya Parmi pada Anton yang kini menyeringai lebar. Baru sepersekian detik dipuji, udah error lagi Nyonya Parmi."Ber-a-dap-ta-si." Anton membetulkan ucapan Parmi."Iya, tadikan Ibu bilang beratapdasi," balas Parmi tak mau kalah. "Ha ha ha ...." semua yang ada di sana tertawa mendengarkan percakapan Parmi dan juga Anton."Besok tinggal jemput ke rumah Omanya. Jangan takut, Teh. Paling digigit sayang doang sama Ali. He he he ...." yang lain pun ikut tertawa. "Ya sudah, kita pulang dulu ya, Ni. Ali, Ibu balik ya?""Eh

  • Batal Akad   46. Takdir Emir

    [Hallo, selamat sore. Saya dengan Emir. Dua tahun lalu saya mengantar seorang pasien yang melahirkan di rumahnya. Namanya Ami dan bayinya Amira. Apakah Suster tahu keberadaan mereka di mana?][Sore, Mas. Mohon, Maaf. Kami tidak bisa memberitahukan kabar apapun berkaitan dengan pesian kami. Karena itu privacy.][Oh, baiklah. Terimakasih]Emir mematikan teleponnya, lalu memilih duduk di sofa. Jendela rumah yang terbuka lebar, membuat ia dapat menghirup dalam aroma tanah yang basah oleh air hujan yang baru saja reda."Mir, Parni hari ini nikah lho. Kamu sudah ucapkan selamat?" tanya Bu Farida saat menghampiri anaknya di ruang depan."Sudah, Ma. Emir juga sudah transfer uang sebagai hadiah buat Teh Parni," jawabnya sambil tersenyum tipis."Kamu sudah tidak apa-apa?""He he he ... Gak papa Mama, sekarang udah ada Farah yang jadi pacar Emir.""Kapan dia kamu ajak ketemu Mama?""Minggu ini kalau dia ga ada pemotretan, Ma.""Mmm... Okelah, Mama masuk dulu." Bu Farida meninggalkan Emir yang ma

  • Batal Akad   45. Ali Melamar

    "Bagaimana kalau Teteh menikah dengan saya?" tanya Ali tanpa ragu."Kalau kamu masih bicara seperti itu lagi, lebih baik kamu turun. Jalan kaki saja sana, pulang!""He he he ... Gak mau ya. Ya sudah ga papa, yang penting Teteh ga nikah sama siapa-siapa, saya jadi lega," ujar Ali sambil mengusap kedua pipi Lingga."Oh, jadi kamu doain aku jomblo seumur hidup? Sorry ya, aku udah ikut biro jodoh, paling sebentar lagi juga dapat," balas Parni tak mau kalah."He he he ...Bukan begitu maksud saya, Teteh."Pedebatan pun masih saja terjadi sampai mereka tiba di sebuah rumah minimalis kawasan Jakarta Timur. Bu Miranti hanya bisa menggelengkan kepala mendengar ocehan dua orang yang duduk di belakangnya, sedangkan Pak Asep, sopir keluarga Bu Miranti hanya senyam-senyum saja."Semoga berjodoh yang duduk di belakang ini ya, Bu," bisik Pak Asep pada Bu Miranti."Aamiin. Saya malah pengennya besok saya nikahin aja, Pak. Biar ga berantem terus," sahut Bu Miranti juga sambil berbisik.Pak Asep turun d

  • Batal Akad   44. Dua Tahun Kemudian

    2 Tahun Kemudian.Di luar hujan turun begitu deras, disertai petir yang menggelegar. Sore hari yang tadinya cerah, berubah gelap menjelang adzan magrib. Ali baru saja selesai melaksanakan sholat magrib berjamaah di masjid di dalam LAPAS, bersama Bang Komeng, Bang Malih, dan Aden, teman satu selnya.Senyumnya tak surut saat membayangkan besok adalah hari ia dibebaskan setelah dua tahun menjalani masa hukuman. Ia tak sabar untuk bertemu dengan Saka dan Lingga, serta ibu si kembar. Ya, meskipun dari kabar yang ia dengar, Parni sudah menikah dengan Emir, tetapi entah kenapa ia merindukan wanita yang sudah menjadi milik orang lain itu."Duh, yang mau bebas besok. Senyam-senyum terus," goda Aden kini duduk di samping Ali."Udah ga sabar mau ketemu anak, Den," sahut Ali sambil tersenyum."Oh, cuma ga sabar ketemu sama si kembar, kirain sama ibunya juga. Ha ha ha ..." timpal Bang Komeng, hingga yang lainnya ikut tertawa."Istri orang masa dikangenin, Bang. Dosalah," timpal Ali."Yang jelas, d

  • Batal Akad   43. Emir si Pria Berhati Mulia

    "Toloong! Ada yang melahirkan. Tolooong!" teriak lelaki histeris bahkan dengan wajah pucat seputih kapas. Karena lokasi yang jauh dari pemukiman, ia berlari keluar villa, lalu menyebrang jalan untuk meminta pertolongan pada orang-orang yang baru saja turun dari mobil di villa depan. Para ibu dan bapak yang keheranan dengan kedatangan Emir menjadi penasaran."Ada apa, Mas?""Tolong, Pak. Ada wanita melahirkan di dalam rumah besar itu, sepertinya tidak ada orang di dalam kecuali dia. Ayo, Pak. Kita tolong!" tiga orang lelaki dewasa dan dua wanita paruh baya ikut kaget, lalu dengan cepat mengangguk mengikuti langkah Emir. Petugas parkir belum sempat menghentikan kepergian para tamunya, karena sibuk mengatur posisi parkir tamu yang lain. Lelaki yang bertugas sebagai juru parkir itu bergidik ngeri, saat berbondong-bondong sebagian tamunya menyebrang villa di seberang.Bugh!Bugh!Suara hentakan itu semakin keras terdengar, hingga enam orang yang kini berdiri di depan tangga menjadi sangat

  • Batal Akad   42.

    "Maksud Mama apa?""Sepertinya, Parni dan Emir akan segera menikah.""Tidak mungkin, Ma. Mama jangan bercanda.""Mama lihat sendiri Emir berlutut di kaki Parni sambil memberikan sebuah cincin.""Ali tidak mau anak-anak Ali memanggil lelaki lain dengan sebutan Papa. Hiks...""Mama juga sedih, tetapi jika ini semua menjadi keputusan Parni, kita tidak boleh protes. Yang penting nanti setelah keluar dari sini, kamu bisa ketemu anak-anak. Selamanya Saka dan Lingga adalah anak-anak kamu, cucu Mama dan Papa." Bu Miranti menangis saat melihat puteranya ikut menangis. Tidak ada yang bisa ia lakukan jika Allah sudah berkehendak. Ali termenung di dalam sel dinginnya, menatap langit-langit yang penuh dengan bekas kotoran cicak dan noda air hujan. Kepalanya kembali mengingat Parni adalah wanita yang pertama kali ia cium. Parni juga yang selalu saja ketus padanya bila sedang bertamu ke rumah Parni, bahkan ia disuruh mencuci piring oleh Parni setelah ikut sarapan bersama. Hanya Parnilah wanita yang

  • Batal Akad   41. Salah Paham

    [Maaf, Mas. Maaf sekali lagi. Saya tidak ingin menikah dengan siapapun. Fokus saya kali ini adalah anak-anak saya.][Tapi kamu masih cinta sama saya kan, Ni?][Cinta tidak harus selalu berakhir di pelaminan'kan?]Mas Iqbal, tolong lupakan saya. Lanjutkan perjalanan kisah Mas Iqbal dengan orang lain. InsyaAllah luka kita akan sembuh dengan hadirnya orang lain yang mengisi ke kosongan][Oh, jadi kamu bisa seperti ini karena ada orang lain yang sudah membuat kamu melupakan saya?][Bukan seperti itu, Mas][Apa Emir orangnya? Atau jangan-jangan lelaki yang sudah memberikanmu anak?][Maaf, Mas Iqbal. Anak saya bangun, saya tutup ya. Assalamualaikum]Tut!Tut!Parni menarik nafas panjang dengan bibir bergetar. Ia tidak menyangka Iqbal berpikiran buruk padanya. Tetapi ya sudahlah, yang penting pesan inti dari pembicaraan ini sudah disampaikan olehnya. Dirinya ingin Iqbal bisa bahagia dengan wanita lain. Ia ikhlas walaupun tak mudah. Parni kembali merebahkan dirinya di atas ranjang. Ditatapny

  • Batal Akad   40. Hadirnya Iqbal

    Semua orang sudah duduk di ruang tamu keluarga Anton. Ada Bu Parti, Bu Farida, Suraya, Iqbal, Parni, dan juga Anton. Sedangkan Parmi sedang mengurus anak kembarnya di dalam kamar. Belum ada pembicaraan di sana, semua masih sibuk dengan pikirannya masing-masing. Terutama Parni yang begitu salah tingkah saat ini, karena dipandang intens oleh Iqbal, Bu Farida, dan juga Suraya."Mm...jadi, apakah Parni memang mengenal Iqbal?" Bu Farida membuka suara."Parni mantan calon istri saya," jawab Iqbal dengan raut wajah kecewa. Bu Farida dan Suraya tentu kaget mendengar jawaban Iqbal. Namun, mereka tetap tenang, karena memang Suraya dan Bu Farida tipe wanita yang tidak mudah tersulut api amarah. Sedangkan Parni sudah menunduk malu sambil menggendong Saka."Betul itu, Parni?" "Iya, Bu.""Parni dan Iqbal urusannya sudah selesai, sejak Parni memutuskan pergi ke Surabaya. Saya rasa tidak ada yang masalah dengan masa lalu mereka. Bukankan anak Parni bukan anak Iqbal," suara Bu Parti menjabarkan kondi

DMCA.com Protection Status