Pertanyaan Theo sontak menyadarkan Anisa. Theo ingin memanfaatkan kondisi Anisa yang mabuk untuk memaksanya bicara.Hmm, Theo terlalu meremehkan Anisa. Anisa memang mabuk, tetapi otaknya masih bekerja.Lagi pula Anisa hanya meminum sekaleng bir, bukan sebotol anggur merah. Anisa tidak mau menghiraukan Theo dan langsung tidur.Berangsur-angsur, napas Anisa mulai terdengar beraturan. Theo melihat layar ponsel, dia tidak tega menutup panggilannya.Jika tidak mabuk, Anisa tidak mungkin inisiatif menghubungi Theo.Pukul 8 pagi, Anisa bermimpi buruk.Anisa memimpikan saat-saat ayahnya meninggal. Ayahnya meninggal, perusahaan bangkrut, dia dan ibunya tidak punya tempat tinggal, dan melarat di jalanan.Anisa sangat haus, dia ingin minum, tetapi mereka tidak memiliki uang sepeser pun untuk membeli air. Anisa gelisah sampai berkeringat dingin.Sesaat membuka mata, Anisa baru lega saat melihat kamarnya yang familier. Untungnya semua hanya mimpi. Kemudian dia menepuk-nepuk dadanya sambil bergumam,
Anisa makin senang saat mendengar teriakan Malia."Kamu mau melawan aku? Kalaupun kamu tidak memerintahkan adikmu, kalian pasti bersekongkol. Apalagi kamu juga ikut menikmati hasil penggelapan uang adikmu. Malia, kok kamu masih berani menelepon aku, ya?" Suara Anisa terdengar sinis."Kamu telah membunuh putriku! Aku masih membuat perhitungan denganmu," teriak Malia."Siapa lagi yang mati di keluargamu? Salahkan saja aku! Kamu kira aku masih sama seperti dulu? Anisa yang bisa diinjak-injak dan ditindas? Malia, harusnya dulu kamu membunuhku! Sayang, kesempatanmu sudah berakhir!" Anisa menjawab dengan lantang.Anisa yang sekarang memang sudah berbeda dengan Anisa 5 tahun yang lalu.Malia tidak tahu harus menjawab apa, dia terpaksa menutup panggilannya. Kali ini Malia terpaksa mengalah, tetapi bukan berarti dia akan menyerah.Malia bergegas memesan tiket pesan dan memutuskan untuk kembali ke Negara Legia.Berita petang.Kekayaan Kintara Group melonjak 4 triliun. Mantan manajer keuangan Kin
Evan sangat mencintai dunia entertain. Ini adalah impiannya, satu-satunya hal yang membuatnya bahagia.Meskipun hanya berdiri di atas panggung tanpa melakukan apa-apa, Evan sudah merasa senang.Pada sore hari, Anisa dan Grey pergi alamat yang dikirimkan Mike. Sesampainya di sana, Anisa keluar dari mobil sambil berkata, "Kak, hari ini aku mengundang teman-temanku dan teman-teman Mike. Kamu nggak perlu sungkan-sungkan.""Malam ini aku mau merayakan tertangkapnya Galih. Akhirnya aku bisa lega ...." Anisa terlihat sangat senang."Aku sudah dengar." Grey tersenyum kepada Anisa dan berkata, "Pantas saja hari ini kamu terlihat bahagia banget. Aku ikut senang."Ketika memasuki aula hotel, senyuman di wajah Anisa pun sirna dan tampak canggung.Kenapa ada begitu banyak wajah asing? Apakah Anisa salah masuk tempat?Tidak, tidak salah! Anisa melihat Mike yang duduk di tengah kerumunan ....Begitu melihat kedatangan Anisa, Mike pun berdiri dan menghampirinya. "Anisa, Kak Grey, kalian sudah sampai."
"Sama Theo ...." Mike menunjuk ke arah aula.Anisa melihat Theo dan Grey duduk satu meja, sedangkan para pengawalnya Theo berjaga di samping.Terdapat sebotol anggur di atas meja Theo dan Grey. Apakah mereka mau minum?Anisa mengerutkan alis. Grey jarang minum, dia juga tidak pernah mabuk-mabuk."Dua anak bau kencur! Kita lihat saja siapa yang tumbang duluan!" Mike seolah sedang menantikan pertunjukan seru.Anisa hampir lupa, Theo juga tidak bisa minum terlalu banyak ...."Anisa, nggak apa-apa, biarkan mereka bertanding." Mike menepuk pundak Anisa."Semua gara-gara kamu!" Anisa mengempaskan tangan Mike."Lain kali aku nggak akan memercayai Eden dengan gampang. Lain kali aku akan menjebaknya datang ke markas kita! Oke?" Mike berusaha membujuk Anisa."Nggak ada lain kali." Anisa meninggalkan Mike dan pergi menghampiri Sania.Sania mengacungkan jari tengah kepada Mike. Anisa sudah lama tidak berkomunikasi maupun bertemu dengan Theo.Semua gara-gara Mike, Anisa dan Theo jadi harus menghabi
"Bagaimanapun kamu adalah ibu tiriku. Baiklah, aku akan memberimu satu hari." Setelah berbicara, Anisa membalikkan badan dan pergi meninggalkan Malia.Di aula hotel.Theo dan Grey telah meneguk beberapa gelas anggur. Wajah mereka memerah dan mulai mabuk."Grey, aku dengar Profesor Carmen mempunyai murid misterius," tanya Theo sambil menuangkan segelas anggur.Grey tersentak, lalu menatap Theo dan bertanya, "Kamu dengar dari siapa?"Theo mengangkat gelas dan mengajak Grey bersulang. "Kamu hanya perlu menjawab, benar atau tidak?""Maaf, aku tidak bisa memberikan informasi." Grey meneguk anggur yang dituangkan."Profesor Carmen sudah wafat. Lagi pula ini bukan aib, kenapa tidak boleh diberitahu?""Orang yang bersangkutan mungkin tidak ingin orang lain mengetahui identitasnya," jawab Grey.Kilatan cahaya terpancar dari sorotan mata Theo. "Jadi ... benar? Profesor mempunyai murid rahasia?"Theo yakin, "orang yang bersangkutan" yang dimaksud adalah murid rahasia Profesor Carmen.Grey mengamb
Anisa mencium aroma alkohol yang melekat di tubuh Theo. Anisa percaya, Theo memang mabuk. Kalau tidak mabuk, dia tidak mungkin memeluk Anisa di hadapan para karyawannya."Kalau nggak kuat minum, jangan memaksakan diri." Anisa bangun dari pangkuan Theo.Namun Theo menahan pinggang Anisa, dia tidak mengizinkannya pergi."Anisa, temani aku minum segelas." Theo mengambil botol bir, lalu menuangkannya ke dalam gelas. "Tadi malam kamu mabuk karena Galih berhasil ditangkap?"Akhirnya Theo melepaskan pelukannya dan membiarkan Anisa pergi.Begitu menoleh ke samping, Anisa pun terkejut. Di mana Grey?"Theo, di mana Grey?" Anisa bertanya kepada Theo yang bersikap sok polos. Wajah Theo yang memerah membuatnya terlihat semakin licik.Pasti pengawalnya Theo yang membawa Grey pergi saat menarik dan memeluk Anisa dengan paksa."Kamu tidak lihat dia mabuk? Dia harus dibawa pergi istirahat," jawab Theo sambil memberikan segelas anggur kepada Anisa. "Kamu tidak perlu khawatir, aku tidak akan menyakiti Gr
Jika Malia bersedia mempertimbangkan 10 triliun yang Anisa minta, berarti Malia sanggup mengeluarkan uang sebanyak itu.Keesokan hari.Di ruang presdir Tera Group.Sinar matahari memantulkan cahaya ke dalam ruangan yang bersih.Theo kembali membuka daftar nama murid-murid yang dibimbing Profesor Carmen. Dari petunjuk yang diberikan Grey, murid rahasianya Profesor Carmen bukanlah seorang pria paruh baya. Dengan begitu, ruang lingkup pencarian dapat diperkecil.Seketika tatapan Theo pun tertuju pada nama Anisa. Anisa juga merupakan murid Profesor Carmen. Hanya saja, semenjak lulus S2, Anisa tidak berkarier di bidang kedokteran. Ditambah, latar belakang Anisa tergolong sederhana. Dia hanya kuliah, melakukan beberapa penelitian, dan lulus.Theo sempat melihat sekilas skripsi dan karya ilmiah yang ditulis oleh Anisa. Hanya saja isi buku tersebut terlalu sulit, Theo tidak paham.Theo mulai merenung, jangan-jangan Anisa tidak sesederhana yang dipikirkan? Jika Anisa tidak memiliki kemampuan,
Sejak awal, Anisa tidak pernah tertarik untuk berdamai dengan Malia.Tadi malam Anisa sengaja memberikan secercah harapan kepada Malia, lalu menghancurkannya agar dia juga mencicipi rasanya sakit dan kepahitan."Anisa, bagus, bagus banget!" Saking marahnya, bibir Malia sampai bergetar hebat. "Aku juga tidak sudi memberikanmu 10 triliun. Kamu pikir uangku jatuh dari langit?""Em, aku harap arwah adikmu tenang di alam sana. Jangan sampai dia gentayangan dan menghantuimu." Anisa menyindir Malia, "Kamu juga menikmati hasil kotor adikmu."Tekanan darah Malia sontak melonjak, kepalanya terasa berdenyut hebat."Anisa, tunggu pembalasanku! Aku tidak akan melepaskanmu! Dendam putriku ... adikku ... kamu harus membayar semuanya!" teriak Malia."Hmm? Kamu mau membunuh aku? Sistem keamanan Negara Legia sudah tidak selemah 5 tahun lalu. Sebelum membunuh orang, aku sarankan sebaiknya kamu mempertimbangkan risikonya. Di Negara Legia, pelaku pembunuhan akan dihukum mati." Anisa mengingatkan.Wajah Mal
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."