Di bawah sinaran cahaya lampu, sorotan mata Theo terlihat memesona sekaligus mengerikan.Sama seperti biasa, tatapan Theo selalu mengintimidasi setiap orang yang menatapnya.Leo terkejut sampai memucat dan mundur beberapa langkah. "An ... tidak. Bibi, aku tidak akan mengganggu kamu dan Paman. Aku pamit dulu."Keringat dingin membasahi kening, Leo pun buru-buru keluar dari kamar utama.Melihat Leo yang berlari ketakutan, jantung Anisa berdebar makin kencang dan sekujur tubuhnya gemetaran. Apakah Theo sadarkan diri?Anisa membuka mulut dan hendak mengatakan sesuatu, tetapi tenggorokannya terasa dicekik. Sekujur tubuhnya juga hanya bisa mematung di tempat.Ketakutan menyelimuti hati Anisa. Dia membalikkan badan dan bergegas lari turun."Bibi, Theo sadar, Theo sadar!" teriak Anisa.Begitu mendengarnya, Bibi Wina langsung naik untuk memeriksa kondisi Theo."Nona Anisa, setiap hari Tuan Theo memang akan membuka mata, tapi bukan berarti dia sadar. Lihat saja, dia sama sekali tidak merespons p
Anisa menjadi sorotan Keluarga Pratama."Anisa, kamu masih kuliah, 'kan? Kalau kamu hamil, takutnya akan memengaruhi pendidikanmu," kata istrinya Marvin.Marvin menimpali, "Benar! Anisa masih kecil, masa dia harus melepaskan pendidikannya untuk menjaga anak di rumah?"Sabrina tahu apa yang dipikirkan putra dan menantunya. Ini adalah salah satu alasan kenapa Sabrina bersikeras meminta Anisa untuk memberikan Theo keturunan."Anisa, apakah kamu bersedia memberikan keturunan untuk Theo? Aku ingatkan, anakmu akan mewarisi seluruh kekayaan Theo. Harta Theo cukup untuk memberikan hidup yang mewah kepada kamu dan anakmu.""Aku bersedia," Anisa menjawab tanpa berpikir panjang.Anisa bersedia mencoba selama bisa menghentikan Leo untuk merebut kekayaan Theo. Lagi pula, andaikan Anisa tidak bersedia, Sabrina juga pasti tetap akan memaksanya.Sesaat mendengar jawaban Anisa, Sabrina pun tersenyum puas. "Bagus! Aku tahu kamu tidak sama seperti wanita-wanita bodoh di luar sana. Hanya karena umur Theo
"Susah dipastikan, paling cepat 3 sampai 4 bulan. Tapi tidak usah khawatir, Anda masih muda, semuanya pasti lancar," jawab perawat sambil tersenyum.Waktu berlalu sangat cepat. Cuaca akhir ini terasa agak panas.Anisa langsung mandi setibanya di rumah. Setelah mandi, Anisa duduk di atas tempat tidur dan mengoleskan pelembab wajah yang baru dibeli."Theo, aku oleskan pelembab, ya? Sekarang cuaca lagi panas, takutnya kulit kamu kering." Anisa bergeser ke samping Theo, lalu mengoleskan pelembab ke wajahnya.Ketika Anisa mengusap wajah Theo, tiba-tiba Theo membuka matanya. Mata Theo tampak indah seperti permata yang berkilau.Anisa sontak membeku, dia terkejut saat melihat Theo yang membuka mata."Aku mengusap terlalu kuat? Nggak, kok! Aku nggak pakai tenaga," kata Anisa sambil lanjut mengusap wajah Theo.Sembari mengusap wajah Theo, Anisa bergumam kecil, "Theo, aku baca-baca di berita katanya kamu nggak pernah pacaran, ya? Masa tubuhmu selemah itu? Nggak mungkin! Tanganmu kekar, pahamu be
Sesaat mendengar ucapan Theo, Anisa ketakutan sampai mundur beberapa langkah.Theo seperti seekor binatang buas yang baru bangun. Begitu membuka mata, orang-orang sekitar langsung ketakutan dan merasa terancam.Bibi Wina keluar, lalu menutup pintu kamar Theo. Ketika melihat Anisa yang ketakutan, Bibi Wina berusaha menenangkannya. "Nona, jangan takut. Tuan baru sadar, mungkin dia belum bisa menerima kenyataan ini. Sebaiknya malam ini Nona tidur di kamar tamu dulu, kita bicarakan lagi besok. Aku lihat Nyonya Sabrina sangat menyukai Nona, harusnya Beliau berpihak kepada Nona."Saat ini pikiran Anisa agak kacau. Dia pernah membayangkan semisalnya Theo meninggal, tetapi dia tidak pernah menyangka kalau Theo akan sadar."Bibi Wina, barang-barangku masih di dalam kamar ...." Anisa melirik ke arah kamar, dia ingin mengambil barang-barangnya.Mengingat Theo yang menatapnya dengan penuh kebencian, Anisa merasa bahwa Theo tidak akan menerimanya sebagai istri. Anisa harus mempersiapkan diri, dia b
Namun anehnya Anisa mengalami pendarahan. Setelah mempelajari kondisi kesehatannya, dokter pun memutuskan untuk melakukan tindakan agar bayinya tidak keguguran.Informasi ini terasa bagaikan petir di siang bolong. Anisa terkejut, dia tidak tahu harus berbuat apa."Dokter, bagaimana kalau aku menggugurkan anak ini?" tanya Anisa.Sebentar lagi Anisa dan Theo akan bercerai, dia tidak bisa mempertahankan anak di dalam kandungannya.Dokter mengerutkan alis dan menjawab, "Kenapa mau digugurkan? Apakah kamu tahu berapa banyak orang yang sedang berusaha agar bisa memiliki anak?"Tatapan Anisa terlihat muram, dia menunduk dan diam saja."Di mana suamimu?" tanya dokter. "Kalaupun ingin menggugurkannya, kamu harus bertanya ke suamimu dulu."Anisa terdiam seribu kata.Melihat Anisa yang tidak merespons, dokter mengambil formulir Anisa dan bertanya, "Kamu baru 21 tahun? Belum menikah?""Su ... anggap saja belum." Lagi pula sebentar lagi dia akan bercerai."Aborsi bukan operasi kecil. Meskipun kamu
Begitu menyala, ternyata laptop tidak memerlukan kata sandi.Kinerja laptop Theo sangat cepat, Anisa sampai kagum melihatnya.Kemudian Anisa memasang USB-nya, lalu membuka email dan mengirimkan hasil pekerjaannya.Semua berjalan lancar, dokumen dikirimkan sebelum jam 12 siang.Anisa tidak berani berlama-lama di dalam ruang kerja. Ketika hendak mematikan laptop, tangannya tidak sengaja menyenggol mouse dan sebuah folder pun terbuka.Anisa terkejut dan membelalak saat melihat isi folder tersebut ........Lima menit kemudian Anisa keluar dari ruangan Theo.Bibi Wina menghela napas lega. "Benar, 'kan? Tuan tidak pulang secepat itu."Ekspresi Anisa terlihat gelisah. Sepertinya dia telah mengetahui rahasia Theo. Kalau tahu akan seperti ini, Anisa tidak akan meminjam laptop Theo."Bibi, apakah di dalam ruangan ada CCTV?" tanya Anisa."Cuma ada di luar ruangan," jawab Bibi Wina.Seketika wajah Anisa pun memucat. "Dia pasti tahu aku masuk ke ruangannya.""Nanti Nona kasih tahu saja ke Tuan. No
Sabrina sudah tidak sabar, dia bangkit berdiri dan menyusul Bibi Wina ke kamar Anisa.Sesaat pintu kamar terbuka, Sabrina terkejut melihat Anisa yang meringkuk di sudut kamar. Rambutnya tergerai acak-acakan."Anisa, kamu kenapa?" Sabrina cemas melihat wajah Anisa yang pucat seperti mayat."Swoosh!" Darah tinggi Sabrina langsung kambuh."Ada apa? Kenapa kamu jadi gini? Theo menyiksa kamu?" Sabrina mengajukan berbagai pertanyaan, suaranya terdengar gemetaran.Anisa terlihat jauh lebih kurus, wajahnya pucat dan bibirnya pecah-pecah. Dia ingin mengucapkan sesuatu, tetapi sekujur tubuhnya terasa tidak bertenaga.Bibi Wina buru-buru membawakan segelas susu dan memberikannya kepada Anisa. "Nona, minum dulu susunya. Ada Nyonya Besar, kamu sudah bisa makan."Sabrina langsung membentak Bibi Wina, "Ada apa? Theo tidak kasih Anisa makan? Dia mau membunuh anak orang?"Sabrina tidak bisa menoleransi tindakan putranya. Dia bergegas ke ruang tamu dan memarahi Theo, "Theo, Anisa adalah gadis pilihanku.
Pada pemeriksaan sebelumnya tidak disebutkan bahwa Anisa mengandung bayi kembar. Bagaimana bisa tiba-tiba ada dua nyawa di dalam kandungannya?Anisa memegang hasil USG-nya sambil duduk dan melamun di lorong rumah sakit. Dokter mengatakan kemungkinan untuk mengandung anak kembar sangat rendah. Jika dia menggugurkan kandungannya, kecil kemungkinan dia akan bisa mengandung anak kembar lagi.Anisa tersenyum kecut, semua ini adalah ulah dokter Keluarga Pratama. Ketika menanamkan sel telur yang telah dibuahi, dokter tidak memberi tahu Anisa kalau dia akan mengandung anak kembar.Di mata Keluarga Pratama, mungkin Anisa hanya dimanfaatkan sebagai sarana untuk melahirkan anak. Minggu lalu Anisa mengalami pendarahan yang dikira menstruasi. Setelah memberi tahu dokter Keluarga Pratama, dokter mengira penanaman benihnya gagal. Ditambah Theo baru sadarkan diri dan hendak menceraikan Anisa.Sejak saat itu dokter Keluarga Pratama sudah tidak pernah mencari Anisa.Anisa frustasi, apakah dia harus mela
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."