"Spirytus? Minum langsung dari botol? Omong kosong apa yang kamu katakan?" Kelopak mata Marcel berkedut."Fadly, ini kakak iparmu? Dia punya dendam denganmu ya? Sepertinya dia ingin membunuhmu." Naufal menunjuk Afkar sambil tersenyum sinis."Mau jadi pusat perhatian ya? Cih!" Izora mencibir. Dia benar-benar meremehkan Afkar."Kamu berani nggak? Kalau nggak berani, minggir sana!" tanya Afkar yang menunjuk Naufal balik.Naufal mencampurkan anggur putih dengan anggur merah jelas karena berniat jahat pada Fadly. Makanya, Afkar tidak akan sungkan-sungkan lagi. Belum tentu mereka yang akan kalah!"Sialan! Memangnya Fadly berani? Kalau dia berani, aku juga berani!" seru Naufal yang menggebrak meja dengan geram."Oke!" Afkar mengangguk, lalu menepuk bahu Fadly sambil bertanya, "Di sini ada minuman keras seperti itu, 'kan? Suruh staf bawakan kemari."Sudut bibir Fadly berkedut. Dia menatap Afkar beberapa saat, lalu akhirnya menggertakkan gigi dan mengiakan, "Oke."Dari tatapan Afkar, Fadly bisa
Naufal memuntahkan darah. Wajahnya memerah. Dia terlihat sangat kesakitan. Naufal mencengkeram lehernya dengan kedua tangan. Dia merasa kerongkongan hingga ususnya terbakar.Pfft! Lagi-lagi, Naufal memuntahkan darah. Sungguh pemandangan yang mengerikan!"Ah!" Izora berteriak kaget. Gwen juga terkejut hingga menutup mulutnya.Marcel dan Kenzo buru-buru maju untuk memapah Naufal, tetapi Naufal mendorong mereka dan memuntahkan darah lagi. Penampilannya ini terlihat sangat mengerikan."Fadly, kubunuh kamu!" bentak Marcel. Kemudian, dia mengeluarkan pistol dan mengarahkannya kepada Fadly.Fadly terkekeh-kekeh dan bertanya, "Kenapa? Nggak bisa terima kekalahan kalian ya? Tembak saja kalau berani. Ayo. Hari ini, jangan harap kalian bisa keluar hidup-hidup!"Fadly berdecak dalam hati. Dia tidak menyangka spirytus 96% begitu menakutkan. Kini, dia baru memahami rencana Afkar. Fadly merasa kakak iparnya ini benar-benar mengagumkan.Meskipun demikian, Fadly sama sekali tidak bersalah terhadap Nauf
Gwen menghampiri Afkar dan bertanya dengan suara rendah, "Apa ini obat yang ingin kamu minta ayahku bantu promosikan?""Bukan," sahut Afkar sambil menggeleng. Tangannya terulur ke depan, hendak mengambil botol obat itu kembali dari Gwen.Ucapan Daru di telepon dan sikap Gwen hari ini membuat Afkar sangat kecewa. Dia tidak ingin berhubungan lagi dengan Keluarga Bahari.Namun, Gwen bereaksi cepat dan segera menyembunyikan botol obat itu di belakang tubuhnya. Dia kesal dengan reaksi Afkar dan berucap dengan ekspresi dingin, "Ngapain kamu? Mau merebutnya dari tanganku?"Gwen mendengus dan melanjutkan, "Berikan aku beberapa botol lagi. Aku mau bawa pulang supaya ayahku bisa mengetesnya. Kalau khasiatnya benaran bagus, kami akan pertimbangkan untuk mempromosikannya di militer.""Nggak perlu," ucap Afkar dengan datar."Nggak perlu?" ulang Gwen dengan heran. Dia tidak menyangka bahwa Afkar akan menolak.Detik berikutnya, Gwen berkata dengan nada jengkel, "Apa bagusnya obatmu? Kalau nggak mau y
Marcel dan Gwen menoleh ke arah Kenzo. Mereka juga terlihat tidak percaya."Siapa yang pegang pistolmu?" tanya Marcel dengan nada muram.Kenzo memikirkannya sejenak, lalu menyahut dengan ekspresi ragu, "Kakak iparnya Fadly! Waktu aku menodongkan pistolku ke arahnya, dia merebut pistolku, tapi segera mengembalikannya. Waktu itu, aku kira dia takut menyinggungku. Tapi, sekarang ...."Saat berkata sampai di sini, dahi Kenzo mulai berkeringat dingin. Untung saja dia tidak benar-benar menembak tadi. Jika tidak, pistolnya pasti meledak dan tangannya pun akan cacat.Kelopak mata Marcel berkedut-kedut. Dia menatap sidik jari di pistol itu dan berucap, "Jangan gegabah kalau ketemu dia lagi. Biarkan masalah hari ini berlalu. Jangan sampai orang lain bilang kalau kita nggak bisa terima kekalahan.""Aku mengerti. Pria bernama Afkar ini ... agak nggak biasa!" sahut Kenzo sambil mengangguk.Malam harinya, di Kediaman Bahari, Kota Nubes.Daru melihat luka yang dibuatnya sendiri barusan sembuh dengan
"Apa gunanya meluncurkan obat kalau nggak bisa dijual? Dia pasti akan putus asa banget nanti," tambah Jesslyn sambil tersenyum licik.Harris adalah distributor produk farmasi yang sudah bertahun-tahun bekerja sama dengan Keluarga Safira. Dialah yang selama ini menjadi perantara untuk menyalurkan produk-produk Safira Farma ke apotek dan rumah sakit terdekat. Ide Jesslyn untuk memutus sistem penjualan Felicia melalui Harris benar-benar kejam.Begitu mendengar ucapan Jesslyn, mata Erlin berkilat makin tajam. Dia berucap, "Aku kepikiran ide yang lebih baik. Asalkan Harris setuju membantu, perusahaan bukan hanya nggak bisa untung dari keempat obat baru ini, tapi juga akan rugi besar. Akan kupastikan cucu nggak berbakti itu nggak bisa bangkit lagi!""Nenek punya ide apa?" tanya Viola dengan antusias.Erlin tersenyum licik dan menjelaskan, "Gampang saja! Waktu Feli meminta bantuan Pak Harris, minta pria itu untuk menyetujuinya secara lisan. Dengan begitu, Feli akan memulai produksi di pabrik.
Safira Farma memiliki kompleks pabrik di pinggiran barat Kota Nubes. Kawasan itu juga merangkap sebagai departemen produksi perusahaan.Selama beberapa hari berikutnya, Felicia selalu berada di sana untuk memantau proses produksi. Hari ini, produksi pertama obat-obatan itu akhirnya selesai.Hanya saja, Felicia masih terus merasa resah. Saat ini dia sedang berdiri di dalam gudang pabrik, mengernyit memandangi tumpukan obat yang baru selesai diproduksi.Harris belum bisa ditemui hingga sekarang. Waktu Felicia meneleponnya tadi, dia juga tidak menjawab."Bu Felicia, apa kita harus lanjutkan produksi?" tanya kepala pabrik di samping."Tunda dulu," jawab Felicia dengan ekspresi muram. Detik berikutnya, dia melempar tatapan kesal ke arah Afkar.Belakangan ini, Afkar bisa dibilang bertugas sebagai asisten presdir. Saat sedang senggang, pria itu selalu berada di sisi Felicia."Gara-gara kamu suruh aku mulai produksi, nih! Pak Harris nggak pulang-pulang, kita jadi nggak bisa menjual obat-obatan
"Feli, kusarankan kamu menyerah saja. Menurutlah dan menikah dengan Noah!" ejek Renhad."Serahkan kendali perusahaan ke pamanmu secepatnya. Perusahaan hanya akan bangkrut di tanganmu," tambah Jesslyn dengan sinis.Felicia menggertakkan giginya dengan wajah memerah marah. Tiba-tiba, Afkar mendengus dan berucap, "Siapa yang bilang kalau obat-obatan ini nggak akan terjual?"Afkar menoleh ke arah para eksekutif perusahaan dan melanjutkan, "Kalian nggak perlu cemas. Obat-obatan ini pasti terjual. Cepat atau lambat, pesanan ratusan miliar itu akan datang. Saat itu, dana perusahaan yang terpakai nggak hanya akan tertutupi, kalian juga akan mendapatkan bonus dan komisi besar!"Para eksekutif perusahaan itu masih terlihat tidak percaya.Renhad berkata dengan nada mengejek, "Afkar, kamu masih mau kasih janji kosong sekarang? Kalian meminta bantuan Pak Harris, bukan? Hahaha!""Biar kuberi tahu. Pak Harris sebenarnya ada di Kota Nubes, dia hanya nggak mau membantu kalian. Nih, coba lihat siapa ini
Begitu Fajar menyerbu masuk ke gudang, tatapan semua orang langsung tertuju padanya. Mereka menatapnya dengan raut penasaran dan bingung.Saat ini, satpam pabrik yang mengejar Fajar dari belakang berseru dengan keras, "Berhenti, Pak! Ini gudang pabrik kami, kamu nggak boleh masuk tanpa izin!"Demi mengejar waktu, distributor produk farmasi dan bos besar dari Provinsi Zoda ini langsung menerobos masuk tanpa izin ke dalam gudang. Untungnya, beberapa pengawalnya membantu membuka jalan.Harris yang mengenali Fajar segera menghampirinya dan bertanya, "Apa kamu benar-benar Pak Fajar?"Fajar mengabaikan Harris dan mendorongnya pergi. Kemudian, dia menyapukan pandangan pada para wanita yang ada di tempat.Harris hanyalah distributor kecil di Kota Nubes. Mana mungkin bos besar seperti Fajar mengenalinya?Fajar datang setelah dihubungi Bian. Dia disuruh menemui Presdir Safira Farma yang merupakan seorang wanita cantik.Tatapan Fajar jatuh pada sosok Felicia. Dia segera menghampirinya dan bertany
Fadly sempat tertegun sejenak. Dari tatapan mata Afkar, dia merasakan sesuatu yang berbahaya.....Di sebuah jalan pegunungan yang sunyi, Sahira mengemudikan mobil off-road-nya dengan kecepatan stabil. Pada saat ini, dia sudah keluar dari wilayah kekuasaan Keluarga Samoa.Namun, tiba-tiba matanya yang penuh pesona melirik ke kaca spion, dan senyum penuh arti muncul di wajahnya. Dengan cepat, dia memutar kemudi dan berbelok menuju sebuah jalan kecil yang lebih terpencil.Tak lama kemudian, sebuah sosok yang tegap tiba-tiba muncul di tengah jalan dan menghentikan laju mobil. Sahira menghentikan mobil dan turun, ekspresinya tampak sedikit heran dan curiga. "Kamu mau apa?" tanyanya.Wajah Afkar terlihat dingin, lalu dia berkata dengan suara berat, "Rampok!"Sahira tercengang sejenak, kemudian tertawa terbahak-bahak, suara tawanya manis namun menggoda."Merampok? Wah, Afkar… kamu humoris juga, ya. Jadi kamu mau merampok apa nih? Uang atau ... kehormatanku?"Wanita ini sepertinya memiliki da
"David benar-benar luar biasa, ikut lelang sampai muntah darah! Salut! Salut!" kata Fadly dengan nada penuh cemoohan dan tawa bahagia saat melihat itu.Afkar hanya terkekeh kecil dan berjalan pergi bersama Fadly. Mereka menuju ruang tamu prasmanan yang sudah disiapkan oleh Keluarga Samoa untuk menikmati makanan ringan, sebelum mengikuti sesi lelang siang.Meskipun Afkar tidak mendapatkan giok spiritual, dia tetap penasaran ingin melihat apakah ada barang berharga lain yang layak untuk dimenangkan."David! David, kamu baik-baik saja, 'kan?!" Si selebritas panik melihat David memuntahkan darah."Pergi sana!" David mendorongnya dengan kasar, wajahnya masih merah padam dan penuh amarah sambil menatap ke arah Afkar dan Fadly yang pergi."Afkar sialan! Kita lihat saja nanti! Aku bersumpah kamu akan mati tragis!"Dalam sekejap, David berbalik menatap pengurus Keluarga Samoa dengan tajam. "Gimana dia bisa mendapatkan jimat itu? Apa kalian tahu?"Pengurus itu sempat ragu, tetapi mengingat David
David tertawa terbahak-bahak. Di sampingnya, Fadly yang melihat wajah puas David tak bisa menahan diri lagi dan langsung tergelak. "Dasar tolol! Bikin aku ngakak saja ...."Mendengar itu, wajah David langsung menggelap. "Fadly, tolong jaga sikapmu!" katanya dengan nada tajam.Fadly malah tertawa lebih keras lagi. Orang ini berkoar-koar tak ada habisnya, tapi malah menyuruh orang lain menjaga sikap .... Lucu sekali!Pada saat ini, seorang pengurus dari Keluarga Samoa tiba-tiba keluar dari ruangan tempat transaksi sebelumnya dan berlari mengejar Afkar. "Pak Afkar, mohon tunggu sebentar!"Begitu menyusulnya, pengurus itu menyerahkan sebuah kartu emas berkilauan dengan huruf besar "Samoa" di atasnya."Pak Afkar, ini adalah Kartu VIP Emas dari Keluarga Samoa untuk Anda! Ke depannya, kalau Anda mengikuti lelang kami, biaya penyelesaian transaksi akan dipotong sebesar 3%! Hanya tamu dengan total transaksi lebih dari 800 miliar yang berhak mendapatkan perlakuan khusus ini," ujar pengurus itu d
Melihat ekspresi Afkar seolah-olah telah membuat keputusan besar dan mengumpulkan keberanian untuk mengajukan tawaran, wajah Fadly berkedut beberapa kali. Orang lain mungkin tidak tahu, tapi Fadly jelas mengetahuinya.Jimat Pencabut Nyawa ini adalah barang titipan Afkar sendiri! Sungguh licik!Kakak ipar ini benar-benar menjebak orang tiada ampun! Kalau bukan menjebak Sahira, ya pasti menjebak David!"840 miliar!" Seperti yang diduga, melihat Afkar mengajukan tawaran, Sahira kembali mengangkat papan tawaran."860 miliar! Bu Sahira, jangan terlalu berlebihan!" seru Afkar dengan menggertakkan gigi."880 miliar! Kalau nggak punya kemampuan, tutup saja mulutmu!" ejek Sahira dengan dingin."Baiklah, kamu menang!" Bibir Afkar tampak gemetar "marah". Suaranya seolah-olah dipenuhi rasa tidak rela, marah, dan frustrasi.Pada saat ini, David menelan ludah dan wajahnya tampak muram. Melihat Afkar yang duduk kembali, lalu melihat Sahira ... Afkar benar-benar tidak mengajukan tawaran lagi? Serius?
Makanya, Sahira menyerah begitu saja melihat David ikut menawar."Eh? Dia juga mau beli? Menarik sekali." Afkar terkejut melihat David menawar harga. Seketika, dia menyunggingkan senyuman misterius. 'Mau beli jimatku ya? Boleh saja! Naikkan dulu harganya!'"Tujuh ratus miliar!" Afkar yang sudah duduk tiba-tiba bangkit kembali.David pun tercengang. Dia mengira dirinya sudah menang, tetapi Afkar tiba-tiba menawar lagi."Tujuh ratus dua puluh miliar!" Begitu Afkar kembali, Sahira juga menawar lagi.David mengedipkan matanya beberapa kali. Pada akhirnya, dia menelepon Noah. "Pak, aku di acara lelang Keluarga Samoa. Ada jimat yang katanya bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir dalam sekejap. Aku ingin mendapatkannya."Terdengar suara rendah Noah dari ujung telepon. "Jimatnya bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir dalam sekejap? Serius?"David menganalisis, "Seharusnya benar. Afkar dan seorang wanita sedang menawar secara gila-gilaan. Harganya sudah men
"Barang selanjutnya agak istimewa. Ini adalah jimat yang dititip jual oleh tamu kami. Menurutnya, begitu jimat ini dirobek, pengguna bisa melancarkan serangan yang dapat membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir!""Kami nggak bisa mengidentifikasi keasliannya, tapi kami yakin energi yang terkandung di dalamnya sangat dahsyat. Pilihan ada di tangan kalian. Harga awal 100 miliar. Lelang dimulai!"Selesai menjelaskan, pembawa acara menarik kain merah yang menutupi jimat itu. Seketika, terlihat Jimat Pencabut Nyawa yang dititip jual oleh Afkar. Kata "mati" di atas seakan-akan memancarkan energi istimewa yang membuat orang bergidik ketakutan."Barang apa itu? Apa benaran sehebat itu?""Bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir?""Ini pasti tipuan, 'kan? Ahli bela diri tingkatan itu sangat kuat lho! Masa satu jimat saja sudah bisa membunuh mereka?"Orang-orang sibuk bergosip dan meragukan kekuatan jimat itu. Lagi-lagi, suasana menjadi hening. Tidak ada yang berani
"Harga awal giok spiritual ini adalah 440 miliar! Setiap kenaikan harga nggak boleh di bawah 10 miliar. Silakan menawar!"Begitu ucapan ini dilontarkan, kain merah di atas panggung pun disingkirkan. Di atas meja, terlihat sebuah giok seukuran telapak tangan. Warna hijau itu terlihat sangat jernih! Bahkan, ada kilauan berwarna-warni yang terpancar!Mata Afkar pun berbinar-binar. Dia tampak bersemangat. Dia bisa merasakan energi spiritual yang terkandung di dalamnya. Itu adalah giok spiritual yang dicarinya. Namun, Afkar tidak terburu-buru untuk menawar harga. Dia ingin mengamati situasi dahulu.Setelah pembawa acara menjelaskan, suasana menjadi heboh. Beberapa saat kemudian, suasana menjadi hening untuk sesaat."Empat ratus empat puluh miliar untuk sebuah batu giok?""Sekalipun batu giok berkualitas paling tinggi, harganya tetap nggak semahal itu!""Batu giok macam apa ini? Katanya bisa membantu menerobos? Cuma orang bodoh yang mau beli."Banyak orang yang berdiskusi dan tidak tertarik
"Jimat Pencabut Nyawa. Setelah dirobek, jimat ini bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir ...."Afkar menjelaskan cara pakai dan manfaat jimat itu. Jimat itu adalah buatan Afkar sendiri. Dia menggunakan metode menggambar jimat dalam Jurus Mata Naga, lalu menyegel energi naga di dalamnya. Kekuatan yang terkandung sama dengan 80% kekuatan Afkar.Setelah mendengarnya, pria paruh baya itu berkata dengan ragu, "Aku harus menyuruh orang lain memeriksanya dulu. Aku kurang tahu soal ini."Sesaat kemudian, pria paruh baya itu kembali dengan membawa jimat itu. Dia tersenyum getir dan berujar, "Nggak ada yang bisa mengidentifikasi jimat ini. Tapi, bisa dipastikan ada energi di dalam. Makanya, kami memutuskan untuk menerimanya. Kamu mau dijual dengan harga berapa, Pak?""Paling rendah 100 miliar," jawab Afkar setelah berpikir sejenak."Seratus miliar? Tinggi sekali!" Sudut bibir pria paruh baya itu berkedut mendengarnya."Apa ada masalah? Kalau seefektif yang kubilang tadi, bukan
Dalam sekejap, beberapa hari telah berlalu. Hari ini, dengan ditemani Fadly, Afkar datang ke Rumah Lelang Keluarga Samoa.Di pinggiran barat Kota Nubes, terdapat sebuah vila pribadi seluas ratusan hektar. Ini adalah rumah Keluarga Samoa, sekaligus lokasi lelang. Biasanya, tempat ini tidak terbuka untuk umum, kecuali ada acara lelang.Pukul 8 pagi, banyak mobil mewah terparkir di vila itu. Afkar dan Fadly memarkirkan mobil mereka di luar. Setelah menjalani pemeriksaan, mereka baru memasuki vila."Fad, kamu lagi ada masalah belakangan ini ya?" Setelah berjalan beberapa langkah, Afkar tiba-tiba menatap Fadly yang berjalan di sampingnya dan bertanya demikian. Ketika bertemu Fadly hari ini, Afkar bisa melihat ekspresinya dipenuhi kecemasan."Hah?" Fadly termangu sejenak, lalu menggeleng. "Nggak ada kok! Cuma sedikit masalah kerjaan. Aku bisa mengatasinya sendiri.""Kalau butuh bantuan, kasih tahu saja aku. Aku mungkin bisa membantumu," pesan Afkar."Aku tahu. Kalau ada masalah, aku pasti me