Setelah Afkar dan lainnya meninggalkan hotel, mereka menunggu di mobil selama setengah jam. Namun, Fadly masih tidak terlihat."Kenapa lama sekali? Fadly mau minum sebanyak apa?" gerutu Felicia sambil mengernyit."Coba kuperiksa." Afkar menyuruh Felicia menjaga Shafa, lalu dia kembali ke hotel.Sebelum masuk ke ruang privat, terdengar ejekan dari dalam."Fadly, kamu nggak menghargai kami ya? Baru minum beberapa gelas sudah muntah?""Gimana kamu bisa mendapat cinta Gwen kalau cupu begini?"Afkar mendorong pintu dan masuk. Terlihat Fadly bersandar di meja sambil muntah di tong sampah. Di sisi lain, pria bernama Marcel mendorong segelas anggur putih penuh ke hadapan Fadly."Habiskan! Aku minum lebih banyak dari kamu! Jangan pura-pura jadi pria baik di sini!" cela Marcel dengan angkuh."Makanya! Hari ini kamu dan Kak Marcel lomba minum. Yang kalah harus menjauh dari Gwen!""Ayo minum! Gwen paling nggak suka pria lemah lho! Hahaha ...."Kedua pria yang mengikuti Marcel turut memprovokasi Fa
Sahabat Gwen bernama Izora. Keluarganya punya bisnis batu giok yang besar. Izora sangat dekat dengan Naufal, jadi tentu berada di pihak Marcel."Muntah darah? Kalaupun Marcel muntah darah, aku nggak bakal!" seru Fadly dengan yakin. Tangan di punggungnya memberinya keberanian besar."Oke, kamu yang bilang. Hari ini kalau aku nggak membuatmu sekarat, aku ikut margamu!" Marcel merasa makin tertantang.Di depan Gwen, kedua tuan muda ini tidak akan menunjukkan kelemahan mereka. Afkar pun melirik Gwen. Wanita ini tampak menunduk, seolah-olah kejadian di depan tidak ada urusan dengannya.Afkar tak kuasa menggeleng. Tindakan Marcel dan Fadly ini mungkin hanya lelucon bagi Gwen. Akan tetapi, Afkar tetap akan membantu Fadly. Bagaimana Fadly memenangkan hati Gwen, itu bukan urusannya lagi.Dengan demikian, Fadly dan Marcel melangsungkan kompetisi minum yang sengit. Mereka minum tanpa henti. Sejak Afkar masuk, mereka sudah hampir minum 1 kilogram anggur putih.Wajah Marcel pun mulai memerah. Terli
"Spirytus? Minum langsung dari botol? Omong kosong apa yang kamu katakan?" Kelopak mata Marcel berkedut."Fadly, ini kakak iparmu? Dia punya dendam denganmu ya? Sepertinya dia ingin membunuhmu." Naufal menunjuk Afkar sambil tersenyum sinis."Mau jadi pusat perhatian ya? Cih!" Izora mencibir. Dia benar-benar meremehkan Afkar."Kamu berani nggak? Kalau nggak berani, minggir sana!" tanya Afkar yang menunjuk Naufal balik.Naufal mencampurkan anggur putih dengan anggur merah jelas karena berniat jahat pada Fadly. Makanya, Afkar tidak akan sungkan-sungkan lagi. Belum tentu mereka yang akan kalah!"Sialan! Memangnya Fadly berani? Kalau dia berani, aku juga berani!" seru Naufal yang menggebrak meja dengan geram."Oke!" Afkar mengangguk, lalu menepuk bahu Fadly sambil bertanya, "Di sini ada minuman keras seperti itu, 'kan? Suruh staf bawakan kemari."Sudut bibir Fadly berkedut. Dia menatap Afkar beberapa saat, lalu akhirnya menggertakkan gigi dan mengiakan, "Oke."Dari tatapan Afkar, Fadly bisa
Naufal memuntahkan darah. Wajahnya memerah. Dia terlihat sangat kesakitan. Naufal mencengkeram lehernya dengan kedua tangan. Dia merasa kerongkongan hingga ususnya terbakar.Pfft! Lagi-lagi, Naufal memuntahkan darah. Sungguh pemandangan yang mengerikan!"Ah!" Izora berteriak kaget. Gwen juga terkejut hingga menutup mulutnya.Marcel dan Kenzo buru-buru maju untuk memapah Naufal, tetapi Naufal mendorong mereka dan memuntahkan darah lagi. Penampilannya ini terlihat sangat mengerikan."Fadly, kubunuh kamu!" bentak Marcel. Kemudian, dia mengeluarkan pistol dan mengarahkannya kepada Fadly.Fadly terkekeh-kekeh dan bertanya, "Kenapa? Nggak bisa terima kekalahan kalian ya? Tembak saja kalau berani. Ayo. Hari ini, jangan harap kalian bisa keluar hidup-hidup!"Fadly berdecak dalam hati. Dia tidak menyangka spirytus 96% begitu menakutkan. Kini, dia baru memahami rencana Afkar. Fadly merasa kakak iparnya ini benar-benar mengagumkan.Meskipun demikian, Fadly sama sekali tidak bersalah terhadap Nauf
Gwen menghampiri Afkar dan bertanya dengan suara rendah, "Apa ini obat yang ingin kamu minta ayahku bantu promosikan?""Bukan," sahut Afkar sambil menggeleng. Tangannya terulur ke depan, hendak mengambil botol obat itu kembali dari Gwen.Ucapan Daru di telepon dan sikap Gwen hari ini membuat Afkar sangat kecewa. Dia tidak ingin berhubungan lagi dengan Keluarga Bahari.Namun, Gwen bereaksi cepat dan segera menyembunyikan botol obat itu di belakang tubuhnya. Dia kesal dengan reaksi Afkar dan berucap dengan ekspresi dingin, "Ngapain kamu? Mau merebutnya dari tanganku?"Gwen mendengus dan melanjutkan, "Berikan aku beberapa botol lagi. Aku mau bawa pulang supaya ayahku bisa mengetesnya. Kalau khasiatnya benaran bagus, kami akan pertimbangkan untuk mempromosikannya di militer.""Nggak perlu," ucap Afkar dengan datar."Nggak perlu?" ulang Gwen dengan heran. Dia tidak menyangka bahwa Afkar akan menolak.Detik berikutnya, Gwen berkata dengan nada jengkel, "Apa bagusnya obatmu? Kalau nggak mau y
Marcel dan Gwen menoleh ke arah Kenzo. Mereka juga terlihat tidak percaya."Siapa yang pegang pistolmu?" tanya Marcel dengan nada muram.Kenzo memikirkannya sejenak, lalu menyahut dengan ekspresi ragu, "Kakak iparnya Fadly! Waktu aku menodongkan pistolku ke arahnya, dia merebut pistolku, tapi segera mengembalikannya. Waktu itu, aku kira dia takut menyinggungku. Tapi, sekarang ...."Saat berkata sampai di sini, dahi Kenzo mulai berkeringat dingin. Untung saja dia tidak benar-benar menembak tadi. Jika tidak, pistolnya pasti meledak dan tangannya pun akan cacat.Kelopak mata Marcel berkedut-kedut. Dia menatap sidik jari di pistol itu dan berucap, "Jangan gegabah kalau ketemu dia lagi. Biarkan masalah hari ini berlalu. Jangan sampai orang lain bilang kalau kita nggak bisa terima kekalahan.""Aku mengerti. Pria bernama Afkar ini ... agak nggak biasa!" sahut Kenzo sambil mengangguk.Malam harinya, di Kediaman Bahari, Kota Nubes.Daru melihat luka yang dibuatnya sendiri barusan sembuh dengan
"Apa gunanya meluncurkan obat kalau nggak bisa dijual? Dia pasti akan putus asa banget nanti," tambah Jesslyn sambil tersenyum licik.Harris adalah distributor produk farmasi yang sudah bertahun-tahun bekerja sama dengan Keluarga Safira. Dialah yang selama ini menjadi perantara untuk menyalurkan produk-produk Safira Farma ke apotek dan rumah sakit terdekat. Ide Jesslyn untuk memutus sistem penjualan Felicia melalui Harris benar-benar kejam.Begitu mendengar ucapan Jesslyn, mata Erlin berkilat makin tajam. Dia berucap, "Aku kepikiran ide yang lebih baik. Asalkan Harris setuju membantu, perusahaan bukan hanya nggak bisa untung dari keempat obat baru ini, tapi juga akan rugi besar. Akan kupastikan cucu nggak berbakti itu nggak bisa bangkit lagi!""Nenek punya ide apa?" tanya Viola dengan antusias.Erlin tersenyum licik dan menjelaskan, "Gampang saja! Waktu Feli meminta bantuan Pak Harris, minta pria itu untuk menyetujuinya secara lisan. Dengan begitu, Feli akan memulai produksi di pabrik.
Safira Farma memiliki kompleks pabrik di pinggiran barat Kota Nubes. Kawasan itu juga merangkap sebagai departemen produksi perusahaan.Selama beberapa hari berikutnya, Felicia selalu berada di sana untuk memantau proses produksi. Hari ini, produksi pertama obat-obatan itu akhirnya selesai.Hanya saja, Felicia masih terus merasa resah. Saat ini dia sedang berdiri di dalam gudang pabrik, mengernyit memandangi tumpukan obat yang baru selesai diproduksi.Harris belum bisa ditemui hingga sekarang. Waktu Felicia meneleponnya tadi, dia juga tidak menjawab."Bu Felicia, apa kita harus lanjutkan produksi?" tanya kepala pabrik di samping."Tunda dulu," jawab Felicia dengan ekspresi muram. Detik berikutnya, dia melempar tatapan kesal ke arah Afkar.Belakangan ini, Afkar bisa dibilang bertugas sebagai asisten presdir. Saat sedang senggang, pria itu selalu berada di sisi Felicia."Gara-gara kamu suruh aku mulai produksi, nih! Pak Harris nggak pulang-pulang, kita jadi nggak bisa menjual obat-obatan
Setelah menyampaikan pesan tersebut, David langsung pergi lagi dengan angkuh. Setelah dia pergi, atmosfer di dalam aula menjadi tegang dan menyesakkan."Harun, kamu sudah dengar, 'kan? Apa kamu ingin membiarkan Feli menghancurkan keluarga kita? Kalau Keluarga Sanjaya benar-benar ingin bertindak, kita nggak akan mampu menanganinya!" ucap Erlin sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya dengan marah.Keluarga Safira memang keluarga kelas satu di Kota Nubes. Namun, status mereka tidak ada apa-apanya di seluruh Provinsi Jimbo.Sementara itu, Keluarga Sanjaya adalah salah satu dari empat keluarga besar di ibu kota provinsi. Mereka memiliki pengaruh yang sangat besar.Mereka mungkin tidak menyinggung seluruh Keluarga Sanjaya, melainkan hanya Noah seorang. Namun, dengan kekuasaan dan koneksinya sebagai tuan muda keluarga itu, Noah juga bisa menjatuhkan Keluarga Safira dengan mudah."Iya, Kak,! Keluarga kalian nggak boleh terlalu egois!" timpal Jesslyn dengan raut muram.Anak keempat yang hanya diam
Beberapa saat kemudian, Afkar membuka matanya dan menggeleng pelan. Saat ini dia tengah bertemu hambatan kultivasi tingkat pembentukan energi.Energi sejati dalam pusat energinya sudah mulai berubah dari gas menjadi cair. Namun, prosesnya belum sempurna.Menurut yang dideskripsikan dalam Teknik Mantra Roh Naga, Afkar membutuhkan harta bernama giok spiritual surgawi untuk menerobos ke tingkat pembangunan fondasi. Energi spiritual yang terkandung dalam batu giok spiritual surgawi ini seratus kali lebih banyak daripada batu giok biasa.Saat ini, energi spiritual di bumi terlalu tipis. Hanya dengan menyerap energi spiritual di harta ini, Afkar bisa menerobos.....Keesokan siangnya, Keluarga Safira mengadakan pertemuan keluarga. Erlin duduk di kursi utama dengan ekspresi muram.Semua anggota inti Keluarga Safira selain Felicia dan Fadly hadir di kediaman utama. Selain Harun dan Renhad, keluarga bibi ketiga dan paman Felicia juga datang. Beberapa anggota keluarga cabang yang penting juga ha
"Eh, i ... iya!" sahut Afkar dengan gugup. Dia sedikit ciut menghadapi presdir cantik yang galak ini. Apa boleh buat, dia sudah menjual dirinya pada wanita itu. Jadi, dia harus mematuhi apa pun perintahnya."Huh! Baguslah kalau kamu mengerti. Ada lagi, berhenti tebar pesona pada wanita lain. Statusmu sekarang adalah suamiku. Kalau kamu terlalu dekat dengan wanita lain, reputasiku dan Keluarga Safira yang akan terpengaruh. Siapa yang cemburu padamu? Cih!" ucap Felicia dengan angkuh."Iya, aku mengerti," sahut Afkar sambil mengangguk kaku.Tiba-tiba Shafa mendongakkan wajah mungilnya dan bertanya bingung, "Kalau Bibi Felicia nggak suka Papa, kenapa Bibi mau nikah sama Papa?""A ... aku nggak menyukainya sekarang, tapi kelak mungkin akan menyukainya," jawab Felicia dengan ragu.Felicia tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan bocah kecil itu. Dia tidak mungkin memberi tahu Shafa yang masih polos bahwa pernikahan mereka hanyalah kesepakatan. Selain itu, entah mengapa Felicia juga eng
Yuvan tersenyum getir dan memimpin orang-orangnya pergi. Hilang sudah kepercayaan diri dan keangkuhan yang tadi ditunjukkannya.Viola juga ikut pergi. Sebelum beranjak, dia menatap Afkar lekat-lekat. Matanya memancarkan keterkejutan dan dendam.Mengapa pria tidak berguna itu bisa tahu apa yang terjadi? Mengapa dia sepertinya tahu segalanya?Saat itu, Teddy menangkupkan tangannya dan berucap, "Terima kasih, Pak Afkar! Kelak kalau kamu ingin judi batu giok atau beli barang antik, cari saja aku. Aku akan membantumu secara gratis."Teddy benar-benar berterima kasih pada Afkar. Dia tidak menyangka pria itu bersedia membelanya dan menyelamatkan reputasinya dari ambang kehancuran.Ke depannya, Dennis mungkin tidak akan memakai jasanya lagi. Namun, berkat penjelasan Afkar, setidaknya reputasi Teddy terselamatkan."Oh, oke!" balas Afkar sambil mengangguk dan mengusap hidungnya.Teddy tersenyum canggung saat menyadari ucapannya yang sedikit tidak masuk akal. Mana mungkin Afkar yang begitu jitu m
"Pak Dennis, bukan begitu. Jangan salah paham. Aku nggak bersekongkol dengan siapa pun untuk menipumu. Aku ... aku hanya salah nilai! Tapi, aku benar-benar nggak bermaksud menipumu!" jelas Teddy dengan gugup.Sementara itu, Yuvan masih terduduk di tanah sambil memandangi batu-batu tidak berharga di sana. Dia bergumam dengan linglung, "Nggak mungkin, nggak mungkin ...."Saat ini, Felicia tersenyum mengejek dan berkata, "Viola, ternyata pacarmu tukang tipu. Untung saja ada Afkar yang membongkar triknya. Seorang wanita harus pintar-pintar cari pacar yang bisa diandalkan. Jangan sampai kamu diperdaya."Kata-kata yang diucapkan dengan ringan oleh presdir cantik ini membuat Viola kesal setengah mati."Ka ... kamu!" Viola sangat marah hingga tidak bisa berkata-kata. Pacar yang tadi dibangga-banggakannya kini terlihat begitu menyedihkan."Nggak bermaksud menipuku? Kalau hanya ada satu atau dua batu gagal, itu mungkin kebetulan. Tapi, kalau semuanya batu gagal begini, mana mungkin itu kebetulan
Yuvan memandang Afkar dan berkata, "Teruskan taruhannya! Aku bertaruh 20 miliar! Potong batu ini. Aku nggak percaya semua batu-batuku gagal!"Yuvan memilih sebongkah batu mentah seukuran kepala manusia dengan sentuhan warna hijau di permukaannya."Oke! Kita teruskan," sahut Afkar yang sudah menerima uang Teddy sambil mengangguk dan tersenyum. Tidak ada alasan untuk menolak uang gratis!Beberapa menit kemudian, semua orang memandang batu mentah yang sudah terbelah menjadi beberapa bagian dengan beragam ekspresi. Wajah Yuvan memucat, Teddy terlihat tidak percaya, dan Viola memasang raut masam.Izora dan Naufal saling memandang, terlihat sama-sama terkejut. Mungkinkah ucapan Afkar benar? Semua batu mentah ini hanyalah sampah?"Papa ternyata bukan buaya, tapi orang hebat yang punya mata tajam! Hahaha!" ucap Shafa sambil tertawa manis dan bertepuk tangan.Afkar tersenyum masam, lalu mencubit hidung mungil putrinya dan berucap lembut, "Sejak awal Papa memang bukan buaya.""Tolong potong semu
Saat mendengar pertanyaan Dennis, Teddy sontak berkeringat dingin. Dia hanya bisa menjawab dengan ekspresi muram, "Kebetulan, ini hanya kebetulan! Batu-batu mentah ini jelas-jelas berkualitas tinggi!""Ya, pasti hanya kebetulan. Lagi pula, hanya satu yang bermasalah. Batu mentah memang sulit diprediksi. Paman Dennis, sisanya pasti nggak ada masalah!" timpal Yuvan buru-buru. Dia juga merasakan kilat curiga dari tatapan Dennis padanya tadi."Jangan banyak bacot. Master Teddy, tolong bayar dulu uangnya. Dua puluh miliar untuk sebongkah batu nggak berharga. Kamu royal juga," cibir Naufal.Sekarang Naufal memihak pada Afkar. Dia sudah menahan kesal dari tadi karena orang-orang ini terus mengejek dan meremehkan Afkar."Iya, cepat bayar! Master apanya? Lihat saja batu nggak berharga ini! Yuvan, apa kamu mau menipu ayahku?" tanya Izora sambil cemberut."Jangan asal ngomong! Ini hanya kebetulan! Lagi pula, akulah yang harus dibayar di sini. Kenapa kalian harus begitu terburu-buru?" balas Yuvan
Pada saat ini, Dennis meminta seseorang untuk menempatkan batu mentah tersebut ke mesin pemotong. Batu itu sudah siap untuk dibelah.Afkar berulang kali mengatakan bahwa seluruh batu dalam tumpukan itu hanyalah sampah. Dennis ingin sekali memberinya pelajaran. Lagi pula, dia hanya menyediakan orang dan alat tanpa harus membayar apa pun."Mau dipotong seperti apa?" tanya si tukang potong batu pada Afkar dan Teddy."Mulai dari garis ini, lalu diampelas perlahan-lahan!" ujar Teddy sambil menggambar garis dengan kapur.Sementara itu, Afkar mengerucutkan bibirnya dan berucap dengan tidak sabar, "Aku rasa langsung potong dari tengah saja biar nggak buang waktu!"Mendengar ucapan itu, Viola langsung menyemprot, "Afkar, kamu tahu bakal kalah jadi mau menghancurkan batunya ya? Kamu nggak rela Master Teddy diuntungkan, 'kan?"Teddy menimpali dengan dingin, "Hei, jangan main licik!"Dennis juga mengerutkan keningnya. Tatapannya pada Afkar jadi makin tidak suka. Dia merasa pemuda ini terlalu beris
Mendengar Afkar menerima tantangan itu dengan santai, Teddy terdiam sesaat sebelum mengejek, "Kelihatannya kamu benaran nggak tahu apa-apa. Jangan memaksakan diri.""Kalau kamu minta maaf sekarang dan mengakui bahwa kamu bicara sembarangan, aku nggak akan mempermalukanmu," tambah Teddy."Dasar bodoh! Batu ini jelas-jelas akan menghasilkan giok hijau. Nggak tahu apa-apa, tapi beraninya kamu menantang Master Teddy!" ejek Viola dengan sinis."Julukan Mata Dewa Master Teddy bukan tanpa alasan. Bahkan tanpa dia, orang yang paham sedikit soal giok pasti tahu bahwa batu ini nggak akan mengecewakan. Ketidaktahuan memang menakutkan. Haha ...," timpal Yuvan sambil tersenyum dan menggeleng.Afkar menatap mereka dengan tenang, lalu berujar, "Pengetahuan umum bukanlah kebenaran mutlak. Bukan cuma batu ini, aku berani bertaruh bahwa setiap batu dalam tumpukan ini kosong!"Mata Felicia berkedip menatap Afkar. Menurutnya batu itu jelas akan menghasilkan giok hijau, tetapi karena Afkar begitu yakin, di