Selain dua kekuatan utama itu, kekuatan lain sama sekali tidak layak diperhitungkan.Mendengar ini, Renhad dan Viola berpandangan, lalu menunjukkan ekspresi puas. Di dalam hati, mereka diam-diam menghela napas lega. Akhirnya, mereka merasa aman.Selama Keluarga Safira masih bersedia melindungi mereka, Organisasi NC pasti tidak akan bertindak sembarangan.Kelihatannya, uang 400 miliar yang mereka habiskan malam ini untuk menyenangkan hati Erlin memang sangat sepadan!Dua puluh menit kemudian, di gerbang rumah lama Keluarga Safira. Seorang pria bermata sipit datang dengan empat anak buahnya yang tampak garang. Mereka berjalan dengan angkuh."Berhenti! Siapa kalian?" Para pengawal Keluarga Safira yang berjaga di depan gerbang langsung membentak dengan nada tegas."Siapa kami?" Pria bermata sipit itu tersenyum dingin. "Ini rumah Keluarga Safira, 'kan? Apakah Renhad dan Viola ada di sini?""Kalian mau apa?" Pengawal itu langsung menatap tajam dan bertanya dengan suara dingin."Aku datang un
Pria bermata sipit itu berteriak dengan penuh kebencian dan kemarahan. Meskipun terkena satu serangan dari Melvin lagi, dia berhasil memukul mundur dua ahli Keluarga Safira sebelum berbalik dan melarikan diri secepat mungkin.Dia sendiri adalah seorang ahli di tingkat gulita tahap menengah, sementara empat anak buahnya merupakan petarung tangguh dengan kekuatan tingkat eksplisit.Sayangnya, mereka tidak sanggup menghadapi serangan gabungan para ahli Keluarga Safira yang dipimpin oleh Melvin. Pada akhirnya, hanya dia seorang yang berhasil melarikan diri!Melvin awalnya ingin memimpin anak buahnya untuk mengejar, tetapi setelah mendengar ucapan pria itu, wajahnya langsung berubah drastis."Jangan dikejar!" perintah Melvin.Detik berikutnya, dia menoleh ke arah beberapa mayat yang tergeletak di tanah. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit ditebak, dengan sedikit kekhawatiran yang terlihat.Dalam pertarungan ini, keempat anak buah pria bermata sipit itu semuanya tewas di tempat. Dari pi
Setelah memahami semuanya, Erlin murka hingga hampir kehabisan napas.Malam itu di salah satu kota, di markas utama Organisasi NC. Setelah Ketua Aula Bintang Hitam mendengar laporan dari pria bermata sipit, dia langsung memancarkan aura membunuh yang mengerikan."Keluarga Safira di Kota Nubes? Kalian cari mati!"Di ujung telepon, pria bermata sipit itu batuk beberapa kali lagi, lalu memuntahkan darah. Dengan gigi terkatup, dia berkata, "Ketua, Keluarga Safira sama sekali nggak menganggap Organisasi NC sebagai ancaman! Mereka bahkan lebih menyebalkan daripada Afkar!""Selain itu, setahuku istri Afkar, Felicia, juga berasal dari Keluarga Safira. Keluarga ini nggak bisa dibiarkan hidup. Kalau nggak, orang-orang akan menganggap Organisasi NC bisa dipermainkan.""Ketua, kapan kamu akan turun tangan dan memusnahkan Keluarga Safira?"Ketua Aula Bintang Hitam mendengus dingin. "Diam! Aku nggak butuh kamu mengajariku gimana cara bertindak!"Dengan nada penuh kebengisan, dia berkata, "Keluarga S
Ketiganya menaiki sebuah mobil off-road Jeep Wrangler dan berangkat langsung pada pagi itu.Lokasi Turnamen Chartreuse kali ini berada di luar Provinsi Jimbo, tepatnya di Provinsi Narata di barat laut Yanura, dengan jarak lebih dari 2.000 kilometer.Karena Rose membawa senjata tajam, mereka tidak mungkin naik pesawat dan harus melakukan perjalanan jauh dengan mobil.Sepanjang perjalanan, Afkar tidak banyak berbicara dengan Rose dan Lena. Dia hanya bersandar di kursi belakang dengan mata terpejam, beristirahat dengan tenang."Hei, mulai sekarang aku bukan lagi Rose, panggil aku Willy. Ingat itu! Jangan sampai keceplosan di depan orang lain! Dengar nggak?"Dari kursi depan, Rose mengingatkan Afkar dengan nada sedikit memerintah, sulit menyembunyikan kebenciannya padanya."Ya." Afkar menanggapi dengan santai."Margamu juga bukan Rajendra lagi. Mulai sekarang margamu Samoa. Nggak masalah, 'kan?" lanjut Rose.Afkar mencibir, lalu menggodanya, "Jadi, sekarang aku ikut margamu?"Rose mendengu
"Saiful, dasar bajingan tua. Kamu nggak tahu kalau anjing baik nggak menghalangi jalan? Minggir!" Melihat orang itu, wajah Lena langsung menjadi dingin."Hmm?" Pria tua berambut abu-abu itu, Saiful, lantas memasang ekspresi kesal.Saat itu, seorang pemuda yang berjalan di depan bertanya dengan senyuman dingin, "Kakek, ketiga orang ini dari Keluarga Samoa?"Saiful terkekeh-kekeh. "Benar."Mohit, pemuda itu, menyeringai sinis sambil melirik Afkar dan Rose, "Keluarga Samoa masih ikut Turnamen Chartreuse? Menurutku, kalian sebaiknya nggak datang.""Daripada kalian dikeluarkan dari jajaran keluarga bela diri kuno saat turnamen, mending kalian nggak datang dan secara otomatis kehilangan kualifikasi. Dengan begini, kalian nggak bakal mempermalukan diri sendiri.""Hahaha, tepat! Kenapa harus mempermalukan diri sendiri?""Bahkan, nyawa kalian bisa terancam di turnamen.""Tampaknya Keluarga Samoa benar-benar kekurangan generasi muda. Lihat saja formasi peserta keluarga kami kali ini. Keluarga Sa
"Benar! Apa gunanya kalau Keluarga Samoa cuma punya satu genius? Biarkan kami menguji kekuatan bocah ini. Berani nggak?"Mohit juga menyeringai dingin sambil menatap Afkar, bahkan mengangkat dagunya dengan penuh provokasi."Betul sekali! Dari semua anggota Keluarga Pakusa yang ada di sini, kamu boleh pilih siapa saja! Hahaha ....""Jangan bilang kalau selain bocah berkulit halus ini, yang satunya cuma datang untuk melengkapi jumlah peserta."Seketika, semua mata tertuju pada Afkar, salah satu dari dua wakil Keluarga Samoa yang ikut dalam Turnamen Chartreuse.Afkar mengerutkan kening, tidak menyangka bahwa konflik ini malah menyeret dirinya.Rose juga menoleh ke arahnya, dengan sorot mata penuh harap agar Afkar bisa mempertahankan kehormatan Keluarga Samoa. Dalam pandangannya, bagaimanapun Afkar adalah ahli tingkat pembangunan fondasi tahap menengah. Jika dia memilih lawan yang tidak terlalu kuat, peluang menang tetap ada.Dari awal pertemuan, Keluarga Samoa sudah dihina dan diejek oleh
"Bi Lena, kamu masih membelanya?" Rose mengentakkan kakinya dengan marah."Ehem ... perhatikan identitasmu! Sekarang kamu pria, jangan bertingkah seperti wanita manja." Afkar berdeham. Melihat Rose mengentakkan kaki, dia pun mengingatkan dengan "baik hati"."Tutup mulutmu!" Rose menggertakkan giginya, menggerutu dengan kesal dalam hati, 'Aku memang wanita, terus kenapa?'Saat ini, Lena ragu-ragu sejenak sebelum berkata, "Nanti aku tidur sendiri, kalian berdua sekamar."Mendengar itu, Afkar sontak termangu. Wajahnya menunjukkan sedikit rasa canggung. "Ini kurang pantas, 'kan?"Rose yang mendengarnya langsung tersipu. Apalagi saat mendengar Afkar menolak lebih cepat darinya, wajahnya seketika dipenuhi kemarahan.'Aku bahkan belum bilang apa-apa, tapi dia sudah menolak seakan-akan ini merugikannya? Entah berapa banyak pria yang ingin sekamar denganku!' batin Rose."Bi Lena, apa maksudmu? Dia saja yang tidur sendiri!" ujar Rose dengan ekspresi jijik dan penuh penolakan.Lena menggeleng. "W
Afkar mencibir. "Aku datang untuk membantu Keluarga Samoa mempertahankan status sebagai keluarga seni bela diri kuno, tapi kamu minta aku tidur di sofa? Lagi pula, aku hanya bersikap sopan dan lembut kepada wanita yang kusukai! Sayangnya, kamu nggak termasuk dalam daftar itu!"Afkar tersenyum tipis, lalu meneruskan, "Pokoknya aku nggak akan turun dari tempat tidur. Kalau nggak terima, kamu bisa naik ke sini."Rose selalu memandangnya dengan jengkel. Afkar sebenarnya malas berdebat dengan wanita ini, tetapi jika ada kesempatan untuk menggodanya, itu cukup menyenangkan.Rose memelototi Afkar seperti ingin membunuhnya. "Kamu ini benar-benar nggak tahu malu!""Hehe, terima kasih." Afkar terkekeh-kekeh. Kemudian, dia mengubah topik pembicaraan. "Omong-omong, siapa Keluarga Pakusa itu? Sepertinya mereka punya dendam dengan kalian?"Rose melirik Afkar sekilas. Dia ragu sejenak sebelum akhirnya menjelaskan, "Keluarga Pakusa juga merupakan keluarga seni bela diri kuno. Dendam kami berasal dari
"Rasanya pasti sangat memuaskan membunuh seorang genius, 'kan? Bocah, kenapa kamu nggak menyembunyikan kekuatanmu sampai akhir? Sepertinya, mentalmu masih belum cukup matang!""Ingat baik-baik untuk kehidupan selanjutnya, sebelum kamu benar-benar tumbuh kuat, belajarlah untuk menunduk dan menyembunyikan taringmu!"Giiik! Giiik .... Di saat itu, beberapa mobil tiba-tiba berhenti tidak jauh dari sana. Suara rem mereka memecah keheningan.Jelas, mereka juga menyadari ada sesuatu yang terjadi di jalan ini dan memutuskan untuk menepi dan mengamati.Dari salah satu mobil, terlihat sosok Raditya, Santo Sekte Bulan Hitam, bersama dengan Kelam dan Orion."Santo, bukankah itu Afkar?" Kelam menyipitkan mata sambil bertanya dengan ekspresi terkejut.Raditya mengangguk pelan. "Yang berjubah biru itu sepertinya adalah perwakilan dari Keluarga Pakusa dari dunia misterius. Dilihat dari situasinya, sepertinya dia sedang mengincar Afkar.""Terus, kita harus gimana?" tanya Kelam.Orion yang duduk di kurs
Afkar melajukan mobil off-road dengan kecepatan paling tinggi, melintasi jalanan di antara kaki pegunungan.Felicia sudah mengatakan, kalau Afkar tidak sempat kembali, paling-paling Fadly akan menyerahkan kekuasaannya. Namun, Afkar tetap memilih untuk mengambil risiko dengan meninggalkan Desa Langga.Dia tahu ini keputusan berisiko. Namun, yang lebih menakutkan adalah kemungkinan kecil yang bisa berakibat fatal.Afkar tidak bisa memastikan, jika benar Fadly mengadakan pertemuan dunia mafia dan secara resmi bergabung dengan Organisasi NC, apakah pihak lawan akan menepati janji atau justru berbalik menghancurkan setelah mendapatkan apa yang mereka mau.Jadi, jika memang harus ada yang mengambil risiko, Afkar lebih rela itu dirinya sendiri, bukan orang-orang yang dia sayangi.Mungkin memang begitu watak Afkar sejak dulu, seseorang yang lebih dikendalikan oleh perasaan daripada logika. Sejak dia rela menjual ginjal demi menyelamatkan putrinya, bahkan menabrakkan diri demi uang kompensasi,
Setelah mendengar ucapan itu, Afkar tidak bisa membantah dan hanya bisa mengangguk pelan sambil berkata, "Baiklah."Saat itu juga, tiba-tiba dia teringat sesuatu dan matanya langsung berbinar. "Kalau begitu, kita nggak perlu terburu-buru. Aku mau telepon orang dulu."Menghadapi kemungkinan penyergapan yang akan datang, Afkar tiba-tiba teringat akan seorang penolong, Murad.Putra Keluarga Hasyim yang seluruh tubuhnya seperti dilapisi kulit pohon itu punya latar belakang yang luar biasa kuat. Bahkan, pengikut yang selalu ada di sekelilingnya pun punya kekuatan yang tidak bisa diprediksi.Apalagi, Murad masih mengandalkan Afkar untuk menyembuhkannya. Pria itu tidak mungkin ingin melihat Afkar mati.Sekarang ada yang ingin menyergapnya, bukankah kekuatan Murad akan sangat berguna? Namun, kemungkinan butuh beberapa hari agar bala bantuan bisa tiba.Bagaimanapun, nyawa adalah hal yang utama. Afkar dan Rose bisa tinggal di Desa Langga beberapa hari, paling-paling keluar uang sedikit.Lagi pul
Semalam pun berlalu dengan tenang.Setelah beristirahat semalaman, Afkar bersama dua rekannya meninggalkan wilayah Sekte Langga. Rose telah mendapatkan kualifikasi untuk menjadi murid Sekte Langga, tetapi dia belum langsung menetap di sana, karena masih harus pulang untuk mengurus beberapa hal.Saat itu, Afkar belum tahu bahwa Felicia dan yang lainnya sudah hampir gila karena tidak bisa menghubunginya sama sekali.Tentu saja, yang pergi bukan hanya mereka bertiga. Setelah uji coba peringkat individu selesai, keluarga-keluarga dan sekte-sekte juga turut kembali ke Desa Langga di luar.Ketika Afkar dan dua rekannya kembali ke penginapan di ujung desa itu, mereka langsung melihat rombongan Keluarga Darmadi di sana.Setelah Logan tewas, kini yang memimpin adalah seorang pria paruh baya dengan kekuatan tingkat pembentukan inti tahap awal. Namanya Rudy, paman Logan."Afkar, berani sekali kamu membunuh Logan! Menurutmu musuh Keluarga Samoa masih kurang banyak ya?" Begitu melihat Afkar, Rudy l
Rose merasa dirinya yang mengambil alih kendali. Entah kenapa, di dalam hatinya, dia merasa Afkar ini ... agak menggemaskan.Saat sedang sombong, Afkar seolah-olah akan terbang ke langit. Namun, baru dicium sekali, dia langsung malu?Rose menutup mulutnya sambil tersenyum geli, lalu berdiri dan berkata, "Afkar, kamu memang nggak bisa menerimaku jadi wanitamu, tapi kita sudah pernah melewati hidup dan mati bersama. Nggak masalah kalau aku jadi sahabatmu, 'kan?""Pokoknya, aku sangat berterima kasih atas semua kebaikanmu terhadapku dan Keluarga Samoa. Aku sampai nggak tahu harus membalasnya dengan apa. Kelak kalau kamu butuh bantuan, aku pasti akan siap bertaruh nyawa untukmu."Setelah mengucapkan itu, dia sekali lagi menatap Afkar dengan dalam, lalu akhirnya membuka pintu dan pergi."Fiuh ...." Afkar akhirnya mengembuskan napas panjang. Dia merasa lebih lega.Dia menyentuh pipinya. Rasanya masih ada sisa kehangatan dan aroma lembut dari Rose. Sebuah senyuman getir pun muncul di wajahnya
Afkar hampir tersedak saat mendengar perkataan Rose!Astaga! Mau jadi istri mudanya? Berani sekali wanita ini mengatakan hal seperti itu!Sebelumnya Rose bersikap angkuh di hadapannya, tetapi sekarang malah mau jadi istri mudanya? Dari ekspresinya, sepertinya dia tidak bercanda?"Nona Rose, sekarang ini zaman apa? Kita hidup di masyarakat yang menganut sistem monogami, bukan zaman poligami! Jangan bercanda deh!" Afkar berkata sambil mengelap keringat di dahinya.Mendengar itu, mata indah Rose tampak sedikit meredup. Dia menggigit bibirnya dan bertanya, "Apa kamu masih dendam karena sikapku yang dulu? Aku tahu .... Waktu itu aku salah menilai. Aku nggak seharusnya meremehkanmu ...."Afkar melambaikan tangan, menyela, "Bukan, bukan karena itu! Cuma, cara pandang kita saja yang beda. Aku nggak bisa terima poligami dan aku sangat menghargai istriku, jadi ...."Afkar tersenyum getir dalam hati. Akhirnya, dia paham juga apa maksud dari pepatah "paling susah menolak cinta seorang wanita canti
Detik berikutnya, Pisau Naga Es di depan Afkar tiba-tiba bergetar hebat, mengeluarkan dengingan tajam dan jernih. Suara itu seperti raungan harimau dan naga yang mengamuk.Pada saat yang sama, bilah memancarkan cahaya perak yang terang, menyala selama beberapa detik sebelum akhirnya meredup kembali.Mata Afkar berbinar terang. Dia bisa merasakan seolah-olah dirinya dan pedang itu telah terhubung dalam satu kesatuan yang harmonis.Afkar menggenggam gagangnya, kembali mengelus permukaan bilah. Namun, kali ini dia tidak lagi merasakan aura tajam ataupun hawa dingin yang menusuk. Yang dia rasakan hanyalah keluwesan serta keintiman.Seakan-akan Pisau Naga Es bukan sekadar senjata, melainkan sepasang mata yang menyatu dengan tubuhnya. Ketajamannya hanya akan diarahkan pada musuh dan tidak akan pernah menyakiti tuannya."Luar biasa! Pedang ini benar-benar bisa dirasuki oleh roh pedang milikku! Jadi, ini yang disebut ... senjata yang memiliki roh?"Afkar memegang pedang itu erat-erat, merasaka
Setelah Afkar dan lainnya meninggalkan tempat Zinia, mereka kembali ke halaman yang sementara ditinggali mereka selama berada di tempat ini.Karena berada di wilayah sekte, para pendatang seperti mereka tidak diperbolehkan berkeliaran sembarangan. Setelah makan, Afkar hanya berdiam diri di dalam kamar.Dia duduk bersila di atas ranjang, merasakan perubahan yang terjadi setelah menembus ke tingkat pembentukan inti secara saksama.Berbeda dengan para kultivator tingkat pembentukan inti biasa, kini seluruh pusat energinya telah berubah menjadi bola padat yang terbentuk dari energi sejati murni yang sangat terkondensasi. Daya tahan bola itu bahkan sekeras logam mulia.Energi sejati dalam bentuk seperti ini biasanya hanya bisa dicapai oleh kultivator tingkat pembentukan inti tahap puncak.'Dengan kekuatanku yang sekarang, bagaimana kalau aku melawan seorang kultivator tingkat inti emas?' batin Afkar.Tadi saat bersama Zinia, Afkar secara halus mencoba menggali informasi tentang kekuatan Saf
Afkar melanjutkan, "Benar, Keluarga Samoa memang takut menyinggung Sekte Langga dan hal itu sama sekali nggak perlu ditutupi. Tapi, aku bisa dengan tegas memberitahumu satu hal. Aku pribadi nggak takut menyinggungmu.""Kalau mengesampingkan latar belakang dan status, kamu sendiri nggak ada apa-apanya di mataku. Jangan bertingkah seperti gadis kecil di sini. Berhentilah marah-marah nggak jelas," sindir Afkar.Mendengar ucapan itu, tubuh Arisa bergetar hebat saking marahnya. Wajah cantiknya juga memerah. Emosinya yang meluap hampir saja membuat luka di dalam tubuhnya kambuh. Bahkan, dia juga nyaris memuntahkan darah.Arisa menggertakkan gigi. Suaranya penuh amarah dan kebencian ketika memaki, "Dasar bajingan! Aku nggak peduli. Pokoknya aku akan bertarung mati-matian denganmu!""Arisa, cukup! Jangan nggak bisa lihat situasi! Cepat ambil Pisau Naga Es dan tukarkan dengan Pedang Es Jiwa! Cepat pergi!" Nada suara Zinia tiba-tiba terdengar lebih tegas dan dingin saat memberi perintah pada Ari