Setelah mendengar kabar duka tentang orang tuanya dari mulut Meara, Afkar pun terpikir untuk kembali ke rumah lamanya.Berhubung pernikahannya masih sekitar sepuluh hari lagi, kemarin Felicia sempat menyebutkan keinginannya untuk melihat tempat di mana Afkar tumbuh besar. Bahkan, Harun dan Gauri juga mengutarakan keinginan yang sama.Afkar tahu bahwa Felicia, beserta ayah dan ibunya, termasuk adik iparnya, benar-benar telah menganggapnya sebagai bagian dari keluarga mereka. Justru karena itulah mereka ingin mengetahui lebih banyak tentang dirinya.Tentu saja Afkar tidak akan menolak permintaan seperti ini. Namun, sebelum membawa mereka ke sana, dia harus lebih dulu membersihkan rumah lamanya. Jika tidak, rumah itu mungkin sudah terlalu berantakan untuk dimasuki.Keesokan paginya ....Di depan sebuah rumah tua di ujung timur Desa Jara yang berada di bawah administrasi Kota Nubes, sebuah bus kecil berhenti.Afkar melompat turun dari kendaraan, diikuti oleh Fadly di belakangnya. Tak lama
Brukk!Detik berikutnya, Afkar berlutut dab wajahnya tenggelam dalam pakaian orang tuanya. Kesedihan menyelimutinya seutuhnya."Ibu ... Ayah .... Di mana kalian? Kalian benar-benar sudah tiada? Kenapa ... kenapa kalian meninggalkanku? Kenapa kalian pergi ke Tibes waktu itu?""Apa kalian tahu, betapa aku merindukan kalian selama ini ...." Dalam hatinya, Afkar terus menangis dan memanggil mereka berulang kali.Saat ini, yang dia inginkan hanyalah menangis sepuasnya, berlutut di kamar ini, memeluk barang peninggalan mereka, dan melepaskan semua kesedihannya. Namun, dia tahu bahwa dirinya tidak boleh lemah!Saat ini, dia masih belum cukup kuat untuk membiarkan dirinya tenggelam dalam duka. Dia harus tetap tegar!Hanya ketika dia sudah cukup kuat untuk menghadapi dan bahkan menghancurkan Keluarga Kuno Rajendra, setelah dia berhasil membalas dendam untuk kedua orang tuanya. Pada saat itulah, dia akan mengizinkan dirinya menangis dengan sepenuh hati di depan makam mereka.Hanya saat itu, dia
Afkar berjalan ke arah pintu dan memberi isyarat kepada Jarel agar tidak ikut campur. Lalu, dengan tatapan sedikit terkejut, dia menatap wanita modis di depannya dan berkata, "Livia?"Wanita itu mengenakan pakaian yang cukup terbuka sehingga memamerkan kakinya yang jenjang dan putih mulus. Dalam suasana desa yang sederhana, penampilannya tampak sangat mencolok!Livia adalah penduduk asli Desa Jara, seumuran dengan Afkar. Ayahnya memiliki tambang batu di pegunungan sebelah timur desa. Bisa dibilang, dia adalah "orang terkaya" di desa ini dan memiliki cukup banyak anak buah di bawahnya.Karena keluarganya kaya dan ayahnya cukup berpengaruh di wilayah sekitar, Livia tumbuh menjadi seseorang yang angkuh. Sejak kecil, dia tidak pernah memandang penduduk desa yang sebaya dengannya sebagai sosok yang setara, termasuk Afkar.Mereka bersekolah di tempat yang sama saat SD dan SMP, tetapi hampir tidak pernah berinteraksi. Kecuali sebuah insiden di tahun terakhir SMP yang membuat hubungan mereka j
"Ah!"Ternyata, dorongan Afkar tadi terlalu kuat. Livia kehilangan keseimbangan, lalu tersandung dan jatuh terduduk di tanah. Karena memakai sepatu hak tinggi, pergelangan kakinya langsung terkilir!"Kamu berani menyakitiku?!" Livia mengusap pergelangan kakinya dengan ekspresi kesal, lalu tiba-tiba berteriak histeris, "Sayang! Sayang, cepat ke sini! Ada orang yang memukulku!""Livia, kamu kenapa?"Begitu suaranya terdengar, seorang pria berusia sekitar 30-an keluar dari mobil Mercedes-Benz yang terparkir tidak jauh dari sana. Dia berjalan dengan penuh percaya diri. Tangannya penuh tato, kepalanya dipotong cepak, dan lehernya dihiasi rantai emas besar serta jam tangan mewah.Dari penampilannya, sudah jelas bahwa dia bukan orang biasa. Dia adalah Dargo, seorang preman terkenal dari Kota Taraka. Tambang batu milik keluarga Livia berada di bawah perlindungannya dan karena sering berurusan, akhirnya dia dan Livia pun menjadi sepasang kekasih.Begitu sampai di hadapan Afkar, Dargo langsung m
Sebenarnya, para pria yang berada di dalam halaman sudah lama memperhatikan bahwa Livia sedang bersikeras mengganggu Afkar. Namun, karena itu hanya masalah dengan seorang wanita, mereka malas ikut campur.Namun, begitu Dargo muncul dan mulai menggertak Afkar, situasinya menjadi berbeda. Meskipun mereka tahu Afkar bisa menangani pria seperti Dargo dengan mudah, status Afkar tidak selevel dengan orang rendahan seperti ini.Mana mungkin Afkar harus turun tangan sendiri untuk menghadapi preman kecil seperti ini? Oleh karena itulah, Elang langsung keluar untuk mengurus masalah ini sebelum Afkar harus repot-repot bertindak sendiri.Namun, begitu Dargo mengenali siapa yang berdiri di hadapannya, dan melihat bagaimana Livia masih berani menghina Elang, tubuhnya langsung gemetar ketakutan. Tanpa berpikir panjang, dia menampar Livia dengan keras."Dasar perempuan bodoh! Tutup mulutmu!"Livia membelalakkan mata. Dia merasa terkejut sekaligus marah, sambil menutupi pipinya yang kini memerah karena
Setelah berkata demikian, Afkar langsung berbalik dan masuk ke dalam rumah, malas berurusan lebih lama dengan Livia."Baik, Pak Afkar!" Elang membungkuk hormat, lalu menoleh ke Dargo dengan tatapan dingin."Pak Afkar adalah suami Bu Felicia. Kamu pikir dia akan tertarik sama perempuan begini? Hah! Konyol sekali! Dan kamu harus bersyukur kata-kata bodohmu tadi nggak terdengar sama bosku.""Cepat pergi dari sini, jangan ganggu kami bersih-bersih! Bawa juga perempuan ini dan jangan sampai muncul lagi di sini!"Mencoba menjodohkan wanita untuk kakak ipar Fadly? Apa yang ada di otak mereka?Mendengar kata-kata itu, wajah Livia langsung terasa panas, seolah baru saja ditampar. Wajahnya merah padam menahan malu dan marah.Sementara itu, Dargo terus mengangguk-angguk dengan senyum kecut, tapi matanya secara refleks melirik ke dalam halaman. Begitu dia melihat ke dalam, seluruh tubuhnya langsung membeku."Astaga!! Aku nggak sedang berhalusinasi, 'kan?"Di dalam halaman, sekelompok bos besar dun
Livia ternganga tak percaya mendengar ucapan Livia. "Serius?! Sekelompok bos besar dunia mafia naik bus reyot ke desa cuma buat mencabuti rumput dan merapikan dinding untuk si katak jelek itu? Mereka semua gila, ya?!""Sayang, kamu nggak salah orang, 'kan?!"Mendengar ini, kelopak mata Dargo berkedut dan langsung menutup mulut Livia dengan tangannya. Dia melirik keluar jendela dengan gugup. Setelah memastikan tidak ada orang lain yang mendengar omongannya, Dargo baru menghela napas lega.Detik berikutnya, dia buru-buru menyalakan mesin mobil dan langsung membawa wanita bodoh ini pergi dari tempat itu.Wajahnya tampak serius dan penuh amarah. "Jaga ucapanmu! Jangan sekali pun coba-coba cari masalah sama Pak Afkar lagi! Bisa mati, ngerti nggak?!""Bos Elang dan yang lainnya datang untuk bersih-bersih, menandakan bahwa Pak Afkar ini lebih hebat daripada mereka semua!"Melihat Dargo yang ketakutan setengah mati, Livia juga ikut termangu. Ternyata orang yang dulunya ditindasnya di sekolah,
Afkar hanya bisa menatap mereka dengan ekspresi tak habis pikir .... Baru mendapat sedikit keuntungan saja, mereka sudah ketagihan?Malam itu setelah pulang, Afkar mengajak Felicia dan Shafa untuk makan malam bersama Fadly serta para anak buahnya. Pertama, sebagai bentuk terima kasih. Kedua, agar Shafa bisa mulai terbiasa berinteraksi dengan lebih banyak orang.Dua hari kemudian ....Pagi itu, Afkar mengantar Shafa ke taman kanak-kanak seperti biasa. Setelah melihat Shafa masuk ke kelasnya, dia melirik kalender sekilas. Ekspresinya langsung berubah dingin.Sudah lima hari berlalu sejak dia memberi ultimatum terakhir kepada Namish lewat telepon. Namun sampai sekarang, belum ada sepeser pun uang yang dikirimkan!'Huh, berani-beraninya coba bermain kotor denganku?' Afkar terkekeh dingin. Kali ini, dia tidak akan repot-repot menelepon lagi. Tanpa ragu, dia langsung menginjak pedal gas dan melesat menuju kediaman Keluarga Manggala.Sebuah van tua diam-diam mengikuti di belakang Bentley Muls
Bam! Pukulan yang dihantamkan oleh Afkar mengandung amarah yang tak terbatas, langsung menghantam dada Hantu Senyap secara brutal.Seperti kata pepatah, siapa yang menabur angin akan menuai badai! Jika Hantu Senyap tidak menggunakan serangan jiwa yang keji dan licik, mungkin dia tidak akan mati secepat ini.Namun, karena jiwanya terkena efek serangan balik, dia kehilangan hampir semua kekuatannya untuk melawan.Dalam sekejap, pukulan Afkar mengenai tubuhnya. Tubuh tua itu terlempar bak karung bekas, melayang jauh di udara.Dadanya remuk, jantung dan paru-parunya hancur. Seorang ahli tingkat pembentukan inti mati seketika di tempat.Tepat pada saat itu, mata Afkar menangkap bayangan samar yang melayang keluar dari tubuh yang sudah hancur itu. Itu adalah jiwa Hantu Senyap. Jiwa itu melayang cepat, berusaha melarikan diri!Mata Afkar sedikit menyipit. Dia mendengus dan membentak, "Kamu nggak layak jadi manusia ataupun jadi arwah! Hancurlah!"Saat berikutnya, Afkar langsung menggunakan tek
Permukaan pusat energi Hantu Senyap memang telah mengeras menjadi bentuk padat, tetapi di dalamnya masih berupa energi cair. Akan tetapi, pusat energi Afkar berbeda. Makin mendekati inti dari pusat energinya, kepadatannya justru makin tinggi.Itu berarti, saat Afkar menembus ke tingkat pembentukan inti, dia akan mulai membentuk intinya dari dalam ke luar. Sementara itu, Hantu Senyap membentuk intinya dari luar ke dalam.Jelas sekali, inti yang terbentuk dari dalam ke luar akan jauh lebih solid dan kuat setelah prosesnya selesai. Inilah yang disebut sebagai pembangunan fondasi sempurna.Hantu Senyap menyaksikan sendiri bagaimana Afkar yang berada di puncak tahap akhir tingkat pembangunan fondasi mampu menekan dirinya yang berada di tingkat pembentukan inti. Dia pun menyadari kemungkinan tersebut."Omong kosong! Pokoknya aku akan menghabisimu!" geram Afkar. Tatapannya menyala penuh semangat tempur."Kamu pikir, kamu bisa membunuhku? Mimpi!" Hantu Senyap meludah darah ke lantai, sementara
Afkar tertawa terbahak-bahak, lalu menerjang ke arah Hantu Senyap dengan penuh semangat tempur. Pada saat ini, tidak ada lagi rasa takut dalam dirinya. Dia ingin melampiaskan semua perasaan terhina yang sebelumnya dirasakannya saat ditindas oleh Hantu Senyap."Eh, jangan sombong!" Ekspresi Hantu Senyap berubah garang saat berucap demikian. Energi dalam tubuhnya bergejolak, darahnya mendidih, dan aura merah pekat meledak keluar dari tubuhnya. Kali ini, dia mengerahkan seluruh kekuatannya tanpa menahan sedikit pun untuk menghadapi Afkar.Buk, buk, buk ....Pertarungan antara dua kekuatan berbeda tingkat pun pecah dalam sekejap. Suara bentrokan antara mereka bergema tiada henti, seperti guntur yang terus mengguncang langit.Di bawah gedung stasiun TV, semua orang yang menyaksikan dari kejauhan menunjukkan ekspresi penuh keraguan dan kebingungan.Harun bertanya dengan cemas, "Apakah itu Afkar yang sedang bertarung?"Fadly berseru dengan serius, "Kak Afkar, bagiku kamu adalah yang terkuat!
Afkar merasa agak bingung. Lawannya jelas memiliki tingkat kultivasi yang lebih tinggi darinya. Secara logika, seharusnya dia tidak bisa menghindar dengan begitu mudah."Papa, semangat!""Afkar, hati-hati!"Dari kejauhan, Shafa dan Felicia yang menyaksikan pertarungan sangat cemas dengan Afkar. Dari sudut pandang mereka, Afkar terus-menerus mundur dan menghindari serangan Hantu Senyap, seolah-olah berada dalam posisi terdesak. Tanpa sadar, keduanya pun mulai khawatir.Mendengar suara mereka, mata Hantu Senyap berkilat. Sebuah ide tiba-tiba muncul di benaknya. Kerutan di wajahnya menjadi makin dalam, lalu senyuman keji mulai terbentuk.Hantu Senyap mencela, "Dasar pengecut! Kali ini, biar kulihat kamu bisa sembunyi ke mana!"Alih-alih melanjutkan serangannya ke Afkar, Hantu Senyap tiba-tiba berbalik dan memelesat menuju Felicia dan Shafa.Melihat ini, ekspresi Afkar berubah drastis. Dalam sekejap, dia mengerahkan seluruh kecepatannya dan bergegas untuk mengadang Hantu Senyap."Hehe! Ter
Felicia tidak ragu sedikit pun. Dia segera menggendong Shafa dan berlari menjauh dari Afkar serta Hantu Senyap secepat mungkin.Felicia tahu bahwa saat ini, baik dirinya maupun Shafa tidak bisa membantu Afkar sama sekali. Tidak menambah beban baginya sudah merupakan bantuan terbesar yang bisa mereka berikan.Hantu Senyap bertanya sambil tersenyum dingin, "Eh, sepertinya lukamu sudah hampir sembuh ya?"Tadi, Afkar sempat melepaskan energi internal yang cukup kuat untuk menghancurkan peralatan siaran langsung. Tindakan itu cukup mengejutkannya.Padahal saat terakhir kali mereka bertarung, Hantu Senyap sudah menghancurkan meridian Afkar dan membuatnya nyaris mati dengan hanya sisa satu tarikan napas. Meskipun tidak mati, pemuda itu seharusnya sudah menjadi cacat.Tidak disangka, hari ini Afkar masih bisa mengeluarkan serangan jarak jauh dengan energi internalnya."Omong kosong! Itu cuma seperti digigit nyamuk, memangnya bisa terasa gatal berhari-hari?" balas Afkar sambil mencibir dengan s
Baik menangkap Felicia dan Shafa maupun memaksa stasiun TV untuk menyiarkan siaran langsung, tujuan Hantu Senyap sebenarnya hanya satu, yaitu memaksa Afkar muncul. Nasib orang lain sama sekali tidak penting baginya, tentu saja kecuali Felicia dan Shafa.Hantu Senyap sudah memutuskan, setelah membunuh Afkar, dia juga akan membunuh istri dan anaknya. Dengan begitu, muridnya akan memiliki teman di alam baka.Di bawah gedung, serta di layar-layar yang tersebar di berbagai sudut Kota Nubes, tiba-tiba semuanya berubah menjadi hitam.Setelah Afkar menghentikan siaran langsung dan juga helikopter yang sebelumnya mengambil gambar pergi, situasi di atap gedung kini tak lagi bisa disaksikan oleh siapa pun.Saat ini, semua orang tidak tahu apa yang terjadi di atas sana. Hanya satu hal yang mereka sadari, yaitu orang yang ditunggu-tunggu pria berjubah merah akhirnya muncul.Di bawah gedung, Viola mencibir sebelum mengejek dengan puas, "Ck, ck .... Afkar pasti takut matinya terlalu menyedihkan, maka
Melihat Afkar akhirnya muncul di siaran langsung, reaksi orang-orang di sekitar gedung bervariasi. Ada yang bersemangat, lega, cemas, dan bahkan ada yang bersorak dalam hati.Gauri berkata dengan penuh haru, "Afkar akhirnya muncul! Sudah kuduga, dia pasti nggak akan meninggalkan Feli dan Shafa begitu saja!"Sementara itu, Harun terlihat khawatir. Tadi, Viola dan yang lainnya mengatakan bahwa Afkar sudah dilumpuhkan oleh pria berjubah merah itu. Jika Afkar dipaksa untuk muncul, takutnya ....Di sisi lain saat melihat Afkar benar-benar muncul, Viola dan kelompoknya terkejut. Namun, ekspresi mereka segera berubah menjadi penuh antisipasi dan kegembiraan.Renhad berucap dengan nada dingin, "Afkar masih saja muncul! Kali ini, dia pasti akan mati!""Afkar, hari ini kamu pasti akan mati dengan sangat mengenaskan! Hahaha ...," ujar Yola sambil tertawa keji.Qaila dan Reno juga ikut mencibir, seolah mereka sudah bisa membayangkan Afkar berubah menjadi mayat dan dilemparkan dari atap oleh Hantu
Senjata api biasa sama sekali tidak mampu melukai Hantu Senyap. Satu-satunya kemungkinan untuk membunuhnya adalah dengan menghantamnya langsung menggunakan rudal.Namun, ini adalah area perkotaan. Di sekitar Hantu Senyap, masih ada banyak sandera. Meskipun helikopter tempur dilengkapi dengan rudal, mana mungkin mereka bisa menggunakannya di tengah kota yang padat penduduk?Dalam situasi seperti ini, bahkan Daru dan Waldo pun merasa tak berdaya. Mereka sudah kehabisan cara. Di sisi lain, wajah Harun, Gauri, dan Fadly dipenuhi kecemasan dan keputusasaan.Namun di tengah situasi genting ini, beberapa orang justru senang melihat penderitaan orang lain. Renhad, Viola, Victor, Yola, Qaila, dan Reno menunjukkan ekspresi puas.Ketika semua orang terjebak dalam kebingungan, suara Hantu Senyap kembali bergema di seluruh area. Kali ini, dengan nada mengejek yang sangat jelas.Hantu Senyap memberi tahu, "Wahai para petinggi dari departemen penegak hukum dan militer, kenapa kalian harus bersusah pa
Gedung TV adalah bangunan tertinggi di sekitar kawasan itu, di mana menjulang puluhan meter ke udara. Di atasnya, beberapa helikopter tempur berputar-putar mengawasi situasi dengan siaga penuh.Di dalam helikopter, beberapa penembak jitu terbaik sudah mengarahkan bidikan mereka ke arah atap, tepat pada sosok Hantu Senyap yang duduk di sana.Mereka telah menerima perintah dari Daru, yaitu tembak dan bunuh target begitu ada kesempatan. Namun bagi para penembak jitu, mereka merasa tak perlu menunggu kesempatan lagi.Target mereka sama sekali tidak bersembunyi ataupun mencari perlindungan, bahkan tidak menyandera siapa pun sebagai tameng. Dari posisi mereka, kepala pria itu bisa ditembak kapan pun."Mungkin ini pertama kalinya dia melakukan aksi kriminal? Sama sekali nggak punya pengalaman menghadapi penembak jitu. Gampang sekali menembaknya," gumam salah satu penembak jitu dengan nada meremehkan. Tanpa ragu, dia langsung menarik pelatuk.Dor!Suara tembakan menggema di udara. Peluru memel