Mendengar Wira menghina Wulan dengan kejam, Afkar langsung marah dan bertanya dengan nada dingin."Oh? Jadi, dia bukan wanita murahan? Dia berpura-pura suci di hadapanku, tapi ternyata dekat denganmu." Wira menyeringai dingin.Fendi juga mendelik ke arah Wulan. "Wulan, kenapa nggak pilih Pak Wira saja? Cuma karena pemuda ini meminjamkanmu 1,6 miliar? Kalau kamu ikut Pak Wira, keuntunganmu akan jauh lebih besar!""Pak Wira, aku rasa kamu salah paham. Afkar adalah teman lamaku. Di antara kami nggak ada hubungan kotor seperti yang kamu katakan! Kuharap kamu bisa bicara dengan sopan!" ujar Wulan dengan marah."Oh, masih mau menyangkal? Jalang sepertimu berani menyuruhku bicara sopan?" Wira tersenyum dingin, lalu mengulurkan tangannya untuk menampar Wulan.Namun, Afkar langsung meraih pergelangan tangannya."Ah! Sakit! Lepaskan atau aku akan membunuhmu!" teriak Wira sambil menunjuk Afkar."Mulut dan tanganmu memang gatal ya?" tanya Afkar dengan dingin. Matanya mulai menunjukkan kemarahan."
Apalagi, ibunya masih sakit dan dia masih harus membayar utang kepada Afkar. Di mana lagi dia bisa mencari pekerjaan dengan penghasilan lebih dari 20 juta sebulan?"Nggak apa-apa, Wulan! Kalau nggak kerja di sini, kamu bisa ke Hotel Royal. Aku akan memberimu posisi manajer! Gaji 40 juta sebulan!" Afkar menatap wajah Wulan, lalu mengayunkan tangannya dengan percaya diri.Namun, Wulan tertawa getir dan memandang Afkar dengan tatapan rumit. "Afkar, aku bisa pinjam uangmu karena aku akan mengembalikannya perlahan-lahan! Tapi, aku nggak mau bekerja di bawahmu.""Itu akan membuat hubungan kita berubah. Aku nggak ingin begitu. Terima kasih atas niat baikmu, tapi lebih baik ... lupakan saja."Wulan memandang Afkar sambil tersenyum tipis. Wajah cantiknya dipenuhi kegetiran.Benar! Wulan bisa meminjam uang dari Afkar dan akan mengembalikannya perlahan. Dengan begitu, hubungan mereka masih setara.Hanya saja, jika dia bekerja di bawah Afkar, meskipun gajinya tinggi, hubungan mereka yang dulunya a
"Kamu juga punya Pil Rejuvenasi? Kenapa? Apa setelah beli, kamu sayang untuk meminumnya, makanya mau dijual kembali buat dapat untung?" tanya Wira dengan nada mengejek.Kemudian, pria itu menatap Wulan dan berucap lagi dengan sinis, "Wulan, orang yang kamu cari ternyata pedagang kecil begini? Hahaha! Dia payah banget."Usai berkata begitu, Wira berkata pada Afkar sambil tersenyum, "Oke, tunjukkan Pil Rejuvenasi yang kamu punya. Kalau itu asli, aku akan bayar 10 miliar!""Sepuluh miliar?" gumam Afkar dengan ekspresi terkejut.Harga jual yang dipatok Afkar pada Mateo adalah 2 miliar per butir. Namun, sekarang dia ditawari 10 miliar? Ini juga harga yang dibuka Wira sendiri. Jadi, mungkin masih ada ruang untuk tawar-menawar. Dari percakapan Wira di telepon barusan, Afkar juga mendengar bahwa Mateo akan mengadakan lelang.Tanpa pikir panjang, Afkar meminta Wira untuk menunggu sebentar. Setelah itu, dia pergi membuka bagasi mobil dan mengambil sebotol pil. Ada belasan butir pil di dalam boto
Dengan mendapatkan sebotol pil ini dari Afkar, Wira tidak hanya bisa meminumnya sendiri. Dia juga bisa untung banyak dengan menjualnya!"Nggak perlu 160 miliar, cukup 100 miliar. Tapi, aku punya syarat lain yang harus kamu setujui. Kalau nggak, jangan harap kamu bisa mendapatkan sebutir pil pun!" ujar Afkar dengan dingin sambil menggeleng.Wira mengangguk antusias dan menyahut, "Ya, ya! Apa syaratmu? Katakanlah, selama aku bisa mewujudkannya, itu nggak akan jadi masalah."Afkar tertawa kecil, lalu menoleh ke arah Wulan. Dia berucap, "Wulan, bicaralah. Kamu mau syarat apa?""Hah? Aku?" tanya Wulan kaget."Iya, bilang saja. Nggak apa-apa," jawab Afkar dengan senyum di wajahnya.Wulan menatap Afkar dengan binar terima kasih dan emosi rumit di matanya. Dia juga tidak berpura-pura segan.Detik berikutnya, Wulan mengarahkan pandangan ke arah Wira. Dia menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Pak Wira, kelak aku ingin bekerja dengan tenang di perusahaan. Aku nggak mau dilecehkan siapa pun!"Wi
Fendi ditampar begitu keras hingga kepalanya berdengung dan kacamatanya terlempar. Penampilannya terlihat begitu menyedihkan. Dia berkata dengan nada tidak percaya, "Pak Wira! Ka ... kamu ...."Wira sama sekali tidak peduli pada Fendi. Di matanya, pria itu hanya bawahan yang tidak memiliki nilai."Kamu pikir siapa dirimu? Apa kamu benaran mengira kamu sepenting itu bagiku? Mengaca sana! Pergi! Mulai besok, kamu nggak boleh datang ke perusahaan lagi!" hardik Wira sambil menunjuk ke arah Fendi.Fendi tertegun dengan raut seperti ingin menangis. Detik berikutnya, dia menoleh ke arah Wulan dan membujuknya sambil tersenyum, "Wulan, selama ini aku sudah memperlakukanmu dengan baik, 'kan? Tolong bujuk Pak Wira, jangan ...."Plak! Bunyi tamparan kembali terdengar. Wulan mengayunkan lengannya dan menampar wajah Fendi dengan keras."Fendi, apa kamu nggak tahu betapa menjijikkannya dirimu? Pergi!" seru Wulan.Fendi terbelalak dan memegangi pipinya. Raut wajahnya seketika berubah beringas. Dia men
Mengenai pinjaman sebesar 1,6 miliar itu, Wulan masih bisa melunasinya dengan bekerja keras selama beberapa tahun. Namun, dia benar-benar bingung harus bagaimana menutupi kerugian 60 miliar ini.Afkar hanya tersenyum santai dan berkata, "Pil itu nggak berarti bagiku. Lagian, hal ini nggak penting. Semasa sekolah dulu, kamu selalu membantuku di tengah rumor buruk. Aku nggak pernah melupakan kebaikanmu.""Orang bilang, kebaikan harus dibalas dengan kebaikan. Ngomong-ngomong, gimana cara bilangnya dalam bahasa Inggris?" Afkar menepuk keningnya dan melanjutkan, "Ah, iya! You bla bla me, I bla bla you, 'kan?"Pfft! Wulan tertawa geli dan berkata, "Cih! Bahasa Inggrismu masih nggak ada perkembangan, ya!"Usai tertawa, perasaan Wulan menjadi lebih baik. Dia sudah tidak terlalu canggung dan malu pada Afkar.Namun, tatapannya pada Afkar mengandung binar rumit dan pahit. Pria itu mengira bahwa hal-hal yang terjadi di sekolah hanyalah rumor. Afkar yang bodoh tidak tahu bahwa Wulan benar-benar men
Sekarang, Afkar akhirnya tahu alasan Wulan meminjam uang padanya. Ternyata ibunya sedang sakit dan harus dioperasi.Afkar pernah merasakan keputusasaan serta hangat dan dinginnya hubungan antarmanusia saat Shafa sakit. Jadi, dia tentu akan menolong Wulan tanpa ragu.Saat ini, hati Wulan sedang diliputi kegelisahan. Meskipun merasa malu, dia tidak menolak tawaran Afkar.Di dalam mobil, Afkar menanyakan tentang penyakit Sumi dan kondisi spesifiknya. Wulan sempat ragu-ragu, tetapi akhirnya menjelaskan semuanya pada Afkar."Tenang saja, aku bisa sembuhkan penyakit Bibi. Kamu nggak usah terlalu khawatir," hibur Afkar setelahnya.Wulan menatap Afkar dengan binar kaget di matanya. Namun, dia sama sekali tidak berharap.Afkar bisa menyembuhkan penyakit? Wulan tidak pernah dengar hal ini sebelumnya. Dia mengira pria itu hanya sedang menghiburnya.Afkar melajukan mobilnya dengan cepat. Di bawah arahan Wulan, mereka segera tiba di sebuah kompleks apartemen kelas menengah.Dahulu, sebenarnya kondi
Agus menatap Afkar dengan ekspresi dingin dan berucap, "Kamu sudah punya anak, gimana kamu bisa begitu nggak tahu malu? Beraninya kamu memperdaya kakakku!"Mendengar ini, Afkar sontak mengernyit. Shafa juga terlihat sebal.Wulan mengentakkan kakinya dan berkata, "Kalian ngomong apa, sih? Aku dan Afkar hanya teman sekolah biasa!""Teman biasa? Melihatmu secantik ini, dia pasti ingin memilikimu. Gadis bodoh! Gimana kamu bisa ditipu pria yang sudah punya anak hanya demi 1,6 miliar!" marah Sumi.Menurut Sumi, putrinya layak bersama dengan pria yang lebih baik. Jika tersebar kabar bahwa Wulan terlibat dengan pria yang sudah memiliki anak, reputasi gadis itu akan rusak!Detik berikutnya, wajah Sumi tiba-tiba memerah. Dia memukul-mukul dada kirinya dengan ekspresi kesakitan. Reaksinya sangat mengejutkan."Ibu kenapa? Ibu! Ibu!" Martin, Wulan, dan Agus ketakutan melihatnya.Raut wajah Afkar berubah serius. Dia buru-buru mendekat sambil berkata, "Minggir!""Mau ngapain kamu?" bentak Agus."Meny
Begitu Heru selesai bicara, ekspresi keterkejutan memenuhi wajah para anggota Keluarga Sanjaya. Mereka menatap kepala keluarga mereka dengan penuh ketidakpercayaan."Kakek, kamu ... nggak bercanda? Hanya karena satu Afkar, keluarga kita bisa menghadapi bencana besar?" tanya salah satu anggota inti generasi ketiga Keluarga Sanjaya dengan ekspresi kesal."Benar! Sekalipun Afkar itu kuat, apa dia benar-benar berani bertindak sesuka hati? Noah sudah melarikan diri, lalu dia bisa berbuat apa?" tanya Yuki sambil menggertakkan gigi dengan geram.Dengan ekspresi serius, Heru menimpali, "Kalau Keluarga Sanjaya nggak menunjukkan sikap yang tepat, mungkin Afkar yang marah akan menyeret seluruh keluarga ke dalam masalah!""Mungkin kalian belum tahu, Afkar memiliki lencana naga Yanura yang memberinya hak untuk melakukan pembalasan tanpa batasan. Siapa pun yang berani mengancamnya atau keluarganya, Afkar bisa membunuh mereka tanpa harus bertanggung jawab!""Kalaupun kita menggunakan koneksi kita di
"Target mereka juga adalah kamu! Tiano dan Nobu yang kamu bunuh sebelumnya adalah orang-orang dari Sekte Pedang Bayangan! Mereka datang untuk membalas dendam! Kamu nggak boleh anggap sepele!""Begini saja, untuk sementara waktu, bawa keluargamu ke wilayahku. Aku akan mengatur pasukan untuk melindungimu!""Aku yakin, sekalipun Dewa Duka dan Sekte Pedang Bayangan sangat arogan, mereka nggak akan berani bertindak semena-mena di wilayah pertahanan!"Mendengar ini, Afkar akhirnya mengernyit. Masalah ini terasa semakin merepotkan. Bukan hanya Dewa Duka, sekarang Sekte Pedang Bayangan juga turun tangan?Afkar tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri. Dengan kemampuannya sekarang, melawan seorang ahli tingkat pembentukan inti pun dia masih bisa menang.Namun, yang membuatnya khawatir adalah keselamatan orang-orang di sekitar. Dia tidak mungkin berada di sisi Shafa atau Felicia selama 24 jam, sedangkan para ahli dari Dewa Duka dan Sekte Pedang Bayangan bisa muncul kapan saja.Apakah dia harus teru
Alasan Edbert menjelaskan semuanya dengan begitu rinci kepada Afkar adalah karena dia berharap Afkar bersedia mewakili Keluarga Samoa dalam kompetisi!Menurut mereka, Afkar memiliki latar belakang yang sangat kuat. Meskipun berlatih sendiri di luar, kemungkinan besar dia tidak tertarik ikut serta sebagai pesilat independen.Diterima oleh kekuatan besar dari dunia misterius jelas bukan sesuatu yang menarik bagi Afkar. Sekarang, dugaan mereka terbukti benar!Afkar masih muda, tetapi sudah mencapai tingkat pembentukan fondasi tahap menengah. Walaupun bakatnya tampak tidak sebaik Rose, di usianya yang sekarang, itu tetap merupakan pencapaian yang luar biasa.Jika dia bersedia bertarung atas nama Keluarga Samoa, mereka memiliki peluang lebih besar untuk lolos dalam kompetisi.Ditambah dengan Rose, dua orang yang berhasil lolos sudah cukup untuk mempertahankan status Keluarga Samoa di Aliansi Seni Bela Diri Kuno!Namun, setelah mendengar tawaran itu, Afkar hanya tersenyum tipis tanpa memberi
Setelah itu, Afkar tidak berminat meladeni Rose lagi. Dia hanya menoleh ke Edbert dan bertanya, "Pak Edbert, sebenarnya aku ingin tanya sesuatu. Dari mana kalian mendapatkan giok spiritual dan sumber daya kultivasi lainnya?"Dia menambahkan, "Oh, kalau pertanyaan ini sulit untuk dijawab, anggap saja aku nggak pernah tanya."Namun, dalam hatinya, Afkar merasa penasaran.Dari yang dia lihat, Keluarga Samoa tidak memiliki tambang giok spiritual atau sumber daya alam yang luar biasa. Mereka juga tidak terlihat membudidayakan tanaman langka atau harta karun lainnya.Jadi, dia benar-benar ingin tahu dari mana Keluarga Samoa memperoleh sumber daya kultivasi mereka.Di sisi lain, Rose menggigit bibirnya dengan ekspresi kesal saat melihat Afkar mengabaikannya. Dia tidak pernah diperlakukan seperti ini!Edbert tertawa ringan dan menjawab, "Nggak ada yang perlu dirahasiakan. Semua sumber daya kultivasi kami berasal dari Aliansi Seni Bela Diri Kuno."Dia menjelaskan lebih lanjut kepada Afkar, "Ali
Mendengar kata-kata Rose, ekspresi canggung langsung muncul di wajah Edbert dan yang lainnya."Rose, apa yang kamu bicarakan?" tegur Varel dengan ekspresi galak.Edbert tampak malu, lalu buru-buru meminta maaf kepada Afkar, "Pak Afkar, jangan marah! Anakku ini terlalu dimanja sejak kecil. Dia nggak bermaksud seperti itu!"Afkar hanya melambaikan tangan dengan santai. "Aku tahu, nggak masalah."Namun, Rose malah mendengus dingin. "Aku memang bermaksud seperti itu. Kenapa? Apa aku salah? Kakek, Ayah, gimana bisa kalian terpikir menjodohkanku dengannya?""Menurutku, dia cuma orang biasa yang kebetulan punya latar belakang kuat! Dengan sumber daya kultivasi yang begitu baik, dia malah baru mencapai tingkat pembangunan fondasi tahap menengah. Orang seperti ini nggak pantas menjadi suamiku!""Suami yang kuinginkan harus punya bakat luar biasa! Kalaupun nggak memiliki latar belakang kuat, setidaknya dia harus bisa membuktikan dirinya sendiri! Bukan seseorang yang hanya mengandalkan perlindung
Jika Rose bisa menikah dengan Afkar, itu akan menjadi peluang besar bagi Keluarga Samoa untuk mendapatkan perlindungan yang kuat.Setelah mendengar bahwa Afkar suka menjadi menantu matrilokal, keinginan mereka semakin kuat.Sebenarnya meskipun Keluarga Samoa terlihat berkuasa di Kota Nubes, di antara keluarga seni bela diri kuno, mereka termasuk yang terlemah. Bahkan dalam beberapa tahun ke depan, bukan tidak mungkin mereka akan dikeluarkan dari daftar keluarga seni bela diri kuno.Inilah alasan mengapa Edbert dan Varel mulai mempertimbangkan rencana ini, setelah menyadari bahwa Afkar memiliki latar belakang yang misteriusBegitu ucapan itu dilontarkan, ekspresi Rose langsung berubah sedingin es. Sementara itu, Afkar mengusap keringat di dahinya. Dia mengangkat wajah dengan serius dan berucap dengan nada tenang, "Menurutku, cara kalian memandang masalah ini agak keliru!""Aku menjadi menantu Keluarga Safira bukan karena mereka memiliki pengaruh yang besar. Baik Keluarga Safira maupun K
Wanita cantik itu memiliki kulit yang sangat halus dan wajah yang benar-benar memukau. Afkar sudah terbiasa melihat kecantikan Felicia setiap hari dan standar estetikanya sudah cukup tinggi, tetapi dia tetap takjub saat melihat wanita ini.Hanya saja, wajah wanita itu tampak kurang bersahabat. Ekspresinya dingin, seolah-olah seseorang berutang miliaran padanya. Dari sorot matanya, terlihat jelas aura keangkuhan, seolah-olah tidak peduli pada apa pun di dunia ini."Kakek, Ayah!" Setelah keluar, Rose menyapa Varel dan Edbert dengan sopan."Hm, duduklah," kata Varel sambil mengangguk, menunjuk kursi kosong di sebelah Afkar, memberi isyarat kepada Rose untuk duduk di sana.Saat ini, Edbert tersenyum sambil memperkenalkan, "Pak Afkar, ini putriku, Rose. Kalian seumuran, mungkin bisa lebih sering berinteraksi."Kemudian, dia menoleh menatap Rose dan berkata, "Rose, tuangkan minuman untuk Pak Afkar."Rose mengernyit dan tampak enggan, tetapi tetap mengambil teko dan menuangkan minuman ke dala
Setelah kejadian semalam, hubungan antara Afkar dan Felicia kembali menjadi rumit. Keduanya sama-sama menjaga jarak, seolah-olah ada dinding yang memisahkan mereka.Namun, pada saat yang sama, ada benang tak kasatmata yang mengikat mereka berdua. Benang itu mungkin adalah Shafa atau mungkin sesuatu yang lain.Pagi ini, baik Afkar maupun Felicia tidak lagi membahas soal perceraian, seolah-olah masalah itu dikesampingkan untuk sementara waktu."Hahaha! Kehadiran Pak Afkar benar-benar membawa kehormatan bagi Keluarga Samoa!" Begitu memasuki ruang tamu utama, Edbert, langsung menyambut dengan senyuman lebar.Varel yang merasa punya status lebih tinggi, tidak ikut bangkit, tetapi tetap mengangguk ramah ke arah Afkar. Dengan ekspresi ramah, dia berkata, "Ini pasti Shafa, 'kan? Imut sekali.""Halo, Kakek!" sapa Shafa dengan sopan.Beberapa tetua Keluarga Samoa yang hadir juga ikut menyambut Afkar dengan ramah.Saat ini, Edbert memberi isyarat kepada seorang pemuda. "Kamu belum menyapa Pak Afk
Di sisi lain, David menerima kabar dari Qaila bahwa Hantu Senyap telah mati. Jadi, dia segera menyampaikan kabar ini kepada Noah."Apa? Pria tua berjubah merah itu mati? Kok bisa? Jadi, Afkar baik-baik saja?" tanya Noah dengan nada dingin."Ya, Pak, Afkar baik-baik saja! Bajingan itu benar-benar aneh! Tujuh hari yang lalu, Hantu Senyap jelas-jelas telah mencederainya, bahkan memberinya beberapa hari untuk mengurus kematiannya.""Siapa sangka, hanya dalam beberapa hari, Afkar malah membunuhnya! Ini ... benar-benar di luar nalar!"David tak kuasa berdecak, lalu menarik napas dalam-dalam dan meneruskan, "Pak, aku ... nggak berani tinggal di Kota Nubes lagi. Kali ini aku mencoba membunuh putrinya, dia pasti nggak akan membiarkanku hidup. Kalau sampai dia menemukanku, aku ... pasti mati!""Dasar pecundang! Penakut! Masa kamu ketakutan sampai seperti ini?" Noah menggertakkan gigi.David hanya bisa mengutuk dalam hati, 'Memangnya aku nggak boleh takut? Sialan, tentu saja aku takut! Afkar itu