Begitu mendengarnya, Devi terkesiap hingga wajahnya pucat pasi. Namun, dia tetap ngotot."Aku nggak mau tahu siapa target para pembunuh itu. Yang jelas, aku melihat Afkar membunuh orang. Tapi, mungkin saja aku berhalusinasi karena Afkar sempat menamparku? Lihat ....""Dia orang yang sangat kasar. Dia membunuh begitu banyak penjahat, mungkin saja nggak sengaja membunuh kru film itu. Mungkin juga aku salah lihat, tapi aku nggak bermaksud memfitnah!" pekik Devi.Jelas sekali, Devi masih tidak mau mengakui kesalahannya.Saat ini, Devi melihat Cello yang berjalan masuk. Matanya sontak berbinar-binar. "Pak Cello! Tolong aku! Tolong beri aku keadilan!"Meskipun Daru punya status tinggi, Devi merasa Grup Akasa juga sangat berpengaruh di seluruh provinsi. Asalkan Cello memihaknya, panglima di kota tingkat dua pasti akan memberinya muka.Namun, saat berikutnya terjadi yang tidak disangka Devi. Terlihat Cello yang berwajah masam mengabaikannya dan menatap Afkar dengan rasa bersalah."Kak Afkar, k
Devi dipukuli hingga babak belur. Cello yang marah sama sekali tidak menahan diri."Nggak, bukan begitu. Aku ... aku sudah ingat sekarang. Pak Afkar ... nggak membunuh Kai! Aku ... cuma berbohong ...." Devi menangis dan ketakutan setengah mati.Plak! Plak! Plak! Satu demi satu tamparan keras mendarat di wajah Devi. Suara tamparan bergema di ruang interogasi."Siapa suruh kamu berbohong? Berani sekali kamu berbohong! Dasar jalang! Beraninya kamu menuduh orang membunuh! Kalau itu orang lain, hidup mereka bisa hancur!""Aku sudah buta sebelumnya. Bagaimana bisa aku mempromosikan jalang sepertimu? Asal kamu tahu, Kak Afkar adalah penyelamat ibuku, penyelamat seluruh keluargaku. Gimana aku harus menghadapi Kak Afkar sekarang? Sialan! Akan kuhabisi kamu!" maki Cello sambil terus menampar."Pak Cello, aku sudah tahu salah .... Ah! Aku nggak akan berani lagi. Tolong ampuni aku .... Ah!" Devi terus berteriak kesakitan. Wajahnya tidak bisa dikenali lagi.Wanita yang tadinya masih sombong, kini
Daru sangat terkejut saat Afkar membunuh pembantai Dara. Saat Afkar membunuh Tiano, Daru lebih terkejut lagi. Kini, Afkar bahkan membunuh seorang master.Pemuda ini sungguh misterius dan tak terprediksi. Daru sampai tidak berani berspekulasi tentang kemampuan yang dimilikinya."Afkar, sebenarnya kamu sudah mencapai tingkatan apa?" tanya Daru yang tidak bisa menahan rasa penasarannya.Afkar ragu-ragu sejenak, lalu menggeleng. "Aku sendiri nggak tahu."Afkar hanya tahu dirinya telah mencapai tingkat pembangunan fondasi. Ada pun tingkatan para pesilat secara umum, Afkar tidak tahu apa-apa."Hm, baiklah." Daru tertawa canggung, mengira Afkar tidak ingin mengungkapkan kekuatannya. Jadi, dia tidak bertanya lagi.Kemudian, Daru mengubah nada bicaranya. "Aku mencarimu untuk memberitahumu bahwa para petarung yang kamu bunuh itu ingin menculik Devi. Mereka ingin menyandera Devi untuk bernegosiasi denganku. Mereka ingin menukar Devi dengan Adry.""Termasuk yang sebelumnya, Tiano, dia juga ingin m
"Gimana kalau sepuluh hari lagi?" tanya Daru."Oke, bisa saja kalau nggak ada urusan mendadak." Afkar mengangguk setuju setelah berpikir sesaat.....Setelah berpisah dengan Daru, Afkar makan siang bersama Felicia. Kemudian, mereka melanjutkan pemotretan di sore hari.Setelah kejadian pagi tadi, staf butik menjadi sangat sopan kepada Afkar dan Felicia. Pelayanan mereka benar-benar luar biasa.Tentu saja, kejadian di pagi tadi tidak boleh tersebar. Baik pihak kru film, staf tempat wisata, atau pihak butik, semuanya menandatangani perjanjian dan dilarang mengungkapkan detail apa pun ke luar.Beberapa hari berikutnya, Afkar sama sekali tidak pergi menemui Erlin atau mengobatinya. Dia seperti tidak peduli lagi!Sementara itu, di Kota Nubes, muncul seorang apoteker yang terkenal, yang khusus menjual pil bernama Pil Rejuvenasi.Khasiatnya sangat luar biasa, membuat orang berlomba-lomba membelinya, terutama mereka yang tubuhnya rusak karena pengaruh alkohol dan seks. Setelah mengonsumsi Pil R
Setelah mendengar ucapan Wulan, Fendi termangu sejenak sebelum bertanya, "Kamu bisa mengumpulkan uang? Dari mana kamu akan mengumpulkannya? Aku sudah menyelidiki keluargamu!""Ibumu sudah berobat bertahun-tahun, ditambah lagi kamu punya adik yang nggak bertanggung jawab dan suka berjudi. Teman-teman dan kerabatmu sudah menjauh seperti menghindari wabah. Uang 1,6 miliar bukan jumlah yang kecil. Meskipun ada kerabat atau teman yang mau membantu, siapa yang bisa mengumpulkannya untukmu?""Kamu bisa mengumpulkan uang? Hahaha, coba tunjukkan kalau kamu bisa!" Fendi merapikan rambutnya yang botak dengan ekspresi penuh ejekan.Wulan menggigit bibirnya tanpa berkata apa-apa. Kemudian, dia menghubungi nomor yang baru disimpannya beberapa hari lalu.Saat ini, Afkar baru saja kembali ke rumah bersama Shafa. Saat melihat telepon masuk, dia segera menjawabnya. "Wulan?" Afkar cukup terkejut."Afkar, aku ... aku ...." Setelah terprovokasi oleh ucapan Fendi, Wulan akhirnya memutuskan untuk menelepon A
Fendi terpikir akan sesuatu, lalu segera menelepon seseorang.Di sisi lain, Wulan keluar dari kantor dan menelepon Afkar."Gimana? Uangnya sudah masuk?" tanya Afkar sambil tersenyum."Mm, sudah!" Wulan berkata dengan penuh rasa syukur dan malu, "Kamu ... nggak tanya untuk apa aku pinjam uang dan langsung kasih begitu saja? Kamu nggak takut aku menipu uangmu?""Nggak takut, aku punya banyak uang," timpal Afkar dengan senyuman lebar."Pfft!" Mendengar itu, Wulan langsung tertawa. "Ya, sekarang kamu sudah jadi bos besar.""Haha, benar!" kata Afkar tanpa merasa rendah hati sedikit pun.Di dalam hatinya, Afkar cukup menyukai Wulan sebagai teman lamanya. Wulan adalah perempuan pertama yang pernah dia sukai secara diam-diam. Dulu, Wulan yang selalu membantunya meski di tengah gosip yang tidak menyenangkan.Walaupun saat itu Afkar menolak Wulan karena rasa rendah diri yang konyol, dia tidak akan pernah melupakan kebaikan Wulan. Sekarang teman lamanya kesulitan, Afkar tentu saja tidak ragu untu
Mendengar Wira menghina Wulan dengan kejam, Afkar langsung marah dan bertanya dengan nada dingin."Oh? Jadi, dia bukan wanita murahan? Dia berpura-pura suci di hadapanku, tapi ternyata dekat denganmu." Wira menyeringai dingin.Fendi juga mendelik ke arah Wulan. "Wulan, kenapa nggak pilih Pak Wira saja? Cuma karena pemuda ini meminjamkanmu 1,6 miliar? Kalau kamu ikut Pak Wira, keuntunganmu akan jauh lebih besar!""Pak Wira, aku rasa kamu salah paham. Afkar adalah teman lamaku. Di antara kami nggak ada hubungan kotor seperti yang kamu katakan! Kuharap kamu bisa bicara dengan sopan!" ujar Wulan dengan marah."Oh, masih mau menyangkal? Jalang sepertimu berani menyuruhku bicara sopan?" Wira tersenyum dingin, lalu mengulurkan tangannya untuk menampar Wulan.Namun, Afkar langsung meraih pergelangan tangannya."Ah! Sakit! Lepaskan atau aku akan membunuhmu!" teriak Wira sambil menunjuk Afkar."Mulut dan tanganmu memang gatal ya?" tanya Afkar dengan dingin. Matanya mulai menunjukkan kemarahan."
Apalagi, ibunya masih sakit dan dia masih harus membayar utang kepada Afkar. Di mana lagi dia bisa mencari pekerjaan dengan penghasilan lebih dari 20 juta sebulan?"Nggak apa-apa, Wulan! Kalau nggak kerja di sini, kamu bisa ke Hotel Royal. Aku akan memberimu posisi manajer! Gaji 40 juta sebulan!" Afkar menatap wajah Wulan, lalu mengayunkan tangannya dengan percaya diri.Namun, Wulan tertawa getir dan memandang Afkar dengan tatapan rumit. "Afkar, aku bisa pinjam uangmu karena aku akan mengembalikannya perlahan-lahan! Tapi, aku nggak mau bekerja di bawahmu.""Itu akan membuat hubungan kita berubah. Aku nggak ingin begitu. Terima kasih atas niat baikmu, tapi lebih baik ... lupakan saja."Wulan memandang Afkar sambil tersenyum tipis. Wajah cantiknya dipenuhi kegetiran.Benar! Wulan bisa meminjam uang dari Afkar dan akan mengembalikannya perlahan. Dengan begitu, hubungan mereka masih setara.Hanya saja, jika dia bekerja di bawah Afkar, meskipun gajinya tinggi, hubungan mereka yang dulunya a
"Dilaporkan, sebuah pabrik kimia di pinggiran selatan kota kita telah meledak! Berdasarkan sisa-sisa bahan baku yang ditemukan di lokasi, pabrik kimia ini sebenarnya merupakan tempat produksi narkoba milik sebuah kelompok kriminal.""Ledakan ini menyebabkan banyak korban tewas dan luka-luka. Diduga ledakan dipicu oleh kelalaian saat proses produksi narkoba! Tapi ada juga yang menduga, ini adalah aksi balas dendam di antara kelompok-kelompok kejahatan ...."Berbagai laporan berita terdengar di mana-mana. Sementara itu, di sisi lain. Setelah bantu mengobati mertuanya, Afkar pun segera mengajaknya pulang.Sebenarnya, kondisi fisik Harun tidak mengalami cedera serius. Jadi setelah mendapat pengobatan dari Afkar menggunakan energi naga, keadaannya pun sudah jauh membaik.Namun dalam hati Afkar, masih ada sedikit rasa kecewa. Sebab, Guntur bersama Kobra dan yang lainnya sudah lebih dulu meninggalkan markas utama dan menuju Kota Nubes. Kalau saja mereka belum pergi ....Bagaimanapun, keselama
"Fadly sudah nyerah, mau gimana lagi?" Seorang pria berjanggut yang sedang memainkan pisau kecil di tangannya, berkata sambil tersenyum dingin."Sial, kita disuruh jaga di sini, bosan sekali! Memangnya dia bisa kabur?" Pria botak itu tertawa sinis.Orang lain juga mencebik. "Sebenarnya perlu nggak sih kita jaga begini? Ini 'kan markas, siapa yang berani datang selamatin dia?""Iya! Aku sampai berkarat di sini!""Nggak bisa, kita harus cari hiburan!" Pria berjanggut itu berkata sambil menatap Harun dengan niat buruk.Pria botak itu juga menyeringai, menunjukkan ekspresi mengejek dan penuh permainan. "Kalau begitu, kita lanjutkan? Yang penting dia nggak cacat. Lagian, siapa yang tahu kapan dia dipukuli, 'kan?"Mendengar itu, beberapa orang tertawa kecil. Harun yang terikat di sana menunjukkan ekspresi marah dan takut. Mungkin dia ingin memaki mereka, tetapi karena mulutnya disumpal kain, dia hanya bisa mengeluarkan suara yang tidak jelas.Namun, pada saat itu, suara dingin da
Guntur mencibir dengan penuh penghinaan."Ya! Ya! Terima kasih banyak, Pak Guntur. Kalau nanti Organisasi NC benar-benar masuk ke Kota Nubes, keluarga kami tentu sangat berharap bisa bekerja sama dengan kalian," ucap Erlin dengan ramah, mencoba menunjukkan sikap bersahabat.Guntur hanya tertawa dingin dan langsung menutup telepon, malas membuang waktu dengan si nenek tua.Di sisi lain!Melihat panggilan sudah berakhir, raut wajah Erlin berubah. Dia menarik napas panjang, lalu sorot matanya menjadi kelam.Tentu saja dia tahu Guntur memandang rendah dirinya. Hal ini membuat Erlin yang sudah berkuasa seumur hidup merasa terhina dan marah.Sejak kapan dia pernah diperlakukan seperti ini? Namun, yang terpenting adalah nyawanya selamat. Harga diri bisa dikesampingkan."Nek ... gimana? Fadly sudah nyerah belum?" tanya Viola yang berada di sampingnya. Renhad juga menatap dengan penuh harap, menantikan jawaban.Erlin tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja dia nyerah. Pak Guntur sendiri bilang, s
"Pak Fadly, ini aku, Guntur! Aku akan datang bersama anak buahku buat menyambutmu. Tapi, ayahmu nggak mungkin kubawa, takutnya kamu main curang lagi. Tenang saja, di markas besar sini banyak ahli. Mereka pasti bisa menjamin keselamatan Harun.""Nanti setelah pertemuan selesai dan kamu bekerja sama dengan baik, aku janji kamu bisa ketemu lagi sama ayahmu!" Nada suara Guntur terdengar penuh percaya diri dan mendominasi.Fadly menarik napas dalam-dalam dan menjawab, "Oke! Semoga kamu bisa pegang omonganmu.""Itu sudah pasti! Kalau kamu sudah jadi saudara kami, masa aku tega bohongin kamu? Hahaha ...." Guntur tertawa, pikirannya sudah memperhitungkan segalanya dengan cermat.Dengan datang sendiri ke pertemuan yang diselenggarakan oleh Fadly, dia bisa menunjukkan eksistensinya di depan kekuatan besar di Kota Nubes. Bahkan, dia bisa sekaligus menggertak kelompok Farel dan lainnya.Sementara itu, Harun tetap ditinggal di markas besar, jadi Guntur tidak perlu takut Fadly akan berbuat macam-mac
"Pak Fadly, gimana? Hehehe .... Masih belum mau menyerah? Organisasi NC paling menjunjung tinggi kepercayaan, kamu tenang saja.""Kalau kami sudah janji nggak bakal bunuh ayahmu sebelum malam ini, berarti dia tetap akan hidup sampai malam ini. Tapi ya ... kasih dia sedikit hiburan nggak apa-apa, 'kan?""Sebenarnya, kamu nunda-nunda buat apa sih? Hasilnya juga sama saja, 'kan? Kamu harus tunggu sampai akhir banget baru mau kompromi? Biar ayahmu makin menderita?" Suara Kobra di telepon terdengar sinis."Oke! Oke! Aku setuju! Aku setuju bawa semua anggotaku gabung ke Organisasi NC! Jangan sentuh ayahku lagi, paham?" Fadly akhirnya tidak tahan melihat Harun terus disiksa. Dia berteriak keras di telepon.Mendengar itu, Gauri yang ada di samping hanya bisa terus menghapus air matanya, tidak sanggup berkata-kata. Felicia pun tidak lagi menahan Fadly."Hehe, begitu dong dari tadi. Kapan kamu mau adakan pertemuan bawah tanah? Cepat kasih tahu!" Kobra terkekeh-kekeh, suaranya penuh kepuasan.Fa
Saat mobil berhenti untuk istirahat, Orion menghubungi Guntur."Guntur, selama aku nggak ada di tempat, apa ada masalah?" tanya Orion dengan suara berat.Saat ini, Guntur sedang berada di markas Organisasi NC Provinsi Jimbo, menunggu kabar dari Fadly apakah akan menyerah atau tidak. Siapa sangka, dia malah mendapat telepon dari Orion.Ekspresi Guntur sedikit berubah, tetapi dia tetap berkata, "Nggak ada apa-apa. Tenang saja, Pak!""Bagus kalau nggak ada apa-apa. Tapi, rencana ekspansi ke Kota Nubes yang sudah kita susun itu batal. Paham?" jelas Orion."Hah? Kenapa?" Nada suara Guntur berubah berat, penuh dengan rasa heran dan tidak puas."Karena di Kota Nubes ada orang yang nggak bisa kita usik! Pokoknya kamu cukup ikuti instruksi dariku!" jawab Orion dengan dingin. Dalam hati, dia sebenarnya merasa kesal karena Guntur mempertanyakan keputusannya.Guntur mendengus, menggertakkan giginya, dan berkata, "Ya, aku sudah paham. Omong-omong, kapan kamu kembali?"Orion berpikir sejenak. "Palin
Detik berikutnya, si kakek melambaikan tangan sambil berkata pelan, "Naik mobil dulu, kita bicara di dalam."Afkar mengangguk cepat, lalu segera membukakan pintu mobil untuk si kakek, mempersilakannya duduk di kursi penumpang depan.Setelah Afkar duduk di kursi pengemudi, dia tak bisa menahan diri untuk kembali memandang pria tua itu dengan lebih saksama.Penampilannya benar-benar berantakan. Rambut kusut, wajah kotor, dan tubuhnya mengeluarkan bau tak sedap, bahkan lebih parah dari gelandangan di jalanan.Namun, orang seperti inilah yang memukul mati seorang kultivator tingkat inti emas hanya dengan satu pukulan."Senior, kamu ini siapa? Kenapa kamu menolongku?" tanya Afkar dengan hati-hati, tak mampu lagi menahan rasa penasarannya yang membuncah.Kakek gila itu tampak cukup waras untuk sekarang. Tatapannya saat menatap Afkar mengandung semacam emosi rumit yang sulit dijelaskan.Detik berikutnya, bukannya menjawab, dia malah bertanya balik, "Ayahmu di mana?"Begitu pertanyaan itu kelu
Afkar awalnya sudah bersiap untuk bertarung habis-habisan melawan Safwan. Namun, orang itu malah terpental begitu saja?Tampak sesosok pria tua berjubah compang-camping dan lusuh. Pria tua itu berdiri tepat di jalur di mana Safwan melesat tadi.Meskipun penampilannya acak-acakan, aura yang terpancar dari tubuhnya justru dalam hingga tak terprediksi, seperti jurang tanpa dasar.Afkar hanya bisa melongo, menatapnya dengan penuh kebingungan. 'Buset, bukannya ini kakek gila yang nabrak aku sampai jatuh ke kawah di Lembah Obat?'Sekarang, pria tua itu sama sekali tidak tampak gila. Justru ada aura agung dan tak terjangkau yang mengelilinginya, seperti dewa yang membuat orang ingin menunduk hormat.Safwan diserang olehnya hanya dengan satu telapak tangan, lalu tubuhnya terpental keras ke tanah. Badannya sempat mengejang beberapa kali, lalu langsung tewas di tempat!Darah dan cairan tubuh lainnya menyebar membentuk genangan yang menjijikkan. Pemandangan yang sungguh mengenaskan. Orang yang ti
"Rasanya pasti sangat memuaskan membunuh seorang genius, 'kan? Bocah, kenapa kamu nggak menyembunyikan kekuatanmu sampai akhir? Sepertinya, mentalmu masih belum cukup matang!""Ingat baik-baik untuk kehidupan selanjutnya, sebelum kamu benar-benar tumbuh kuat, belajarlah untuk menunduk dan menyembunyikan taringmu!"Giiik! Giiik .... Di saat itu, beberapa mobil tiba-tiba berhenti tidak jauh dari sana. Suara rem mereka memecah keheningan.Jelas, mereka juga menyadari ada sesuatu yang terjadi di jalan ini dan memutuskan untuk menepi dan mengamati.Dari salah satu mobil, terlihat sosok Raditya, Santo Sekte Bulan Hitam, bersama dengan Kelam dan Orion."Santo, bukankah itu Afkar?" Kelam menyipitkan mata sambil bertanya dengan ekspresi terkejut.Raditya mengangguk pelan. "Yang berjubah biru itu sepertinya adalah perwakilan dari Keluarga Pakusa dari dunia misterius. Dilihat dari situasinya, sepertinya dia sedang mengincar Afkar.""Terus, kita harus gimana?" tanya Kelam.Orion yang duduk di kurs