Di Klub Golden, semua tamu sudah diusir oleh anak buah Fadly untuk menghindari adanya korban jiwa.Kelab yang dulunya terlihat megah kini menjadi redup, seakan-akan sudah dekat dengan kehancuran.Semua pintu keluar di gedung ini telah dikepung oleh para ahli Keluarga Safira. Tidak ada yang bisa keluar lagi.Renhad membawa lebih dari dua puluh ahli Keluarga Safira beserta anggota untuk memblokir seluruh pintu kelab.Di antara para ahli ini, ada empat yang kekuatannya sama seperti Melvin, yaitu tingkat gulita. Sisanya adalah ahli tingkat eksplisit. Di kota besar, kekuatan seperti ini sangat menakutkan.Sebagai keluarga besar yang terkemuka di Kota Nubes, malam ini Keluarga Safira benar-benar menunjukkan kekuatan mereka."Fadly, keluar kamu!" teriak Renhad dengan penuh percaya diri. Ekspresinya dipenuhi kebanggaan, seolah-olah dia akan duduk di takhta dan menjadi raja dunia hitam baru di Kota Nubes.Erlin sudah memutuskan untuk mendukung Renhad menggantikan posisi Fadly. Itu sebabnya, Ren
Hinaan seperti ini akan membuat Fadly tidak bisa bangkit lagi untuk seumur hidup."Menyerah bapakmu! Aku cuma mau mengikuti Kak Fadly!" hardik Jarel tiba-tiba. Dia langsung mengeluarkan pisaunya."Kamu ingin kami mengikutimu? Jangan mimpi!""Sekalipun mati, kami tetap akan mengikuti Kak Fadly!"Para pengikut Fadly turut bersuara untuk mengungkapkan kemarahan mereka."Hahaha ...." Renhad bukan hanya tidak marah, tetapi juga tergelak. Kemudian, dia menunjuk Jarel dan lainnya sambil menatap Fadly dengan ekspresi mengejek."Fad, lihat dulu para bawahanmu. Mereka setia sekali. Masa kamu tega membiarkan mereka mati begitu saja? Kamu rasa satu perintah dariku sudah cukup untuk membunuh belum?"Begitu mendengarnya, para pengikut Fadly justru bersikap makin tegas. "Kamu kira kami bisa ditakuti?""Aku sudah lama berkecimpung di industri ini! Aku nggak takut mati!""Aku sudah lama mengikuti Kak Fadly. Kak Fadly berjasa besar bagiku. Kalau nggak ada Kak Fadly, ibuku pasti sudah lama meninggal.""M
Farel melirik ke arah kerumunan, tetapi tidak menemukan Afkar."Jangan salah paham. Aku kemari cuma untuk menonton pertunjukan. Hehe." Farel terkekeh-kekeh. Dia mendapati Afkar tidak berada di sini.Setelah mendengarnya, Renhad merasa agak lega. Kemudian, dia bertanya dengan tegas, "Kalau begitu, kenapa kamu membawa begitu banyak orang kemari? Jangan-jangan kamu ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan di tengah perselisihan internal ini?""Asal kamu tahu, Sekalipun aku menghabisi Fadly, pasukanku nggak bakal menderita kerugian. Kalau kamu berani mencari kesempatan, kita bakal sama-sama rugi. Ini nggak ada untungnya bagimu."Farel tertawa dan menyahut, "Sudah kubilang, aku cuma datang untuk menonton pertunjukan." Kemudian, dia melirik Fadly dengan tatapan nakal. "Aku dan Fadly sudah bermusuhan selama bertahun-tahun. Sebentar lagi dia akan jatuh. Aku tentu harus melihatnya dong! Hahaha!"Renhad terkekeh-kekeh mendengarnya. "Kuharap begitu."Di sisi lain, ekspresi Fadly dan para bawah
Lantas kenapa Afkar malah datang sendirian?Tebersit kilatan dingin pada tatapan Farel. Dia teringat pada pesan Bayu sehingga berkata dengan nada datar, "Pak Afkar, aku bisa membantu Fadly kali ini kalau kalian butuh bantuan. Asalkan dia memanggilku Kak Farel dan membawa bawahannya mengikutiku, aku jamin mereka semua akan selamat hari ini.""Aku juga bisa membagi beberapa wilayahku kepadanya supaya dia masih bisa menjadi pemimpin. Gimana?"Begitu mendengarnya, ekspresi Fadly langsung menjadi masam. Dia memekik dengan marah, "Farel, jangan mimpi! Aku nggak mungkin mengakuimu sebagai kakak atau bosku!""Fadly, sekarang kamu sudah jatuh. Ini adalah pilihan terbaik untukmu," ujar Farel.Sementara itu, Renhad berkata dengan wajah murung, "Pak Farel, sepertinya kamu benaran ingin ikut campur urusan kami."Viola menggertakkan giginya dan menegur, "Pak Farel, sebaiknya jangan ikut campur urusan orang lain."Jesslyn tampak cemas. Dia khawatir Farel akan memerintahkan pasukannya untuk menyerang
"Aku ngerti. Aku nggak bilang kamu memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Hanya saja, kamu memang nggak perlu repot-repot."Afkar mengangguk, lalu meneruskan dengan serius, "Tentunya, kalau kamu punya niat lain hari ini, kamu bisa bergabung dengan Renhad untuk melawan kami. Nggak masalah."Begitu mendengarnya, ekspresi Farel langsung menjadi suram. Dia mendengus dengan kuat. "Pak Afkar, kali ini kamu agak keterlaluan."Barra yang berdiri di samping menggertakkan giginya dan menyahut, "Kamu bilang bergabung dengan Renhad untuk melawanmu? Pak Afkar, kamu sangat nggak tahu diri.""Pak Farel, karena Afkar begitu nggak tahu diri, untuk apa membantunya lagi? Kita bawa saja pasukan kita pergi dari sini!"Renhad pun tersenyum dingin melihat situasi yang memanas. Tadi Farel terlihat seperti ingin ikut campur. Hal ini membuat Renhad agak khawatir.Bahkan dalam hatinya, Renhad sudah menyusun rencana. Jika Farel bersikeras membantu Afkar dan Fadly, Renhad akan membawa pasukannya pergi dan melep
Daripada Afkar berjuang sampai mati untuk dirinya, Fadly lebih memilih menyerah!Saat ini, Afkar mendekati para ahli Keluarga Safira. Fadly hanya bisa menyaksikan dengan tidak berdaya.Sosok yang tegap itu kini malah terlihat kecil dan lemah. Fadly merasa terharu, tetapi dia tidak ingin Afkar mempertaruhkan nyawa untuknya.Namun, tiba-tiba terdengar suara Afkar yang lantang dan tegas. "Fadly! Ingat baik-baik! Manusia harus berjuang di kehidupannya! Kalau kehilangan keberanian sekali, kamu akan menjadi lemah untuk selamanya!"Dengan tatapan mendominasi, Afkar mengamati sekeliling. Kemudian, dia meneruskan dengan nada meremehkan, "Lagian, sekelompok orang ini cuma manusia lemah! Mereka nggak bakal bisa apa-apa!"Ucapan Afkar ini sontak membuat hati Fadly bergetar. Dia merasa darahnya bergejolak hebat.Sejak kecil, Fadly dimanjakan dan hidup dalam kemewahan. Meskipun menjadi pemimpin mafia selama bertahun-tahun, dia tidak pernah bertarung mati-matian. Dengan kata lain, Fadly belum pernah
Afkar hanya mendengus saat berhadapan dengan Melvin dan 24 ahli Keluarga Safira yang maju untuk menyerangnya. Tatapannya tajam dan dipenuhi semangat tempur yang luar biasa.Afkar mengangkat kaki kanannya yang membawa kekuatan besar, lalu sontak menginjak dengan keras. Duar .... terdengar gemuruh yang menggelegar!Pada saat yang sama, Melvin dan para ahli Keluarga Safira yang sedang maju tiba-tiba terbang ke udara dan terhempas satu per satu.Bup! Bup! Bup! Sekelompok orang itu memuntahkan darah, termasuk Melvin dan 4 ahli bela diri tingkat gulita!Seketika, terlihat kabut darah yang menyelimuti sekeliling. Begitu melihat ke tanah, terhampar retakan besar yang mengerikan seperti jaring laba-laba! Sungguh kekuatan yang mengerikan!Glek! Glek .... Semua orang hanya bisa terdiam melihat pemandangan ini. Orang-orang menarik napas dalam-dalam dan menelan ludah saking kagetnya.Buk! Buk! Buk! Para ahli Keluarga Safira terhempas dengan kuat di lantai. Suara tubuh yang jatuh ke lantai tanpa hen
"Kak ... Kak Afkar, aku ... aku adik iparmu! Kamu nggak boleh membunuh kami!" seru Viola sambil mundur ketakutan. Di saat seperti ini, dia malah memanggil Afkar dengan sebutan kakak.Afkar menatap mereka dengan tatapan tenang. Saat berikutnya, tatapannya dipenuhi ejekan. "Kalian seharusnya bersyukur karena kalian kerabat Felicia. Kalian juga harus bersyukur karena Fadly masih baik-baik saja. Kalau nggak, kalian pasti sudah mati sekarang! Pergi sana!"Setelah mendengar bentakan Afkar, Renhad sekeluarga pun bergidik ketakutan. Mereka merasa sangat lega karena selamat dari kematian. Kemudian, mereka bergegas melarikan diri. Bahkan, mereka tidak sempat menghiraukan para ahli Keluarga Safira yang terluka parah. Bawahan mereka yang berjumlah 400 hingga 500 orang itu pun hanya bisa bertatapan dengan ketakutan."Pergi sana! Bawa saudara-saudara kalian yang bodoh itu pergi juga!" perintah Afkar sambil melambaikan tangan kepada para bawahan Renhad. Mereka pun merasa lega. Beberapa yang berbaik h
"Hehehe .... Begitu Afkar melakukan perawatan, dia hanya akan mempercepat kematian Nyonya Erlin. Pada hari ketujuh, Nyonya Erlin pasti akan meninggal! Saat itu, bukan lagi soal Afkar dan Felicia yang membuat Nyonya Erlin marah sampai meninggal, tapi Afkar yang secara langsung menyebabkan kematiannya!""Kalau kalian mengatur ini dengan baik, kalian bahkan mungkin bisa membuatnya masuk penjara! Hahaha ...."Awalnya, Jovian tidak ingin menerima pekerjaan ini. Namun, setelah mengetahui bahwa keluarga Renhad ingin menjebak Afkar dan Felicia, dia setuju. Kejadian saat dia gagal menyembuhkan penyakit aneh Randy di Keluarga Suryo dan bahkan harus berlutut memohon bantuan Afkar, menjadi aib besar baginya.Jovian bersumpah untuk membalas dendam atas penghinaan tersebut.Mendengar hal ini, Jesslyn yang tadinya cemas dan marah, langsung merasa lega. Wajahnya menunjukkan ekspresi kejam dan penuh ejekan."Ternyata begitu! Jovian memang luar biasa! Kali ini, kita harus memastikan bocah itu dapat gan
Reaksi Jovian setelah melihat Afkar benar-benar membuat semua orang terkejut!Selanjutnya, dia meminta Viola untuk membantu Erlin kembali ke kamar, seolah-olah ada hal yang ingin dia sampaikan yang tidak pantas dibicarakan di depan Erlin. Dengan penuh kecurigaan, Erlin akhirnya menurut dan masuk ke rumah."Pak Jovian, apa maksud Anda? Apakah si amatir ini punya kemampuan yang lebih hebat dari Anda?" Begitu Erlin masuk, Jesslyn langsung bertanya dengan nada tidak percaya.Jovian memalingkan pandangannya beberapa kali, lalu tertawa lebar, "Kemampuan Afkar mungkin nggak lebih hebat dariku, tetapi dalam beberapa kasus penyakit yang sulit, dia mungkin punya solusi!"Sambil berkata demikian, dia tersenyum kepada Afkar, "Pak Afkar, kesehatan Nyonya Erlin semakin memburuk dan aku benar-benar nggak punya solusi yang baik. Karena Anda sudah datang untuk memeriksanya, aku serahkan Nyonya Erlin kepada Anda."Mendengar hal itu, Jesslyn langsung panik! Apa? Jovian tidak lagi menangani Erlin dan mala
"Benar, kami sudah cari Dokter Jovian untuk merawat Nenek. Nggak butuh kamu pura-pura jadi orang baik! Lagian, siapa tahu niatmu sebenarnya?" Mendengar Afkar hendak mengobati Erlin, Jesslyn langsung panik. Dia berdiri di depan Erlin dan menghardiknya sambil tertawa sinis.Viola juga ikut mencibir. "Kamu bisa obati dia? Menurutku, kamu lebih mungkin mau celakai Nenek!""Nenek, biarkan Afkar coba. Dia benar-benar bisa ilmu kedokteran. Semua obat di perusahaanku adalah racikan Afkar. Selain itu, dia juga pernah ngobatin Pak Bayu. Afkar nggak akan mencelakaimu!"Felicia yang melihat kondisi Erlin semakin lemah, merasa sangat cemas dan tidak tega. Dia pun mencoba membujuknya."Iya, Bu! Kesehatanmu lebih penting. Jangan keras kepala," ujar Harun sambil menepuk punggung tangannya."Kak, kalian nggak ngerti bahasa manusia ya? Kami sudah undang Dokter Jovian, dia itu tokoh besar di dunia kedokteran negara ini. Dia bisa bantu merawat kesehatan Ibu, Afkar yang nggak becus ini sebaiknya pergi sek
Renhad kali ini tidak ada di tempat. Bagaimanapun, dia tidak mungkin terus-menerus berada di sisi Erlin. Namun, akhir-akhir ini situasi cukup krusial, sehingga seluruh keluarga selalu memantau kondisi Erlin.Terus terang saja, mereka hanya menunggu kematian Erlin! Oleh karena itu, Jesslyn dan Viola, setidaknya salah satu dari mereka harus selalu berada di dekat Erlin.Ketika Erlin yang sedang berjemur melihat kedatangan Afkar, Felicia, dan Harun, dia tertegun sejenak. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram."Untuk apa kalian datang ke sini? Siapa yang suruh kalian datang? Pergi sana!" Dengan nada penuh kebencian, Erlin langsung mengusir keluarga putra sulungnya dengan kasar.Tatapan Erlin tertuju pada Afkar dengan dipenuhi rasa benci yang mendalam. Semua ahli Keluarga Safira terluka parah karena Afkar dan menyebabkan kerugian besar bagi keluarga mereka.Rencana mereka untuk melemahkan Felicia sepenuhnya hancur! Sejak Felicia membawa Afkar sebagai menantu pecundang, otoritas Erlin d
"Tuan Harun, Nona Felicia, apa yang kalian lakukan?" tanya seorang pngawal kepada Harun dan Felicia."Aku datang untuk menjenguk ibuku, memangnya mau ngapain lagi? Minggir!" bentak Harun yang kesal setelah dihalangi penjaga."Maaf, Tuan Harun, Nyonya Tua sudah berpesan nggak boleh biarkan keluarga kalian masuk," balas penjaga itu dengan nada dingin. Mendengar ucapannya, ekspresi Harun dan Felicia jadi muram."Kami cuma mau jenguk Nenek, memangnya nggak boleh?" tanya Felicia sambil mengernyit.Harun semakin kesal, "Kalau kalian kenal aku, minggir sana! Aku datang untuk jenguk ibuku!""Maaf, Nyonya Tua berpesan bahwa kalian bukan lagi bagian dari Keluarga Safira! Sesuai aturan, kalian nggak boleh masuk rumah ini." Penjaga itu menggelengkan kepala dan tidak berniat untuk pergi.Meskipun Harun dan Felicia berusaha membujuk dengan berbagai cara, kedua penjaga itu tetap berdiri tanpa bergerak. Harun dan Felicia kesal setengah mati. Padahal para penjaga ini tahu identitas mereka, tetapi tetap
Menjelang sore, Afkar membawa Shafa ke perusahaan farmasi untuk menjemput Felicia pulang kerja. Melihat gadis kecil itu, Felicia langsung mengerutkan alisnya. "Afkar, Shafa kenapa ini? Siapa yang buat dia sedih?"Wajah mungil Shafa terlihat jelas baru saja menangis."Bibi ...." Meskipun Shafa masih agak marah pada Afkar, dia tetap mengatupkan bibirnya dan menyapa dengan sopan ketika melihat Felicia."Shafa yang manis! Ceritakan sama Bibi, apa yang terjadi?" Felicia mendekat, mengangkat Shafa, dan bertanya dengan nada penuh kasih sayang.Melihat wajah mungil Shafa yang berlinang air mata dan bibir cemberut saat menyapa, hati Felicia hampir meleleh. Dia merasa Shafa sangat menggemaskan dan membuat Felicia merasa ingin melindunginya."Jangan pedulikan dia, anak kecil ini lagi ngambek." Afkar melambaikan tangannya dengan nada sedikit kesal."Shafa seimut ini, mana mungkin dia ngambek? Afkar, mengurus anak itu perlu kesabaran! Kalau kamu nggak sabar, biar Shafa tinggal sama aku saja!"Felic
Pada saat itu, ponsel David berdering. "Pak Noah!" David segera mengangkatnya dan menyapa dengan hormat."Kamu sudah singkirkan Afkar belum?" Suara Noah terdengar dingin di seberang telepon.Mendengar hal itu, David menjawab dengan nada gugup, "Belum ... belum, Pak Noah.""Nggak berguna! Benar-benar nggak berguna! Bukannya kamu sudah dapatkan Jimat Pencabut Nyawa itu? Kenapa sampai sekarang masih belum bunuh si berengsek itu?" Noah mengumpat dengan nada penuh amarah."Pak Noah ... aku ... aku nggak yakin apakah jimat itu asli atau nggak! Kalau ternyata palsu, aku ...." David menjawab dengan wajah penuh kesulitan.Meskipun dia sudah memastikan dari Keluarga Samoa bahwa jimat itu memang memiliki gelombang energi dan dia juga sudah bertanya pada Sahira, David yang pengecut ini tetap tidak berani mengambil risiko."Kamu mati saja! Dasar nggak berguna! Aku sekarang curiga, jangan-jangan kamu menelan uangku dan sebenarnya nggak pernah memenangkan jimat itu!" tuding Noah dengan suara penuh k
Afkar tampak muram menatap Shafa yang berlari mendekati Freya. Dia ragu sejenak, tetapi akhirnya tidak menghalanginya. Saat ini, mencegah Shafa agar tidak berinteraksi dengan Freya hanya akan memperburuk keadaan!"Shafa, anak baik! Kamu rindu Mama, nggak?" tanya Freya sambil membuka tangannya dan menatap Shafa.Swush!Saat itu juga, sebuah pot bunga tiba-tiba jatuh dari langit! Dari kecepatan dan lintasan jatuhnya, kemungkinan besar pot itu akan mengenai Shafa.Ekspresi Afkar berubah dan dia langsung ingin melindungi putrinya. Namun, reaksi Freya ternyata lebih cepat daripada Afkar. Dia buru-buru berlari ke arah Shafa, meraih dan memeluk anak itu untuk melindunginya.Swush!Disertai suara angin yang menderu, pot bunga itu hampir saja menghantam kepala Freya.Saat itu, Freya memejamkan matanya. Batinnya diliputi pergolakan, tetapi akhirnya dia menggertakkan gigi dan tetap tidak bergerak. Dia tahu, ini hanyalah pot bunga kosong!Jika pot itu menghantamnya, paling parah dia hanya akan men
"Oke. Aku juga ingin tahu apa yang ingin kamu bicarakan," sahut Afkar.Freya memandang Afkar dengan tatapan agak rumit. Kemudian, dia berjalan di depan.Afkar mendengus, lalu membawa Shafa dengannya. Dia ingin tahu apa yang ingin dilakukan wanita ini.Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sekitar TK Asri, di sebuah kompleks perumahan tua berlantai enam.Entah Freya sengaja menjauh agar tidak menjadi bahan gosip atau karena ada alasan lain."Mau bilang apa? Langsung saja ke intinya," ucap Afkar dengan ekspresi datar. Dia menggenggam tangan Shafa dan berdiri bersama Freya di depan gedung."Afkar, tolong beri aku satu kesempatan lagi ya? Beberapa hari lalu, aku baru sadar aku nggak bisa hidup tanpamu dan Shafa. Aku selalu memikirkan kalian di siang hari dan memimpikan kalian di malam hari."Freya terisak-isak. Matanya berkaca-kaca. Kemudian, dia berjongkok dan hendak meraih tangan Shafa. "Shafa, apa kamu rindu Mama?"Afkar langsung menarik Shafa ke belakangnya dan menegur dengan dingin,