Arjuna dan Kinanti langsung mencecar Aliando dengan pertanyaan tentang apa yang barusan dia bicarakan di dalam.Aliando pun menceritakannya dengan jujur.Arjuna dan Kinanti agak terkejut saat mendengar bahwa ternyata Alex bekerja sama dengan Dion. Mereka berdua membujuk Aliando untuk bercerai dengan Nadine dengan iming-iming harta kekayaan. Tapi yang membuat mereka berdua tetap kesal dengan Aliando adalah karena Aliando berkata dengan percaya dirinya jika perusahaan keluarga mereka akan baik-baik saja setelah pemutusan kerja sama itu. Padahal, mereka sedang kebelingsatan bukan main. Diwaktu bersamaan, Arjuna bertambah kesal karena pertemanannya dengan Handoko jadi hancur lebur. Mereka berdua juga sudah muak mendengar Aliando yang bicara omong kosong soal perusahaan kepada mereka, yang pasti akan membuat harga diri keluarga mereka jadi semakin jatuh ke dalam jurang. Keluarga mereka pasti akan kembali menjadi bahan cemoohan karena perbuatan menantu mereka yang tidak berguna itu.Tap
Aliando dan Nadine saling berpandangan, sebelum akhirnya memutuskan berjalan ke sana. Nadine tersentak kaget saat mendapati kondisi Dimas yang kini penuh dengan perban. Dia terpelongo untuk beberapa saat sebelum kemudian menghembuskan nafas kasar. Dimas pantas mendapatkannya. Siapa suruh dia mencari gara-gara duluan dengan Aliando?Nadine juga diam-dima malah merasa senang karena Aliando tidak akan bisa ditindas seperti dulu lagi. Sementara Aliando memasang tampang wajah datar. Malah menyeringai saat melihat kondisi terkini mukanya Dimas. Ternyata lukanya udah diobati. Bagus lah kalau begitu. Gumam Aliando agak terkekeh. Lucu saja baginya saat melihat bocah sombong itu berakhir mengenaskan. Arjuna melotot. "Lihat! Ini ulahmu?! Kamu yang udah buat Dimas jadi seperti Ini?!" Arjuna berseru sambil menunjuk Dimas. Aliando melirik ke arah yang dimaksud Ayah mertuanya, kemudian mengangguk, menunjukan sikap santai. Seakan dia tidak terlalu peduli dengan kemarahan yang sedang ditunjuk
Aliando berdecih, memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.Mendongakan kepala tinggi-tinggi, menatap orang-orang yang ada di hadapannya tanpa terlihat gentar sedikit pun. "Kenapa aku yang harus meminta maaf sama dia, Pa?" Aliando malah balik bertanya. Melirik ke arah Dimas sebentar sebelum kembali menatap Arjuna dengan ekspresi wajah datar. Arjuna melotot begitu mendengarnya. Juga Kinanti. Kini mereka berdua semakin heran dengan Aliando karena dia sudah mulai berani membangkang sekarang. Berbeda dengan dirinya yang dulu."Tinggal nurut dengan perintah Papamu apa susahnya sih, Al. Tinggal melakukan apa yang diperintah sama Papamu kenapa sih? Tidak usah membangkang. Jangan buat kesabaran kami habis ya!" Kinanti berseru sambil menuding muka Aliando. "Kamu sudah mengacaukan semuanya tadi. Jadi jangan banyak tingkah. Lakukan perintah Papa sekarang. Cepat!" Tambah Arjuna. Masih mendesak Aliando. Aliando mendecakan lidahnya, tidak sudi dia meminta maaf kepada Dimas, karena dia t
Kemudian, Aliando merogoh saku celana dan mengeluarkan kunci mobilnya Dimas dari dalam sana."Oh ya ...ini kunci mobilmu, Dim ...makasih ya karna kamu udah mau meminjamkan mobil untukku ..." Aliando menyeringai sambil melemparkan kunci mobil itu dengan sembarang ke arah Dimas. Kunci mobil itu terjatuh di samping Dimas. Dimas langsung menggeram. Sikap Aliando kini jadi semakin menjadi-jadi. Tidak ada takut-takutnya sama sekali. Arjuna dan Kinanti melotot. Tidak seharusnya Aliando bersikap demikian kepada Dimas.Mereka berdua sedang berusaha mati-mati an, supaya hatinya Dimas melunak, tapi Aliando malah menyulut emosi Dimas lagi. ARG! Terserah si sampah itu lah! Mereka sudah capek! Mereka sudah tidak urus! Mereka sudah capek dan setres! "Oh ya ...aku enggak takut kok kalau seandainya kamu mau adukan hal ini sama Papa kamu, Dim. Adukan saja. Silahkan saja. Aku tunggu ya." Aliando kembali menyeringai.Hal itu membuat Dimas mengerjap. Mencerna dalam waktu sepersekian detik. Kemudia
Aliando menggeram, ekspresi wajahnya mendadak jadi serius, seketika itu otot-ototnya juga langsung menegang. Aliando langsung merasa tak karuan, dia memutuskan menghubungi nomor baru itu dengan tidak sabaran. Tak butuh waktu lama untuk sang pemilik nomor baru itu mengangkat panggilannya. "Jangan coba bermain-main denganku kau ya. Jangan coba-coba kau sentuh istriku barang sehelai rambut sedikit pun! Atau ...aku akan menghabisimu!""Tenang-tenang, Bung. Jangan emosi dulu. Tahan dulu. Kita ...bisa bicara baik-baik."Kedua alis Aliando bertaut saat mendengarnya. Si berengsek ini menyuruhnya untuk tenang? Saat mengetahui istrinya diculik? Aliando mendecakan lidahnya. Tenang-tenang pala kau peang! Jelas saja dia akan gelisah, bergerak dengan cepat untuk menyelamatkan sang istri, dia juga tidak akan kasih ampun pada orang yang telah menculik istrinya, apalagi jika sampai terjadi apa-apa dengannya. "Jika kau ingin istrimu tidak kami apa-apakan...datang lah ke lokasi yang akan aku ki
"Cepat juga ya kau datang." Kata salah satu dari mereka sambil tergelak. Aliando menoleh ke arah lelaki yang baru saja bicara itu. Menatapnya dengan tajam. Dia ingat betul dengan suara itu. Suaranya orang itu sangat mirip dengan yang tadi menelfon dirinya. Sepertinya orang itu lah yang tadi menelfon dirinya.Aliando juga bergantian menatap yang lainnya, dengan emosi yang secara perlahan mulai bangkit. Pasti dari mereka semua yang telah membuat Nadine seperti itu. Tapi Aliando tidak mempedulikan mereka, perhatiannya kini terfokus pada Nadine yang tengah mengisyaratkan kalau dirinya minta segera dilepaskan dari tali yang tengah mengikat tubuhnya dan lakban yang membekap mulutnya. Tanpa pikir panjang, Aliando bergegas menghampiri Nadine. Aliando agak waspada dengan enam laki-laki itu, tapi dari mereka tidak ada yang bergerak sama sekali saat dirinya sedang berjalan menghampiri Nadine. Ah, bagus lah. Sepertinya mereka memang hanya mau menggunakan Nadine sebagai umpan. Jelas dalang
Aliando menghembuskan nafas kasar. "Bukan begitu ...aku mengakui ...kalau Nona memiliki kemampuan bela diri yang bagus...aku tahu betul sejak kecil pasti Nona sudah berlatih bagimana caranya menjadi wanita tangguh."Bukannya senang mendapat pujian dari Aliando, Raisa malah jadi tambah kesal. Karena Raisa sudah terlanjur benci dengan Aliando.Itu sebabnya, apa pun yang dikatakan oleh lelaki itu, akan selalu salah di matanya. Mungkin sampai dirinya berhasil membalaskan perbuatan Aliando yang dilakukan kepada Ayahnya dulu, baru, dia akan melunak. "Cih. Aku enggak butuh pujian darimu!" Aliando mengedikan bahunya. Juga tidak peduli melihat respon Raisa. Yang penting, dia sudah bicara apa adanya. Jujur. "Seharusnya kita itu udah impas bukan, Nona? Bahkan, Ayah Nona yang lebih duluan memukuli Ayahku sampai masuk rumah sakit." "Itu karna Ayahmu berhutang sama Ayahku! Kalau enggak, mana mungkin Ayahku menyuruh anak buahnya untuk mengajar Ayahmu!" Sela Raisa. "Tapi, aku tidak terima
Disaat Raisa tengah dilanda kegelisahan dikarenakan sehabis menerima panggilan dari Ayahnya, Aliando memutuskan balik badan dan berjalan menghampiri Nadine. "Kamu...beneran enggak apa-apa, sayang?" Aliando mengamati Nadine dari atas sampai bawah. "Sebelum aku datang ke sini, mereka enggak ngapa-ngapain kamu, kan?" Tanya Aliando lagi. Hendak memastikan.Nadine menggeleng. Tersenyum. "Aku enggak apa-apa kok. Mereka cuma nyekap aku, terus mereka membawa aku ke sini, terus tubuhku diikat dan mulutku ditempelin lakban. Udah. Hanya itu aja. Mereka enggak sampai ngapa-ngapain aku yang gimana-gimana sih." Jelas Nadine. Aliando boleh merasa lega sebab Nadine tidak sampai diapakan-apakan oleh mereka. Ternyata ucapan Raisa memang benar adanya jika dia hanya menggunakan Nadine sebagai pancingan agar dirinya datang ke sini. Kalau seandainya sampai ada luka atau pun terjadi sesuatu pada Nadine, maka, Aliando tidak akan segan-segan membereskan orang-orang yang terlibat dalam penculikan Nadin