"Dari awal, dari pas kejadian di resto, pada saat kamu mengajak Nadine untuk ikut bareng mobil kamu, aku udah mulai mencurigai gelagatmu. Mencurigai rencana busukmu. Aku tahu, kalau kamu mungkin memang mau mendekati Nadine dan bahkan mau merebut Nadine dariku. Tapi, aku masih memantau gerak-gerikmu. Masih mau tau aja...sejauh mana rencanamu mau merebut Nadine dariku. Dan ketika kamu melamar Nadine? Jelas, aku udah marah besar dan ketika kamu memfitnah Nadine? mengatai Nadine pelacur? Wah, jangan tanya, semarah apa aku setelah itu!" Aliando bicara tepat di wajah Aliando dengan urat yang terlihat menegang di leher dan wajahnya. "Dan...jadi lah aku menghajarmu begini!" Lanjutnya. Ruangan jadi lengang. Mendadak sunyi senyap. Hanya menyisakan suara Aliando saja yang masih dipenuhi amarah yang membara. Semua tatapan semua orang juga tengah terarah kepada Aliando yang saat ini sedang mengancam Marchel."Cih! Tadi, kamu berkata manis sama Nadine sampai mau muntah aku dengarnya. Tapi, setela
Marchel yang mendapatkan tatapan nanar dari Nadine, buru-buru menundukan kepala.Ngeri juga tatapan Nadine saat ini. Batin Marchel. "Baik lah. Aku akan maafin kamu, Chel." Nadine baru bicara dengan nada dingin sambil melipat tangan di depan dadanya. Tersenyum. Tentu saja, itu adalah senyuman palsu. Marchel mendongak, mencerna sepersekian detik sebelum kemudian berkata. "Makasih, Nad. Makasih banyak karna kamu udah mau maafin aku. Sekali lagi, aku minta maaf ya sama kamu dengan apa yang aku katakan sama kamu tadi dan sampai mengatai kamu pelacur. Aku enggak bermaksud menyakitimu. Aku lagi emosi saja. Makanya, aku sampai bilang hal itu sama kamu." Nadine menghela nafas. Mengangkat sebelah alisnya, lantas mangguk-mangguk. "Kamu tahu, Chel? Betapa sakitnya aku saat dikatai seperti itu. Saat dengar kamu fitnah aku yang enggak-enggak. Yang katanya aku tidur dengan laki-laki lain lah untuk memuaskan hasratku dan para Boss-Boss? Padahal, aku enggak merasa melakukan hal itu sama sekali! Em
Marchel mendongak, terdiam sebentar, lantas memejamkam mata kuat-kuat.Kenapa semuanya jadi kacau begini sih? Kenapa situasinya jadi rumit begini sih?Sial! "Oke! Baik lah!" Marchel berteriak karena kesal. Dia sudah mulai jengah. Sudah mulai lelah dengan semua ini. Namun, bodohnya, dia masih saja mencari cara untuk dapat membalas Nadine dan Aliando. "Aku akan bilang sama semua orang yang ada di sini kalau semua apa yang aku katakan tentang kamu tadi itu semuanya bohong!" Marchel berusaha bangkit berdiri dengan susah payah. Lantas, menatap semua orang. "Iya. Aku berbohong soal apa yang Aku katakan tadi itu. Aku sengaja memfitnah Nadine karna tadi aku lagi emosi! Aku lagi kalut! Gara-gara Nadine menolak lamaranku!" Marchel menjelaskan kepada semua orang yang ada di sana dengan pandangan ke mana-mana. Tentu saja dia tengah merasakan malu luar biasa setelah mengakui perbuatannya. Semua orang geleng-geleng kepala setelah itu. Jelas mereka tidak langsung percaya. Mereka juga sudah meneb
"Sin-sintia..." Ucap Marchel dengan suara terbata sambil menunjuk perempuan yang ternyata bernama Sintia. Sintia adalah tunangannya. Namun hubungan mereka terjadi karena perjodohan orang tua mereka masing-masing.Ya, Marchel juga bisa dikatakan sebagai playboy kelas kapap. Dia tidak mempedulikan perasaan Sintia sama sekali ketika dia berencana mau melamar Nadine. Bisa dibilang, dia akan lebih memilih Nadine daripada Sintia. Dia tinggal memutuskan hubungan dengan Sintia saja nanti jika Nadine menerima lamarannya. Masalah beres. Dia sudah percaya diri sekali jika sebelumnya dia bisa mendapatkan Nadine. Tapi yang terjadi tidak demikian. Marchel masih sibuk dengan pikirannya, bertanya-tanya, ada gerangan apa sampai Sintia datang ke acara reuni ini? Tiba-tiba saja dia malah mendapat tamparan keras dari Sintia. Untuk yang kedua kalinya, Marchel ditampar seorang perempuan dalam waktu yang berdekatan. Double kill! Ohooohhh! Pasti sakitnya itu double-double karena bercampur dengan t
Sintia menatap ke arah Nadine untuk beberapa saat sebelum kemudian pandangannya beralih menatap sosok lelaki yang berdiri di sampingnya. Sintia tersentak kaget saat melihat mereka berdua bergandengan tangan.Untuk menjawab rasa penasaranya, serta keingintahuannya tentang apa yang tadi terjadi, perempuan itu lalu berjalan ke arah mereka berdua. Sintia menghela nafas lebih dulu sebelum berkata. "Maaf sebelumnya...jadi kamu yang tadi dilamar sama Marchel?" Tanya Sintia dengan nafas yang memburu. Kedua matanya juga sudah basah oleh air mata. Hendak memastikan. "Iya." Jawab Nadine seraya mengangguk setelah terdiam sebentar.Sintia menghela nafas lagi. "Tolong jelasin sama aku-" Sintia sedang kalut bukan main. Dia tidak bisa berkata-kata lagi. Dia ingin segera mendengar penjelasan dari Nadine. Nadine lalu menjelaskan kronologi kejadian dari awal sampai akhir. Berharap tunangannya Marchel ini tidak salah paham dan mungkin sudah berfikir yang tidak-tidak kepada dirinya.Penjelasan Nadine
"Jadi kamu yang sudah membuat Marchel seperti itu?!" Tanya Pak Hendra dengan rahang mengeras kepada Aliando sambil menunjuk Marchel. Aliando balas menatap Pak Hendra untuk beberapa saat sebelum akhirnya menjawab. "Iya. Memangnya kenapa, Pak?" Jawab Aliando dengan nada dingin. Tak terlihat takut sama sekali. Padahal pemilik hotel itu tengah menatapnya tajam. Mukanya juga merah padam.Pak Hendra menghela nafas. "Kamu tidak tahu siapa, Marchel? Marchel itu adalah keponakan saya. Dan kamu tidak tahu siapa saya? Saya adalah pemilik hotel ini. Berani sekali kamu membuat Marchel seperti itu! Berani sekali kamu menghajar keponakan sampai babak belur begitu?!" Ucap Pak Hendra sambil menggeram marah. Melotot. Sorot kedua matanya juga tajam. Syarat akan kemarahan yang terpancar jelas dari sana.Aliando mencerna sepersekian detik saat mendapati pemilik hotel yang ada di depannya ini marah-marah. Lantas dia tergelak. "Apakah Bapak tidak ingin mengetahui alasan kenapa saya menghajar keponaka
Semua kepala tertoleh ke arah seseorang yang baru saja masuk itu. Ternyata yang datang adalah Presdir showroom mobil mewah terkenal yang ada di Jakarta. Tempat Aliando membeli sport car Lambonya beberapa hari yang lalu.Kedatangan Presdir itu atas permintaan Aliando untuk membantunya jika orang-orang masih kolot karena Aliando pikir, kejadiannya tidak seperti ini, semua orang akan mengesalkan semua, tidak ada yang mendukungnya. Maka, dia harus menunjukan sesuatu supaya bisa membungkam mulut mereka semua. Tapi setelah kejadian ini, setelah ada beberapa orang yang malah mendukungnya, hal itu agak tidak berarti. Tapi tak apa lah. Marchel dan para pendukungnya harus dihajar habis-habis san. Biar kapok. Sekalian dia ingin membuat mulut-mulut mereka semua ternganga. Pasti mereka akan shock berat setelah mengetahui kalau suami dan menantu sampah seperti dirinya itu bisa membeli sport car Lambo seharga 23 miliar. Presdir showroom itu tidak datang sendiri, melainkan bersama Sinta. Sales Gi
Saat keduanya sudah berada di dalam mobil, Aliando tidak kunjung menjalankan mobilnya. Nadine menoleh. Dahinya berkerut. Kenapa Aliando tidak kunjung menjalankan mobilnya? Keduanya malah bersitatap untuk beberapa saat, seakan sefrekuensi, lantas keduanya saling mendekatkan tubuh masing-masing dan kemudian kembali berciuman. Melanjutkan ciuman yang terasa sebentar sekali saat di dalam lift tadi.Kini nafas keduanya tengah memburu, bersamaan dengan terdengar bunyi misterius yang dihasilkan dari pertemuan antara mulut mereka yang tengah saling beradu dan erangan yang kali ini terdengar lebih menggila.Tangan mereka juga langsung menyentuh satu sama lain, mengiringi adegan berciuman yang sedang mereka berdua lakukan saat ini dengan mesra.Selang beberapa saat, mereka berdua menjeda ciuman sejenak. Kemudian, saling tatap. "Bibir kamu manis banget. Buat aku kecanduan." Ucap Aliando. Tersenyum. Sehabis mengatakan hal itu, Aliando kembali hendak mendaratkan bibir di bibir Nadine, melanj
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa