Namun kening Aliando mendadak berkerut saat melihat Nadine yang kelihatannya sedang melamun.Aliando menghela nafas. Sudah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh istrinya. "Kenapa? Kamu masih memikirkan soal aku yang mendapatkan uang dari mana yang aku gunakan untuk membeli mobil Lambo itu? Soal David?" Tanya Aliando. Nadine baru tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara Aliando, kemudian menatap Aliando untuk beberapa saat, lantas mengangguk. Nadine menghela nafas. "Kamu sebenarnya dapat uang sebanyak itu dari mana sih, Al? Habis dapat rejeki nomplok apa? Kok banyak banget. Sampai miliar an loh. Sampai-sampai kamu bisa membeli Lambo seharga 23 miliar." Nadine geleng-geleng kepala. Nampak frustasi. Aliando terdiam sebentar, berfikir. "Maaf ya, sayang. Aku belum bisa cerita soal hal ini sama kamu. Tapi yang pasti, aku akan bercerita kalau waktunya udah tepat. Tapi, aku berjanji, aku enggak akan buat kamu malu lagi. Aku enggak akan jadi suami dan menantu sampah lagi. Mulai s
Tentu saja. Gairah kelakiannya Aliando mendadak bangkit beserta pistol airnya saat disuguhi pemandangan seorang perempuan mengenakan lingeri seksi. Apalagi yang mengenakannya adalah istrinya sendiri yang baru pertama kali ini Aliando melihatnya mengenakan pakaian seperti ini selama dua tahun lamanya. "Sayang...wah...aku enggak nyangka...ternyata kamu se agresif ini ya." Aliando sedikit terkejut dan suaranya telah bercampur dengan sedikit desahan karena posisi Nadine yang sedang duduk di atas perutnya yang membuat gairahnya langsung berada di ujung tanduk. Juga keagresifan yang tengah ditunjukan oleh istrinya. Aliando pikir, Nadine akan malu-malu saat tiba di dalam kamar.Aliando pikir, mereka berdua juga akan saling kikuk karena baru kali ini bercinta setelah dua tahun lamanya. Nadine malah menempelkan jari telunjuknya di bibir Aliando, menyuruhnya diam sambil mendesis. "Husttt...diam lah, Mas. Kamu tau, kan? Aku udah enggak sabar ingin segera bercinta denganmu. Kamu tahu? Udah lam
Aliando mendecakan lidahnya saat menyadari bahwa ternyata adegan panas bercinta dengan istrinya yang semalam itu hanya lah mimpi. Dirinya mimpi basah. Tidak bercinta beneran. Tapi rasanya seperti kenyataan. Bahkan, masih terngiang dengan jelas adegan tubuh mereka berdua yang saling bertemu dan menyatu hingga saat ini.Aliando mendadak berfikir. Kenapa tadi malam mereka tidak jadi bercinta? Kenapa Nadine tidak memberinya kabar lagi? Padahal, Nadine sendiri yang bilang jika dia akan mengabari dirinya setelah memastikan jika Mama dan Papanya benar-benar sudah tertidur. Aliando menghembuskan nafas kasar setelah menyadari bahwa apa yang akan mereka berdua lakukan tadi malam itu berakhir gagal. Aliando baru ingat kalau tadi malam dia juga ketiduran karena menunggu Nadine yang tidak kunjung ada kabarnya dan karena mungkin saking bersemangatnya, bahkan, dia sampai harus mimpi basah. Argh! Namun Aliando tidak bisa berlama-lama memikirkan hal itu, pasalnya dirinya harus segera beranjak dar
Kinanti dan Arjuna agak heran saat mendapati Nadine yang nampak tidak antusias saat mereka menyinggung soal perceraian. Seharusnya Nadine bersemangat dan bahagia karena setelah ini dia akan segera terbebas dari suaminya yang hanya bisa membuatnya malu itu. Tapi ini justru sebaliknya. Padahal mereka berdua juga tahu jika anaknya itu tidak mencintai suaminya.Kalau pun jika Nadine sampai jatuh cinta dengan Aliando, mereka tidak akan setuju dan tidak merestuinya."Ma...Pa...apa sih yang membuat Mama dan Papa enggak suka sama Aliando?" Tanya Nadine sambil melipat tangan di depan dada. Ingin mendengar alasan kedua orang tuanya membenci Aliando. Sebenarnya dia sudah tahu jawabnnya. Namun dia hanya ingin memastikannya saja."Kamu masih tanya soal hal itu sama Mama dan Papa, Ndin? Kan semuanya udah jelas. Karena dia itu miskin. Dia hanya hidup dengan Ayahnya yang juga enggak berguna itu. Sukanya mabuk-mabuk an. Foya-foya. Berjudi. Udah tahu miskin, tapi masih aja enggak tahu diri. Enggak mau
Aliando tersenyum sambil memandangi jemari lentik Nadine yang kini tengah meraba-raba dada bidang dan perut sispacknya. "Sekarang tubuh ini udah jadi milikmu sayang. Kamu bebas mau ngapain aja...termasuk...yang dibawah sana...yang udah bangun tuh dari tadi..." Jawab Aliando sambil melirik ke arah pistol airnya yang sudah mengeras dengan sempurna. Sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan mahkotanya Nadine, bergerak-gerak di dalam sana, yang bisa memberikan kenikmatan. Nadine jadi tersipu malu saat ikutan melirik ke arah sesuatu yang katanya sudah bangun. Benar saja. Telah bangun dan berdiri tegak sempurna. Membuat gairahnya Nadine seketika itu jadi tambah tidak bisa dikendalikan lagi. Rasa penyesalan mendadak menggelanyuti diri Nadine karena dia baru mau menerima Aliando sekarang. Seharusnya dari dulu. Namun Nadine bersyukur karena dia dan Aliando belum sampai bercerai. Sehingga tidak akan ada rasa penyesalan yang berlarut-larut jika seandainya dia mulai mencintai Aliando, namu
Malam harinya. Sekitar pukul delapan. Nadine meminta Aliando untuk mengantar dirinya menemui Alex di sebuah resto. Sebelumnya Nadine sudah mengabari Alex jika dirinya hendak bertemu dengannya. Nadine segera bertindak cepat hari itu juga saat mendapatkan tugas dari Pamannya untuk segera melaksanakannya. Melihat Nadine dan Aliando yang hendak pergi, Kinanti bergegas menghampiri mereka, dia mau memperingati Aliando dulu."Mama peringati sama kamu ya, Al untuk jangan coba-coba kamu mengacaukan semuanya. Awas aja kalo kamu sampai mengacaukan pertemuan mereka berdua. Kalau kamu sampai ikut campur dengan urusan mereka berdua, maka, Mama akan segera memisahkan kalian berdua!" Ancam Kinanti dengan nada berapi-api. Nadine tersentak begitu mendengarnya. Dia tak menyangka jika Mamanya akan mengancam seperti itu. Sementara Aliando mangguk-mangguk. Menghela nafas. Lantas mengiyakan peringatan dari Sang Ibu mertua. Tapi dia tidak bisa janji kalau seandainya ada hal-hal yang terjadi diluar bata
Nadine memicingkan pandangan ke arah Alex sambil melihat tangan di depan dada. Feelingnya tepat sasaran. Tidak melesat. Pasti ada apa-apanya dibalik kalimat Alex. Apalagi Alex terlihat tidak berfikir dulu saat dirinya menyinggung masalah tadi. "Loh? Kok jadi gitu sih, Lex? Apa-apaan coba kamu!" Nadine mendengus. Kini Nadine jadi agak cemas. Bisa-bisa dia akan dimarahi oleh Pamannya jika sampai gagal mendapatkan uang 50 miliar. Tidak hanya dari Pamannya saja. Pasti semua anggota keluarganya akan menyalahkan dirinya.Tapi dia tidak mau jika harus menuruti syarat yang diberikan Alex. Dia lebih baik tidak mendapatkan pinjaman dari keluarganya Alex, dimarahi oleh anggota keluarganya, daripada harus bercerai dengan Aliando dan menikah dengan Alex. "Ayo lah, Ndin! Syaratnya mudah banget, bukan? Masa, kamu enggak mau menikah sama aku sih? Semua perempuan di luar sana itu ingin berlomba-lomba menikah sama aku loh, Ndin. Tapi aku enggak mau sama mereka karena aku cuma maunya menikah sama ka
Setelah kepergian Aliando dan Nadine, Alex segera menghubungi Dion untuk mengabarkan jika rencananya tidak berhasil. Tentu saja dengan perasaan dongkol. Tak butuh waktu lama untuk Dion menerima panggilan dari Alex, ketika panggilan terhubung, suara Dion di sebrang sana langsung terdengar bersemangat, pasti Dion mengira rencana mereka berdua akan berjalan lancar jaya. Hal itu membuat Alex jadi terlihat tambah menyedihkan. "Gimana, Lex? Semuanya berjalan dengan lancar, kan? Aman? Nadine mau menerima syarat yang kamu berikan itu, kan?"Cercaan pertanyaan dari Dion juga membuat suasana hati Alex seketika itu jadi tambah memburuk."Gagal lagi rencana kita, Bang. Enggak berhasil. Nadine enggak mau nerima syarat yang aku berikan. Nadine langsung nolak." "Apa?! J-jadi Nadine enggak mau menuruti syarat yang kamu berikan?!" Suara Dion melengking dengan keras di sebrang sana yang membuat Alex harus menjauhkan ponsel dari telinga sejenak sebelum akhirnya menempelkan di telinganya lagi. "Iya,
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa