Marchel yang mendapatkan tatapan nanar dari Nadine, buru-buru menundukan kepala.Ngeri juga tatapan Nadine saat ini. Batin Marchel. "Baik lah. Aku akan maafin kamu, Chel." Nadine baru bicara dengan nada dingin sambil melipat tangan di depan dadanya. Tersenyum. Tentu saja, itu adalah senyuman palsu. Marchel mendongak, mencerna sepersekian detik sebelum kemudian berkata. "Makasih, Nad. Makasih banyak karna kamu udah mau maafin aku. Sekali lagi, aku minta maaf ya sama kamu dengan apa yang aku katakan sama kamu tadi dan sampai mengatai kamu pelacur. Aku enggak bermaksud menyakitimu. Aku lagi emosi saja. Makanya, aku sampai bilang hal itu sama kamu." Nadine menghela nafas. Mengangkat sebelah alisnya, lantas mangguk-mangguk. "Kamu tahu, Chel? Betapa sakitnya aku saat dikatai seperti itu. Saat dengar kamu fitnah aku yang enggak-enggak. Yang katanya aku tidur dengan laki-laki lain lah untuk memuaskan hasratku dan para Boss-Boss? Padahal, aku enggak merasa melakukan hal itu sama sekali! Em
Marchel mendongak, terdiam sebentar, lantas memejamkam mata kuat-kuat.Kenapa semuanya jadi kacau begini sih? Kenapa situasinya jadi rumit begini sih?Sial! "Oke! Baik lah!" Marchel berteriak karena kesal. Dia sudah mulai jengah. Sudah mulai lelah dengan semua ini. Namun, bodohnya, dia masih saja mencari cara untuk dapat membalas Nadine dan Aliando. "Aku akan bilang sama semua orang yang ada di sini kalau semua apa yang aku katakan tentang kamu tadi itu semuanya bohong!" Marchel berusaha bangkit berdiri dengan susah payah. Lantas, menatap semua orang. "Iya. Aku berbohong soal apa yang Aku katakan tadi itu. Aku sengaja memfitnah Nadine karna tadi aku lagi emosi! Aku lagi kalut! Gara-gara Nadine menolak lamaranku!" Marchel menjelaskan kepada semua orang yang ada di sana dengan pandangan ke mana-mana. Tentu saja dia tengah merasakan malu luar biasa setelah mengakui perbuatannya. Semua orang geleng-geleng kepala setelah itu. Jelas mereka tidak langsung percaya. Mereka juga sudah meneb
"Sin-sintia..." Ucap Marchel dengan suara terbata sambil menunjuk perempuan yang ternyata bernama Sintia. Sintia adalah tunangannya. Namun hubungan mereka terjadi karena perjodohan orang tua mereka masing-masing.Ya, Marchel juga bisa dikatakan sebagai playboy kelas kapap. Dia tidak mempedulikan perasaan Sintia sama sekali ketika dia berencana mau melamar Nadine. Bisa dibilang, dia akan lebih memilih Nadine daripada Sintia. Dia tinggal memutuskan hubungan dengan Sintia saja nanti jika Nadine menerima lamarannya. Masalah beres. Dia sudah percaya diri sekali jika sebelumnya dia bisa mendapatkan Nadine. Tapi yang terjadi tidak demikian. Marchel masih sibuk dengan pikirannya, bertanya-tanya, ada gerangan apa sampai Sintia datang ke acara reuni ini? Tiba-tiba saja dia malah mendapat tamparan keras dari Sintia. Untuk yang kedua kalinya, Marchel ditampar seorang perempuan dalam waktu yang berdekatan. Double kill! Ohooohhh! Pasti sakitnya itu double-double karena bercampur dengan t
Sintia menatap ke arah Nadine untuk beberapa saat sebelum kemudian pandangannya beralih menatap sosok lelaki yang berdiri di sampingnya. Sintia tersentak kaget saat melihat mereka berdua bergandengan tangan.Untuk menjawab rasa penasaranya, serta keingintahuannya tentang apa yang tadi terjadi, perempuan itu lalu berjalan ke arah mereka berdua. Sintia menghela nafas lebih dulu sebelum berkata. "Maaf sebelumnya...jadi kamu yang tadi dilamar sama Marchel?" Tanya Sintia dengan nafas yang memburu. Kedua matanya juga sudah basah oleh air mata. Hendak memastikan. "Iya." Jawab Nadine seraya mengangguk setelah terdiam sebentar.Sintia menghela nafas lagi. "Tolong jelasin sama aku-" Sintia sedang kalut bukan main. Dia tidak bisa berkata-kata lagi. Dia ingin segera mendengar penjelasan dari Nadine. Nadine lalu menjelaskan kronologi kejadian dari awal sampai akhir. Berharap tunangannya Marchel ini tidak salah paham dan mungkin sudah berfikir yang tidak-tidak kepada dirinya.Penjelasan Nadine
"Jadi kamu yang sudah membuat Marchel seperti itu?!" Tanya Pak Hendra dengan rahang mengeras kepada Aliando sambil menunjuk Marchel. Aliando balas menatap Pak Hendra untuk beberapa saat sebelum akhirnya menjawab. "Iya. Memangnya kenapa, Pak?" Jawab Aliando dengan nada dingin. Tak terlihat takut sama sekali. Padahal pemilik hotel itu tengah menatapnya tajam. Mukanya juga merah padam.Pak Hendra menghela nafas. "Kamu tidak tahu siapa, Marchel? Marchel itu adalah keponakan saya. Dan kamu tidak tahu siapa saya? Saya adalah pemilik hotel ini. Berani sekali kamu membuat Marchel seperti itu! Berani sekali kamu menghajar keponakan sampai babak belur begitu?!" Ucap Pak Hendra sambil menggeram marah. Melotot. Sorot kedua matanya juga tajam. Syarat akan kemarahan yang terpancar jelas dari sana.Aliando mencerna sepersekian detik saat mendapati pemilik hotel yang ada di depannya ini marah-marah. Lantas dia tergelak. "Apakah Bapak tidak ingin mengetahui alasan kenapa saya menghajar keponaka
Semua kepala tertoleh ke arah seseorang yang baru saja masuk itu. Ternyata yang datang adalah Presdir showroom mobil mewah terkenal yang ada di Jakarta. Tempat Aliando membeli sport car Lambonya beberapa hari yang lalu.Kedatangan Presdir itu atas permintaan Aliando untuk membantunya jika orang-orang masih kolot karena Aliando pikir, kejadiannya tidak seperti ini, semua orang akan mengesalkan semua, tidak ada yang mendukungnya. Maka, dia harus menunjukan sesuatu supaya bisa membungkam mulut mereka semua. Tapi setelah kejadian ini, setelah ada beberapa orang yang malah mendukungnya, hal itu agak tidak berarti. Tapi tak apa lah. Marchel dan para pendukungnya harus dihajar habis-habis san. Biar kapok. Sekalian dia ingin membuat mulut-mulut mereka semua ternganga. Pasti mereka akan shock berat setelah mengetahui kalau suami dan menantu sampah seperti dirinya itu bisa membeli sport car Lambo seharga 23 miliar. Presdir showroom itu tidak datang sendiri, melainkan bersama Sinta. Sales Gi
Saat keduanya sudah berada di dalam mobil, Aliando tidak kunjung menjalankan mobilnya. Nadine menoleh. Dahinya berkerut. Kenapa Aliando tidak kunjung menjalankan mobilnya? Keduanya malah bersitatap untuk beberapa saat, seakan sefrekuensi, lantas keduanya saling mendekatkan tubuh masing-masing dan kemudian kembali berciuman. Melanjutkan ciuman yang terasa sebentar sekali saat di dalam lift tadi.Kini nafas keduanya tengah memburu, bersamaan dengan terdengar bunyi misterius yang dihasilkan dari pertemuan antara mulut mereka yang tengah saling beradu dan erangan yang kali ini terdengar lebih menggila.Tangan mereka juga langsung menyentuh satu sama lain, mengiringi adegan berciuman yang sedang mereka berdua lakukan saat ini dengan mesra.Selang beberapa saat, mereka berdua menjeda ciuman sejenak. Kemudian, saling tatap. "Bibir kamu manis banget. Buat aku kecanduan." Ucap Aliando. Tersenyum. Sehabis mengatakan hal itu, Aliando kembali hendak mendaratkan bibir di bibir Nadine, melanj
Namun kening Aliando mendadak berkerut saat melihat Nadine yang kelihatannya sedang melamun.Aliando menghela nafas. Sudah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh istrinya. "Kenapa? Kamu masih memikirkan soal aku yang mendapatkan uang dari mana yang aku gunakan untuk membeli mobil Lambo itu? Soal David?" Tanya Aliando. Nadine baru tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara Aliando, kemudian menatap Aliando untuk beberapa saat, lantas mengangguk. Nadine menghela nafas. "Kamu sebenarnya dapat uang sebanyak itu dari mana sih, Al? Habis dapat rejeki nomplok apa? Kok banyak banget. Sampai miliar an loh. Sampai-sampai kamu bisa membeli Lambo seharga 23 miliar." Nadine geleng-geleng kepala. Nampak frustasi. Aliando terdiam sebentar, berfikir. "Maaf ya, sayang. Aku belum bisa cerita soal hal ini sama kamu. Tapi yang pasti, aku akan bercerita kalau waktunya udah tepat. Tapi, aku berjanji, aku enggak akan buat kamu malu lagi. Aku enggak akan jadi suami dan menantu sampah lagi. Mulai s