Seketika tawa Albert sirna, ekspresi wajahnya langsung berubah, menegang, matanya melotot tatkala mendapati ada bodyguard yang tiba-tiba masuk ke dalam club dan menghajar anak buahnya.Siapa mereka? Kenapa mereka menyerang anak buahnya? Kenapa mereka malah membantu Aliando?Kini berbagai macam pertanyaan memenuhi benak Albert.Berengsek! Pekik Albert. Seketika langsung gusar bukan main.Jual beli pukulan dan tendangan dalam jarak dekat pun kembali terjadi.Tidak membutuhkan waktu lama untuk anak buahnya Albert tumbang.Aliando bersama keempat bodyguardnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya Albert.Kini tubuh mereka tergeletak di mana-mana, dengan kondisi yang tentu saja mengenaskan, penuh luka dan darah.Erangan kesakitan pun memenuhi langit-langit ruangan.Semua orang tengah kompak melongo melihat kejadian itu.Sebelumnya mereka menebak jika Aliando pasti akan berakhir di tangan lima belas anak buahnya Albert. Namun ternyata datang bantuan yang tak disangka-sangka untuk Alia
Begitu tiba di choffe shop yang dimaksud Dion, pandangan Aliando langsung menyasar ke sekeliling, mencari keberadaan Dion.Ketika sudah menemukan sosok Dion yang kini tengah duduk di salah satu kursi, Aliando pun segera berjalan menghampirinya, ternyata Dion bersama Alex.Aliando jadi semakin penasaran dengan apa yang akan mereka berdua bicarakan kepadanya.Aliando menjatuhkan diri di kursi kosong di hadapan Dion dan Alex yang mukanya terlihat tidak bersahabat.Tanpa berbasa-basi lebih dulu, Dion langsung mengeluarkan sebuah kartu dari dalam dompetnya. Lantas memperlihatkannya tepat di wajah Aliando."Di dalam kartu ini...terdapat uang 1 miliar, Al." Dion memberitahu sambil menyeringai.Aliando mengerutkan kening, belum memberikan rekasi apa-apa. Menunggu kalimat Dion selanjutnya."Uang 1 miliar di dalam kartu ini...akan jadi milikmu." Lanjutnya.Aliando masih terdiam. Menatap lamat ke arah Dion. Mulai menerka-nerka inti poin yang akan Dion sampaikan."Atau kamu mau motor yang lebih
Dion langsung mencengkram kerah baju Aliando saat Aliando balik badan. Lantas melotot."Heh miskin! Dengar hal ini baik-baik. Sampai kapan pun. Aku enggak akan pernah merestui hubungan kalian berdua. Aku malu punya adik ipar miskin kayak kamu! Jadi, jangan harap, aku akan luluh dan menerima kamu sebagai adik iparku kalau seandainya kamu dan Nadine enggak jadi cerai!" Ucapnya dengan nada berapi-api.Kemudian, Dion tergelak. "Tapi, aku yakin banget sih. Kalau kamu dan Nadine itu akan segera bercerai. Apalagi Mama dan Papa yang menginginkannya!" Lanjut Dion sambil menyeringai.Setelah itu, Dion menghentakan tubuh Aliando ke belakang.Aliando masih bersikap tenang, tergelak, memasang ekspresi wajah datar.Jika dia mendapatkan ancaman seperti itu dulu, maka, dia sudah takut dan akan memohon-mohon kepada Dion.Tapi sekarang berbeda. Dia tidak takut dengan ancaman Dion lagi."Terserah Abang mau ngasih restu sama aku atau enggak. Aku juga enggak butuh restu dari Abang. Yang penting, Nadine it
"B-baik, Pak Al. Saya akan diam mulai saat ini. Saya tidak akan menyuruh Nadine untuk menyelidiki Anda lagi. Saya enggak akan tanya-tanya sama Nadine lagi. Sekali lagi, maafkan saya, ya, Pak Al." Kata Tasya sambil membungkukan badannya berkali-kali.Dia tak menyangka jika akan bertemu dengan Aliando di saat dia ingin memastikan kebenarannya tentang siapa Aliando sebenarnya kepada Nadine. Dia agak menyesali tekadnya yang menemui Nadine untuk membahas hal itu secara langsung.Aliando mengulas senyum, mangguk-mangguk. "Bagus.""Bersikap biasa saja...kalau kita lagi bersama...seakan-akan...aku masih jadi suami yang payah bagi Nadine...anggap lah aku masih menjadi menantu sampah di keluarga Arjuna yang miskin." Lanjutnya sambil kembali mengulas senyum.Namun senyum itu malah membuat Tasya jadi merasa tak nyaman. "B-aik, Pak."Beberapa detik kemudian, Tasya melebarkan mata dan berkata."Jadi, benar kalau sebenarnya Anda adalah orang kaya, Pak Al? Anda memiliki black card...itu berarti Anda
Akhirnya Aliando bergabung bersama mereka."Bye the way, kamu mau menemani Nadine untuk datang ke acara reuni teman-teman kuliahnya dulu, kan, Al?"Aliando baru akan membuka mulut, hendak menjawab, namun Elsa sudah bicara lagi."Mau dong. Masak enggak mau sih. Masak...kamu enggak mau nemenin istri kamu sendiri."Udah enggak apa-apa. Enggak usah malu. Aku tahu kok apa yang lagi kamu pikiran. Pasti kamu malu kan sama teman-temannya Nadine? Kamu takut dihina-hina, kan? Udah. Enggak usah pedulikan mereka. Toh, emang kamu kan berasal dari keluarga miskin dan sekarang kerja jadi pelayan di rumah makan, ya, Nad? Bukan begitu?" Elsa menoleh ke arah Nadine. Hendak memastikan.Nadine hanya balas mengangguk.Elsa tak tahan untuk tidak mencibir Aliando. Habisnya dia itu gemas sekali. Kok Nadine tahan punya suami macam Aliando! Kok Nadine betah punya suami seperti Aliando!Aliando mengangkat sebelah alisnya. Malu?Cih! Tidak ada kata malu di dalam kamus hidup Aliando yang sekarang.Nadine langsung
Ternyata bunyi peluit itu berasal dari security showroom.Security itu terlihat berjalan menghampiri Aliando yang menghentikan motor di tengah jalan. Lantas mengamatinya sambil berkacak pinggang."Mau ngapain kamu ke sini?!" Tanya Security itu. Tak ada kesan ramah di wajah maupun pada nada suaranya."Saya mau beli mobil, Pak." Jawab Aliando sambil melepas helm dan menaruhnya di spion motor.Security itu memicingkan pandangan, kembali mengamati Aliando."Orang kayak kamu, datang dengan mengendarai motor jelek, pakaian kumal dan murahan, bilang kalau mau beli mobil? Apa enggak salah?!""Memangnya kenapa, Pak? Kalau saya pake motor buntut dan berpakaian murahan? Yang penting kan, saya bisa beli mobil di showroom ini...""Enggak mungkin kamu bisa beli mobil di showroom ini. Jangan ngimpi kamu!""Beneran, Pak. Saya enggak boong. Saya ke sini itu karna beneran mau beli mobil!""Lebih baik kamu pergi aja dari sini! Jangan buat keributan!" Security itu mengusir Aliando. Mukanya garang."Saya
Aliando terenyuh dengan Sinta yang tetap profesional dalam bekerja. Maka, dia akan memberi reward kepadanya nanti.Bersamaan dengan Aliando yang akan mengikuti Sinta, ada pembeli lain yang terlihat memasuki gedung showroom, mengenakan jas rapi dan barang branded.Melihat hal itu membuat dua sales girl tadi seketika itu melebarkan matanya, bergegas menghampiri si pria tampan itu. Sekalian tebar pesona.Nah ini dia. Sudah dipastikan jika pria itu yang akan beneran bisa membeli mobil di showroom ini. Dari gayanya saja sudah sangat meyakinkan kalau dia itu pasti orang kaya raya. Batin mereka.Dalam hati mereka menertawakan apa yang dilakukan oleh Sinta karena telah melayani Aliando yang jelas-jelas tidak akan bisa membeli mobil.Namun Sinta tidak mempedulikan peringatan dari mereka.Dia tetap pada keputusan dan prinsipnya. Dia akan tetap melayani Alinado.Kini Aliando dan Sinta tengah berkeliling di ruangan itu, melihat-lihat mobil mewah yang nampak memanjakan mata.Sambil berjalan meliha
Seketika tubuh mereka bertiga terhuyung ke belakang setelah mengecek apa yang barusan dikatakan oleh Aliando di layar. Ternyata benar. Baru saja ada tranferan uang masuk ke dalam rekening showroom sebesar 23 miliar atas nama Aliando.Untuk waktu yang agak lama, mereka kompak menatap Aliando dengang pandangan kosong dan mulut yang terbuka lebar."Dan asal kalian tahu saja! Bahkan, Pak Aliando juga memiliki black card! Pak Aliando bukan lah orang sembarangan! Pak Aliando bukan orang yang bisa kalian singgung seenaknya!" Ucap Sinta geram kepada mereka bertiga. Meluapkan emosi yang sedari tadi dia tahan ketika melihat Aliando dihina-hina oleh mereka bertiga.Mendengar hal itu, membuat mereka semua kembali membelalakan matanya. Tenggorokan mereka juga mendadak kering. Bahkan mereka harus menelan ludah untuk membasahinya."Apa yang dikatakan Sinta itu memang benar ...kalau aku ...memiliki black card." Aliando berkata sambil menyeringai. Puas melihat mereka bertiga yang kini tengah terbeng
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa