Dion langsung mencengkram kerah baju Aliando saat Aliando balik badan. Lantas melotot."Heh miskin! Dengar hal ini baik-baik. Sampai kapan pun. Aku enggak akan pernah merestui hubungan kalian berdua. Aku malu punya adik ipar miskin kayak kamu! Jadi, jangan harap, aku akan luluh dan menerima kamu sebagai adik iparku kalau seandainya kamu dan Nadine enggak jadi cerai!" Ucapnya dengan nada berapi-api.Kemudian, Dion tergelak. "Tapi, aku yakin banget sih. Kalau kamu dan Nadine itu akan segera bercerai. Apalagi Mama dan Papa yang menginginkannya!" Lanjut Dion sambil menyeringai.Setelah itu, Dion menghentakan tubuh Aliando ke belakang.Aliando masih bersikap tenang, tergelak, memasang ekspresi wajah datar.Jika dia mendapatkan ancaman seperti itu dulu, maka, dia sudah takut dan akan memohon-mohon kepada Dion.Tapi sekarang berbeda. Dia tidak takut dengan ancaman Dion lagi."Terserah Abang mau ngasih restu sama aku atau enggak. Aku juga enggak butuh restu dari Abang. Yang penting, Nadine it
"B-baik, Pak Al. Saya akan diam mulai saat ini. Saya tidak akan menyuruh Nadine untuk menyelidiki Anda lagi. Saya enggak akan tanya-tanya sama Nadine lagi. Sekali lagi, maafkan saya, ya, Pak Al." Kata Tasya sambil membungkukan badannya berkali-kali.Dia tak menyangka jika akan bertemu dengan Aliando di saat dia ingin memastikan kebenarannya tentang siapa Aliando sebenarnya kepada Nadine. Dia agak menyesali tekadnya yang menemui Nadine untuk membahas hal itu secara langsung.Aliando mengulas senyum, mangguk-mangguk. "Bagus.""Bersikap biasa saja...kalau kita lagi bersama...seakan-akan...aku masih jadi suami yang payah bagi Nadine...anggap lah aku masih menjadi menantu sampah di keluarga Arjuna yang miskin." Lanjutnya sambil kembali mengulas senyum.Namun senyum itu malah membuat Tasya jadi merasa tak nyaman. "B-aik, Pak."Beberapa detik kemudian, Tasya melebarkan mata dan berkata."Jadi, benar kalau sebenarnya Anda adalah orang kaya, Pak Al? Anda memiliki black card...itu berarti Anda
Akhirnya Aliando bergabung bersama mereka."Bye the way, kamu mau menemani Nadine untuk datang ke acara reuni teman-teman kuliahnya dulu, kan, Al?"Aliando baru akan membuka mulut, hendak menjawab, namun Elsa sudah bicara lagi."Mau dong. Masak enggak mau sih. Masak...kamu enggak mau nemenin istri kamu sendiri."Udah enggak apa-apa. Enggak usah malu. Aku tahu kok apa yang lagi kamu pikiran. Pasti kamu malu kan sama teman-temannya Nadine? Kamu takut dihina-hina, kan? Udah. Enggak usah pedulikan mereka. Toh, emang kamu kan berasal dari keluarga miskin dan sekarang kerja jadi pelayan di rumah makan, ya, Nad? Bukan begitu?" Elsa menoleh ke arah Nadine. Hendak memastikan.Nadine hanya balas mengangguk.Elsa tak tahan untuk tidak mencibir Aliando. Habisnya dia itu gemas sekali. Kok Nadine tahan punya suami macam Aliando! Kok Nadine betah punya suami seperti Aliando!Aliando mengangkat sebelah alisnya. Malu?Cih! Tidak ada kata malu di dalam kamus hidup Aliando yang sekarang.Nadine langsung
Ternyata bunyi peluit itu berasal dari security showroom.Security itu terlihat berjalan menghampiri Aliando yang menghentikan motor di tengah jalan. Lantas mengamatinya sambil berkacak pinggang."Mau ngapain kamu ke sini?!" Tanya Security itu. Tak ada kesan ramah di wajah maupun pada nada suaranya."Saya mau beli mobil, Pak." Jawab Aliando sambil melepas helm dan menaruhnya di spion motor.Security itu memicingkan pandangan, kembali mengamati Aliando."Orang kayak kamu, datang dengan mengendarai motor jelek, pakaian kumal dan murahan, bilang kalau mau beli mobil? Apa enggak salah?!""Memangnya kenapa, Pak? Kalau saya pake motor buntut dan berpakaian murahan? Yang penting kan, saya bisa beli mobil di showroom ini...""Enggak mungkin kamu bisa beli mobil di showroom ini. Jangan ngimpi kamu!""Beneran, Pak. Saya enggak boong. Saya ke sini itu karna beneran mau beli mobil!""Lebih baik kamu pergi aja dari sini! Jangan buat keributan!" Security itu mengusir Aliando. Mukanya garang."Saya
Aliando terenyuh dengan Sinta yang tetap profesional dalam bekerja. Maka, dia akan memberi reward kepadanya nanti.Bersamaan dengan Aliando yang akan mengikuti Sinta, ada pembeli lain yang terlihat memasuki gedung showroom, mengenakan jas rapi dan barang branded.Melihat hal itu membuat dua sales girl tadi seketika itu melebarkan matanya, bergegas menghampiri si pria tampan itu. Sekalian tebar pesona.Nah ini dia. Sudah dipastikan jika pria itu yang akan beneran bisa membeli mobil di showroom ini. Dari gayanya saja sudah sangat meyakinkan kalau dia itu pasti orang kaya raya. Batin mereka.Dalam hati mereka menertawakan apa yang dilakukan oleh Sinta karena telah melayani Aliando yang jelas-jelas tidak akan bisa membeli mobil.Namun Sinta tidak mempedulikan peringatan dari mereka.Dia tetap pada keputusan dan prinsipnya. Dia akan tetap melayani Alinado.Kini Aliando dan Sinta tengah berkeliling di ruangan itu, melihat-lihat mobil mewah yang nampak memanjakan mata.Sambil berjalan meliha
Seketika tubuh mereka bertiga terhuyung ke belakang setelah mengecek apa yang barusan dikatakan oleh Aliando di layar. Ternyata benar. Baru saja ada tranferan uang masuk ke dalam rekening showroom sebesar 23 miliar atas nama Aliando.Untuk waktu yang agak lama, mereka kompak menatap Aliando dengang pandangan kosong dan mulut yang terbuka lebar."Dan asal kalian tahu saja! Bahkan, Pak Aliando juga memiliki black card! Pak Aliando bukan lah orang sembarangan! Pak Aliando bukan orang yang bisa kalian singgung seenaknya!" Ucap Sinta geram kepada mereka bertiga. Meluapkan emosi yang sedari tadi dia tahan ketika melihat Aliando dihina-hina oleh mereka bertiga.Mendengar hal itu, membuat mereka semua kembali membelalakan matanya. Tenggorokan mereka juga mendadak kering. Bahkan mereka harus menelan ludah untuk membasahinya."Apa yang dikatakan Sinta itu memang benar ...kalau aku ...memiliki black card." Aliando berkata sambil menyeringai. Puas melihat mereka bertiga yang kini tengah terbeng
"Kalian sudah aku maafkan kok. Tenang saja. Tapi, aku enggak punya wewenang untuk membuat kalian supaya tidak dipecat. Karna ...aku bukan Boss kalian." Aliando tersenyum sambil mengangkat kedua bahunya. Tidak mau tahu. Duduk di kursinya dengan gayanya yang santai. Aliando telah menjadi sosok baru yang dihormati di showroom itu.Deg!Nyaris saja mereka menghela nafas lega, senang, karena mendengar jika Aliando memaafkan mereka, namun tiba-tiba mereka kembali panik lagi, sedih, saat mendengar kalimat selanjutnya.Sepertinya Pak Aliando akan memberi mereka pelajaran.Rasanya kini mereka mau menangis saja. Nasib mereka telah berada di ujung tanduk.Ah, andai saja waktu bisa diputar. Pasti mereka tidak akan bertindak demikian.Aliando menarik punggung dari sandaran kursi, menatap mereka dengan tajam. "Boss kalian sudah memecat kalian. Jadi, terima nasib saja ya. Sayang sekali, aku enggak bisa bantu kalian. Siapa suruh kalian mencari gara-gara denganku. Jadi, sekarang, kalian bertiga sudah
"Ayo. Tunggu apa lagi, Pak? Lakukan sekarang! Bapak sendiri udah menyanggupinya ya! Malah menantang juga! Jangan sampai Bapak menjilat ludah sendiri!" Gertak Aliando saat mendapati security itu masih terdiam dengan sekujur tubuh gemetaran hebat. Tidak kunjung melakukan apa yang seharusnya dia lakukan. "B-baik, Pak ..." Jawab security itu dengan tergagap pada akhirnya. Buru-buru melakukan hal itu.Akhirnya Security itu menjatuhkan diri di hadapan Aliando, dia beneran mencium kaki dan menjilati kaki Aliando.Yang lainnya, yang menyaksikan kejadian itu jadi semakin merinding dengan sosok Aliando.Kemudian, Security itu kembali memaki dan mengatai dirinya bodoh. Kini penyesalan langsung menyergap diri security itu bertubi-tubi."Sekali lagi saya minta maaf atas pelayanan yang sangat buruk yang Pak Aliando dapatkan dari showroom saya." Presdir kembali meminta maaf kepada Aliando atas pelayanan yang buruk."Sudah tidak apa-apa, Pak. Saya sudah cukup puas kok sekarang karena sudah membalas