Pasalnya Aliando hanya lah lelaki biasa, miskin, namun berani menghajar orang kepercayaannya Boss Albert!Berani sekali dia? Apa dia tidak takut akan mendapat masalah nantinya?Aliando melemparkan botol yang baru saja digunakan untuk memukul Farhan, kemudian mengatur nafas, mengusap peluh.Tiba-tiba datang beberapa orang laki-laki berjumlah sekitar lima orang yang langsung menghampiri Farhan. Diikuti para karyawan club malam di belakangnya. Membantu Farhan berdiri.Aliando masih mengatur nafas, sepertinya dia harus melewati mereka-mereka dulu sebelum menyelamatkan Nadine yang merupakan anak buahnya Albert yang bertugas menjaga club malam ini."Aku mau kalian semua menghabisi Al! Aku enggak mau tahu! Dia harus mati malam ini juga! Lihat lah, dia sudah membuatku seperti ini!" Perintah Farhan dengan suaranya yang bercampur dengan rintihan. Menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.Ke lima orang itu kompak menoleh ke arah Aliando, kemudian mendengus.Mereka bangkit berdiri.Mereka sudah me
Aliando menghela nafas lega mendapati keadaan Nadine baik-baik saja. Gaunnya masih terlihat rapi seperti semula. Berarti belum tersentuh."Kau tidak akan bisa keluar dari sini, Al. Karna aku akan memanggil seluruh anak buahku untuk menghabisimu!"Suara Albert memecah hening.Aliando terdiam sejenak sebelum menghembuskan nafas."Anak buahmu sudah aku habisi di bawah. Farhan juga sudah kubuat babak belur. Jadi, sudah tidak ada anak buahmu yang berani lagi padaku!" Aliando bicara tanpa menoleh ke arah Albert.Albert berdecih mendengarnya, dia menyentuh ujung bibirnya yang terasa perih karena pukulan Aliando barusan.Namun dia akan membalas perbuatan Aliando ini berkali-kali lipat lebih perih."Hei, miskin. Terlalu percaya diri sekali, kau. Berapa anak buahku yang kau lumpuhkan di bawah? Hanya sedikit. Apa kau tidak ingat, hah? Kalau aku punya anak buah? Aku masih punya banyak anak buah yang akan mematahkan leher dan kakimu!" Albert menyeringai.Aliando mengatupkan rahang, berfikir.Ucap
Seketika tawa Albert sirna, ekspresi wajahnya langsung berubah, menegang, matanya melotot tatkala mendapati ada bodyguard yang tiba-tiba masuk ke dalam club dan menghajar anak buahnya.Siapa mereka? Kenapa mereka menyerang anak buahnya? Kenapa mereka malah membantu Aliando?Kini berbagai macam pertanyaan memenuhi benak Albert.Berengsek! Pekik Albert. Seketika langsung gusar bukan main.Jual beli pukulan dan tendangan dalam jarak dekat pun kembali terjadi.Tidak membutuhkan waktu lama untuk anak buahnya Albert tumbang.Aliando bersama keempat bodyguardnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya Albert.Kini tubuh mereka tergeletak di mana-mana, dengan kondisi yang tentu saja mengenaskan, penuh luka dan darah.Erangan kesakitan pun memenuhi langit-langit ruangan.Semua orang tengah kompak melongo melihat kejadian itu.Sebelumnya mereka menebak jika Aliando pasti akan berakhir di tangan lima belas anak buahnya Albert. Namun ternyata datang bantuan yang tak disangka-sangka untuk Alia
Begitu tiba di choffe shop yang dimaksud Dion, pandangan Aliando langsung menyasar ke sekeliling, mencari keberadaan Dion.Ketika sudah menemukan sosok Dion yang kini tengah duduk di salah satu kursi, Aliando pun segera berjalan menghampirinya, ternyata Dion bersama Alex.Aliando jadi semakin penasaran dengan apa yang akan mereka berdua bicarakan kepadanya.Aliando menjatuhkan diri di kursi kosong di hadapan Dion dan Alex yang mukanya terlihat tidak bersahabat.Tanpa berbasa-basi lebih dulu, Dion langsung mengeluarkan sebuah kartu dari dalam dompetnya. Lantas memperlihatkannya tepat di wajah Aliando."Di dalam kartu ini...terdapat uang 1 miliar, Al." Dion memberitahu sambil menyeringai.Aliando mengerutkan kening, belum memberikan rekasi apa-apa. Menunggu kalimat Dion selanjutnya."Uang 1 miliar di dalam kartu ini...akan jadi milikmu." Lanjutnya.Aliando masih terdiam. Menatap lamat ke arah Dion. Mulai menerka-nerka inti poin yang akan Dion sampaikan."Atau kamu mau motor yang lebih
Dion langsung mencengkram kerah baju Aliando saat Aliando balik badan. Lantas melotot."Heh miskin! Dengar hal ini baik-baik. Sampai kapan pun. Aku enggak akan pernah merestui hubungan kalian berdua. Aku malu punya adik ipar miskin kayak kamu! Jadi, jangan harap, aku akan luluh dan menerima kamu sebagai adik iparku kalau seandainya kamu dan Nadine enggak jadi cerai!" Ucapnya dengan nada berapi-api.Kemudian, Dion tergelak. "Tapi, aku yakin banget sih. Kalau kamu dan Nadine itu akan segera bercerai. Apalagi Mama dan Papa yang menginginkannya!" Lanjut Dion sambil menyeringai.Setelah itu, Dion menghentakan tubuh Aliando ke belakang.Aliando masih bersikap tenang, tergelak, memasang ekspresi wajah datar.Jika dia mendapatkan ancaman seperti itu dulu, maka, dia sudah takut dan akan memohon-mohon kepada Dion.Tapi sekarang berbeda. Dia tidak takut dengan ancaman Dion lagi."Terserah Abang mau ngasih restu sama aku atau enggak. Aku juga enggak butuh restu dari Abang. Yang penting, Nadine it
"B-baik, Pak Al. Saya akan diam mulai saat ini. Saya tidak akan menyuruh Nadine untuk menyelidiki Anda lagi. Saya enggak akan tanya-tanya sama Nadine lagi. Sekali lagi, maafkan saya, ya, Pak Al." Kata Tasya sambil membungkukan badannya berkali-kali.Dia tak menyangka jika akan bertemu dengan Aliando di saat dia ingin memastikan kebenarannya tentang siapa Aliando sebenarnya kepada Nadine. Dia agak menyesali tekadnya yang menemui Nadine untuk membahas hal itu secara langsung.Aliando mengulas senyum, mangguk-mangguk. "Bagus.""Bersikap biasa saja...kalau kita lagi bersama...seakan-akan...aku masih jadi suami yang payah bagi Nadine...anggap lah aku masih menjadi menantu sampah di keluarga Arjuna yang miskin." Lanjutnya sambil kembali mengulas senyum.Namun senyum itu malah membuat Tasya jadi merasa tak nyaman. "B-aik, Pak."Beberapa detik kemudian, Tasya melebarkan mata dan berkata."Jadi, benar kalau sebenarnya Anda adalah orang kaya, Pak Al? Anda memiliki black card...itu berarti Anda
Akhirnya Aliando bergabung bersama mereka."Bye the way, kamu mau menemani Nadine untuk datang ke acara reuni teman-teman kuliahnya dulu, kan, Al?"Aliando baru akan membuka mulut, hendak menjawab, namun Elsa sudah bicara lagi."Mau dong. Masak enggak mau sih. Masak...kamu enggak mau nemenin istri kamu sendiri."Udah enggak apa-apa. Enggak usah malu. Aku tahu kok apa yang lagi kamu pikiran. Pasti kamu malu kan sama teman-temannya Nadine? Kamu takut dihina-hina, kan? Udah. Enggak usah pedulikan mereka. Toh, emang kamu kan berasal dari keluarga miskin dan sekarang kerja jadi pelayan di rumah makan, ya, Nad? Bukan begitu?" Elsa menoleh ke arah Nadine. Hendak memastikan.Nadine hanya balas mengangguk.Elsa tak tahan untuk tidak mencibir Aliando. Habisnya dia itu gemas sekali. Kok Nadine tahan punya suami macam Aliando! Kok Nadine betah punya suami seperti Aliando!Aliando mengangkat sebelah alisnya. Malu?Cih! Tidak ada kata malu di dalam kamus hidup Aliando yang sekarang.Nadine langsung
Ternyata bunyi peluit itu berasal dari security showroom.Security itu terlihat berjalan menghampiri Aliando yang menghentikan motor di tengah jalan. Lantas mengamatinya sambil berkacak pinggang."Mau ngapain kamu ke sini?!" Tanya Security itu. Tak ada kesan ramah di wajah maupun pada nada suaranya."Saya mau beli mobil, Pak." Jawab Aliando sambil melepas helm dan menaruhnya di spion motor.Security itu memicingkan pandangan, kembali mengamati Aliando."Orang kayak kamu, datang dengan mengendarai motor jelek, pakaian kumal dan murahan, bilang kalau mau beli mobil? Apa enggak salah?!""Memangnya kenapa, Pak? Kalau saya pake motor buntut dan berpakaian murahan? Yang penting kan, saya bisa beli mobil di showroom ini...""Enggak mungkin kamu bisa beli mobil di showroom ini. Jangan ngimpi kamu!""Beneran, Pak. Saya enggak boong. Saya ke sini itu karna beneran mau beli mobil!""Lebih baik kamu pergi aja dari sini! Jangan buat keributan!" Security itu mengusir Aliando. Mukanya garang."Saya