"Iya, sayang. Yang dibilang Mbaknya ini benar. Pengguna dan pemilik black card itu bisa menikmati fasilitas tertentu. Termasuk menutup toko hanya untuk dirinya sendiri. Dia akan dilayani seperti seorang raja." Kata kekasihnya Tasya seraya menelan ludahnya dengan susah payah demi membasahi tenggorokannya yang terasa kering.Kemudian, dia menatap Aliando sekilas, seketika dia bergidik saat matanya bersitatap dengan Aliando.Kekasihnya Tasya buru-buru memalingkan muka sebelum kemudian menatap Tasya lagi."Kamu pasti pernah melihatnya di video-video yang ada di youtube dan di tik tok, kan? Di mana toko atau suatu tempat akan langsung ditutup ketika ada seseorang yang mempunyai black card dan hanya akan melayani orang itu saja dan orang-orang disekitarnya akan langsung disuruh pergi." Lanjut sang kekasih.Tasya mangguk-mangguk. Masih bengong.Dia sering melihat seseorang menggunakan black card pada video di tik tok dan di youtube.Tasya hanya merasa tak percaya saja tadi, makanya dia lang
"Alex? Kenapa kamu ada di sini?" Tanya Nadine dengan kening berkerut sambil berjalan menuju ke arah kursi.Bersamaan dengan itu, lambaian tangan dari dua temannya itu langsung menyambut Nadine. Menyuruh Nadine untuk segera bergabung bersama mereka.Nadine balas melambaikan tangan, tersenyum lebar sambil berjalan menghampiri mereka."Kenapa, Nad, kalau Alex ada di sini?" Dion lah yang menjawab."Ya enggak apa-apa dong. Alex kan mau ikut merayakan ulang tahunmu."Lagi pula, Alex itu kan udah kenal dekat dengan keluarga kita. Jadi, enggak ada salahnya dong kalau dia ikut bersama kita." Lanjutnya. "Ya, kan, Ma, Pa?" Dion memalingkan pandangan ke arah Arjuna dan Kinanti. Mereka berdua yang hendak akan duduk kompak mengangguk."Kamu itu bagimana sih, Nad? Masa harus kaget lihat Nak Alex ada di sini bersama kita? Ya, sudah seharusnya dong Nak Alex itu ikut diacara kita." Dengus Kinanti.Kinanti lalu menatap Alex, mengulas senyum sebelum melanjutkan kalimatnya. "Nak Alex itu kan calon menan
"Belain aja terus suamimu yang enggak berguna itu, Nad!" Kinanti langsung berseru marah sambil menunjuk Aliando.Kemudian, Kinanti menatap Alex. Menghela nafas dalam-dalam sebelum berkata."Udah enggak apa-apa, Nak Alex. Enggak usah hiraukan apa kata Nadine. Apa yang kamu lakukan itu udah benar kok. Tidak salah sama sekali."Kinanti tersenyum tipis sebelum melanjutkan kalimatnya."Lagi pula, mereka berdua itu, sebentar lagi, akan bercerai!"Alex mangguk-mangguk. Balas tersenyum. Maka dari itu, Alex mulai tancap gas untuk membuat Nadine jatuh hati padanya."Iya, Nad. Bener apa kata Mama sama Papa. Enggak usah kamu pedulikan suami keremu itu!" Kata Dion."Aliando itu enggak akan mampu membelikan kamu barang-barang mewah dan branded seperti Alex. Dia aja pengangguran. Sekalinya dapat kerja lagi, eh, jadi pelayan. Cih. Memalukan banget!" Sambung Lidya sambil berdecak.Lengang sejenak di ruangan tersebut.Semua mata tengah memandang Aliando dengan jijik."Eh, miskin...ngasih kado apa kamu
"Iya. Harganya memang sangat mahal, Kak. Aku membelinya dengan harga ratusan juta." Jawab Aliando. Menatap mereka satu persatu sambil mengulas senyum.Aliando yang berkata dengan enteng tentang mengeluarkan uang ratusan juta, seakan-akan dia adalah seorang yang kaya raya, seakan baginya itu adalah nominal uang yang tidak seberapa, membuat mereka geleng-geleng kepala, mencibir dan semakin memandangnya dengan hina."Eh, Kak Lidya...tapi ini kayaknya cartier beneran deh...asli...bukan imitasi. Coba Lihat baik-baik lagi. Amati lagi, Kak. Ini tuh perhiasan eksklusif dari Cartier. Keluaran terbaru. Limited edition juga." Ucap Anita.Semua mata langsung tertuju pada Anita. Tertarik mendengar penjelasannya. Lidya membulatkan matanya."Serius kamu, Nit?!" Tanya Lidya. Dia kembali mengamati perhiasan yang masih berada di tangannya."Iya, Kak. Itu Cartier asli." Kali ini giliran Jessica yang menjawab seraya menelan ludahnya susah payah. Mukanya mendadak pucat pasi.Ruangan kembali lengang. Lid
Beberapa detik kemudian, cercaan dan hinaan langsung keluar dari mulut mereka secara bergantian setelah mendengar hal itu.Tapi yang membuat mereka tidak habis pikir adalah berani-beraninya Aliando meminjam uang sebanyak itu kepada temannya.Apa dia tidak memikirkan konsequensinya? Padahal dia itu miskin, baru saja mendapatkan pekerjaan dan gajinya sangat kecil.Lalu, mau dibayar pakai apa?Tentu saja Arjuna dan Kinanti marah besar. Walau bagimana pun, Aliando masih berstatus sebagai menantu di keluarga mereka, maka, kalau terjadi sesuatu, pasti mereka juga akan ikut terseret."Bagimana ini, Ma? Bagimana kalo seandainya temannya Al itu datang ke rumah dan menagih hutangnya?! Secara kan, Al hanya bekerja jadi pelayan dan gaji kecil banget. Mana bisa dia bayar hutang sebanyak itu? Emang menantu enggak ada otak dia!" Dion mendengus. Dia memprovokasi kedua mertuanya. Lidya membenarkan perkataan sang suami."Emang bodoh kamu, ya, Al! Berani-beraninya kamu hutang sama teman kamu sebanyak 50
Aliando merasakan burungnya sudah mengeras hebat. Siap bertemu dengan mahkota miliknya Nadine. Berharap, akan menyatu.Gairah kelakiannya juga langsung membakar dada. Ada dorongan kuat yang berasal dari dalam dirinya, yang menggerakan tubuhnya untuk melakukan hubungan suami istri."Nad..." Bahkan suara Aliando terdengar berat. Menandakan kalau dia sudah sangat bergairah.Aliando menggeser tubuh lebih mendekat di hadapan Nadine, bibirnya bergerak maju, terarah menuju bibirnya Nadine.Namun ketika bibir Aliando nyaris mendarat di bibir Nadine, jari telunjuk Nadine menempel di bibir Aliando, membuat bibir mereka urung saling menyatu.Aliando jadi menghentikan apa yang akan dia lakukan, lantas menoleh dan menatap Nadine.Kini wajah mereka sangat dekat. Bahkan, karena saking dekatnya mereka bisa merasakan nafas saling menerpa wajah mereka masing-masing."Nanti Mama dan Papa akan marah kalau lihat kita lagi kayak gini, Al." Suara Nadine juga terdengar berat. Terlihat sekali ada yang sedan
"Sebaiknya Anda pergi dari sini. Bilang sama Boss Albert. Sampai kapan pun, aku enggak akan pernah membiarkan Nadine jatuh di pelukannya! Karna aku enggak akan pernah membiarkan hal itu terjadi!" Aliando berteriak marah sambil menunjuk ke arah pintu. Menyuruh Farhan untuk segera pergi. Farhan malah menyeringai, menarik punggung dari sandaran sofa, lantas berkata. "Nona Nadine itu mau membahas urusan bisnis dengan Boss Albert. Kenapa kamu malah melarangnya? Seharusnya, kamu itu sebagai seorang suami mendukung apa yang istrimu lakukan karena mereka mau membicarakan masalah pekerjaan. Kamu enggak perlu khawatir. Itu juga untuk kebaikan kamu sendiri dan keluarganya!" Aliando mengernyit begitu mendengarnya. Jadi, mereka berdua hendak membicarakan masalah bisnis? Namun Aliando tidak percaya. Pasti Albert hendak berbuat yang tidak-tidak pada Nadine. Aliando tergelak, berkacak pinggang. "Membicarakan masalah bisnis? Aku enggak yakin. Aku enggak percaya. Pasti, Albert mau macam-macam den
Aliando menarik nafas panjang sebelum kemudian menghembuskannya dengan kasar.Dia yakin sekali jika istrinya dan Albert tidak sedang membicarakan urusan bisnis. Albert mempunyai maksud lain. Dia sendiri yang bilang begitu.Sedangkan Farhan? Tentu saja dia bertugas untuk menjaga area tempat ini.Aliando semakin mengetatkan cengkraman pada kerah baju Farhan, masih melotot ke arahnya."Aku yang akan menghabisimu kalau kau enggak mau menunjukan keberadaan Nadine dan Albert saat ini padaku?!" Aliando berseru dengan otot-ototnya yang terlihat semakin menegang.Farhan tergelak, dia mengerahkan tenaganya untuk dapat terlepas dari cengkraman tangan Aliando dan akhirnya berhasil lepas juga."Memangnya kau bisa melakukan hal itu padaku, hah? Kau itu telah masuk ke dalam kandang macan, Al. Kau bukan siapa-siapa lagi di sini. Lagi pula? Siapa kau? Ngaca sana! Kau itu hanya suami dan menantu yang enggak berguna! Dasar sampah!" Farhan berseru sambil mendorong dada Aliando dengan jari telunjuknya
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa