Malam itu, Adrian Gunawan duduk di ruangannya, merenungkan langkah selanjutnya. Ia sudah tahu bahwa waktu Raditya sebagai kepala keluarga Gunawan semakin menipis. Tapi jika ia ingin menggantikannya, ia harus bermain dengan cermat. Ia tidak bisa begitu saja merebut kekuasaan dari tangan kakaknya tanpa konsekuensi besar. Keluarga Gunawan bukan hanya sekadar keluarga, mereka adalah salah satu dari 12 Keluarga Teratas di negeri ini—sebuah kelompok elit yang memiliki pengaruh besar dalam politik dan ekonomi. Jika ia ingin mengambil alih, ia membutuhkan sekutu yang tepat. Dan Johan bisa menjadi jawabannya. — Sementara Itu – Markas Johan Johan sedang berdiskusi dengan Butra dan Gilang ketika seorang informan datang membawa sebuah pesan. “Adrian Gunawan ingin bertemu denganmu.” Johan menatap informan itu dengan mata tajam. “Dia memberi syarat?” tanyanya. Informan itu menggeleng. “Tidak. Hanya pesan singkat: ‘Kita punya musuh yang sama. Aku ingin mendengar strategimu.’” Johan menyan
Adrian tahu bahwa untuk menyingkirkan Raditya, ia harus bergerak cepat tetapi tetap dalam bayangan. Terlalu banyak langkah yang ceroboh hanya akan membongkar niatnya sebelum waktunya. Malam itu, ia duduk di sebuah ruang pribadi di salah satu restoran eksklusif di kota, bertemu dengan tiga orang yang selama ini menjadi tangan kanan Raditya: Felix, Hartawan, dan Denny. Ketiganya memiliki peran penting dalam bisnis keluarga Gunawan. Felix menangani keuangan, Hartawan bertanggung jawab atas logistik dan distribusi, sementara Denny mengurusi hubungan politik dengan pihak luar. Adrian menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil menatap mereka satu per satu. “Aku mengundang kalian ke sini bukan untuk berbicara soal bisnis biasa.” Felix mengangkat alis. “Lalu?” Adrian tersenyum tipis. “Aku ingin tahu pendapat kalian soal kepemimpinan Raditya.” Ruangan mendadak sunyi. Hartawan melirik ke arah Felix dan Denny, sebelum akhirnya bertanya dengan hati-hati, “Kenapa kau menanyakan itu?” Adrian tid
Adrian tahu bahwa langkah berikutnya harus dijalankan dengan presisi. Satu kesalahan kecil bisa membuat Raditya curiga, dan jika itu terjadi, maka seluruh rencananya akan runtuh. Malam itu, ia duduk di kantornya dengan laptop terbuka di hadapannya. Di layar, beberapa dokumen penting mengenai proyek-proyek baru keluarga Gunawan terpampang jelas. Beberapa dari proyek ini adalah inisiatif Raditya sendiri—kesepakatan dengan investor asing yang dianggapnya bisa memperluas pengaruh keluarga di luar negeri. Namun, Adrian telah mempelajari semuanya dengan saksama dan menemukan celah yang bisa dimanfaatkan. Langkah pertama: Memanipulasi data Ia menghubungi salah satu orang kepercayaannya di divisi keuangan, seseorang yang diam-diam tidak menyukai cara Raditya menjalankan bisnis. Dengan hati-hati, Adrian menginstruksikan agar laporan keuangan proyek-proyek utama dimodifikasi sedikit saja—cukup untuk menunjukkan bahwa investasi ini tampak lebih menguntungkan daripada yang sebenarnya. Radity
Setelah pertemuan itu, Adrian duduk di ruangannya, menatap laporan yang tersebar di meja. Raditya sudah masuk perangkap, tapi ini baru permulaan. Ia membuka ponselnya dan menghubungi seseorang yang sudah lama menunggu perintah. "Mulai jalankan tahap dua." Di ujung telepon, suara berat pria itu menjawab. "Dimengerti, Tuan Adrian." Malam itu, berita mengenai kerugian keluarga Gunawan mulai beredar secara diam-diam di kalangan bisnis. Beberapa mitra yang sebelumnya loyal mulai mempertanyakan kemampuan kepemimpinan Raditya. ________________________________________ Dua hari kemudian... Felix masuk ke ruangan Raditya dengan wajah penuh ketegangan. "Kita punya masalah." Raditya mendongak dari meja kerjanya, wajahnya masih menunjukkan kelelahan dari tekanan yang terus-menerus menghantamnya sejak perjanjian itu. "Masalah apa lagi?" Felix meletakkan beberapa dokumen di depan Raditya. "Beberapa mitra bisnis kita mulai menarik diri. Mereka mulai ragu dengan kepemimpinanmu, dan beberapa d
Adrian tahu bahwa menggulingkan Raditya tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Segala sesuatu harus berjalan dengan alami, seolah-olah Raditya jatuh karena kesalahannya sendiri, bukan karena ada tangan yang bermain di belakang layar. Dan sekarang, strategi itu mulai membuahkan hasil. ________________________________________ Minggu berikutnya... Raditya mulai merasakan tekanan. Walaupun berita mengenai restrukturisasi telah mengangkat citranya kembali, ada sesuatu yang mengganggunya. Beberapa petinggi keluarga mulai meragukannya. Saat ia mencoba menghubungi beberapa investor lama, respon mereka tidak seantusias biasanya. Mereka terdengar ragu-ragu, bahkan ada yang secara halus meminta jaminan tambahan sebelum melanjutkan kerja sama. Di sisi lain, Felix dan Denny juga tampak semakin waspada terhadap setiap keputusan yang dibuatnya. Raditya merasakan ada sesuatu yang salah, tapi ia tidak bisa menemukan sumbernya. Yang tidak ia sadari adalah bahwa Adrian telah menanamkan bibit
Raditya duduk di ruang kantornya dengan rahang mengeras. Pikirannya berputar mencari solusi. Situasi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Jika benar Adrian yang berada di balik semua ini, maka ia harus bertindak sebelum adiknya mendapatkan lebih banyak pengaruh. Felix berdiri di hadapannya, menunggu instruksi. “Aku ingin daftar semua orang yang mulai meragukanku,” kata Raditya akhirnya. “Investor, petinggi keluarga, siapa pun yang terdengar ragu. Aku ingin tahu siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang tidak.” Felix mengangguk. “Aku akan segera mengurusnya.” Raditya menatap Felix tajam. “Dan satu lagi. Pastikan Adrian diawasi. Aku ingin tahu setiap gerakannya.” Felix tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya menjawab, “Baik.” Namun, apa yang tidak disadari Raditya adalah... Semua yang ia perintahkan ini sudah diprediksi oleh Adrian. Dan semakin ia mencoba melawan tekanan, semakin ia akan terjebak dalam permainan adiknya. ________________________________________ Adrian Menari
Ruangan itu masih sunyi. Semua petinggi keluarga Gunawan menatap Adrian dengan ekspresi campuran—terkejut, kagum, dan sedikit ketakutan. Raditya masih berlutut di lantai, napasnya terengah-engah. Ia mencoba berdiri, tetapi rasa sakit di tubuhnya terlalu hebat. Ia kalah. Adrian menatapnya sebentar, lalu berbalik menghadapi para petinggi keluarga. “Mulai hari ini, aku akan memimpin keluarga Gunawan.” Tidak ada yang membantah. Semua tahu bahwa setelah pertarungan tadi, status Raditya sebagai pemimpin telah runtuh. Felix, tangan kanan Raditya, berdiri di sudut ruangan dengan ekspresi sulit dibaca. Ia melihat ke arah Raditya, menunggu instruksi, tetapi mantan pemimpin itu tidak mengatakan apa pun. Adrian berjalan ke tengah ruangan dan berbicara dengan tenang, tetapi penuh wibawa. “Kita berada di ambang kehancuran. Investor mulai menarik diri, keluarga lain mulai mengincar posisi kita, dan kepercayaan publik terhadap bisnis kita merosot.” Ia berhenti sebentar, menatap satu per satu
Raditya menatap pria bertopeng di hadapannya dengan ekspresi penuh percaya diri. Ia tahu bahwa Serigala Hitam tidak mudah diyakinkan, tetapi ia juga tahu bahwa setiap organisasi bayangan selalu mencari peluang. “Apa yang bisa kau tawarkan?” tanya pria bertopeng itu. Raditya menyilangkan tangan. “Kekuasaan, akses ke sumber daya, dan yang paling penting—musuh yang layak untuk kau hancurkan.” Pria itu terdiam, lalu berjalan perlahan mengelilingi Raditya. “Kau ingin kami menghancurkan Adrian Gunawan?” Raditya tersenyum kecil. “Tidak hanya dia. Aku ingin mengacaukan seluruh aliansi yang akan dia bangun.” Felix, yang berdiri di belakang Raditya, mulai merasa tegang. Ini bukan hanya tentang membalas dendam—Raditya benar-benar ingin menghancurkan segalanya. Pria bertopeng itu akhirnya berhenti dan menatap langsung ke mata Raditya. “Aku tertarik,” katanya. “Tapi kau harus membuktikan bahwa kau pantas mendapatkan bantuan kami.” Raditya mengangkat alis. “Apa yang kau inginkan?” “Hancur
BZZT! BZZT! Puluhan drone tempur mulai bergerak, mengelilingi Johan dengan formasi sempurna. Senjata otomatis yang terpasang di bawah mereka menyala merah, bersiap menembakkan peluru berkecepatan tinggi. Leon Albrecht berdiri dengan percaya diri, senyumnya penuh kemenangan. "Kau mungkin kuat dalam pertarungan tangan kosong, Johan. Tapi coba lihat, bahkan kau tidak bisa menangkis hujan peluru dari semua arah." Johan hanya menghela napas, menatap Leon dengan tatapan dingin. "Aku sudah menumbangkan Wilhelm yang jauh lebih unggul dalam teknologi dibandingkan kau, Leon. Apa kau benar-benar berpikir ini cukup untuk menjatuhkanku?" Leon tertawa kecil, mengetuk layar di arlojinya. "Kita lihat saja." "TEMBAK!" BRRRTTTTTTT! Dalam sekejap, hujan peluru melesat ke arah Johan dari berbagai sudut. Namun, Johan tidak bergerak sedikit pun. S
Malam yang kelam menyelimuti kota Eisenwald. Di kejauhan, Menara Aeternum berdiri megah seperti monumen kekuasaan keluarga Albrecht. Namun, malam ini menara itu bukan hanya sekadar lambang kejayaan—ia akan menjadi medan perang. Johan turun dari mobil bersama Evelyn dan Darius. Di belakang mereka, puluhan anggota pasukan elit Arthura Trade & Co telah bersiap dengan senjata lengkap. Darius menyeringai saat melihat menara yang penuh dengan penjaga. "Leon benar-benar tidak main-main. Aku menghitung setidaknya 50 penjaga hanya di bagian luar." Evelyn menghela napas dan memeriksa peluru di pistolnya. "Kita masuk dengan paksa atau menyelinap?" Johan melangkah maju, mengenakan sarung tangannya dengan tenang. "Kita masuk seperti badai." ________________________________________ Di dalam Menara Aeternum… Leon Albrecht duduk di ruangannya, menyesap anggur merah dengan
Di jantung Eisenwald, pertempuran tak kasat mata mulai berkecamuk. Leon Albrecht tidak membuang waktu. Begitu ia menyadari serangan Johan telah menghancurkan sebagian besar operasional rahasia keluarganya, ia langsung mengaktifkan Sentinel Malam—kelompok pembunuh bayangan yang selama ini menjadi kekuatan tersembunyi keluarga Albrecht. Mereka bukan sekadar algojo. Mereka adalah hantu yang bergerak tanpa suara, spesialis dalam eliminasi cepat dan bersih. Dan target pertama mereka malam ini: Johan. ________________________________________ Di markas Arthura Trade & Co, Johan sedang membaca laporan terbaru. Darius masuk dengan ekspresi tegang. "Ada sesuatu yang tidak beres. Beberapa titik pengawasan kita di distrik finansial tiba-tiba terputus komunikasi." Evelyn, yang sedang duduk di meja sambil mengasah pisaunya, menegakkan tubuhnya. "Itu tidak mungkin kebetulan."
Di jantung kota Eisenwald, Johan berjalan santai di sepanjang koridor markas Arthura Trade & Co. Tangannya bersedekap di belakang punggung, ekspresinya tenang, tetapi matanya tajam seperti seekor elang yang mengamati mangsanya. "Sudah ada pergerakan dari pihak Albrecht?" tanyanya tanpa menoleh. Darius, yang berdiri di sampingnya, mengangguk sambil menyerahkan sebuah laporan. "Mereka mulai menyerang gudang-gudang kita. Beberapa agen kita di pasar saham juga menerima ancaman. Tapi ini belum serangan penuh." Evelyn, yang duduk di meja dengan satu kaki bersilang, tertawa kecil. "Leon terlalu pintar untuk bertindak gegabah. Dia pasti ingin mengujimu lebih dulu sebelum mengerahkan semua kekuatannya." Johan tersenyum tipis. "Biarkan dia mencoba. Saat dia sadar bahwa dia telah bermain di dalam permainanku, itu sudah terlambat baginya." ________________________________________ Di sisi lain kota, s
Hari itu, Eisenwald menjadi pusat perhatian seluruh Astvaria. Bursa saham yang biasanya stabil kini bergejolak liar. Para investor panik setelah membaca berita tentang kemungkinan krisis finansial yang mengancam perusahaan-perusahaan di bawah kendali Keluarga Albrecht. Di dalam gedung megah Albrecht Financial Group, Leon Albrecht berdiri di depan jendela kantornya yang luas. Matanya menatap ke kejauhan, namun pikirannya penuh dengan kemarahan. "Siapa yang berani mengguncang pasarku seperti ini?" suaranya terdengar dingin. Asisten pribadinya, Friedrich Hahn, melangkah masuk dengan wajah serius. "Tuan Muda, kami telah melacak sumber pergerakan saham yang tidak biasa ini. Tampaknya beberapa investor besar mulai menarik dana mereka secara tiba-tiba." Leon berbalik, matanya menyala dengan kemarahan yang tertahan. "Investor mana saja?" Friedrich membuka tablet di tangannya dan membacakan lapora
Velmoria kini berada dalam kendali Johan. Keluarga Hohenberg telah tumbang, meninggalkan kekosongan kekuasaan yang langsung diisi oleh Arthura Trade & Co. Dengan jatuhnya keluarga ini, pengaruh jahat mereka dalam politik dan ekonomi mulai terkikis. Namun, Johan belum selesai. Di dalam sebuah ruang pertemuan rahasia di bekas markas Hohenberg, Johan berdiri di depan sebuah peta besar Astvaria yang penuh dengan tanda dan catatan. Evelyn, Darius, dan beberapa orang kepercayaannya duduk di sekeliling meja. "Hohenberg sudah lenyap," Evelyn membuka pembicaraan. "Siapa target kita berikutnya?" Johan menatap ke arah barat, kota Eisenwald, tempat markas Keluarga Albrecht. "Albrecht," ujar Johan dengan nada datar namun penuh makna. Darius bersiul pelan. "Jadi, kita akan menargetkan sumber keuangan mereka?" Evelyn menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Mereka bukan pejuang seperti Wilhelm a
Udara malam di Velmoria masih terasa tegang setelah pertempuran singkat di dalam markas Hohenberg. Johan, Evelyn, dan Darius bergerak cepat melalui gang-gang gelap, menghindari patroli yang mulai menyebar ke seluruh kota. "Dimana titik pertemuan?" tanya Evelyn sambil tetap waspada. "Di distrik industri," jawab Darius. "Rangga dan anak buahnya sudah menunggu di sana." Johan tetap diam, matanya tajam mengamati setiap sudut jalan. Ia tahu pertempuran ini belum selesai. Pemburuan Dimulai Tak lama kemudian, sirene berbunyi di seluruh Velmoria. Hohenberg telah menyadari bahwa ada penyusup, dan mereka tidak akan membiarkan Johan serta timnya pergi begitu saja. "Darius, seberapa penting informasi yang kita ambil?" tanya Johan sambil tetap berjalan. Darius tersenyum sinis. "Cukup untuk menjatuhkan beberapa cabang bisnis Hohenberg dan mengungkap operasi kotor mereka di Astvaria."
Kabut tipis menyelimuti kota Velmoria saat fajar mulai menyingsing. Kota ini adalah pusat informasi dan mata-mata Astvaria, dipenuhi oleh agen rahasia, tentara bayaran, dan para penguasa bayangan yang setia pada Keluarga Hohenberg. Jika ada satu tempat di mana informasi bisa menjadi senjata mematikan, itu adalah di sini. Johan dan timnya sudah memasuki kota dengan cara yang paling aman—melalui jaringan bawah tanah. Sejak beberapa waktu lalu, anak buahnya telah menyusup ke dalam Velmoria, mempersiapkan jalur aman dan mengamati pergerakan musuh. Darius membuka sebuah peta kecil dan menunjukkannya pada Johan. "Kita punya beberapa tempat yang bisa kita gunakan sebagai titik aman. Tapi ingat, Hohenberg punya mata-mata di mana-mana. Kita harus bergerak dengan sangat hati-hati." Johan mengangguk. "Target pertama kita adalah pusat intelijen mereka. Jika kita bisa melumpuhkan sistem komunikasi mereka, kita bisa mengendalikan informasi di kota i
Johan berdiri di atas balkon gedung utama di Granz, menatap ke arah cakrawala yang jauh. Kota Velmoria yang dikuasai Keluarga Hohenberg sudah mulai mengalami guncangan akibat serangkaian sabotase yang diperintahkan olehnya. Tapi ini baru awal. Darius berjalan mendekat, berdiri di sampingnya. "Johan, aku sudah lama ingin bertanya," katanya, suaranya serius. "Kenapa kau begitu gigih ingin menghancurkan kejahatan dalam 12 Keluarga Teratas dan juga 6 Keluarga Kuno?" Johan tetap diam beberapa saat, lalu berbicara tanpa menoleh. "Karena mereka adalah akar dari kegelapan di Astvaria." Darius mengerutkan dahi. "Apa maksudmu?" Johan menutup matanya sejenak, mengingat masa lalu yang tidak pernah bisa ia lupakan. Luka Lama dan Pengkhianatan Dulu, Astvaria adalah negara yang lebih kuat dan bersatu, tetapi kekuatan itu hanya bertahan di permukaan. Di balik layar, 12 Keluarga Teratas da