"Sarah?" lirih Haris sambil memicingkan mata."Ya, ini aku, wanita yang pernah kamu permainkan di masa lalu," balas Sarah dengan suara bergetar menahan getir dalam dadanya.Haris yang sudah pasrah dalam kehidupan itu menunduk, rasa bersalahnya semakin besar. Satu persatu wanita yang dipermainkan olehnya telah kembali. Seolah-olah mereka akan menjadi boomerang bagi kehidupannya yang sudah tak lagi muda.Haris ingat, di hari terakhir pertemuan mereka di masa lalu, Sarah pernah bilang bahwa dirinya tengah berbadan dua. Namun, Haris yang memang tidak berniat tanggung jawab memilih tak peduli. Bahkan ia selalu minta wanita yang ditiduri untuk menggugurkan kandungannya. Kini, semua yang sudah terjadi hanya menjadi penyesalan. Andai masih ada kesempatan, ia ingin memperbaiki semuanya. Lelaki itu ingin memohon ampun pada seluruh wanita dan anak-anak yang telah ia sia-sia kan."Sarah, maaf, aku ...." Haris menunduk, ia tak mampu berbicara. Sungguh, ia menyesal atas dosa-dosa di masa lalu pada
Mendengar kabar dari Beni, orang-orang dari komnas HAM dan berbagai komunitas anti human trafficking yang sebelumnya sudah bekerjasama dengannya itu langsung terjun ke lokasi guna membantu proses evakuasi puluhan anak malang yang disekap.Anurak yang licik diam-diam masih menyembunyikan senjata api di saku celananya. Saat polisi hendak menangkap, lelaki itu dengan cekatan mengambilnya dan mengarahkan pada siapa saja yang mendekatinya.Sementara Beni dan orang-orang suruhan Radit gegas berlari ke arah anak-anak yang disekap. Manusia yang didominasi oleh anak berusia tiga hingga belasan tahun itu nampak ketakutan, menangis dan menjerit saat mendengar suara peluru.Walau tidak saling mengenal, tetapi mereka saling melindungi anak-anak yang masih kecil meskipun mereka tahu pada akhirnya akan dipisahkan. Melihat kehangatan di tengah ancaman nyawa seperti itu, hati Beni sangat terenyuh.Aksi tembak menembak pun terjadi antara Anurak dan polisi. Namun, pihak berwajib yang mengamankan sindik
"Selamat ya Farel, Mama bangga sama kamu."Nengsih dan Beni tersenyum saat melihat anak sulung mereka telah lulus kuliah dengan predikat cumlaude."Papa juga bangga sama kamu." Beni tersenyum melihat prestasi anaknya."Abizar juga bangga sama Kakak, nanti kalau sudah besar mau kayak Kak Farel dan Papa," timpal adiknya yang berusia tiga belas tahun itu."Makaya sekarang Abizar sekolah yang benar, ya." Beni mengusap kepala anak keduanya dengan senyum. Lelaki itu bangga pada kedua putranya."Farel, foto yuk," kata seorang wanita yang tak dikenal, wanita itu hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala pada kedua orang tua Farel.Sejak pertama kali masuk kuliah, lelaki itu memang sudah dijuluki sebagai star karena kepintaran dan ketampanannya. Tak ayal banyak kaum hawa yang meminta foto bersama."Pa, antar aku yuk," pinta Abizar yang langsung menarik lengan Beni ke arah pedagang buket yang berjejer."Ya sudah, ayo." Beni menimpali dan melangkah bersama putra keduanya. Sementara Nengsih mem
Di perjalanan hendak pulang, Diam masih terus menangis memikirkan Citra. Wanita itu tak menyangka akan merasakan kehilangan saat mengantar anaknya mondok."Sudahlah sayang, doakan saja biar Citra sehat dan bisa belajar dengan baik di sana," kata Rian. Jauh dalam hatinya lelaki yang tengah menyetir itu merasakan hal yang sama, hanya saja ia lebih bisa menutupi perasaannya."Iya Mas," balas Dian sembari memaksakan senyum. Sementara Syadea yang tengah duduk di samping Hasna itu tetap anteng sambil senyum-senyum kecil. Menyadari gelagat cucunya, Hasna lantas bertanya."Syadea kenapa? Kok senyum-senyum?" tanya Hasna sembari mengerutkan dahi."Aku pengen cepat sampe, Oma. Setelah aku pikir-pikir kayaknya asyik gak ada Kak Citra, selain aku bisa pakai baju-bajunya, aku juga gak mesti rebutan apapun lagi," jawab Syadea antusias, sementara Hasna hanya tersenyum kecil mendengar jawaban polos cucunya."Seminggu pertama mungkin senang, tapi Oma yakin hari berikutnya kamu pasti kehilangan," timpal
Di sepanjang perjalanan saat mengikuti suaminya, hati Nengsih semakin gusar. Wanita itu menakutkan kedua tangan dengan jantung berdebar-debar.'Ya Rabb, semoga semua firasatku salah.'Nengsih berdoa dalam hati, ia tak ingin pernikahan yang sudah dijalani lama itu berakhir dengan pengkhianatan. Selama ini, ia merasa hidup dengan seorang pangeran setia yang rasanya mustahil akan khianat."Pak, lebih cepat sedikit ya."Nengsih meminta sopir taksi untuk mempercepat laju kendaraan agar tak kehilangan gerak suaminya."Iya, Bu." Sopir itu mengangguk kemudian menaikkan kecepatan kendaraan yang dikemudikannya.Hati Nengsih semakin tak karuan saat melihat mobil Beni berbelok ke arah lain. Padahal, arah kantornya masih lurus. Hati wanita itu semakin gusar, kecurigaan membuat pikirannya kacau.Jantungnya berpacu semakin cepat saat mobil Beni memasuki gerbang sebuah perumahan bersubsidi. Dahi Nengsih mengerut, meskipun dulu ia orang miskin yang tidak mempunyai apa-apa, tetapi setelah hidup dengan
Tanpa menyia-nyiakan waktu, Beni dan semua orang yang berada di sana bergegas ke rumah sakit. Meskipun hatinya tercabik nyeri, tetapi Nengsih ikut bersama mereka ke rumah sakit untuk memantau kondisi anak yang membuat hatinya terluka."Pak, ini uangnya, maaf saya pergi sama mereka," kata Nengsih sambil memberikan uang ongkos beserta tip dua kali lipat dari tarif karena sopir sudah menunggu."Ayo masuk sayang," titah Radit pada istrinya.Tiara yang berjalan dari arah belakang mobil hendak memasuki pintu samping kemudi, tetapi ia urung dan pindah saat melihat Nengsih langsung duduk di samping suaminya. Akhirnya Tiara dan ibunya memilih duduk di kursi belakang. Bagi mereka saat ini adalah keselamatan Syafia.Di perjalanan, semua yang ada di mobil membisu, hanya sesekali tangisan Syafia terdengar kian nyaring. Beni yang sudah ingin menjelaskan tentang semua yang terjadi pada sang istri terpaksa ditunda demi keselamatan Syafia.Sesampainya di rumah sakit, Bayi mungil nan cantik itu langsun
Dua bulan yang lalu ...."Iya, ini aku lagi perjalanan ke hotel. Kamu jaga diri di rumah ya, mungkin lusa aku pulang dari Bandung, kebetulan besok aku masih ada seminar di salah satu kampus, terus malamnya aku ada perlu dulu sama teman, aku titip anak-anak, love you," kata Beni pada istrinya melalui saluran telepon.Setelah panggilan terputus, lelaki yang tengah mengemudi itu menaruh kembali ponselnya di saku. Malam sudah semakin larut, tetapi ia masih di perjalanan, terlebih jalan yang dilalui adalah area perkampungan karena hari ini ia mempunyai klien seorang juragan di sana. Karena satu dan lain hal akhirnya ia kemalaman di jalan.Beni memacu laju kendaraannya karena hari sudah sangat sepi. Ia ingin sampai di hotel sesegera mungkin karena tubuhnya sudah lelah beraktivitas seharian di kota kembang itu.Tepat di sebuah jembatan, tiba-tiba saja lelaki yang tengah mengemudi dengan kecepatan tinggi itu melihat seorang wanita dengan perut besar hendak melompat.Beni gegas menghentikan la
"Kamu tahu? Kalau nilai terus seperti ini, poin kamu buat ikut ujian kenaikan kelas gak akan mencukupi!"Suara Farel penuh penegasan, ia sangat ambisius sehingga seluruh siswa harus mengerti dengan mata pelajarannya. Biasanya para siswa dan siswi akan takut mendengar suara guru yang satu itu ketika marah, tetapi berbeda dengan Syadea, ia justru suka karena semakin Farel menampakkan wajah kesal, lelaki itu semakin manis dan membuatnya terpesona.Seperti sekarang, bukannya menyesal--gadis itu malah senyum-senyum sendiri sambil terus memperhatikan wajah gurunya."Syadea! Kamu dengar gak?" tanya Farel dengan suara meninggi, ia kesal karena muridnya yang satu itu sangat bebal, kali ini suaranya berhasil membuat Syadea tersentak."Eh iya, m_maaaf Pak, kasih saya kesempatan, besok-besok saya belajar yang rajin," jawab Syadea dengan menampakkan raut sesal."Ya sudah, sore ini sepulang sekolah kamu harus ikut kelas tambahan di rumah saya!"Farel yang terkenal dingin dan killer itu langsung ber