Share

Dian VS Raya

Penulis: Yulistriani
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-21 20:46:12

"Gak ada Mbak, saya hanya sebatas kenal saja dengan Bu Raya."

Nengsih akhirnya bicara setelah sekian lama membisu, wanita itu mengerlingkan matanya ke atas, gelagatnya menunjukan ketakutan yang membuat Dian semakin yakin ada sesuatu tak beres yang Nengsih sembunyikan.

"Jadi benar kamu yang membunuh pak Adrian?"

Dian berusaha untuk meyakinkan, sementara Nengsih hanya mengangguk perlahan, seolah-olah berat mengakuinya. Meskipun dibujuk, tetapi Nengsih tetap diam sampai waktu besuk habis. 

"Baiklah, maaf saya sudah mengganggu, kalau begitu saya permisi."

Dian berpamitan pada Nengsih dan berterima kasih pada polisi atas waktu yang diberikan, tetapi hatinya masih diliputi banyak pertanyaan, terlebih sikap Nengsih yang kian mencurigakan.

Dian berjalan ke luar dan meninggalkan kantor polisi, tetapi baru saja hendak memasuki mobil, wanita itu tak sengaja melihat lelaki itu, lelaki yang pernah bicara perihal pembunuhan dengan Raya tempo hari.

Rasa penasaran kian menghantui Dian, wanita itu memutuskan untuk kembali masuk. Benar saja, lelaki itu menemui Nengsih dan mereka berbicara, tetapi sayangnya Dian tak bisa mendengar obrolan mereka karena jarak yang lumayan jauh.

****

"Bagaimana penyelidikan hari ini Dian?" tanya Nurul saat menikmati makan malam. Kebetulan malam ini Nurul masak gulai nangka kesukaan Dian sehingga wanita hamil itu makan dengan lahap.

"Masih belum ada titik terang Tante, Nengsih bilang gak ada keterikatan antara kasusnya dengan Raya," jawab Dian, wanita yang sedang asyik menikmati makan malam itu berhenti seketika, raut wajahnya berubah sendu.

"Ya sudah Dian, mungkin memang Raya tidak melakukan itu, mungkin lebih baik kamu fokus sama kehamilan kamu, sebentar lagi anakmu lahir," timpal Damar kemudian.

Mungkin benar, Dian terlalu curiga pada Raya, dendam dalam hatinya sudah meracuni akal sehat sehingga selalu berprasangka negatif dan mengaitkan hal buruk dengan sepupunya sendiri.

Malam semakin larut, kantuk sudah mendera, tetapi mata Dian sulit sekali untuk terpejam. Wanita itu membuka ponsel, ternyata ada satu notifikasi pesan dari Bi Imah yang sudah masuk dari beberapa jam yang lalu.

[Bu, Bapak dan Bu Raya ribut besar, bapak sudah tahu kalau ibu gak selingkuh dan hanya difitnah sama Bu Raya] 

Dian tersenyum sinis melihat pesan dari asisten rumah tangga yang dijadikan mata-mata untuk Raya itu. Hatinya sedikit puas karena sang suami telah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Kebenaran akan selalu terungkap meski sepintar apapun kamu menyembunyikannya, Raya," gumam Dian pelan, sorot matanya lurus ke depan.

Menurut Dian, pasti Radit akan lebih marah jika tahu anak yang Raya kandung bukanlah darah dagingnya. Namun sayang, bagi Dian Radit kini terlalu polos, lelaki itu bahkan tak bisa membedakan mana hamil tujuh bulan dan mana hamil lima bulan. Dian menggelengkan kepala mengingat bagaimana lelaki itu begitu membela istri mudanya.

Tubuh Raya memang tetap ramping meski ia sedang hamil, perutnya pun tidak terlalu besar, menurut Dian itu alasan Radit percaya pada wanita berhati iblis seperti Raya dan masuk dalam perangkapnya.

**

"Ada apa?" tanya Dian  saat melihat Radit tiba-tiba saja datang ke rumah Damar di pagi buta.

"Dian, aku minta maaf ya," pintanya sembari berusaha menyentuh tangan Dian, tatapannya lesu dan layu, sorot matanya penuh penyesalan, tetapi dengan tegas Dian menepis sentuhan tangan Radit. Dian hanya tersenyum kecut sembari menyilangkan tangan di atas dada saat melihat Radit memohon maaf padanya.

"Aku sudah tahu bahwa kamu tidak selingkuh Dian, Raya sudah fitnah kamu perihal laki-laki itu," lanjutnya lagi, hatinya kian teriris, dadanya tercabik oleh penyesalan karena dengan mudah percaya pada perkataan Raya.

"Aku sudah terlanjur sakit hati, Mas. Bukan hanya Raya yang sudah fitnah aku tapi juga kamu. Seharusnya kamu dengerin dulu penjelasan aku, tetapi yang kamu lakukan justru mengusirku begitu saja tanpa mau mendengarkan. Kamu sengaja menutup telinga bahkan menutup mata padaku."

Suara Dian serak menahan emosi. Matanya sudah berkaca-kaca karena luka yang pernah Radit torehkan dalam hatinya.

"Iya aku tahu Dian, maka dari itu aku minta maaf, kamu mau kan kembali sama aku lagi?"

Radit berusaha menyentuh tangan Dian, tetapi wanita itu sudah terlanjur sakit hati dan tak ingin disentuhnya.

"Aku mohon demi anak kita," tambah Radit, dia bertekuk lutut di hadapan Dian lalu memegang kakinya.

"Untuk apa? Toh kamu sudah mempunyai Raya, aku gak mau dimadu, lagian bukannya kita akan cerai setelah anak ini lahir?"

Dian justru melontarkan pertanyaan yang membuat hati Radit kian merasa bersalah, lelaki itu tak mau jika harus berpisah dengan wanita terindahnya.

"Enggak Dian, aku gak akan ceraikan kamu sampai kapanpun, aku cinta sama kamu, dulu, sekarang dan sampai nanti akan tetap mempertahankan rumah tangga ini."

Dengan tegas dan mantap Radit menjawab pertanyaan Dian, sementara wanita itu hanya tersenyum kecut mendengar ucapan suaminya.

"Egois ...."

Dian menggelengkan kepala karena tak habis pikir dengan lelaki yang menurutnya tak tahu malu itu.

"Aku mencintaimu Dian, kita lanjutkan kisah ini dan benahi lagi," pinta Radit sembari menatap dalam manik hitam wanita yang masih berstatus istrinya tersebut.

"Mas, kalau kamu memang mencintai aku, gak akan ada pengkhianatan dalam rumah tangga kita."

Dian berjalan pelan membelakangi Radit, hatinya tercabik perih mengingat saat pertama dirinya melihat Radit dan Raya berduaan di tengah perjuangannya untuk sembuh.

Hati Dian ngilu membayangkan lelaki itu bercumbu dengan sepupunya, sedangkan dirinya sekuat tenaga berjuang untuk hidup demi suami dan anak dalam kandungannya.

"Maaf Dian, tapi waktu itu aku sama sekali gak sadar bisa berhubungan dengan Raya, tahu-tahu kami sudah melakukannya."

Radit berjalan mendekati istrinya lalu menggenggam tangan Dian, ia berusaha membela diri atas perbuatan menjijikan yang pernah dilakukannya bersama Raya.

"Mas ... Mas ... mana ada orang melakukannya tanpa sadar?"

Dian tersenyum sinis, ia melepaskan genggaman tangan Radit sambil menggelengkan kepala, lalu wanita itu berjalan dan masuk ke dalam rumah.

Dian menutup pintu dan menguncinya dari dalam, tak peduli Radit terus mengetuknya dan terus berteriak memanggil. Di luar lelaki itu pun terus berusaha berbicara untuk menjelaskan, Radit juga mengajak agar Dian mau kembali padanya, tetapi hati Dian sudah terlanjur sakit dengan pengkhianatan yang dilakukan suaminya.

Dian berjalan ke arah kamar dan duduk di sisi ranjang, wanita itu menumpahkan semua rasa yang berkecamuk dalam dada, air mata terus mengalir deras seiring perihnya luka, jauh dalam hati kecilnya ia masih mencintai Radit, tetapi kekecewaan dan pengkhianatan terus menghantui pikirannya. 

"Dian, ini Tante Nak."

Nurul mengetuk pintu kamar. Setelah mendengar suara istri Damar, Dian tanpa ragu membukanya kemudian kembali ke tempat semula. 

"Dian maaf Tante gak sengaja mendengar pembicaraan kamu sama Radit tadi, apa gak sebaiknya kamu pulang? Rumah tangga itu kalau masih bisa dipertahankan ya lebih baik pertahankan." 

Nurul menghampiri Dian yang tengah duduk menatap kosong ke arah jendela, lalu wanita itu duduk di sebelah Dian, ia mengelus rambutnya dan menyelipkannya di telinga. Sementara Dian menarik napas berat lalu mengembuskan pelan, entah mengapa perkataan Nurul begitu mengusik hatinya. 

"Tapi, Tante ...."

Dian berusaha menyanggah, hatinya kian bimbang, ia tahu kalau perceraian adalah sesuatu yang diperbolehkan tetapi dibenci Tuhan.

"Dian, anak kamu butuh ayah, siapa tahu suatu saat nanti Radit berubah, sebelum ini dia juga belum pernah menyakiti kamu, kan? Semenjak Raya hadir saja rumah tangga kalian hancur, kan?" tanya Nurul dengan lembut.

Dian hanya mengangguk pelan. Memang, wanita itu pun menyadari kalau Radit tak pernah menyakitinya sebelum ini, bahkan lelaki itu  selalu memanjakan dirinya karena tahu kalau Dian tak pernah merasakan kasih sayang orang tua sedari kecil. Radit selalu berusaha menghibur Dian agar istrinya tak kekurangan kasih sayang, cinta bahkan harta.

"Dian, laki-laki bisa saja khilaf, apalagi saat dia memiliki segalanya, tapi bukankah satu kesalahan harusnya tidak mengubur seribu kebaikan?"

Nurul mengalihkan pandangan ke arah luar jendela, rintik hujan perlahan turun di sana.

"Tapi, Tan ...," sela Dian lagi, bisikan perceraian begitu kuat mendengung di telinganya.

"Dian, justru dengan kamu tinggal di sana bersama Raya, bukankah kamu bisa semakin mudah menyelidikinya?"

Nurul kini kembali mengalihkan pandangan ke arah Dian dan menatap tajam kedua matanya.

Dian berpikir sejenak, benar juga ucapan Nurul, tinggal seatap dengan Raya maka akan membuatnya semakin mudah untuk menyelidiki wanita berhati iblis itu dan memberikan pelajaran untuknya.

"Iya Tan, Tante benar," jawab Dian setelah berpikir, senyum tipis kini mengembang di bibirnya.

"Iya, kalau kamu mau tahu kelemahan musuh, maka kamu harus berani dekat dengannya."

"Ya sudah aku siap-siap dulu ya Tan, kebetulan Mas Radit juga masih menunggu di luar, katanya dia gak akan pulang sebelum aku ikut dengannya."

Dian kini semangat lalu beranjak memasukan pakaian pada koper. Senyum penuh misteri tergambar dari bibir manisnya.

***

Hujan mulai reda, tetapi Radit masih setia berdiri di depan rumah Damar sambil menunggu Dian berubah pikiran, bajunya sedikit basah terkena cipratan air hujan.

"Ayok!"

Dian membuka pintu sambil membawa koper, sontak Radit yang sedang menghangatkan tubuhnya dengan cara meniup jemarinya itu melongo, mungkin lelaki itu tak percaya akhirnya Dian berubah pikiran.

"Mau aku pulang gak? kalau gak mau ya sudah balik lagi."

Dian bertanya sembari membalikkan badan ke arah pintu.

"Mau ... mau, jangan dong, sini kopernya aku bawa."

Dengan mata berbinar Radit berjalan ke arah Dian, bibirnya tersenyum bahagia, wajah yang tadi kusut kini berubah semringah. Radit dan Dian tak langsung pulang karena menunggu kepulangan Damar yang masih di Mushala terlebih dahulu untuk berpamitan.

"Hati-hati di jalan ya, Radit Om titip Dian, ya," ujar Damar dengan nada tegas setelah sampai di rumah, lelaki itu masih tak percaya kalau Radit mampu menjaga Dian dengan baik.

"Iya Om," balas Radit lalu mencium tangan Damar takzim.

"Hati-hati ya, kalau ada apa-apa kabarin Tante."

Dian mencium tangan Nurul takzim lalu memeluknya penuh haru.

Mobil melesat ke jalan raya dan perlahan meninggalkan halaman rumah Damar. Di perjalanan Radit  mengajak Dian makan di restoran favorit keduanya guna menumbuhkan lagi cinta yang hampir pudar.

"Terima kasih ya, aku bahagia sekali karena kamu mau kembali, sehat-sehat ya anak Papa, sebentar lagi kita bertemu," ucap Radit sembari mengelus perut Dian.

Keduanya bercengkrama, bernostalgia, merajut tali kasih yang sempat mengendur, seolah-olah lupa bahwa diantara mereka ada orang ketiga yang sedang menunggu di rumah. Namun, tanpa Radit ketahui bahwa yang Dian lakukan adalah kepura-puraan. 

****

"Mas, kamu ke mana saja sih, Aku telpon gak diangkat, kan aku jadi khawatir?" tanya Raya sembari membingkai tangan di wajah Radit saat lelaki itu baru saja datang.

Dian berjalan di belakang Radit dan sengaja menyuruhnya masuk terlebih dahulu, wanita itu ingin memberikan kejutan spesial pada Raya atas kedatangannya kembali. Bagi Dian genderang sudah ditabuh dan ia akan mengikuti ke mana arah permainan Raya.

"Sudah, aku lelah."

Radit melepaskan tangan Raya dengan kasar.

"Kok kamu gitu sih Mas? Kan aku sudah jelaskan semuanya kalau apa yang kamu lihat itu gak ben ...." Perkataan Raya tiba-tiba saja terpotong saat melihat kedatangan Dian, seketika wajah Raya memerah.

"Hai Ray," sapa Dian sembari tersenyum  penuh kemenangan. Wanita itu nampak syok tetapi berusaha tenang dan tak menghiraukan Dian.

"Mas, kenapa dia datang lagi?" tanya Raya dengan deru napas tak beraturan karena amarah.

"Dian masih istri saya, jadi dia masih punya hak untuk tinggal di sini," jawab Radit tegas, "ayok!" Radit menyentuh lengan Dian dan menuntunnya masuk.

"Dadah ...."

Dian melambaikan tangan dengan menjulurkan lidah pada Raya, sementara wajah sepupunya itu kian memerah menahan murka.

***

"Mas, sarapan dulu yuk."

Raya sembari menggenggam tangan Radit ketika lelaki itu hendak berangkat kerja, matanya melirik sinis ke arah Dian yang berdiri di belakang suaminya.

Dengan tenang Dian mengekor dibelakang Radit sembari membawakan tas kerjanya.

"Gak perlu, aku sudah sarapan sama Dian," jawab Radit dingin sehingga membuat Raya semakin murka melihat lelaki itu lebih perhatian pada Dian.

"Aku pergi dulu, ya."

Radit mengecup kening Dian lalu mengusap perutnya yang kian membuncit. Sementara Dian membenarkan kerah baju suaminya di hadapan Raya. Wanita itu kini merasa puas sekali karena bisa memanas-manasi wanita licik di depannya.

"Iya, Mas," jawab Dian lalu mencium punggung tangan Radit.

"Mas...."

Raya menyodorkan tangannya pada Radit, tetapi lelaki itu tak menghiraukan.

Dian tahu betul kalau Radit pasti sangat marah karena Raya telah berbohong dengan memfitnahnya, karena sejak dulu Radit adalah orang yang jarang mentoleransi kebohongan. Saat ini lelaki itu bertahan hanya karena Raya sedang hamil.

"Apa yang kamu inginkan, Dian? Kenapa sih kamu selalu merebut kebahagiaanku? Aku sudah bahagia dengan Mas Radit, kenapa kamu harus kembali lagi dan menghancurkan kebahagiaanku, hah? Dasar wanita tak tahu diri."

Setelah kepergian Radit Raya mencecar Dian dengan kemarahan.

"Enggak kebalik? Bukankah seharusnya aku yang ngomong begitu sama kamu? Oh ya, aku ingat ... kayaknya kamu gak punya kaca buat ngeliat kelakuan bejat sendiri kayak apa."

Dian membalas  kemarahan sepupunya dengan tenang tetapi langsung menghunus dada Raya.

Mendengar jawaban Dian yang menyudutkannya, Raya mengepalkan tangan kuat sehingga urat-uratnya menonjol, sementara giginya gemerutuk menahan emosi yang sudah di ubun-ubun.

"Satu lagi, aku bukan Dian yang dulu, bukan Dian yang bisa selalu kamu setir, perlahan tapi pasti aku akan buka semua kedok kamu, terutama tentang ayah biologis dari anakmu, dan saat itu terjadi, siap-siap saja Mas Radit akan mendepak kamu dan ibumu."

Dian kembali melanjutkan ucapannya, menantang Raya agar tak menyepelekannya, kemudian dia berjalan meninggalkan Raya yang masih termangu melihat keberaniannya sekarang. 

"Oh ya, satu lagi. Saya juga tahu tentang rahasia besar yang sedang kamu sembunyikan."

Dian yang sudut berlalu itu tiba-tiba berhenti dan melirik ke arah Raya dengan senyum sinis, mendengar perkataan Dian tentang rahasia besarnya, seketika wajah Raya memerah ketakutan.

Bersambung.

Bab terkait

  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Langkah Awal Pembalasan

    "Mas, kamu cinta sama Raya?"Dian bertanya pada Radit saat keduanya hendak ke pembaringan. Tak dipungkiri ada setitik rasa bahagia karena akhirnya bisa kembali bercengkrama dengan Radit di surga peraduannya. Namun, dia tak akan lupa dengan tujuan dari kedatangannya. "Tadinya, tapi semenjak tahu dia berbohong cinta itu tiba-tiba hilang."Radit meletakan buku yang dibacanya ke atas meja, lelaki itu kemudian menatap manik hitam Dian lembut, ada rasa bersalah yang bercokol dalam dada kala melihat sorot sendu istri pertamanya.Dian menghela napas dalam mendengar jawaban jujur yang menyakitkan dari mulut sang suami. Wanita mana pun akan terluka saat tahu ada cinta lain di hati suaminya."Saat kamu mengusirku, apa kamu juga sudah tidak mencintaiku?" tanya Dian, wanita itu menatap lekat netra Radit, mencari secercah rasa yang tak bisa ditebak. "Enggak Dian, cinta untuk kamu selalu ada, bahkan jauh dalam hati gak percaya kamu bisa melakukannya, tapi saat itu semua bukti terpampang jelas, Ray

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Membuang Berlian

    "Apakah dokter tahu alamat rumah Nengsih?""Sepertinya saya tahu, Nengsih berasal dari keluarga dengan strata sosial menengah ke bawah. Saya menduga alasan dia menjajakan diri karena faktor ekonomi. Saya pernah melihat adik-adiknya yang masih sangat kecil, karena itu juga dulu saya hampir ingin menyelesaikan kasus ini dengan kekeluargaan lantaran tak tega. Tetapi, bukankah kasus pembunuhan tak bisa ditanggapi dengan kekeluargaan. Di sisi lain saya tak terima melihat kondisi Bunda setelah kejadian itu." Dokter Rian menatap kosong dinding, peristiwa yang terjadi hampir setahun lalu membuat mentalnya terguncang. Lelaki itu ingat bagaimana ia menjadi sorotan karena sang Ayah, pengusaha terkenal itu ditemukan meninggal setelah melakukan hubungan terlarang dengan wanita komersil.Dokter Rian juga terpukul kala sang ibu terus menerus menangis setiap harinya karena kepergian dan pengkhianatan sang suami, hingga akhirnya hal mengerikan itu tiba-tiba terjadi."Terus sekarang ibu dokter di mana

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Radit Tidak Tahu Malu

    "Alhamdulillah setelah dua Minggu Citra badannya berisi ya, Dian? Oh ya Tante ambil makanan dulu ya." Nurul menaruh Citra yang tubuhnya semakin berisi ke atas kasur, lalu ia beranjak hendak ke dapur. "Iya Tante," jawab Dian sembari menatap Citra yang tertidur pulas setelah digendong Nurul. Bagi Dian, menjadi seorang ibu adalah petulangan baru dalam hidupnya. Kini ia merasa tak ada harta yang lebih berharga selain anaknya. Pantaslah saja di luar sana banyak para ibu yang rela mengorbankan apapun demi buah hatinya. Dian menyunggingkan senyum di bibir sambil terus menatap bayinya. Tak aneh Allah menyebutkan surga berada di telapak kaki ibu, selain itu seorang ibu juga disebut tiga kali dibanding ayah oleh Rasulullah lantaran perjuangannya. Namun, seketika senyum manis itu perlahan menghilang dari bibirnya, raut wajah Dian kini nampak sendu. "Ya Allah, masihkah ada surga di telapak kaki ibuku? Ibu yang tega meninggalkan anaknya tanpa bekal apapun, bahkan hingga saat ini aku tak pern

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Foto Lawas

    "Kamu tenang saja Dian, saya akan bantu kamu, saya bisa pastikan Radit gak akan mengambil hak asuh Citra dari kamu."Dokter Rian berusaha menenangkan wanita di hadapannya. Sementara Dian masih tergugu dalam ketakutan. Wanita itu tahu betul kalau keluarga Radit akan melakukan segala cara dengan uang mereka."Iya Dok, aku gak rela kalau Citra harus dirawat oleh Mas Radit yang sangat tempramen," jawab Dian dengan mata berkaca-kaca.***Hari ini dokter Rian mengajak Dian dan Citra berjalan-jalan di sebuah mal. Entah apa yang tumbuh dalam hati, tetapi kini Dian mulai merasa nyaman berada di dekat lelaki itu. Namun, Dian yakin rasa nyaman ini hanya sebatas kenyamanan dari sebuah persahabatan."Masuk yuk."Dokter Rian menarik lengan Dian saat berdiri di depan toko pakaian. Wanita itu menolak lantaran tahu betul toko di depannya adalah brand bermerk yang sangat terkenal, sudah bisa dipastikan harganya mahal. Dian yang kini sudah tak memiliki banyak uang itu menggelengkan kepalanya pelan."Sa

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Wanita itu?

    Dian masih terpaku sembari menggenggam album foto saat dr. Rian memuji ibunya. Seketika wanita itu meremas ujung hijabnya dengan penuh kebencian.Dian tidak benar-benar lupa dengan wajah sang ibu, bayangan wanita yang melahirkannya itu hanya sekadar blur dalam otaknya, tetapi ketika sebuah foto terpampang jelas, Dian yakin bahwa orang di dalam foto itu adalah Hasna, wanita yang tega meninggalkannya sekian lama."Kalau boleh tahu, siapa nama Bunda Mas Rian?"Setelah berusaha menetralkan perasaan, Dian akhirnya bertanya pada lelaki di hadapannya, meski sangat yakin tetapi masih hinggap setitik ragu dalam dadanya."Namanya Hasna," jawab dr. Rian bangga.Mata Dian terbelalak, jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya, darah seolah-olah mengalir dengan kecepatan yang sangat tinggi menuju organ pemompa itu."Kenapa?"Dokter Rian menangkap keanehan dari raut wajah Dian."Oh gak apa-apa," balas Dian sambil memaksakan senyum."Bunda adalah orang yang selalu ada saat suka dan duka. Dulu, Aya

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Kecewa

    Hasna dan anak lelakinya berlari mengejar Dian. Hari pertemuan yang dulu amat dinantikan kini berubah menjadi hari yang menyesakkan, menjadi mimpi buruk dalam hidup Dian. Setelah traumanya terhadap pernikahan sudah pulih, saat hatinya sudah yakin pada seseorang, tetapi lelaki itu justru adalah saudaranya.'Aku harus bisa menerima kenyataan. Saat ini semua sudah jelas bahwa Mas Rian adalah adikku. Kami pernah terlahir dalam rahim yang sama.'Dian bergumam dalam hati, wanita itu terus mengusap bulir bening yang kian mendesak keluar dari pelupuk matanya.'Oh Allah, baru saja aku merasakan getaran cinta lagi, kenapa harus kembali pupus karena kekecewaan?'Dian membatin sambil terus menyeka air matanya. Jarak antara Hasna dan Dian sudah dekat, tetapi wanita itu sudah memberhentikan taksi lalu masuk.Di dalam taksi, Dian melihat bagaimana Hasna mengejarnya sembari meraung, tetapi hati Dian yang sudah banyak menanggung kekecewaan hampir tak bisa lagi merasa iba pada wanita yang ia anggap me

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Pergi Menjauh

    Sudah beberapa Minggu ini Dian tak lagi berhubungan dengan dr. Rian. Lelaki itu masih sering menghubunginya, tetapi Dian selalu mengabaikan.Jauh dalam hati Dian sama sekali tak marah pada dr. Rian. Ia hanya ingin menenangkan diri dan bisa melupakan perasaannya pada lelaki itu."Kamu yakin mau pergi?"Damar meyakinkan Dian yang sudah siap dengan kopernya. Sambil menggendong Citra wanita itu hendak memasuki taksi, sementara Nurul masih terus menangis, tak rela berpisah dengan wanita yang sudah ia anggap seperti anak sendiri."InsyaAllah ini yang terbaik, kalau tetap di sini, aku khawatir ibu dan Mas Rian akan terus mengunjungi."Dian menahan air mata agar tak tumpah, hampir satu tahun tinggal bersama Damar dan Nurul membuat ikatan batin di antara mereka begitu kuat. Sehingga, saat hendak kembali berpisah terasa begitu berat.Dian memutuskan untuk pergi sementara dari rumah Nurul. Wanita itu akan tinggal di sebuah rumah milik temannya untuk menenangkan diri.Dengan sisa uang yang ada, D

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Masa Lalu Hasna

    Dian hanya diam, wanita itu enggan berbicara, ia takut jika berbicara hanya akan menyakiti perasaan masing-masing karena wanita itu sadar diri belum bisa mengelola emosinya dengan baik."Dian, Ibu salah karena sudah menelantarkan kamu, ibu minta maaf. Tapi, Ibu gak pernah berniat untuk itu. Dulu, saat kamu merengek ingin ikut ibu ke kota, saat itu ibu hanya menjadi seorang asisten rumah tangga. Ibu pikir kamu akan lebih baik tinggal sama Nenek dan Tante Indira, Ibu sudah memberikan hampir seluruh gaji ibu pada Indira untuk biaya hidup kamu, hidup di perantauan tidak memungkinkan untuk ibu pulang setiap waktu ...."Hasna menunduk saat menjelaskan alasan, wanita itu tak berani menatap mata putrinya, putri yang jauh dalam hati sangat ia rindukan.Dian mengangkat kepala mendengar perkataan Hasna, hatinya sedikit tersentuh, matanya kini berkaca-kaca."Sejak kapan Ibu menitipkan uang sama Tante Indira? Bahkan dia bilang ibu gak pernah mengirim uang. Apa Ibu tahu, karena hal itu aku sering g

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27

Bab terbaru

  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Ending

    "Sayang."Beni menghampiri Nengsih yang masih tersedu-sedu. Air mata wanita itu sulit terhenti. Hatinya masih saja nyeri membayangkan masalah yang menimpa keluarganya."Hmmm."Nengsih hanya berdehem, setelah jarak suaminya dekat, ia pun justru mengalihkan pandangan. Kondisi mood sedang buruk lantaran tengah premenstrual syndrom. Sehingga, hormonnya sangat berpengaruh terhadap masalah yang tengah dihadapi.Biasanya, Nengsih akan berpikir rasional. Namun, entah mengapa kali ini seakan-akan ia membenarkan ucapan Abizar bahwa semua yang terjadi antara keluarganya dengan keluarga Tiara disebabkan oleh pengkhianatan suaminya.Beni yang lelah, lantas mencoba diam, lelaki itu mencerna sikap istrinya kemudian instrospeksi diri. Namun, setelah diperhatikan sekian lama ia baru peka bahwa istrinya tengah mengalami mood swing. Sehingga, ia memeluk istrinya dari belakang, tak peduli Nengsih mengamuk, ia hanya ingin menunjukkan bahwa dirinya sangat mencintai sang istri dibandingkan orang lain."Apaa

  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Sahabat Jadi Cinta

    "Ya udah, sambil nunggu Kak Citra masuk aja dulu, yuk."Kedua insan itu lantas masuk ke rumah Dian. Di dalam, Abizar langsung disambut hangat oleh Dian."Abizar, apa kabar?" tanya Dian begitu pandangannya bersitatap dengan putra kedua Beni."Alhamdulillah, aku sehat Tante, Tante Dian apa kabar?"Abizar meraih tangan Dian lalu menciumnya takzim. Lelaki itu kemudian duduk di sofa, sementara Syadea pergi ke dapur untuk mengambilkan jamuan untuk sahabatnya."Katanya mau berangkat siang, ini masih pagi, lho," ujar Dian, ia menoleh ke arah jam dinding yang baru menunjukkan pukul sembilan.Belum sempat Abizar menjawab, Syadea yang baru kembali dari dapur sembari membawa air dan kudapan itu menyahut."Biasa Ma, dia gak sabar," ujar Syadea dengan menaikkan sebelah alisnya.Dian tersenyum, wanita itu kemudian menganggukkan kepala dan pergi ke halaman rumah untuk mengurus semua tanaman hias kesayangannya.Setelah Dian berlalu, wajah Abizar kembali pias kala mengingat sang ayah. Rasa kecewa kemba

  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Kekecewaan Seorang Anak

    Beni mengejar istrinya yang tengah dikuasai emosi. Lelaki itu tahu betul bukan seperti ini karakter Nengsih. Namun, ia pun memaklumi apa yang dirasakan sang istri."Sayang, tunggu!"Beni menyeru istrinya yang baru saja membuka pintu kamar. Sedangkan Nengsih yang baru saja memutar kenop pintu itu menghentikan langkahnya sejenak. Wanita itu terisak, kemudian menyeka air mata yang berkejaran di pipinya.Melihat butiran kristal yang terus meluruh dari manik belahan jiwanya, Beni lantas memeluk sang istri erat. Ia tak mengatakan apapun meski ada yang ingin dikatakan.Beni memilih untuk membiarkan Nengsih mengekspresikan perasaannya. Sedih, marah, kecewa adalah rasa yang sangat manusiawi. Sebaik apapun sang istri, lelaki itu sadar wanitanya bukanlah malaikat. Sama seperti dirinya, kendatipun sudah berusaha menjadi orang baik, tetap saja ia selalu melakukan kesalahan."Mungkin benar kata Abizar, aku yang membuat semua jadi begini, andai aku gak menikahi Tiara untuk membantunya, andai aku jug

  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Batas Kesabaran

    Mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Asih, Beni dan istrinya lantas saling pandang. kedua insan itu mengerutkan dahi sebab rasa penasaran."Maksud Bu Asih?" tanya Nengsih tak mengerti.Begitupun dengan Beni, ia menatap mata mantan mertuanya penuh selidik. Entah, lelaki itu merasa ada makna tersirat dari kalimat yang diucapkan oleh Asih.Tak langsung menjawab, Asih justru menangis semakin kencang hingga membuat Abizar yang sebelumnya tak peduli dengan tamu kedua orang tuanya pun ikut menghampiri."Ma, Pa, ada apa?" tanya Abizar setengah berlari, ia takut ada orang kesurupan di rumahnya mengingat sang ibu pernah diganggu makhluk halus."Ssst, gak ada apa-apa," jawab Beni dengan meletakkan jari telunjuk di bibirnya.Namun, bukannya pergi, Abizar justru tertarik ingin mendengar obrolan mereka. Sehingga, lelaki kelas tiga sekolah menengah atas itu duduk di kursi lainnya yang kosong.Asih yang tengah menangis tak memedulikan kehadiran putra Beni, ia tak lagi malu untuk mengemis maaf."Be

  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Akibat Keserakahan

    Alarm berbunyi di pukul empat pagi. Sehingga, membuat Citra dan suaminya terperanjat. Boy yang masih merasa lelah itupun meraih ponsel di atas meja, kemudian ia mematikan alarmnya. Namun, bukannya bangkit, lelaki itu justru merebahkan lagi kepalanya ke atas bantal."Kok tidur lagi?"Citra yang juga terbangun karena mendengar alarm lantas menoleh ke arah suaminya. Tubuh keduanya masih polos dan hanya ditutupi oleh selimut saja."Masih ngantuk," jawab Boy dengan suara parau. Matanya seakan-akan sulit terbuka karena rasa lelahnya."Ish, bangun yuk, sebentar lagi kan subuh," ajak Citra.Wanita yang baru saja melepas kegadisannya itu bangkit kemudian duduk di samping Boy, ia menutup dadanya dengan selimut yang dikenakan."Hufft, ayo."Meskipun masih terasa lelah karena pertarungan semalam, tetapi Boy masih selalu ingat dengan kewajibannya. Kendatipun mengantuk dan kerap dihantui rasa malas, tetapi ia selalu bangun untuk bersih-bersih sebelum subuh.Lelaki itu lantas ikut bangkit lalu menci

  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Istri Seutuhnya

    "Kamu siap, gak?" tanya Boy.Lelaki itu berbisik di daun telinga sang istri dengan suara lembut dan berat. Sementara Citra hanya mengangguk dengan wajah tersipu."Tapi kita harus berdoa dulu," ujar Citra.Ia hampir tak berani melihat mata suaminya sebab malu, takut dan gelisah terus menghantuinya. Namun, tak dipungkiri ia pun sangat menginginkan malam ini."Iya, aku tahu, yuk kita berdoa dulu," jawab Boy.Keduanya saling melempar senyum, kemudian melafalkan doa sebelum berhubungan. Keduanya berharap semoga setelah malam ini akan lahir keturunan yang sholeh dan sholehah.Namun, setelah berdoa keduanya justru merasa kaku dan malu. Citra bingung begitupun Boy, sehingga lelaki dengan janggut tipis itu menggaruk-garuk kepala sebab salah tingkah yang membuat keduanya tertawa.Tak ingin gagal, Boy yang sangat senang dengan bibir istrinya lantas kembali melabuhkannya di sana. Pun Citra, ia sudah merasa terbiasa sehingga tak lagi malu seperti saat pertama menikah.Lama Boy memainkan bibirnya d

  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Kondisi Tiara Memburuk

    "Aku sakit karena membaca surat kamu sama Maira," jawab Citra, bukannya sedih, gadis itu justru tertawa mengingat kekonyolannya. Namun, tidak bagi Boy, ia justru semakin merasa bersalah dan menyadari betapa besar cinta sang istri padanya."Iya kah?" tanya Boy."Iya, kamu tahu gak, kamu adalah orang pertama yang aku cintai."Citra melanjutkan perjalanan, sementara Boy terus menatapnya dengan perasaan kagum juga bahagia."Aku berasa terbang karena dicintai begitu dalam," jawab Boy sembari tertawa. Lelaki itupun meraih kembali jemari Citra dan menuntunnya keluar dari area makam.Setelah sampai di parkiran, Boy meraih helm dan membantu Citra mengenakannya."Aku juga bisa pakai sendiri," tolak Citra, tetapi tak dipungkiri hatinya meleleh dengan perlakuan Boy yang begitu manis."Gak apa-apa, kamu cantik kalau pakai helm," puji Boy sembari menepuk-nepuk benda penutup kepala itu lembut."Ya sudah, sekarang kita cari masjid dulu yuk, habis itu kita makan, aku laper," ajak Citra."Ayok," balas

  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Buah Ketulusan

    "Kak Farel, ada Oma sama Opa."Maira berbisik di telinga suaminya. Ia malu sebab ketahuan bermesraan di dapur. Sehingga, keduanya yang tengah berhadapan dengan jarak yang sangat dekat itu lantas menjauh."Gak usah malu, justru kita senang ya, Mas," ujar Indira pada suaminya.kedua pasangan berusia lanjut itu saling melempar senyum. Indira tanpa ragu menggandeng lengan suaminya di hadapan pengantin baru itu."Iya, gak apa-apa, jangan kalah sama kita yang udah tua," sahut Adi sembari tertawa kemudian berlalu meninggalkan Maira dan suaminya di sana.Saat langkah Adi menjauh, Farel masih tersenyum lebar. Ia sangat bahagia karena melihat keromantisan nenek dan kakek Maira meski sudah berusia lanjut."Oma sama Opa romantis banget, ya. Pasti dulu mereka saling mencintai," puji Farel saat kedua orang yang merawat istrinya pergi."Enggak, justru di masa lalu mereka pernah bercerai. Bahkan, kehadiran Mama pun belum bisa membuat Oma mencintai suaminya," balas Maira."Yang benar?"Farel terkejut,

  • Bangkitnya Istri yang Terbuang   Menikmati Momen Indah

    Di rumah Indira, Maira tengah memasak untuk sarapan. Sementara nenek dan kakeknya tengah berjalan-jalan pagi. Mereka sadar sudah tak muda lagi dan harus memerhatikan kesehatan agar tak menjadi pesakitan."Masak apa?"Farel yang baru saja keluar kamar itu menghampiri sang istri, ia memeluk Maira dari belakang sehingga membuat istrinya sedikit terkejut."Eh, aku masak nasi goreng buat sarapan," jawab Maira.Wanita itu membiarkan tangan suaminya melingkar di pinggang. Sehingga, Maira bisa merasakan kehangatan di punggungnya yang menempel dengan dada Farel."Baunya enak," puji Farel.Melihat rambut Maira yang diikat ke belakang dan menampilkan leher jenjang membuat kecantikan wanita itu kian paripurna. Sehingga, membuat Farel semakin senang bermanja-manja dengannya."Oh ya, hari ini mau temani aku ke kantor, enggak?" tanya Maira.Saat libur kuliah, ia memang sering menghabiskan waktu untuk mengurus perusahaan Mega. Maira yang memang mengambil jurusan manajemen dan administrasi bisnis itu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status