Share

labrak, jambak!

Author: Hangga rezka
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

“Di mana, mana hatiku senang.”

“Jangan bercanda deh, kamu!” Inggit membentak.

“Iya udah aktifin kamera kalau kamu tidak percaya.”

Inggit mengernyit. Seketika pikirannya curiga karena Agam orangnya sering nyeleneh. “Tapi jangan nunjukin yang macem-macem ya! Nanti kamu kayak oknum yang gak bertanggungjawab itu? Tiba-tiba VC, langsung nunjukin kemaluan.”

Agam tertawa lepas. “Iya enggak lah, emang aku lelaki apaan. Aku jomblo gini masih punya harga diri kali. Tapi kalau kamu mau liat ya gak apa?” guraunya.

“Iihh, kamu ....”

“Mau liat enggak?”

“Liat apa?”

“Gimana sih kamu! Hah, dari dulu kamu itu memang rada bego.” Agam mengaktifkan kamera untuk beralih panggilan video.

Terlihat di layar ponsel Inggit, lelaki yang ia sayang menggandeng wanita lain. Sangat wajar apabila Inggit kesulitan melihat sisi terang atau sisi positif dalam kepelikan atau persoalan yang sedang ia hadapi. Apalagi jika permasalahan yang ia hadapi tersebut sampai membuat hatinya ‘hancur’ berkeping-keping, menjadi partikel-partikel yang tertiup angin.

Mata Inggit membulat sempurna, menatap lekat-lekat layar ponselnya, terlihat jelas suaminya dan wanita yang pernah tertangkap basah olehnya di penginapan itu.

Inggi menekan tombol merah di layar ponselnya, tak kuat bila harus melihat keromantisan suaminya. Secepat kilat Inggit lekas berganti pakaian, ia ingin terlihat cantik kali ini. Gaun warna cream belahan di bagian pahanya dan juga bagian terbuka di bagian punggung jadi daya tarik bagi kaum adam. Ia telah lama tak berpenampilan seperti ini.

Menjadi ratu sejagat semalam.

Inggit pergi dengan taksi online. Ia hanya ingin mencari bukti untuk menyelesaikan masalah yang Arya cipta. Ia enggan harus menyimpan masalah ini berlarut, akan tak baik untuk kesehatan fisik dan mentalnya kelak.

“Inggit.”

Arya menoleh ke arah sumber suara, ia menangkap seorang yang melambaikan tangan.

Segera Agam menghampiri Inggit yang baru saja turun dari taksi. Menggamit tangan Inggit memasuki acara pameran lukisan yang sudah di mulai.

“Dah liat, suami tersayang kamu menggandeng wanita lain di acara ini ... acara pameran lukisan yang dihadiri para pengusaha sukses. Coba buat apa dia beli lukisan? Padahal kamu aja sekarang aku lihat tidak terurus sepertinya.” Agam tak henti-henti nyerocos membuat hati Inggit yang mendengar cerita tersebut semakin panas.

“Agam, itu dia suamiku.” Tunjuk Inggit ke arah suaminya yang sedang menggandeng selingkuhannya.

Agam tersenyum remeh. “Suami? Masih pantas lelaki itu kamu sebut suami.”

“Aku mau labrak mereka!” Inggit sudah bersiap, bahkan sebelah tangannya sudah menarik gaun ke atas agar melangkah leluasa.

“Jangan barbar gitu dong,” Agam mencegah Inggit, meyakinkan kembali keputusannya.

“Peduli setan!” tegas Inggit melangkahkan kakinya.

Agam terdiam terpaku, hanya menonton aksi brutal yang akan Inggit perankan. Ia hanya berharap wanita yang sedang terbakar api cemburu itu tidak menjadi pusat acara, bahkan mengacaukan acara ini.

“Mas Ar--.“

Mulut Inggit seketika dibekap seseorang dibawa ke sebuah ruangan gelap dan sempit.

Sontak Inggit terkejut ketika tangan seorang pria membekap mulutnya. Matanya membelalak kaget kala menyadari pria tersebut adalah Agam.

Agam tersebut melepaskan bekapan tangannya dan membiarkan Inggit yang sedari tadi menahan ucapannya.

“Apa maksudnya ini.”

Agam hanya tersenyum miring.

Inggit yang kesal langsung menghadiahkan injakan terhadap kaki pria tersebut, akan tetapi korban tersebut menarik pinggang Inggit dan merapatkan tubuhnya hingga mereka saling bersentuhan.

Mata Inggit membeliak tajam saat pria tersebut tanpa basa-basi mendaratkan bibirnya di bibir Inggit. Bersamaan dengan itu ada wanita yang lewat di ruang sempit tempat mereka.

“Sorry,” ucap wanita tersebut. Kemudian buru-buru pergi lagi kala memergoki ada pasangan yang tak kuat menahan nafsunya.

“Lepaskan!” Inggit sontak memberontak tak terima. Lalu mendorong dada pria itu menjauh darinya. Jantung yang berdegup kencang setelah ada pria lain yang bukan suaminya menyentuh bibirnya.

“Maaf, aku hanya ingin menyelamatkan kamu.” Agam menjelaskan dengan santai. Ia menyandarkan tubuhnya di dinding.

“Menyelamatkan? Apa?” kecam Inggit menunjuk wajah pria tersebut dengan amarah dan kesal.

Seringai miring hanya balasan.

“Jangan kurang ajar!”

“Kurang ajar bagaimana? Jadi kamu harus menikah denganku baru aku boleh menciummu biar aku tidak dibilang lelaki kurang ajar?”

“Kamu!” rahang Nayla mulai mengeras beberapa saat. “Bukan waktunya bercanda sekarang.”

Agam tersebut malah mendekat dan berujar. “Kamu tahu Mas Aryamu telah lama main belakang, hanya saja kamu bego masuk dalam permainannya, kamu tidak lebih hanya boneka selama ini, aku tahu banyak tentang Mas Aryamu, bersikap santai, dan balas dengan kecerdasan,” jelas Agam ceriwis menatap Inggit penuh arti.

Kemudian memilih pergi dari ruang gelap dan sesak itu. Meninggalkan Inggit dengan semua tanda tanya.

Terpaksa Inggit membuntuti pria itu, ketika para pengunjung sedang menikmati acara tersebut.

Namun Inggit berubah pikiran ia tak ingin mendengar penjelasan lebih tentang suaminya, kenapa masalah hidupnya kini lebih rumit. Ia pikir bahwa dirinya telah mendapat kebahagiaan ternyata sebaliknya.

“Sudahlah, aku mau pulang saja!” Inggit mengerucutkan bibir.

“Selangkah lagi,” jelas Agam mencoba menahan Inggit. “Bagaimana kalau kamu rekam, atau foto untuk kamu tunjukkan kepada Arya, sebagai tanda bukti!”

Inggit bag mikir, beberapa detik kemudian mencari sesuatu yang dikira pas untuk menutup wajahnya, ia melihat syal hitam yang dikenakan Agam.

“Boleh Aku pinjam? Ayo kita masuk.”

“Nih pakai juga,” Agam memasangkan kaca mata hitam untuk menutupi penyamaran. Mereka yakin bahwa Arya si lelaki hidung belalang, belakang, ehk... Belang itu tidak akan menyadari penyamaran mereka.

“Thanks you, Agam,” ucap Inggit berbinar.

“Tidak usah berterima kasih, semua yang aku lakukan ada maunya.” Agam menatap genit Inggit.

“Apa?”

“Cium!” canda Agam terkekeh.

Sebelum melangkah masuk Agam dihadiahi cubitan kecil dari Inggit.

Detak jantung Inggit yang berdebar saat mulai masuk ke dalam, melihat pangerannya ternyata buaya. Ia melihat jelas dengan mata kepalanya ada seorang wanita yang tidak lebih cantik darinya bergelayut manja di sisi suaminya.

“Aku labrak! Aku jambak juga, nih!” Inggit naik pitam. Napasnya tersengal. Ia tak dapat lagi mengatur akal sehatnya.

Kaugnay na kabanata

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   pertunjukan panas

    “Ets, jangan gegabah dong! Santai!” cegah Agam. Mereka mengatur siasat, untuk tetap di belakang kerumunan mematai Arya. Pelaku tak akan memperhatikan orang di sekitar karena ia lebih fokus dengan wanita yang sedari tadi ia gandeng dengan mesra. Ia sedang dimabuk cinta. Seakan dunia miliknya sendiri orang lain hanya mengontrak. “Babi!” Mata Inggit berapi-api. Menyaksikan pertunjukan panas ini. “Guling!” celetuk Agam asal. “Apaan sih, kamu gam!” Inggit mencubit kesal Agam. Sementara Arya semakin asyik bercengkerama akrab, saling melempar senyum bahkan tak segan wanita itu mengusap wajah lelaki yang masih berstatus suami orang lain. Jelas saja ini tontonan yang membuat semakin panas rasa hati Inggit. Semakin kuat pulalah cubitan yang diterima Agam.“Lebih baik kita pulang, bukan hati kamu aja yang bakalan hancur lama-lama menonton pertunjukan ini. Tapi, kulitku juga!”“Aku masih ingin melihat pertunjukan ini,” jelas Inggit mencubit kembali Agam. “Awww! Sakit tauk.”Inggit tidak mem

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   Kena Batunya

    “Oh, makasih udah support Mas, ya sayang.” Pip. Sambungan langsung ditutup. Arya tersenyum bangga karena istrinya bisa dikibuli dengan mudah. Ia masuk ke dalam kamar hotel setelah mengunci pintu rapat. Hotel mewah yang dipesan hanya untuk menyalurkan hasrat liarnya yang berlimpah ruah. Mungkin kalau uang membayar hotel untuk beli sabun, bisa penuh sabun satu kamar. (Bisa stok untuk setahun) Tak butuh waktu lama Arya langsung menyerbu Anya, berawal dari pergerakan kecil, seperti pagutan yang di penuhi decapan-decapan.waktu yang bergulir keduanya terlihat semakin panas begitu pun Arya yang terlihat sangat perkasa tiada henti membubuhkan bercak hangat di leher jenjang milik lawannya. Ketika Arya menyesap sedikit kulit mulus leher jenjang Anya, wanita itu menggelinjang bag cacing kermi. Jemari Arya juga tidak lupa bergerak menekan Anya, terasa tubuh Arya yang semakin berkeringat, membuat Anya tak kuasa. Arya masih menikmati Anya dengan liar. Lalu, perlahan bangun penuh dengan kebin

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   penyadapan

    Seminggu berlalu, gelagat Arya semakin berubah. Inggit pun tetap seolah baik-baik saja, tidak mempertanyakan tentang kenakalan suaminya. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23:00 malam. Sekarang Arya sibuk dengan ponselnya yang beralasan pekerjaan.Anehnya kalau pekerjaan, masa sih, malah senyum-senyum sendiri. Ketahuan bohongnya. Inggit geleng-geleng kepala melihat Arya yang semakin gamblang belangnya. Apakah rumah tangga ini sudah tidak bisa dipertahankan? ‘Kalau gak inget pesen Agam, sudah aku rebut Mas hape kamu,’ batin Inggit. Dadanya bergejolak, amarah seakan memuncak.“Tidur aja duluan sayang, Mas masih sibuk,” ujar Arya tanpa menoleh sibuk dengan layar ponselnya yang menyala.“Aku nunggu di peyuk kamu Mas, baru bisa tidur. Kerjaan besok lagi Mas, bukannya kamu besok harus interview karyawan baru?”“Tanggung ini dikit lagi, lagian ada kopi. Jadi, gak terlalu ngantuk,” kilah Arya. ‘Kopi? Kopi atau selingkuhan Mas. Jelas aja betah, orang kamu itu bukan mengerjakan lapora

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   bukan pecinta buaya

    Menjelang sore, Inggit mendapatkan telepon dari Agam. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Mereka mulai melakukan penyelidikan layaknya detektif. Memata-matai sebuah kafe yang didatangi oleh Arya. Sedikit info, Inggit mengetahui semua pergerakan Arya yang akan bertemu dengan Anya di kafe ini lewat penyadapan wh***app. Setelah menunggu beberapa lama dari kejauhan. Terlihat mobil Arya yang memasuki kawasan kafe. Inggit seperti waktu lalu, ia melakukan penyamaran dengan menggunakan kaca mata hitam, syal dan berjilbab. Karena Inggit tidak pernah berhijab. Sedangkan Agam mengenakan topi dan kaca mata hitam. Mereka mengambil posisi duduk berdekatan dengan target. Agam memesan kopi latte art untuk kami nikmati. Dengan posisi tepat membelakangi suaminya. Maka dengan jelas ia bisa menangkap apa saja pembicaraan target dengan jelas. “Mas sudah baikan itunya?” tanya Anya. “Sudah dong! Sudah bisa kok meluluhlantakkan dek Anya.”“Huh, Mas bisa aja ... Mas adek mau beli hape baru lagi. Masa kemarin

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   tukang palak dipalak

    Mobil meluncur menuju tujuan yang sudah Inggit share lokasi. Dalam perjalanan ia terngiang-ngiang dengan ucapan Agam. Membuatnya geleng-geleng kepala. Kalau dipikir-pikir Agam adalah lelaki yang tergolong unik! Walaupun ia sering ngaco tapi cerdas, baik, dan juga dewasa. Seketika senyumnya luntur saat kedua bola mata cantiknya, melihat wanita panu itu sudah duduk di kursi. Wajahnya bahagia seperti mendapatkan giveaway novel satu truk. Padahal siksaan akan segera dimulai.“Hallo, Mbak Anya? Maaf kalau menunggu lama.”“Ini Mbak yang nelepon saya itu?”Inggit menjabat tangan Anya. “Benar sekali! Perkenalkan ... saya ... Rohaya ... ia itu nama saya, Rohaya.”Anya mengernyitkan dahi, sedikit ada kecurigaan.‘Dih, sial! Kenapa aku gak brifing dulu tadi sama Agam tentang nama siapa yang pas untuk penyamaran ini. Untung saja aku ingat nama tetangga.’Setelah puas berbasa-basi dan berbincang ria. Inggit seharusnya segera to the point. Namun, ia masih ingin bermain-main dahulu. Mengulur waktu.

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   Niat terselubung

    Air mata berduyun-duyun hampir jatuh membasahi pipi. Ada rasa nyeri di hati, andai waktu bisa diputar kembali, Inggit ingin Arya masih seperti dulu. Tak pernah marah, dan sekasar ini. Semenjak perselingkuhan itu, Arya terlihat sudah berubah. Inggit memojokkan suaminya itu, suatu tanda kode keras. Tak lebih. “Aku tahu Mas, aku bukan istri yang baik ... aku ... aku—“ Inggit tak bisa lagi melanjutkan kata-kata. “Maaf, sayang,” ujar Arya memeluk istrinya. Inggit mendorong tubuh Arya. Ia berusaha menutup semua sesak di dada. Sungguh Inggit tak berniat untuk melawan kepala rumah tangga. Sekali lagi Inggit terpaksa. “Iya sudahlah Mas, lupakan itu.”“Maaf ya sayang, Mas beneran capek kerja, untuk memenuhi kebutuhan kita.”Inggit sesak dalam hati. Bagaimana tidak! Percuma kebutuhan terpenuhi tapi hati suami tak dimiliki lagi. Lagi pula, bukankah separuh uangnya untuk menyenangkan selingkuhannya. Inggit tidak sepolos, bodoh, dan mudah tertipu seperti dulu. “Ya Mas. Mas sudah makan?” tawa

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   Keributan

    “Sarapan dulu mas?” tawar Inggit berusaha biasa saja. Seolah tak perlu mengingat-ingat kejadian kemarin. ‘Jika nanti semua harus menjadi kenangan, jangan sampai merindukan semua ini, atau aku yang hanya seorang istri yang berharap lebih, hingga mengenal kata kecewa. Tertampar habis-habisan oleh pengihanatan,’ batin Inggit lirih, karena kenyataan tak seperti yang ia bayangkan. Sementara Arya memandangi penampilan istrinya, pagi ini Inggit sudah bersiap diri tampil sempurna dengan bous putih berenda dan rok slim skirt merah, blazzer hitam ia sampirkan di sofa.Setelah Arya sudah bersiap pergi kerja ia baru menyadari penampilan istrinya. “Eh, sayang mau ke mana sudah rapi gitu? Tumben.”“Aku mau kerja, bosan di rumah terus, Mas! Cuma berharap gaji suami.”Arya tak berhenti memandang Inggit tak percaya. Sapuan make up di wajah istrinya. Terlihat menggoda. “Kerja apa? Jangan aneh-aneh, sayang.”“Siapa yang aneh Mas?”“Kamu itu, sekarang benar-benar kelewatan ya!” bentak Arya. Mulai terp

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   berbalut handuk kimono

    “Sabar, Mas ... maksudnya membutuhkan dalam katagori tenaga kerja,” sangkal Agam tersenyum mengejek. Arya memalingkan wajahnya, lalu melirik arlojinya. “Kalau begitu aku pamit dulu.” Mata Inggit memerah mendengar kalimat suaminya. Ia berharap Arya tak membiarkan dirinya untuk bekerja. Jadi, apa maksudnya ia marah barusan, bila meninggalkan istrinya begitu saja. “Ngeselin Mas Arya, iiih.” Inggit mengentakkan kakinya. Usai kepergian Arya. Inggit memasang wajah kecut. Ia sudah berniat akan pergi dan tak menunjukkan wajah di hadapan pria ini, lagi pula ada urat malu untuk terus meminta pertolongan. “Apa yang bisa aku bantu? Kamu merencanakan apa buat lelaki bajingan itu!” suara berat Agam terdengar. “Emm—“ “Ayo masuk,” potong Agam mempersilahkan Inggit memasuki restoran. “Tidak usah,” tolak Inggit. “Aku mau pulang aja!” “Kenapa? Aku akan membantu kamu! Kamu kan juga bilang kalau aku tidak membantu setengah jalan. Dari pada kamu pulang hanya membuang air mata.” Inggit menelan sal

Pinakabagong kabanata

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   Suasana hangat

    Pisau yang ingin tertancap di dada Inggit semakin menekan. Untungnya, Agam terlebih dulu mendorong tubuh Inggit dan melepaskan pisau itu. PRANG!Agam segera menjauhkan pisau itu dengan bantuan kakinya. Agam memeluk erat tubuh Inggit yang rapuh. “Baiklah! Aku percaya. Aku akan membantumu. Aku mohon jangan seperti ini. Inggit yang aku kenal tidak mudah patah semangat.”Nafas Inggit tersengal. Walau dadanya terasa sakit, tapi usahanya membuahkan hasil. Ia berhasil membuat Agam percaya. Akting Inggit tak sampai di sini, dirinya langsung berpura-pura pingsan, dan menjatuhkan tubuhnya di dada Agam. Agam yang sigap, langsung menuntun tubuh Inggit ke ranjang. Lalu, berlari menuju pintu. Dia berteriak meminta tolong kepada dokter. Inggit tersenyum senang menatap punggung Agam. Semua sudah Inggit rencanakan dengan matang. Dia akan membalas setiap luka dari Arya. Ia tak bodoh seperti dulu, terlalu baik untuk melupakan

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   melukai dadanya

    Tak jauh dari Inggit berdiri, mobil berhenti mendadak.“Dia pingsan.” Temannya ikut melihat wanita itu dari spion mobil. Mengerling jengah! Tentunya sangat malas mengikuti pola pikir Agam yang terlalu manusiawi. “Waktu....”Agam tetap setia menginjak pedal rem mobilnya. Sementara terlihat jelas lelaki yang ada di sebelahnya, tidak ingin membuang waktunya hanya untuk menolong wanita yang dianggap gila itu. “Emang Inggit itu siapa? Apa kamu mengenal nama itu?”“Hah, sudah tidak usah mengulik masa lalu seseorang, di sana ada luka yang cukup dalam. Sangat kentara menyakitkan.”Teman Agam tersenyum remeh, “Malah, puitis.”Mau tidak mau, Agam melaju dengan kecepatan pelan. “Waktu, Gam! Rapat tentang membuka cabang kedai akan segera di mulai, apa kamu mau membuang kesempatan ini!”Agam masih terpikir bila itu benar Inggit. Meskipun bukan Inggit, hatinya sangat berat bila tak menolong, meni

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   kembali ke kota

    “Bu Sari, nyuruh aku sembunyi.”“Kenapa?”“Itu Pak masalahnya, aku gak tau pasti,” ucapku lirih. “Ibu Sari ada bilang apa lagi?” Inggit hanya menggeleng. Pria itu mencoba menenangkan Inggit dengan mengelus pelan pundaknya. Ada sedikit rasa tertolong karenanya. Tak lama kemudian, seorang perawat keluar dari ruangan ICU. Perawat itu mengabarkan bahwa keadaan Ibu Sari mulai membaik. Hanya, memang masih butuh perawatan, sehingga harus menginap untuk beberapa waktu ke depan. “Tenang, Bu... Ibu tidak boleh banyak gerak dulu,” ucap seorang dokter yang kemudian menyusul keluar. “Terima kasih, Dok,” seru Inggit yang baru saja tiba. Dokter hanya membalas anggukan dan pamit berlalu. Inggit dan pria paruh baya itu menghampiri keadaan Ibu Sari. Dan Ibu Sari sempat bercerita singkat tentang tragedi yang sedang menimpa ini adalah suruhan Arya. Arya yang sudah mengetahui bahwa Inggi

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   tak terduga

    Dengan cepat Denny merebut bungkusan keresek. “Mas,” bentak Inggit. “Ini masih basah.” Inggit mendengus. Lalu, ia keluar kamar dan pergi ke halaman belakang. Perkataan tentang acara pernikahan itu membuat ia menyelidik. Ingin melihat dekorasi yang dikatakan Pak Djarot. Memang terlihat dekorasi itu terlihat sederhana membuat Inggit terenyuh, apabila semua rencana yang telah Pak Djarot persiapkan ini akan gagal. Inggit gelisah, bagaimana dengan dendamnya kepada sang suami, ia buru-buru meninggalkan rumah ini. Setelah sampainya di kebun tomat yang lumayan jauh dari rumah. Entah mengapa air mata Inggit menetes bila merasakan kekecewaan Pak Djarot bila mengetahui semua ini adalah setingan semata. Hampir dua jam lamanya, Inggit terjebak dalam pikiran kalutnya. Barulah setelah sedikit tenang Inggit mencoba bersabar menarik keinginannya. Namun, seketika Inggit kembali ke rumah itu tampak gelap. Padahal adzan maghrib sudah hampir satu jam lalu. Saat Inggit mende

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   janda kota dan janda desa

    “Maksud Mas, bukan ... iya benar, Mas salah. Tapi....”“Dalam soal apa lagi laki-laki harus bertanggungjawab dengan apa yang dia perbuat!” Inggit kembali maju mendekati Denny. Kini jarak mereka tak lebih dari satu meter. Inggit mendongak untuk melihat wajah Denny yang menyiratkan rasa penyesalannya. “Mas tau sebagai lelaki harus bertangungjawab, tapi Mas hanya mencari istri yang mau tinggal bersama ayah saya. Dengan segala sikap ayah saya.”“Banyak alasan, memang kenapa dengan wanita janda? Jangan mau nidurinnya aja?” Inggit menaikkan dagu tanpa mengalihkan tatapan. “Inggit....”“Jangan pernah meremehkan seorang janda, janda juga bukan hanya untuk sekadar tepat Mas memuaskan nafsu. Dan saya juga kelak akan menjadi janda, saya tahu perasaan wanita itu, Mas.”“Inggit, maksud Mas bu....”“Udah, ah. Aku beneran gak betah tinggal di sini, aku udah capek ikutin rencana ini.” Inggit berbalik menuju kamar mandi.

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   jangan mau enaknya saja

    Inggit terdiam. Sendoknya yang sudah nyaris sampai ke mulut kembali turun. “Iya, Bu ... terima kasih sudah mengingatkan,” balas Inggit dengan raut muram. “Bagaimana dengan tujuanmu yang kemarin?”“Aku tidak akan berubah pikiran, aku akan tetap untuk ke kota kelak ... bila waktunya sudah tiba,” balas Inggit. “Nak, jangan sampai menceritakan masa lalu kamu dengan siapapun? Dan jangan bertindak ceroboh, kasihan Pak Djarot bila tau semua ini....”Suara deretan langkah di lantai, membuat Inggit dan Bu Sari langsung terdiam. “Pak Djarot,” bisik Bu Sari. Ia lalu berbalik dan melihat Pak Djarot baru menyibak tirai pintu. “Pak, rendangnya sudah masak. Sudah saya pisah buat Bapak.” Bu Sari berdiri menuju lemari mengambil piring yang sudah dipisah. Matanya melebar ketika Pak Djarot duduk di kursi dan melipat tangannya memandang Inggit. Inggit terdiam. Pak Djarot sekarang duduk berhadapan dengan tatapan yang resah. Inggit mel

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   kemanjaannya muncul

    Inggit mengernyit dahi. Ia mengenali mimik wajah Denny yang sudah mulai mesum. Lidahnya pun keluar membasahi setiap sudut bibirnya yang terasa kering. “Hallo, Bu ... aku lagi sibuk, maaf ... duh sinyal juga jelek ... gak kuat sinyalnya. Sebentar aku cari sinyal dulu.” Denny tetap meletakkan ponselnya di pipi dan melangkah menuju pintu. “Mas aku jadi makan di sini aja, deng! Tolong ambilin ya, aku masih lemas banget nih,” unar Inggit memelas. Seraya melemparkan tatapan memohon. Denny berhenti dengan tangan sudah berada di knop pintu. Satu tangan lagi melihat layar ponsel yang masih tersambung. “Tadi katanya—““Duh, aku lemes banget Mas.” Inggit menarik selimut dan meringkuk. “Sebentar, ya.” Denny menggeser ponselnya sedikit jauh, supaya Bu Patmi tidak terlalu jelas terdengar percakapannya. “Lapar Mas, dingin.” Inggit mengeluarkan nada seperti orang yang kedinginan. Bergetar. Inggit merasa D

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   menatap nakal

    Terdengar suara pintu terbuka. “Aku kira udah selesai,” kata Denny. “Cepet buat teh buat istri kamu,” perintah tukang urut. Inggit sibuk menarik sarung yang sudah melorot untuk menutup bagian dadanya. Tak lama kemudian, Inggit dikerok oleh mbah urut, dan Denny datang dengan segelas teh hangat. Inggit melirik Denny yang meletakkan teh di sebelahnya. Mata Denny berkedip nakal pada Inggit sesaat Mbah urut berkata, “Den, liat punggung istrimu merah semua.” “Iya, Mbah, biar nanti aku oles dengan minyak angin nanti malam.” Denny menatap pemandangan punggung Inggit. Denny lelaki biasa, melihat itu membuat darahnya berdesir, hangat. “Kalau gitu, aku keluar dulu ya, Mbah,” pamit Denny. Inggit hanya terdiam pasrah, sesaat tubuhnya menjadi pemandangan untuk Denny. Sepulang tukang urut, Denny menyiapkan sepiring nasi dan lauk pauk untuk Inggit, berharap wanita itu berselera makan. “Aku masuk, kamu udah pakai baju belum,” seru Denny di depan pint

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   setengah bugil

    “Apa iya, Den?” tanya Mbah urut memecahkan pikiran Denny yang termenung. Denny menggelengkan kepala seakan menolak keluar kamar. “Tuh, suami kamu katanya tidak sibuk.”“Kata Pak Djarot kamu di suruh belah kayu,” tegas Inggit sembari membenarkan sarung yang membalut tubuhnya. Wanita paruh baya itu menatap Denny yang tak lepas memandang tubuh Inggit, celananya juga terlihat mengembung. “Pengantin baru emang seperti itu, terkadang udah gak tau waktu, tuh istrimu sampai demam,” kata Mbah urut tersenyum kepada Inggit dan Denny. Denny membenarkan celananya. Dia menggelengkan kepala mengusir pikiran nakalnya. “Iya, Mbah ... Eh, iya aku ada kerja ... kalau begitu aku permisi dulu,” ucap Denny terburu-buru keluar kamar takut tersulut gairahnya yang mulai bergelut di dalam darahnya. Brutal.Setelah Denny keluar menutup pintu, Inggit duduk kasur yang sudah dibentang oleh Denny barusan. Tangan meraba pengait bra untuk melepas

DMCA.com Protection Status