Share

kebodohan yang mutlak

Penulis: Hangga rezka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Wah, Apa benar kamu pandai di ranjang?” selidik Agam, dengan isi kepala membayangkan wanita berambut panjang, yang memiliki lekuk tubuh berisi seperti payudara Kim Kardashian dan perut rata Michelle Keegan yang ada di hadapannya.

Agam menatap Inggit. Di sisi lain ada perasaan senang dengan keadaan temannya ini.

Inggit mendesah berat, bingung untuk mengutarakan kalimat dan apa yang harus ia lakukan setelah ini.

“Aku percaya sih, kalau kamu hebat kikuk kikuknya.” Agam menatap Inggit dengan buas.

“Udah, deh! Kok jadi bahas itu.”

“Cerai aja sudah.” Agam kembali membumbui.

Inggit semakin gelisah, sedikit membenarkan kata-kata temannya ini.

“Tapi, lebih baik aku liat permainannya dulu sampai mana.”

“Permainan apa? Permainan kikuk kikuknya?”

“Iih, kamu kok jadi genit gituu, gak jelas!” Inggit mencubit pelan lengan Agam.

“Duh, duh, duh, cubit aja gak apa-apa, gue ikhlas. Jangankan di cubit, diapain aja rela.”

“Aku udah punya suami,” ujar Inggit memoncongkan bibir.

Seketika Inggit termenung, ia sangat merindukan suaminya yang selalu memanjakan dirinya seperti dulu. Membuatnya merancau. “Sentuh aku mas.”

“Nih, aku sentuh,” ujar Agam menyentuh pipi Inggit yang tembem bag bakpao.

Inggit memegang tangan Agam penuh kerinduan dan mencium punggung tangan itu. “Mas, aku kangen sentuhanmu.”

Agam menelan salivanya susah payah. Ia seperti tertimpa durian tepat di kepalanya. Namun, Inggit menyadari bahwa dirinya sedang berhalusinasi.

“Iiihh, maaf, aku gak bermaksud ... ”

“Gak usah minta maaf, aku juga mau kok!” Agam tersenyum penuh keinginan.

“Aku udah punya suami!” tegas Inggit.

“Percuma punya suami tapi kamu tidak pernah kikuk kikuk,” canda Agam kemudian terkekeh puas.

Inggit menundukkan kepala, apa yang dikatakan Agam adalah kebenaran. Ia merasa seperti menjadi istri yang tak dianggap.

“Duh, sorry nih, aku harus buru-buru cabut, ada kepentingan mendadak!” pamit Agam yang sok sibuk, ia tahu bahwa Inggit akan membutuhkannya saat ini dan di sini pula ia mulai mempermainkan keadaan yang menguntungkannya.

“Baiklah, tapi aku harap kamu bantu aku ya, kalau beneran Mas Arya selingkuh.”

“Siap! Aku juga gak kalah hebat kok dengan Mas Aryamu,” goda Agam sambil mencolek dagu Inggit.

“Salam celana dalam,” tambah Agam sebelum berlalu pergi.

Inggit terpaku. Bukan masalah Agam yang selalu genit kepada dirinya. Ia tahu bahwa Agam memang seperti lelaki yang haus sentuhan, dan otaknya jorok. Namun, ia memiliki hati yang baik. Inggit melainkan terjebak dalam memikirkan apa rencana untuk suaminya.

“Aku selikidi aja, Ehk, selidiki maksudnya, duh aku ketularan Agam nih, suka gak jelas.”

Inggit lantas pergi dari kafe itu dan langsung memesan taksi online.

Di dalam taksi, Inggit juga hanya termenung untuk menyiapkan diri sebelum ia mendengar atau melihat hal yang tidak diinginkan. Karena baginya hal itu terdiri atas baik buruk untuk hidupnya kelak.

Inggit turun dari taksi persis di depan kantor suaminya bekerja. Bukan telah cukup lama ia tidak pernah menginjakkan kaki di sini. Ia melainkan tidak pernah. Tanpa sadar gaya penampilannya juga mengundang perhatian. Ia hanya mengenakan pakaian yang sederhana meski kecantikannya masih tidak bisa bohong.

“Permisi saya mau bertemu dengan Arya Wijaya,” Inggit mengatakan dengan sopan dengan salah satu satpam.

“Maaf, ada perlu apa? Apa sudah membuat janji?” tanyanya.

“Saya istrinya!” Inggit the to point.

Tentu saja hal ini membuat satpam menatap Inggit tidak percaya. Baru saja Inggit mau menunjukkan foto pernikahan di ponselnya, dirinya melihat Arya dan seorang wanita, berjalan berdampingan sangat akrab.

“Nah, itu dia ... apa celana dalam itu milik wanita itu?” Inggit bertanya pada dirinya sendiri. Lantas ia mengikuti ke mana suaminya dan wanita tersebut pergi. Ternyata menuju ke arah mobil sedan yang berwarna hitam.

Inggit sangat berhati-hati mengikuti mereka dengan mengendap-endap. Irama jantung berdegup kencang di saat melihat Arya merangkul wanita itu dengan mesra.

“Iiiih, Mas Aryaaaa,” lirihnya. Ia tak serta merta tak kehilangan akal, mencari taksi. Namun ia tidak menemukannya, hanya ada pengendara motor, dan ia yakin bahwa pengendara tersebut adalah ojek.

“Mas ikuti mobil itu. Pokoknya jangan sampai kehilangan jejak," perintah Inggit. Ia tanpa sadar menepuk-nepuk pundak tukang ojek karena takut kehilangan jejak.

“B-baik,” balasnya tergagap. Tanpa ba-bi-bu langsung tancap gas.

“Mas Arya jahat!”

“Mas Arya durjana!”

“Mas Aryaaaa!”

Inggit nyerocos sepanjang jalan, sambil mencubit-cubit tukang ojek yang terus fokus mengikuti pinta Inggit.

Inggit semakin cemas kala mendapati mobil yang ditumpangi sang suami memasuki kawasan penginapan yang letaknya tak jauh dari kantor.

“What? Apa dugaanku benar? Astaga jauhkan pikir jelek yang bersarang ini.” Inggit memanjatkan doa sebelum turun dari motor. Lalu, terburu-buru untuk masuk dalam penginapan.

“Mbak!”

Pekik itu terdengar di telinga Inggit, yang baru melangkah beberapa meter dari tukang ojek itu. Ia menoleh. “Kenapa mas? Apa kurang bayarannya.”

“Bukan, mbak bukan.”

Inggit menautkan alisnya. “Jadi?”

“Aku bukan tukang ojek,” jelas pria yang di kira tukang ojek oleh Inggit.

“Duh, maaf deh kalau begitu, soalnya ak--.” Mata Inggit membulat tidak meneruskan ucapannya tatkala pria itu membuka helmnya.

“Agam?” Inggit ternganga. Merutuki dirinya sendiri yang tidak menyadari bahwa pria yang mengendarai motor itu adalah sahabatnya.

‘Sial! Kenapa aku bego banget, masa tukang ojek pakai motor sport.’ Inggit merutuki kebodohannya sendiri. Bagaimana tidak ia seperti wanita yang bodoh mutlak, habis ditipu suami, sekarang tidak bisa mengenali sahabat sendiri.

Pria itu tersenyum. “Iya, emang kamu bego? Masa orang tampan seperti ini jadi tukang ojek!”

Inggit mengernyitkan dahi, kenapa Agam tahu apa yang ada dalam pikirannya.

“Nah, pasti kamu bingung? Kenapa aku bisa tahu?” tanyanya.

Bab terkait

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   lelaki penuh tipu daya

    Inggit mengusap wajahnya kasar prustasi. “Hah, sudahlah ... aku gak ada waktu.” “Oke, aku pergi! Tapi, setelah ini kamu akan melihat bahwa suamimu sedang bercumbu dengan wanita lain, dan kamu akan menangis, dan akhirnya menelepon aku kembali. Salam celana dalam. Bye!” Agam memasang kembali helmnya dan menyalakan mesin motornya, meninggalkan Inggit yang terdiam terpaku. Lagi-lagi Inggit mengusap wajahnya secara kasar. “Kayak peramal aja dia! Apa dia sekarang sudah menjadi peramal? Hah, kenapa juga harus memikirkan dia lebih, lupakan itu,” gumam Inggit melangkahkan kakinya. Inggit mulai mengendap-endap mencari tempat duduk yang aman, ia melihat salah satu sofa, dan duduk di sana. Sambil terus mengamati suaminya. Ia seakan enggan untuk membuntuti suaminya, karena ia enggan menerima kenyataan. Namun, rasa penasaran mendorong dirinya untuk tetap bersikukuh untuk menjadi mata-mata dadakan. “Maaf, bisa saya tahu di mana kamar Pak Arya dan calon istrinya? Kebetulan kami sudah janjian unt

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   laporan mata-mata

    Arya menarik pinggang Inggit merapatkan tubuhnya. “Utututu ... masa sih ngiris bawang. Pekerjaan kantor mulai menumpuk, dan ada masalah yang sering membuat meeting dadakan. Jadi, maaf kalau akhir-akhir ini belum bisa mencintaimu sepenuhnya. Soalnya harus jaga stamina untuk menyelesaikan proyek lemburan dan meeting.” ‘Stamina untuk lemburan dan meeting atau buat memuaskan selingkuhanmu mas!’ batin Inggit. Inggit tersenyum kecut. Tentu saja batinnya benar. Suaminya sedang butuh stamina lebih, untuk menggarap selingkuhannya. Dasar lelaki! Hidung kelabang. Ehk, belang! “Iyaa, gak apa kok. Yang penting mas sehat aja udah alhamdulillah.” ‘Sial! Kenapa bisa aku menjadi wanita polos. Tidak bisa mengungkapkan bahwa dirinya sudah selingkuh! Dasar lelaki setan, yang penuh dengan tipu daya!’ ** Inggit membuka matanya, tangannya ingin bergerak meraba sebelahnya akan tetapi sudah tak ada. Dilirik jam yang ada di dinding, masih jam setengah enam pagi. “Apakah rajin dalam bekerjanya selama ini,

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   labrak, jambak!

    “Di mana, mana hatiku senang.”“Jangan bercanda deh, kamu!” Inggit membentak. “Iya udah aktifin kamera kalau kamu tidak percaya.”Inggit mengernyit. Seketika pikirannya curiga karena Agam orangnya sering nyeleneh. “Tapi jangan nunjukin yang macem-macem ya! Nanti kamu kayak oknum yang gak bertanggungjawab itu? Tiba-tiba VC, langsung nunjukin kemaluan.”Agam tertawa lepas. “Iya enggak lah, emang aku lelaki apaan. Aku jomblo gini masih punya harga diri kali. Tapi kalau kamu mau liat ya gak apa?” guraunya. “Iihh, kamu ....”“Mau liat enggak?” “Liat apa?”“Gimana sih kamu! Hah, dari dulu kamu itu memang rada bego.” Agam mengaktifkan kamera untuk beralih panggilan video. Terlihat di layar ponsel Inggit, lelaki yang ia sayang menggandeng wanita lain. Sangat wajar apabila Inggit kesulitan melihat sisi terang atau sisi positif dalam kepelikan atau persoalan yang sedang ia hadapi. Apalagi jika permasalahan yang ia hadapi tersebut sampai membuat hatinya ‘hancur’ berkeping-keping, menjadi par

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   pertunjukan panas

    “Ets, jangan gegabah dong! Santai!” cegah Agam. Mereka mengatur siasat, untuk tetap di belakang kerumunan mematai Arya. Pelaku tak akan memperhatikan orang di sekitar karena ia lebih fokus dengan wanita yang sedari tadi ia gandeng dengan mesra. Ia sedang dimabuk cinta. Seakan dunia miliknya sendiri orang lain hanya mengontrak. “Babi!” Mata Inggit berapi-api. Menyaksikan pertunjukan panas ini. “Guling!” celetuk Agam asal. “Apaan sih, kamu gam!” Inggit mencubit kesal Agam. Sementara Arya semakin asyik bercengkerama akrab, saling melempar senyum bahkan tak segan wanita itu mengusap wajah lelaki yang masih berstatus suami orang lain. Jelas saja ini tontonan yang membuat semakin panas rasa hati Inggit. Semakin kuat pulalah cubitan yang diterima Agam.“Lebih baik kita pulang, bukan hati kamu aja yang bakalan hancur lama-lama menonton pertunjukan ini. Tapi, kulitku juga!”“Aku masih ingin melihat pertunjukan ini,” jelas Inggit mencubit kembali Agam. “Awww! Sakit tauk.”Inggit tidak mem

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   Kena Batunya

    “Oh, makasih udah support Mas, ya sayang.” Pip. Sambungan langsung ditutup. Arya tersenyum bangga karena istrinya bisa dikibuli dengan mudah. Ia masuk ke dalam kamar hotel setelah mengunci pintu rapat. Hotel mewah yang dipesan hanya untuk menyalurkan hasrat liarnya yang berlimpah ruah. Mungkin kalau uang membayar hotel untuk beli sabun, bisa penuh sabun satu kamar. (Bisa stok untuk setahun) Tak butuh waktu lama Arya langsung menyerbu Anya, berawal dari pergerakan kecil, seperti pagutan yang di penuhi decapan-decapan.waktu yang bergulir keduanya terlihat semakin panas begitu pun Arya yang terlihat sangat perkasa tiada henti membubuhkan bercak hangat di leher jenjang milik lawannya. Ketika Arya menyesap sedikit kulit mulus leher jenjang Anya, wanita itu menggelinjang bag cacing kermi. Jemari Arya juga tidak lupa bergerak menekan Anya, terasa tubuh Arya yang semakin berkeringat, membuat Anya tak kuasa. Arya masih menikmati Anya dengan liar. Lalu, perlahan bangun penuh dengan kebin

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   penyadapan

    Seminggu berlalu, gelagat Arya semakin berubah. Inggit pun tetap seolah baik-baik saja, tidak mempertanyakan tentang kenakalan suaminya. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23:00 malam. Sekarang Arya sibuk dengan ponselnya yang beralasan pekerjaan.Anehnya kalau pekerjaan, masa sih, malah senyum-senyum sendiri. Ketahuan bohongnya. Inggit geleng-geleng kepala melihat Arya yang semakin gamblang belangnya. Apakah rumah tangga ini sudah tidak bisa dipertahankan? ‘Kalau gak inget pesen Agam, sudah aku rebut Mas hape kamu,’ batin Inggit. Dadanya bergejolak, amarah seakan memuncak.“Tidur aja duluan sayang, Mas masih sibuk,” ujar Arya tanpa menoleh sibuk dengan layar ponselnya yang menyala.“Aku nunggu di peyuk kamu Mas, baru bisa tidur. Kerjaan besok lagi Mas, bukannya kamu besok harus interview karyawan baru?”“Tanggung ini dikit lagi, lagian ada kopi. Jadi, gak terlalu ngantuk,” kilah Arya. ‘Kopi? Kopi atau selingkuhan Mas. Jelas aja betah, orang kamu itu bukan mengerjakan lapora

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   bukan pecinta buaya

    Menjelang sore, Inggit mendapatkan telepon dari Agam. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Mereka mulai melakukan penyelidikan layaknya detektif. Memata-matai sebuah kafe yang didatangi oleh Arya. Sedikit info, Inggit mengetahui semua pergerakan Arya yang akan bertemu dengan Anya di kafe ini lewat penyadapan wh***app. Setelah menunggu beberapa lama dari kejauhan. Terlihat mobil Arya yang memasuki kawasan kafe. Inggit seperti waktu lalu, ia melakukan penyamaran dengan menggunakan kaca mata hitam, syal dan berjilbab. Karena Inggit tidak pernah berhijab. Sedangkan Agam mengenakan topi dan kaca mata hitam. Mereka mengambil posisi duduk berdekatan dengan target. Agam memesan kopi latte art untuk kami nikmati. Dengan posisi tepat membelakangi suaminya. Maka dengan jelas ia bisa menangkap apa saja pembicaraan target dengan jelas. “Mas sudah baikan itunya?” tanya Anya. “Sudah dong! Sudah bisa kok meluluhlantakkan dek Anya.”“Huh, Mas bisa aja ... Mas adek mau beli hape baru lagi. Masa kemarin

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   tukang palak dipalak

    Mobil meluncur menuju tujuan yang sudah Inggit share lokasi. Dalam perjalanan ia terngiang-ngiang dengan ucapan Agam. Membuatnya geleng-geleng kepala. Kalau dipikir-pikir Agam adalah lelaki yang tergolong unik! Walaupun ia sering ngaco tapi cerdas, baik, dan juga dewasa. Seketika senyumnya luntur saat kedua bola mata cantiknya, melihat wanita panu itu sudah duduk di kursi. Wajahnya bahagia seperti mendapatkan giveaway novel satu truk. Padahal siksaan akan segera dimulai.“Hallo, Mbak Anya? Maaf kalau menunggu lama.”“Ini Mbak yang nelepon saya itu?”Inggit menjabat tangan Anya. “Benar sekali! Perkenalkan ... saya ... Rohaya ... ia itu nama saya, Rohaya.”Anya mengernyitkan dahi, sedikit ada kecurigaan.‘Dih, sial! Kenapa aku gak brifing dulu tadi sama Agam tentang nama siapa yang pas untuk penyamaran ini. Untung saja aku ingat nama tetangga.’Setelah puas berbasa-basi dan berbincang ria. Inggit seharusnya segera to the point. Namun, ia masih ingin bermain-main dahulu. Mengulur waktu.

Bab terbaru

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   Suasana hangat

    Pisau yang ingin tertancap di dada Inggit semakin menekan. Untungnya, Agam terlebih dulu mendorong tubuh Inggit dan melepaskan pisau itu. PRANG!Agam segera menjauhkan pisau itu dengan bantuan kakinya. Agam memeluk erat tubuh Inggit yang rapuh. “Baiklah! Aku percaya. Aku akan membantumu. Aku mohon jangan seperti ini. Inggit yang aku kenal tidak mudah patah semangat.”Nafas Inggit tersengal. Walau dadanya terasa sakit, tapi usahanya membuahkan hasil. Ia berhasil membuat Agam percaya. Akting Inggit tak sampai di sini, dirinya langsung berpura-pura pingsan, dan menjatuhkan tubuhnya di dada Agam. Agam yang sigap, langsung menuntun tubuh Inggit ke ranjang. Lalu, berlari menuju pintu. Dia berteriak meminta tolong kepada dokter. Inggit tersenyum senang menatap punggung Agam. Semua sudah Inggit rencanakan dengan matang. Dia akan membalas setiap luka dari Arya. Ia tak bodoh seperti dulu, terlalu baik untuk melupakan

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   melukai dadanya

    Tak jauh dari Inggit berdiri, mobil berhenti mendadak.“Dia pingsan.” Temannya ikut melihat wanita itu dari spion mobil. Mengerling jengah! Tentunya sangat malas mengikuti pola pikir Agam yang terlalu manusiawi. “Waktu....”Agam tetap setia menginjak pedal rem mobilnya. Sementara terlihat jelas lelaki yang ada di sebelahnya, tidak ingin membuang waktunya hanya untuk menolong wanita yang dianggap gila itu. “Emang Inggit itu siapa? Apa kamu mengenal nama itu?”“Hah, sudah tidak usah mengulik masa lalu seseorang, di sana ada luka yang cukup dalam. Sangat kentara menyakitkan.”Teman Agam tersenyum remeh, “Malah, puitis.”Mau tidak mau, Agam melaju dengan kecepatan pelan. “Waktu, Gam! Rapat tentang membuka cabang kedai akan segera di mulai, apa kamu mau membuang kesempatan ini!”Agam masih terpikir bila itu benar Inggit. Meskipun bukan Inggit, hatinya sangat berat bila tak menolong, meni

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   kembali ke kota

    “Bu Sari, nyuruh aku sembunyi.”“Kenapa?”“Itu Pak masalahnya, aku gak tau pasti,” ucapku lirih. “Ibu Sari ada bilang apa lagi?” Inggit hanya menggeleng. Pria itu mencoba menenangkan Inggit dengan mengelus pelan pundaknya. Ada sedikit rasa tertolong karenanya. Tak lama kemudian, seorang perawat keluar dari ruangan ICU. Perawat itu mengabarkan bahwa keadaan Ibu Sari mulai membaik. Hanya, memang masih butuh perawatan, sehingga harus menginap untuk beberapa waktu ke depan. “Tenang, Bu... Ibu tidak boleh banyak gerak dulu,” ucap seorang dokter yang kemudian menyusul keluar. “Terima kasih, Dok,” seru Inggit yang baru saja tiba. Dokter hanya membalas anggukan dan pamit berlalu. Inggit dan pria paruh baya itu menghampiri keadaan Ibu Sari. Dan Ibu Sari sempat bercerita singkat tentang tragedi yang sedang menimpa ini adalah suruhan Arya. Arya yang sudah mengetahui bahwa Inggi

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   tak terduga

    Dengan cepat Denny merebut bungkusan keresek. “Mas,” bentak Inggit. “Ini masih basah.” Inggit mendengus. Lalu, ia keluar kamar dan pergi ke halaman belakang. Perkataan tentang acara pernikahan itu membuat ia menyelidik. Ingin melihat dekorasi yang dikatakan Pak Djarot. Memang terlihat dekorasi itu terlihat sederhana membuat Inggit terenyuh, apabila semua rencana yang telah Pak Djarot persiapkan ini akan gagal. Inggit gelisah, bagaimana dengan dendamnya kepada sang suami, ia buru-buru meninggalkan rumah ini. Setelah sampainya di kebun tomat yang lumayan jauh dari rumah. Entah mengapa air mata Inggit menetes bila merasakan kekecewaan Pak Djarot bila mengetahui semua ini adalah setingan semata. Hampir dua jam lamanya, Inggit terjebak dalam pikiran kalutnya. Barulah setelah sedikit tenang Inggit mencoba bersabar menarik keinginannya. Namun, seketika Inggit kembali ke rumah itu tampak gelap. Padahal adzan maghrib sudah hampir satu jam lalu. Saat Inggit mende

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   janda kota dan janda desa

    “Maksud Mas, bukan ... iya benar, Mas salah. Tapi....”“Dalam soal apa lagi laki-laki harus bertanggungjawab dengan apa yang dia perbuat!” Inggit kembali maju mendekati Denny. Kini jarak mereka tak lebih dari satu meter. Inggit mendongak untuk melihat wajah Denny yang menyiratkan rasa penyesalannya. “Mas tau sebagai lelaki harus bertangungjawab, tapi Mas hanya mencari istri yang mau tinggal bersama ayah saya. Dengan segala sikap ayah saya.”“Banyak alasan, memang kenapa dengan wanita janda? Jangan mau nidurinnya aja?” Inggit menaikkan dagu tanpa mengalihkan tatapan. “Inggit....”“Jangan pernah meremehkan seorang janda, janda juga bukan hanya untuk sekadar tepat Mas memuaskan nafsu. Dan saya juga kelak akan menjadi janda, saya tahu perasaan wanita itu, Mas.”“Inggit, maksud Mas bu....”“Udah, ah. Aku beneran gak betah tinggal di sini, aku udah capek ikutin rencana ini.” Inggit berbalik menuju kamar mandi.

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   jangan mau enaknya saja

    Inggit terdiam. Sendoknya yang sudah nyaris sampai ke mulut kembali turun. “Iya, Bu ... terima kasih sudah mengingatkan,” balas Inggit dengan raut muram. “Bagaimana dengan tujuanmu yang kemarin?”“Aku tidak akan berubah pikiran, aku akan tetap untuk ke kota kelak ... bila waktunya sudah tiba,” balas Inggit. “Nak, jangan sampai menceritakan masa lalu kamu dengan siapapun? Dan jangan bertindak ceroboh, kasihan Pak Djarot bila tau semua ini....”Suara deretan langkah di lantai, membuat Inggit dan Bu Sari langsung terdiam. “Pak Djarot,” bisik Bu Sari. Ia lalu berbalik dan melihat Pak Djarot baru menyibak tirai pintu. “Pak, rendangnya sudah masak. Sudah saya pisah buat Bapak.” Bu Sari berdiri menuju lemari mengambil piring yang sudah dipisah. Matanya melebar ketika Pak Djarot duduk di kursi dan melipat tangannya memandang Inggit. Inggit terdiam. Pak Djarot sekarang duduk berhadapan dengan tatapan yang resah. Inggit mel

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   kemanjaannya muncul

    Inggit mengernyit dahi. Ia mengenali mimik wajah Denny yang sudah mulai mesum. Lidahnya pun keluar membasahi setiap sudut bibirnya yang terasa kering. “Hallo, Bu ... aku lagi sibuk, maaf ... duh sinyal juga jelek ... gak kuat sinyalnya. Sebentar aku cari sinyal dulu.” Denny tetap meletakkan ponselnya di pipi dan melangkah menuju pintu. “Mas aku jadi makan di sini aja, deng! Tolong ambilin ya, aku masih lemas banget nih,” unar Inggit memelas. Seraya melemparkan tatapan memohon. Denny berhenti dengan tangan sudah berada di knop pintu. Satu tangan lagi melihat layar ponsel yang masih tersambung. “Tadi katanya—““Duh, aku lemes banget Mas.” Inggit menarik selimut dan meringkuk. “Sebentar, ya.” Denny menggeser ponselnya sedikit jauh, supaya Bu Patmi tidak terlalu jelas terdengar percakapannya. “Lapar Mas, dingin.” Inggit mengeluarkan nada seperti orang yang kedinginan. Bergetar. Inggit merasa D

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   menatap nakal

    Terdengar suara pintu terbuka. “Aku kira udah selesai,” kata Denny. “Cepet buat teh buat istri kamu,” perintah tukang urut. Inggit sibuk menarik sarung yang sudah melorot untuk menutup bagian dadanya. Tak lama kemudian, Inggit dikerok oleh mbah urut, dan Denny datang dengan segelas teh hangat. Inggit melirik Denny yang meletakkan teh di sebelahnya. Mata Denny berkedip nakal pada Inggit sesaat Mbah urut berkata, “Den, liat punggung istrimu merah semua.” “Iya, Mbah, biar nanti aku oles dengan minyak angin nanti malam.” Denny menatap pemandangan punggung Inggit. Denny lelaki biasa, melihat itu membuat darahnya berdesir, hangat. “Kalau gitu, aku keluar dulu ya, Mbah,” pamit Denny. Inggit hanya terdiam pasrah, sesaat tubuhnya menjadi pemandangan untuk Denny. Sepulang tukang urut, Denny menyiapkan sepiring nasi dan lauk pauk untuk Inggit, berharap wanita itu berselera makan. “Aku masuk, kamu udah pakai baju belum,” seru Denny di depan pint

  • Balasan untuk Suami Hidung Belang   setengah bugil

    “Apa iya, Den?” tanya Mbah urut memecahkan pikiran Denny yang termenung. Denny menggelengkan kepala seakan menolak keluar kamar. “Tuh, suami kamu katanya tidak sibuk.”“Kata Pak Djarot kamu di suruh belah kayu,” tegas Inggit sembari membenarkan sarung yang membalut tubuhnya. Wanita paruh baya itu menatap Denny yang tak lepas memandang tubuh Inggit, celananya juga terlihat mengembung. “Pengantin baru emang seperti itu, terkadang udah gak tau waktu, tuh istrimu sampai demam,” kata Mbah urut tersenyum kepada Inggit dan Denny. Denny membenarkan celananya. Dia menggelengkan kepala mengusir pikiran nakalnya. “Iya, Mbah ... Eh, iya aku ada kerja ... kalau begitu aku permisi dulu,” ucap Denny terburu-buru keluar kamar takut tersulut gairahnya yang mulai bergelut di dalam darahnya. Brutal.Setelah Denny keluar menutup pintu, Inggit duduk kasur yang sudah dibentang oleh Denny barusan. Tangan meraba pengait bra untuk melepas

DMCA.com Protection Status