Tidak ada yang berubah dengan sikapku pada Mas Harun. Bagaimanapun juga aku tidak mau membuatnya curiga sama sekali hingga bisa menjatuhkan talak dengan mudah padaku. Ibu juga masih berada di rumah ini. Belum bisa menjalankan rencana kami selama Mas Harun dan Ibu mertua masih ada di rumah ini. Toh tidak ada alasan untukku dan Ibu keluar. Kami lebih suka mendekam di dalam kamar. Malu di lihat tetangga dengan stigma sebagai istri kedua. Kecuali jika kebutuhan rumah sudah benar-benar habis. Maka aku baru pergi ke toko yang jauh dari desa ini. Supaya tidak ada yang mengenali.Sisa hari ini kuhabiskan di dalam kamar untuk bedrest. Ibu sudah kembali ke kamarnya yang ada di dekat dapur. Setelah Mas Harun dan Ibu mertua pergi, Ibu bisa menempati kamar yang layak lagi. Untuk saat ini aku masih harus berpura-pura mengalah. Sampai aku mendapat pria baru yang membuatku mantap untuk berpisah dari Mas Harun. Tunggu saja saat aku menjadi jauh lebih kaya darimu Mas. Akan kubalas semua sikap burukmu p
,POV WulanHari ini Ibu dan Mas Harun kembali ke rumah yang aku dan anak-anak tempati. Aku menyambut mereka seperti biasa. Menyalami tangan Mas Harun dan Ibu mertua. Memasukan baju kotor ke dalam mesin cuci. Melayani kebutuhan suamiku. Walaupun dengan sikap yang masih sama dinginnya. Setidaknya aku tetap menjalankan baktiku sebagai istri dan Ibu rumah tangga untuk keluarga kami. Waktu beranjak dengan sangat cepat. Setelah makan malam aku dan Mas Harun menemani anak-anak di lantai dua. Menonton TV bersama setelah si sulung sudah selesai belajar.“Besok aku dan Kak Lana mau ikut ke toko lagi Yah. Kita mau ketemu sama Tante Desi dan anak-anaknya.” Cerita Syifa pada Mas Harun. Aku berusaha mengatur raut wajah agar tidak terlihat kaget.Duh Syifa padahal niatnya aku akan ijin besok agar Mas Harun tidak banyak tanya. Benar saja dugaanku. Dia sudah melirik curiga. Tapi tidak bertanya apapun. Hanya menganggukan kepala saja pada Syifa. Lalu mengalihkan topik percakapan agar Syifa tidak membaha
“Benarkah? Bulek May bekerja di rumahmu?” Tanyaku tidak percaya. Desi lalu memperlihatkan foto Bulek May yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Sepertinya Desi mengambil foto itu diam-diam saat perhatian Bulek May sempat teralih.“Aku merasa sepertinya dia tidak murni bekerja sebagai asisten rumah tangga. Dia kerap kali memperhatikan kami dengan seksama. Saat pertama kali datang ke rumahku, dia bertanya beberapa hal yang cukup privasi setelah mendengar Mas Ardi membentak anak-anak kami. Bu May juga menanyakan tentang peranku di rumah sebagai Ibu rumah tangga. Bagaimana mengatakannya ya? Dia seperti sedang menilai rumah tanggaku dan Mas Ardi.” Perkataan Desi membuatku teringat jika semalam aku lupa memeriksa rekaman kamera CCTV di rumah Raya karena terlalu mengantuk. Bisa jadi alasan Bu May datang ke rumah Desi ada dalam rekaman kamera CCTV itu.Untungnya aku tidak pernah lupa meminta Lala menyimpan rekaman dari rumah itu setiap hari. Tentu saja dengan upah khusus hanya untuknya. Janga
Pekerjaan hari ini selesai dengan cepat. Setelah pulang dari toko hanya berkutat di rumah saja untuk menyelesaikan pekerjaan rumah. Karena Mas Harun tinggal di rumah ini saat jatahnya bersamaku, dia bisa memakai mobil saat bekerja untuk mengantarkan anak-anak ke sekolah. Sedangkan aku kadang mengendarai motor, kadang juga memesan taksi online. Kali ini aku menggunakan motor matic kami. Karena itulah saat pulang aku akan menjemput dengan naik motor. Sejak percakapanku dengan Desi kemarin, aku jadi lebih banyak berpikir, haruskan aku menceritakan tentang rekaman kamera CCTV yang diam-diam sudah terpasang di rumah kontrakan mereka.“Saranku lebih baik kamu ceritakan semua yang sudah kamu lakukan pada Mas Harun. Pasrahkan semuanya pada Allah jika seandainya dia akan berhianat lagi. Tidak perlu selalu memasang kamera CCTV atau memantau hpnya. Karena Allah selalu punya jalan untuk membuka bangkai yang di tutupi. Buktinya kita bisa mengetahui bangkai yang di sembunyikan suami tanpa perlu men
POV DesiEmpat belas tahun membina rumah tangga bukanlah waktu yang sebentar. Ada banyak pasang surut kehidupan dalam rumah tanggaku dan Mas Ardi. Tidak hanya pertengkaran rumah tangga yang biasa. Apalagi Mas Ardi juga tipe suami patriarki yang selalu menuntut istri untuk ikut membantu mengerjakan pekerjaan rumah sekaligus merawat anak-anak. Tidak ada asisten rumah tangga kami yang awet bekerja karena sikap rewel Mas Ardi. Jadilah aku harus mengurus rumah besar ini sendiri sejak usia pernikahan kami menginjak delapan tahun.Sekian lama hidup dengan sikap Mas Ardi yang acuh membuat rasa cintaku padanya jadi luntur. Sama sekali tidak tersisa sedikitpun. Aku memilih bertahan demi anak-anak di tengah sakitnya menjalani rumah tangga ini. Walaupun mereka tidak dekat dengan Ayahnya, tapi secara materi aku masih membutuhkan uang Mas Ardi untuk membesarkan anak-anak. Asal dia tidak selingkuh dan melakukan kekerasan dalam rumah tangga, aku bisa menahan semuanya. Itulah yang aku yakini selama in
Hal tidak terduga terjadi hari ini saat Bu May yang merupakan Bulek Wulan datang ke rumahku. Dia memang tidak tahu hubunganku dengan Wulan sebagai sahabat. Jadi, aku mempersilahkannya untuk masuk. Bu May menawarkan diri sebagai asisten rumah tanggga. Kebetulan sekali aku juga sedang membutuhkan bantuan untuk mengurus rumah."Kalian bisa diam nggak sih. Bikin aku kalah saja." Bentak Mas Ardi saat Bu May tengah bicara. "Maaf Yah." Jawab putra sulungku yang terdengar ketakutan.Padahal Mas Ardi sedang bermain game di dalam kamar utama. Sedangkan ketiga anallu yang lain bermain di kamar yang lain. Tapi, suara mereka yang keras bisa terdengar sampai kesini. Hatiku sakit mendengar bengakan Mas Ardi untuk anak-anak kami bisa terdengar oleh orang lain.Setiap jam sebelas siang, Mas Ardi memamb pulang ke rumah. Dia akan mengahbiskan waktu untuk bermain game di dalam kamar lalu makan siang. Baru berangkat ke kantor lagi."Maaf ya Bu jika harus mendengar teriakan suami saya." Kataku pada Bu May
“Aku nggak tahu. Mungkin tetangga yang iseng buang sampah di depan rumah kita kali. Sama seperti yang mereka lakukan dulu.” Kata Mas Ardi berkelit. Dia selalu bisa mengendalikan emosi dengan baik. Seolah barang-barang mahal yang d buang ini bukan miliknya.Memang dulu kami pernah bermasalah dengan tetangga yang suka membuang barang rusak di depan tong sampah rumah kami. Membuat pemandanhan di depan rumah jadi tidak sedap di pandang mata. Hingga banyak para pemulung sering berkerumun di depan rumah untuk mengambil barang-barang itu. Mas Ardi datang menemui mereka bersama Pak RT untuk menyelesaikan masalah itu. Tetangga kami sudah berjanji tidak akan membuang barang rusak dari tokonya ke depan rumah kami dan para warga yang lain lagi.Kalau sekarang ada barang-barang bagus yang justru di letakan di sini tentu saja aku tidak akan percaya. Dulu tetangga kami meletakan barang rusak karena dia punya toko service peralatan elektronik. Itu bisa di mengerti. Tapi, kalau barang-barang dari merk
Karena Salma dan Salwa sudah tahu tentang pekerjaanku sebagai penulis novel online, mereka membantuku untuk lebih banyak menjaga adik-adiknya. Padahal aku sudah menolak. Tapi, si kembar tetap kekeh memaksa. Mereka bilang agar aku punya lebih banyak waktu mengetik novel saat Mas Ardi pergi atau hanya sedang bersama anak-anak. Pekerjaan ini sama sekali tidak terdeteksi oleh suamiku. Sehingga aku bisa melakukannya dengan nyaman tanpa perlu takut ketahuan.Hari ini aku akan bertemu lagi dengan Desi di toko untuk membuka hp rahasia milik Mas Ardi. Aku ingin tahu kegunaan hp itu. Karena Mas Ardi tetap bertukar pesan dengan Sarah menggunakan hp yang sehari-hari ia pakai. Agar Mas Ardi tidak curiga, saat sarapan aku tetap ijin untuk pergi. Membawa ketiga anak kami yang masih kecil bersamaku setelah pulang sekolah.“Memangnya mau kemana?” Tanya Mas Ardi memastikan."Pergi ke rumahnya Ratna. Hari ini dia ada acara empat bulanan. Aku akan datang bersama Maya." Jawabku berbohong. Mana ada acara
Pov Orang KetigaSurat panggilan sidang dari pengadilan agama akhirnya datang juga ke rumah megah Ardi. Dia termenung menatap kurir yang mengantar surat itu. Tangannya sudah meremas surat tanpa membalas sapaan kurir yang berlalu pergi. Ardi menutup pintu rumahnya dengan kasar hingga membuat Bu May yang sedang memasak di dapur jadi terlonjak kaget.Ia masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi tempat tidur. Menyobek amlopnya dan membaca gugatan Desi yang tertera dalam surat tersebut. Di surat itu menyebutkan tentang sikap kasar Ardi pada Desi dan anak-anak selama ini yang di sebut kekerasan secara verbal. Walaupun tidak ada kekerasan secara fisik. Mata Ardi semakin membulat saat ia membaca isi gugatan berikutnya dimana Ardi sudah berselingkuh dengan Sarah. Hanya nama Sarah yang di sebutkan. Tidak ada nama Raya sebagai selingkuha Ardi. Desi mengklaim jika dia punya semua bukti yang akan ia bawa ke pengadilan saat sidang pertama kelak."Desi si*"*****." Seru Ardi marah dengan suara men
"Sebenarnya dimana Desi dan anak-anak? Kenapa kamu sampai tidak tahu keberadaan mereka, Ardi?" Seru Mama jengkel yang membuatku keringat dingin. Sedangkan Papa hanya diam saja sambil menatapku tajam.Aku sangat tahu karakter orang tuaku yang lebih sayang dengan Desi. Tidak mungkin jika aku mengarang cerita jelek tentang Desi. Bukannya percaya Mama justru akan sangat marah padaku. Rasanya pikiranku buntu di tatap sedemikian tajam oleh orang tuaku "Aku nggak tahu Ma. Seharian ini aku bekerja di kantor jadi aku nggak tahu keman Desi dan anak-anak pergi. Tadi siang Bu May sempat telpon kalau Desi sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa rewang di rumah tetangga. Jadi, Bu May yang menggantikannya. Aku izinkan karena tidak enak dengan tetangga kami jika tidak ada yang rewang. Baru saja aku pulang sore ini bersamaan dengan Papa dan Mama, mereka sudah pergi. Aku baru saja hendak mencari mereka. Tolong jangan marah padaku dulu." Jelasku pelan dengan suara bergetar. Ya ampun kenapa aku tida
Siang itu aku berkenalan dengan anak Bu May yang bernama Raya. Wajah cantik, tubuh seksi dan sikap yang ramah langsung memikatku saat itu juga Entah kenapa aku bisa langsung jatuh cinta pada Raya. Bukan hanya rasa tertarik seperti yang aku rasakan pada Sarah dan dua mantan kekasihku yang lain. Karena masih ingin mengobrol dengan Raya lebih banyak lagi, aku mengajaknya dan Bu May untuk menemaniku duduk di meja makan. Mumpung Desi dan anak-anak sedang tidak ada di rumah. Hampir saja kami ketahuan oleh Desi yang tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah. Untungnya dia tidak curiga sama sekali dengan kedekatanku bersama Raya. Apalagi ini pertama kalinya aku mengijinkan pembantu untuk duduk di meja makan yang sama denganku. Setelah Desi pergi aku bisa menghela nafas lega.Di tengah kelumit hubunganku dengan Sarah yang sedang berada di masa membosankan, rasanya sangat menyenangkan bisa menjalnin hubungan dengan wanita baru seperti Raya. Dia jauh lebih pengertian dan baik daripada Sarah. Raya tid
Pov ArdiMenikah ternyata sangat membosankan. Apalagi jika istri sudah melahirkan bayi. Membuat penampilan fisik menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya jadi sayu karena kurang tidur akibat begadang mengurus bayi. Tidak ada lagi badan seksi milik Desi yang bisa kulihat. Namun, di sisi lain aku juga menuntutnya untuk melahirkan sebanyak empat kali. Hingga kami memiliki tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Aku ingin memiliki anak sebanyak mungkin yang bisa di jadikan pewaris perusahaan Papa. Sekaligus anak yang bisa mengurusku di masa tua nanti.Pelayanan yang di berikan Desi di atas ranjang juga tidak bisa maksimal lagi. Sehingga membuatku sering mencari pelampiasan pada wanita lain. Yang sudah aku uji kebersihannya melalui peemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Setelah memastikan jika wanita yang aku pilih sehat dan bebas dari penyakit menular baru kami melanjutlan hubungan. Aku bisa memberikan banyak uang pada wanita simpananku setiap mereka mau melayani dengan
Rasanya badanku sangat letih saat pulang ke rumah bersama Andi dan Tika yang menyusul ke bimbel. Sedangkan Raka berada di rumah bersama Salma dan Salwa. Beruntung si kembar mau membantu dengan mengambil alih dapur dengan memasak untuk membuat menu makan malam kami kali ini. Mereka juga mau membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci piring. Bahkan untuk urusan seragam sekolah, anak-anak dengan terampil menyetrika. Tentu saja dengan di dampingi oleh si kembar. "Pokoknya Ibu tenang saja. Urusan pekerjaan rumah serahkan pada kami. Ibu juga nggak perlu lagi memasak biar nggak kecapekan. Fokus saja bekerja di bimbel. Kalau adik-adik mau menyusul kami yang akan mengantarkan." Kata Salma pagi ini saat kami tengah berkutat untuk membuat sarapan di dapur. Sedangkan Salwa dan Tika sudah membagi tugas untuk menyapu halaman depan dan rumah. Raka dan Andi masih sibuk membereskan tempat tidur dan buku yang akan mereka bawa ke sekolah."Terima kasih sayang. Kamu dan Salwa juga nggak perlu
Meskipun merasa sedih setelah melihat pesan balasan Wulan, aku berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin untuk saat ini aku harus membiarkan Mama dan Papa berspekulasi sesuai dengan fitnah yang sudah di katakan Bu May pada mereka. Karena aku tidak ingin sembarangan memberikan bukti sebelum persidangan di mulai. Teringat dengan pesan Pak Hendra agar aku selalu berhati-hati terkait dengan barang bukti yang sudah di berikan ke pengadilan agama.[Biarkan saja Lan. Biar Papa dan Mama melihat sendiri di pengadilan bukti-bukti yang sudah aku serahkan. Aku takut jika memberikan bukti itu sekarang Mas Ardi akan punya bahan untuk mengelak. Bisa saja dia akan menyiapkan sangkalan mengingat Mas Ardi bisa melakukan segalanya dengan uang.]Balasku cepat. Aku tahu jika kemungkinan besar orang tua Mas Ardi akan tahu lebih cepat. Hanya saja hatiku tetap merasa sedih karena harus pergi begitu saja tanpa ijin pada mereka. Aneh sekali. Padahal ini keputusanku. Tapi, aku juga yang merasa sedih. Mungkin kar
Jarum jam sudah menunjukkan setengah empat sore saat kami sampai di rumah ini. Langit jingga mulai terlihat menjelang malam. Aku meminta anak-anak untuk menunggu di teras. Sementara aku pergi ke rumah pemilik kontrakan yang jaraknya hanya dua rumah saja dari sini. Saat bertemu Bu Marni langsung menyerahkan kunci rumah padaku lalu kami masuk ke dalam. Ruangan tampak bersih karena ada yang rutin menyapu selama dua bulan ini. Tidak ada perabotan di ruang tamu dan dapur. Tapi, setidaknya sudah ada tempat tidur dan lemari di setiap kamar yang di beli Ratna setelah aku mentransfer uang padanya. Saat Ratna dan keluarganya menginap di rumah ini. Dua koper besar yang dulu di bawa Ratna sudah ada di kamar utama. Sedangkan satu koper lagi aku kirim lewat jasa travel dan di letakan di dapur. Baru aku kirim beberapa hari lalu setelah anak-anak selesai ujian akhir sekolah atau yang biasa di sebut dengan UAS.“Kita sholat jamaah di ruang tengah dulu ya. Baru pasang seprai di kasur terus istirahat se
POV DesiSatu minggu lebih aku berusaha menghindari jebakan Mas Ardi walaupun obat terlarang itu sudah di tukar dengan teg biasa. Kadang kala aku menyanggupi keinginannya untuk minum teh di ruang makan atau berdua saja di dapur. Aku merasa gugup karena bingung harus menunjukkan reaksi apa setelah minum teh itu yang di yakini Mas Ardi mengandung obat terlarang. Namun, tidak ada reaksi apapun dari Mas Ardi selain ekspresi heran. Dia juga tidak curiga sama sekali. Setidaknya aku merasa sangat lega karena selalu berhasil lolos. Kesibukanku bersama anak-anak membuat Mas Ardi tidak bisa menjebakku untuk tidur bersama pria lain. Selain itu, dia juga harus sibuk bolak-balik dari rumah Sarah ke rumah ini karena harus membagi waktu setelah mereka resmi menikah secara siri. Membuatku bisa dengan mudah memasukan obat tidur setiap dia akan menjalanklan rencana untuk menghubungi temannya yang akan ikut dalam rencana untuk memfitnahku. Membuat Mas Ardi merasa bahwa ia terlalu kelelahan hingga bisa t
POV RayaLiburan selama tiga hari ke Bali bersama Mas Ardi sungguh menyenangkan dan menakjubkan. Karena ini kedua kalinya aku bisa liburan ke Bali setelah study tour saat SMA dulu. Ada banyak tempat yang lebih bagus sudah kami kunjungi. Di tambah dengan banyaknya oleh-oleh yang sudah kubeli dengan harga ratusan juta. Membuat aku membeli banyak baju, tas, sepatu dan masih banyak barang yang bagus dan sangat mahal. Tidak lupa juga aku membelikan untuk Ibu dengan jumlah yang sangat banyak.Dia sangat pengertian mengajakku pergi tanpa perlu bertanya dimana keberadaan suamiku. Setelah aku cerita Mas Ardi memang tidak pernah bertanya secara detail tentang sosok Mas Harun. Membuatku merasa sangat lega karena mereka bedua sudah saling mengenal sebagai rekan kerja di kantor. Aku takut jika Mas Ardi akan memilih mundur sebelum semua rencanaku dan Ibu terlaksana. Di sisi lain aku juga banyak menguping percakapan Mas Ardi dengan Sarah di kamar hotel tempat kami menginap. Dia selalu mengira jika a