“Aku nggak tahu. Mungkin tetangga yang iseng buang sampah di depan rumah kita kali. Sama seperti yang mereka lakukan dulu.” Kata Mas Ardi berkelit. Dia selalu bisa mengendalikan emosi dengan baik. Seolah barang-barang mahal yang d buang ini bukan miliknya.Memang dulu kami pernah bermasalah dengan tetangga yang suka membuang barang rusak di depan tong sampah rumah kami. Membuat pemandanhan di depan rumah jadi tidak sedap di pandang mata. Hingga banyak para pemulung sering berkerumun di depan rumah untuk mengambil barang-barang itu. Mas Ardi datang menemui mereka bersama Pak RT untuk menyelesaikan masalah itu. Tetangga kami sudah berjanji tidak akan membuang barang rusak dari tokonya ke depan rumah kami dan para warga yang lain lagi.Kalau sekarang ada barang-barang bagus yang justru di letakan di sini tentu saja aku tidak akan percaya. Dulu tetangga kami meletakan barang rusak karena dia punya toko service peralatan elektronik. Itu bisa di mengerti. Tapi, kalau barang-barang dari merk
Karena Salma dan Salwa sudah tahu tentang pekerjaanku sebagai penulis novel online, mereka membantuku untuk lebih banyak menjaga adik-adiknya. Padahal aku sudah menolak. Tapi, si kembar tetap kekeh memaksa. Mereka bilang agar aku punya lebih banyak waktu mengetik novel saat Mas Ardi pergi atau hanya sedang bersama anak-anak. Pekerjaan ini sama sekali tidak terdeteksi oleh suamiku. Sehingga aku bisa melakukannya dengan nyaman tanpa perlu takut ketahuan.Hari ini aku akan bertemu lagi dengan Desi di toko untuk membuka hp rahasia milik Mas Ardi. Aku ingin tahu kegunaan hp itu. Karena Mas Ardi tetap bertukar pesan dengan Sarah menggunakan hp yang sehari-hari ia pakai. Agar Mas Ardi tidak curiga, saat sarapan aku tetap ijin untuk pergi. Membawa ketiga anak kami yang masih kecil bersamaku setelah pulang sekolah.“Memangnya mau kemana?” Tanya Mas Ardi memastikan."Pergi ke rumahnya Ratna. Hari ini dia ada acara empat bulanan. Aku akan datang bersama Maya." Jawabku berbohong. Mana ada acara
Selama bekerja di rumah ini, Bu May termasuk orang yang cekatan dan rapi. Dalam waktu tiga jam dia bisa menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Kecuali memasak untuk sarapan keluarga kami. Selain itu, aku juga membantunya untuk memasak. Tidak sepenuhnya menyerahkan semua pekerjaan rumah pada asisten rumah tangga. Aku tidak mau menyerahkan tugas ini pada orang lain karena belum tentu masakannya akan cocok di lidah anak-anakku. Setelah pekerjaan rumah selesai, Bu May menyusulku ke dapur. Membantu sesuai dengan arahanku.“Pak Ardi itu sering pulang ke rumah waktu kerja ya Bu?” Tanya Bu May yang untuk ke sekian kalinya menanyakan tentang Mas Ardi. Aku heran padanya yang tidak bisa berakting senatural mungkin. Justru terlihat sekali jika Bu May sangat penasaran dengan Mas Ardi.“Iya Bu. Karena pekerjaannya kadang di lapangan jadi Mas Ardi memilih untuk pulang. Setiap siang dia akan pulang untuk istirahat dan bermain game.”“Pasti melelahkan sekali ya Bu. Untung saja Pak Ardi punya istri sepe
Mas Ardi tengah sibuk bermain game di dalam kamar. Sedangkan aku sibuk memasak di dapur. Karena sudah ada Bu May yang bekerja sebagai asisten rumah tangga, maka pekerjaanku jadi lebih mudah. Wajahnya terlihat lelah sekali saat harus menyapu rumah dengan dua lantai ini."Minum dulu Bu. Kalau capek bisa istirahat." Ucapku begitu ia masuk ke dalam dapur untuk menyapu."Iya sebentar lagi Bu. Masih nanggung." Jawabnya tetap melakukan pekerjaan.Mas Ardi juga masuk ke dapur untuk mengambil minum. Wajahnya tampak memberengut kesal. Pandangannya marah saat menatapku. Aku mengabaikannya karena tidak ingin makan hati. Aku juga tidak mempedulikam tatapan Bu May yang mengawasi kami."Bisa nggak sih kamu suruh Raka dan Andi untuk diam. Mereka terlalu berisik sampai aku kalah main game." Kata Mas Ardi memuntahkan lahar amarahnya tanpa tahu tempat. Ia tidak segan-segan menghardikku di depan orang lain.Walaupun ini bukan yang pertama kalinya. Tetap saja terasa menyakitkan. Hatiku tidak sekuat itu un
“Ayo kita pergi sekarang Bu.” Bisik Raka menarik tanganku keluar. Aku menganggukan kepala lalu berjalan mengikuti anak-anak keluar. Entah apa yang sedang di pikirkan anak-anakku saat ini. Aku sama sekali tidak bisa menebak raut wajah Raka dan Andi yang jelas sudah mengerti dengan perkataan yang mereka dengar. Satu hal yang pasti, tidak nampai amarah di wajah mereka.Kami menunggu di teras hingga taksi online yang sudah aku pesan datang. Anak-anak naik lebih dulu. Aku duduk sambil memangku Tika. Kafe anak yang kami tuju lokasinya cukup jauh. Sengaja kami memilih lokasi disana agar Mas Ardi tidak mengunjungi kami jika sewaktu-waktu membutuhkanku. Tidak masalah jika dia nanti marah. Toh sudah ada Bu May yang ada di rumah.Begitu sampai ke kafe anak, sudah ada Wulan yang duduk di dalam. Alana dan Syifa sudah bermain di salah satu wahana. Andi segera menyusul mereka. Raka menggandeng tangan Tika untuk menyusul. Anak-anak sudah sangat tenang karena bisa bermain bersama teman sebaya. Wulan m
“Assalamualaikum.” Sapaku sengaja mengeraskan suara. Membuat mereka terbelalak kaget melihat kedatanganku. Mas Ardi menatap dengan wajah kaget dan mulut terbuka. Seolah sedang ketahuan jika dia tengah melakukan sesuatu. Bu May langsung menundukan kepalanya. Hanya Raya yang sudah mengendalikan ekpresi seolah tidak terjadi sesuatu.“Wa, waalaikumsalam mbak.” Justru Raya yang menjawab dengan tenang. Setelah ekpresi terkejut di wajahnya sudah mereda.Berbeda dengan Mas Ardi dan Bu May yang masih tampak was-was. Mas Ardi bahkan tidak berani menatap wajahku. Dia pasti bisa menebak apa yang aku pikirkan melihat keadaan ini. Seandainya aku tidak tahu tentang perselingkuhannya dengan Sarah maka aku akan bergabung untuk menginterigasi mereka saat ini juga. Nyatanya setelah aku tahu jika Mas Ardi adalah tukang selingkuh, tidak ada rasa cemburu melihat keakrabannya dengan Raya dan Bu May di meja makan ini. Aku bisa mengabaikan keberadaan mereka. Kakiku melangkah menuju kulkas yang ada di samping
"Karena aku tidak ingin kehilangan harta warisan dari orang tuaku. Mereka sangat membenci yang namanya perceraian." Jawab Mas Ardi yang membuat Raya dan Bu May mengerutkan kening mereka bingung. Tidak paham dengan maksud perkataan Mas Ardi barusan.Namun, berbeda denganku yang langsung paham jawaban ambigu suamiku. Ini semua berkaitan dengan orang tua dan kakak laki-lakinya. Rahasia yang hanya di ketahui oleh keluarga ini. Dan mungkin juga di ketahui oleh Sarah. Karena Mas Ardi sudah menyusun rencana dengannya untuk menyingkirkanku. Dan juga rencana untuk membawa Sarah masuk ke dalam keluarganya."Maksudnya Pak?" Tanya Raya heran."Akan aku ceritakan semuanya saat kita jadi lebih dekat." Ujar Mas Ardi masih merahasiakan hal ini dari Raya.Aku jadi teringat dengan masa lalu. Saat kakak laki-laki Mas Ardi yang juga merupakan putra pertama keluarga ini selingkuh dengan pegawai pabrik. Mas Dani, nama kakak iparku yang sudah tega menyelingkuhi istrinya yang bernama Mbak Nita. Saat itu Mbak
“Uhuk, uhuk, uhuk.” Aku menekan dada karena tersedak saat sedang minum. Kuhela nafas berulang kali agar lebih tenang. Tapi, tetap saja aku masih tidak percaya dengan apa saja yang baru saja kulihat.Mataku terlelalak kaget. Entah seperti apa ekspresi wajahku sekarang melihat layar hp dimana penghasilanku terpampang. Di aplikasi xxx aku mendapat penghasilan sepuluh juta sejak penghasilan sebelumnya di transfer minggu lalu. Gajiku termasuk bersih karena sudah di potong oleh admin untuk bagi hasil dengan aplikasi. Tanganku sampai gemetar saking tidak percayanya. Sepertinya kemarin penghasilanku di aplikasi ini belum genap lima juta. Itu berati aku dapat penghasilan lima juta dalam sehari. Benar-benar tidak bisa di percaya.“Ibu, Ayah sudah pulang tuh.” Kata Salma begitu membuka pintu. Putri sulungku masih berdiri di ambang pintu.“Iya sayang. Kalian ke meja makan dulu saja. Nanti Ibu menyusul.”Salma menganggukan kepala lalu keluar sambil menutup pintu. Sudah tiga hari ini Mas Ardi selal
Pov Orang KetigaSurat panggilan sidang dari pengadilan agama akhirnya datang juga ke rumah megah Ardi. Dia termenung menatap kurir yang mengantar surat itu. Tangannya sudah meremas surat tanpa membalas sapaan kurir yang berlalu pergi. Ardi menutup pintu rumahnya dengan kasar hingga membuat Bu May yang sedang memasak di dapur jadi terlonjak kaget.Ia masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi tempat tidur. Menyobek amlopnya dan membaca gugatan Desi yang tertera dalam surat tersebut. Di surat itu menyebutkan tentang sikap kasar Ardi pada Desi dan anak-anak selama ini yang di sebut kekerasan secara verbal. Walaupun tidak ada kekerasan secara fisik. Mata Ardi semakin membulat saat ia membaca isi gugatan berikutnya dimana Ardi sudah berselingkuh dengan Sarah. Hanya nama Sarah yang di sebutkan. Tidak ada nama Raya sebagai selingkuha Ardi. Desi mengklaim jika dia punya semua bukti yang akan ia bawa ke pengadilan saat sidang pertama kelak."Desi si*"*****." Seru Ardi marah dengan suara men
"Sebenarnya dimana Desi dan anak-anak? Kenapa kamu sampai tidak tahu keberadaan mereka, Ardi?" Seru Mama jengkel yang membuatku keringat dingin. Sedangkan Papa hanya diam saja sambil menatapku tajam.Aku sangat tahu karakter orang tuaku yang lebih sayang dengan Desi. Tidak mungkin jika aku mengarang cerita jelek tentang Desi. Bukannya percaya Mama justru akan sangat marah padaku. Rasanya pikiranku buntu di tatap sedemikian tajam oleh orang tuaku "Aku nggak tahu Ma. Seharian ini aku bekerja di kantor jadi aku nggak tahu keman Desi dan anak-anak pergi. Tadi siang Bu May sempat telpon kalau Desi sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa rewang di rumah tetangga. Jadi, Bu May yang menggantikannya. Aku izinkan karena tidak enak dengan tetangga kami jika tidak ada yang rewang. Baru saja aku pulang sore ini bersamaan dengan Papa dan Mama, mereka sudah pergi. Aku baru saja hendak mencari mereka. Tolong jangan marah padaku dulu." Jelasku pelan dengan suara bergetar. Ya ampun kenapa aku tida
Siang itu aku berkenalan dengan anak Bu May yang bernama Raya. Wajah cantik, tubuh seksi dan sikap yang ramah langsung memikatku saat itu juga Entah kenapa aku bisa langsung jatuh cinta pada Raya. Bukan hanya rasa tertarik seperti yang aku rasakan pada Sarah dan dua mantan kekasihku yang lain. Karena masih ingin mengobrol dengan Raya lebih banyak lagi, aku mengajaknya dan Bu May untuk menemaniku duduk di meja makan. Mumpung Desi dan anak-anak sedang tidak ada di rumah. Hampir saja kami ketahuan oleh Desi yang tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah. Untungnya dia tidak curiga sama sekali dengan kedekatanku bersama Raya. Apalagi ini pertama kalinya aku mengijinkan pembantu untuk duduk di meja makan yang sama denganku. Setelah Desi pergi aku bisa menghela nafas lega.Di tengah kelumit hubunganku dengan Sarah yang sedang berada di masa membosankan, rasanya sangat menyenangkan bisa menjalnin hubungan dengan wanita baru seperti Raya. Dia jauh lebih pengertian dan baik daripada Sarah. Raya tid
Pov ArdiMenikah ternyata sangat membosankan. Apalagi jika istri sudah melahirkan bayi. Membuat penampilan fisik menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya jadi sayu karena kurang tidur akibat begadang mengurus bayi. Tidak ada lagi badan seksi milik Desi yang bisa kulihat. Namun, di sisi lain aku juga menuntutnya untuk melahirkan sebanyak empat kali. Hingga kami memiliki tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Aku ingin memiliki anak sebanyak mungkin yang bisa di jadikan pewaris perusahaan Papa. Sekaligus anak yang bisa mengurusku di masa tua nanti.Pelayanan yang di berikan Desi di atas ranjang juga tidak bisa maksimal lagi. Sehingga membuatku sering mencari pelampiasan pada wanita lain. Yang sudah aku uji kebersihannya melalui peemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Setelah memastikan jika wanita yang aku pilih sehat dan bebas dari penyakit menular baru kami melanjutlan hubungan. Aku bisa memberikan banyak uang pada wanita simpananku setiap mereka mau melayani dengan
Rasanya badanku sangat letih saat pulang ke rumah bersama Andi dan Tika yang menyusul ke bimbel. Sedangkan Raka berada di rumah bersama Salma dan Salwa. Beruntung si kembar mau membantu dengan mengambil alih dapur dengan memasak untuk membuat menu makan malam kami kali ini. Mereka juga mau membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci piring. Bahkan untuk urusan seragam sekolah, anak-anak dengan terampil menyetrika. Tentu saja dengan di dampingi oleh si kembar. "Pokoknya Ibu tenang saja. Urusan pekerjaan rumah serahkan pada kami. Ibu juga nggak perlu lagi memasak biar nggak kecapekan. Fokus saja bekerja di bimbel. Kalau adik-adik mau menyusul kami yang akan mengantarkan." Kata Salma pagi ini saat kami tengah berkutat untuk membuat sarapan di dapur. Sedangkan Salwa dan Tika sudah membagi tugas untuk menyapu halaman depan dan rumah. Raka dan Andi masih sibuk membereskan tempat tidur dan buku yang akan mereka bawa ke sekolah."Terima kasih sayang. Kamu dan Salwa juga nggak perlu
Meskipun merasa sedih setelah melihat pesan balasan Wulan, aku berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin untuk saat ini aku harus membiarkan Mama dan Papa berspekulasi sesuai dengan fitnah yang sudah di katakan Bu May pada mereka. Karena aku tidak ingin sembarangan memberikan bukti sebelum persidangan di mulai. Teringat dengan pesan Pak Hendra agar aku selalu berhati-hati terkait dengan barang bukti yang sudah di berikan ke pengadilan agama.[Biarkan saja Lan. Biar Papa dan Mama melihat sendiri di pengadilan bukti-bukti yang sudah aku serahkan. Aku takut jika memberikan bukti itu sekarang Mas Ardi akan punya bahan untuk mengelak. Bisa saja dia akan menyiapkan sangkalan mengingat Mas Ardi bisa melakukan segalanya dengan uang.]Balasku cepat. Aku tahu jika kemungkinan besar orang tua Mas Ardi akan tahu lebih cepat. Hanya saja hatiku tetap merasa sedih karena harus pergi begitu saja tanpa ijin pada mereka. Aneh sekali. Padahal ini keputusanku. Tapi, aku juga yang merasa sedih. Mungkin kar
Jarum jam sudah menunjukkan setengah empat sore saat kami sampai di rumah ini. Langit jingga mulai terlihat menjelang malam. Aku meminta anak-anak untuk menunggu di teras. Sementara aku pergi ke rumah pemilik kontrakan yang jaraknya hanya dua rumah saja dari sini. Saat bertemu Bu Marni langsung menyerahkan kunci rumah padaku lalu kami masuk ke dalam. Ruangan tampak bersih karena ada yang rutin menyapu selama dua bulan ini. Tidak ada perabotan di ruang tamu dan dapur. Tapi, setidaknya sudah ada tempat tidur dan lemari di setiap kamar yang di beli Ratna setelah aku mentransfer uang padanya. Saat Ratna dan keluarganya menginap di rumah ini. Dua koper besar yang dulu di bawa Ratna sudah ada di kamar utama. Sedangkan satu koper lagi aku kirim lewat jasa travel dan di letakan di dapur. Baru aku kirim beberapa hari lalu setelah anak-anak selesai ujian akhir sekolah atau yang biasa di sebut dengan UAS.“Kita sholat jamaah di ruang tengah dulu ya. Baru pasang seprai di kasur terus istirahat se
POV DesiSatu minggu lebih aku berusaha menghindari jebakan Mas Ardi walaupun obat terlarang itu sudah di tukar dengan teg biasa. Kadang kala aku menyanggupi keinginannya untuk minum teh di ruang makan atau berdua saja di dapur. Aku merasa gugup karena bingung harus menunjukkan reaksi apa setelah minum teh itu yang di yakini Mas Ardi mengandung obat terlarang. Namun, tidak ada reaksi apapun dari Mas Ardi selain ekspresi heran. Dia juga tidak curiga sama sekali. Setidaknya aku merasa sangat lega karena selalu berhasil lolos. Kesibukanku bersama anak-anak membuat Mas Ardi tidak bisa menjebakku untuk tidur bersama pria lain. Selain itu, dia juga harus sibuk bolak-balik dari rumah Sarah ke rumah ini karena harus membagi waktu setelah mereka resmi menikah secara siri. Membuatku bisa dengan mudah memasukan obat tidur setiap dia akan menjalanklan rencana untuk menghubungi temannya yang akan ikut dalam rencana untuk memfitnahku. Membuat Mas Ardi merasa bahwa ia terlalu kelelahan hingga bisa t
POV RayaLiburan selama tiga hari ke Bali bersama Mas Ardi sungguh menyenangkan dan menakjubkan. Karena ini kedua kalinya aku bisa liburan ke Bali setelah study tour saat SMA dulu. Ada banyak tempat yang lebih bagus sudah kami kunjungi. Di tambah dengan banyaknya oleh-oleh yang sudah kubeli dengan harga ratusan juta. Membuat aku membeli banyak baju, tas, sepatu dan masih banyak barang yang bagus dan sangat mahal. Tidak lupa juga aku membelikan untuk Ibu dengan jumlah yang sangat banyak.Dia sangat pengertian mengajakku pergi tanpa perlu bertanya dimana keberadaan suamiku. Setelah aku cerita Mas Ardi memang tidak pernah bertanya secara detail tentang sosok Mas Harun. Membuatku merasa sangat lega karena mereka bedua sudah saling mengenal sebagai rekan kerja di kantor. Aku takut jika Mas Ardi akan memilih mundur sebelum semua rencanaku dan Ibu terlaksana. Di sisi lain aku juga banyak menguping percakapan Mas Ardi dengan Sarah di kamar hotel tempat kami menginap. Dia selalu mengira jika a