“Uhuk, uhuk, uhuk.” Aku menekan dada karena tersedak saat sedang minum. Kuhela nafas berulang kali agar lebih tenang. Tapi, tetap saja aku masih tidak percaya dengan apa saja yang baru saja kulihat.Mataku terlelalak kaget. Entah seperti apa ekspresi wajahku sekarang melihat layar hp dimana penghasilanku terpampang. Di aplikasi xxx aku mendapat penghasilan sepuluh juta sejak penghasilan sebelumnya di transfer minggu lalu. Gajiku termasuk bersih karena sudah di potong oleh admin untuk bagi hasil dengan aplikasi. Tanganku sampai gemetar saking tidak percayanya. Sepertinya kemarin penghasilanku di aplikasi ini belum genap lima juta. Itu berati aku dapat penghasilan lima juta dalam sehari. Benar-benar tidak bisa di percaya.“Ibu, Ayah sudah pulang tuh.” Kata Salma begitu membuka pintu. Putri sulungku masih berdiri di ambang pintu.“Iya sayang. Kalian ke meja makan dulu saja. Nanti Ibu menyusul.”Salma menganggukan kepala lalu keluar sambil menutup pintu. Sudah tiga hari ini Mas Ardi selal
Setelah Raya dan Bu May pulang, Mas Ardi langsung masuk ke dalam kamar kami. Pasti dia akan sibuk bermain game. Seperti yang biasa ia lakukan. Sementara aku masih menemani anak-anak di lantai dua. Berkumpul bersama anak-anak untuk mengobrol dan menonton TV."Kira-kira berapa uang yang di kirim Ayah untuk Tante Raya ya Bu?" Tanya Salwa penasaran. Tanpa ada rasa cemburu yang terkandung dalam suaranya."Ibu juga nggak tahu. Mungkin saja Ayah mengirim uang yang banyak. Seperti yang selalu ia lakukan pada Sarah." Jawabku apa adanya. Walaupun itu hanya tebakan semata. Dari hp rahasia yang berhasil di bobol Wulan, aku jadi tahu berapa saja jumlah uang yang di kirimkan Mas Ardi untuk Raya. Minimal sepuluh juta. Kadang juga sampai lima puluh juta. Jumlahnya berkali-kali lipat dari uang yang di berikan oleh Mas Ardi padaku selama ini. Membuatku jadi bertanya-tanya, apakah gaji Mas Ardi memang sebesar itu? Apakah dia menyembunyikan penghasilannya dariku selama ini?Jika Raya mendapat kiriman y
Badanku menggeliat saat terbangun jam tiga pagi. Mataku perlahan terbuka. Melihat Mas Ardi yang sudah tidur sambil memunggungiku. Begitu aku duduk bersandar ke kepala tempat tidur, beberapa barang tampak berantakan. Tidak terletak pada tempatnya. Sudah pasti ini adalah ulah Mas Ardi. Bahkan tasku yang seharusnya ada di dalam lemari meja rias sudah berantakan di kursi. Ia mencari sampai menggeledah barang-barang pribadiku. Tidak akan ketemu.Karena hp rahasia itu memang sudah tidak ada lagi padaku. Melainkan berada di tangan Bu May. Dugaan Ratna memang benar. Orang pertama yang akan di curigai oleh Mas Ardi adalah aku. Karena itulah cepat atau lambat dia pasti akan bertanya padaku tentang keberdaan hp itu. Untung saja kemarin aku bertemu dengan para sahabatku sehingga bisa mendapat banyak saran untuk kelangsungan rencanaku ke depannya.Segera aku turun dari tempat tidur. Merapikan barang-barang yang berantakan dengan cepat. Baru masuk ke dalam kamar mandi untuk mengambil wudhu. Segera
POV RayaMas Ardi bisa di taklukan dengan mudah hanya dengan rayuan dan tidur bersama. Pada dasarnya dia memang suka dengan wanita cantik. Sikap Mbak Desi yang acuh memberiku peluang besar untuk semakin mendekati Mas Ardi yang kemudian membuatnya jatuh dalam perangkapku. Sepertinya rumah tangga mereka sudah di ujung tanduk. Karena bagiku Mas Ardi dan Bu Desi sudah seperti orang asing yang terpaksa tinggal di rumah yang sama. Yang membuatku heran adalah kenapa Mbak Desi tidak mengajukan gugatan cerai saja jika dia sudah tidak saling cinta dengan Mas Ardi. Anak-anak juga tidak nampak dekat dengan Ayah mereka. Sehingga tidak perlu berat untuk bercerai hanya karena urusan anak seperti Mbak Wulan.“Kamu sudah bayar hutang di bank dengan uang kiriman Ardi nduk?” Tanya Ibu yang baru pulang ke rumah setelah belanja di warung.Penampilan Ibu sangat modis karena baju yang di berikan Mbak Desi. Lebih tepatnya barang yang di temukan di dekat kotak sampah. Dengan tas branded dalam negeri yang harg
“Assalamualaikum.” Suara Mas Harun terdengar memasuki rumah saat jam sudah menunjukkan jam setengah enam pagi. Ibu mertua berjalan di belakangnya dengan wajah datar. Pasti mereka sudah sarapan dulu di rumah Mbak Wulan sebelum datang kesini. Terlihat dari rantang makanan yang ia serahkan padaku.“Waalaikumsalam.”Seperti biasa aku akan menyalami tangan Mas Harun dan Ibu. Walaupun hanya di sambut angin lalu karena Ibu segera masuk ke dalam kamar. Sekali lagi Ibuku terpaksa masuk ke dalam kamar kecil di dekat dapur selama suami dan Ibu mertuaku tinggal di rumah ini. Aku mengikuti Mas Harun masuk ke dalam kamar untuk meletakan kopernya. Meletakan sejenak rantang makanan di atas meja.“Aku langsung berangkat ke kantor dulu. Ada rapat sama pimpinan.” Ujar Mas Harun yang tetap acuh padaku. Sikap dinginnya yang tidak lagi melukai hatiku. Karena rasa cinta yang ada dalam dada sudah hilang.Pura-pura kupasang wajah sedih untuk menarik perhatiannya. “Apa kamu tidak mau sarapan dulu denganku mas
Ibu sudah meloncat-loncat di kamar seperti anak kecil.. Girang melihat uang sebanyak ini ada di dalam koper. Aku segera menahan tangan Ibu agar Bu Desi tidak mendengar keributan di kamar ini. Paham dengan maksudku, Ibu kembali duduk di tepi tempat tidur. Dengan senyum yang masih merekah dari bibirnya. Begitu juga denganku. Berusaha menekan kegembiraan agar tidak berteriak seperti orang gila."Uang ini cukup untuk bayar semua hutang di bank Ray. Mudah-mudahan juga sisa banyak untuk melunasi hutang Ibu. Membeli rumah sederhana dulu agar bisa membawa kedua adikmu tinggal bersama kita. Lalu,""Bu." Segera kuhentikan agar Ibu tidak bicara lagi. Kami perlu menenangkan diri sejenak agar tidak terlalu kentara saat keluar dan di lihat oleh Bu Desi dan anak-anaknya nanti. “Sssttt. Jangan bicara keras-keras Bu. Kita hitung dulu uangnya sejumlah hutangku di bank. Kalau cukup akan langsung aku bayar hari ini juga. Mumpung bank belum tutup. Kalau waktu kita habis, akan aku bawa koper ini pulang ke
Tidak sulit untuk memberikan kepuasan pada Mas Ardi. Baginya kepuasan di bagian bawah adalah hal yang terpenting. Hanya satu saja syarat darinya yang harus kupenuhi yaitu menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan jika kami tidak terkena penyakit kelamin. Syarat yang mudah bagiku. Tidak masalah karena aku memang tidak pernah berhubungan dengan sembarang laki-laki. Satu-satunya pria yang pernah berhubunyan denganku sebelum Mas Ardi, hanyalah Mas Harun. Itu saja setelah kami mengincarnya agar bisa merebut harta Mbak Wulan. Walaupun harus berakhir dengan kegagalan.Di kota kecil tempat kami tinggal tidak ada lokalisasi yang membuat para pria beristri hanya menyalurkam hasrat pada selingkuhan. Seperti yang di lakukan Mas Ardi. Di sisi lain aku juga yakin jika Mas Ardi bukan tipe pria yang suka jajan sembarangan dengan tidur bersama banyak wanita. Kadena dia tipe pria yang sangat menjaga kesehatan dengan rutin melakukan medical check up secara berkala di rumah sakit langganannya.“Ba
POV Desi“Bu May aku boleh tanya sesuatu nggak?” Tanyaku pada wanita paruh baya itu saat dia sedang menyapu lantai dapur. Kepalanya menoleh dengan wajah cemas mendengar pertanyaanku barusan. Padahal aku belum bertanya pada pertanyaan inti yang akan aku sampaikan.Sepertinya Bu May sudah tahu tentang keberadaan hp Mas Ardi yang aku masukan ke dalam tasnya. Hanya saja sampai hari ini dia memang tidak pernah memberikan hp itu padaku atau pada Mas Ardi. Mungkin saja karena Bu May dan Raya penasaran dengan isi handphone itu yang jelas-jelas menampilkan wajah Mas Ardi dan Sarah. Entah apa yang membat Raya dan Bu May tetap menyimpan hp itu. Padahal mereka tidak akan bisa membuka apalagi membajak isinya seperti yang sudah di lakukan oleh Wulan. Bukankah mengembalikan hp itu lebih cepat akan jadi lebih baik?“Boleh Bu. Mau tanya apa?” Tanya Bu May setelah kegugupannya reda. Meski begitu Bu May tidak berani menatap wajahku. Pandangannya terus tertuju pada lantai yang masih kotor karena belum se
Pov Orang KetigaSurat panggilan sidang dari pengadilan agama akhirnya datang juga ke rumah megah Ardi. Dia termenung menatap kurir yang mengantar surat itu. Tangannya sudah meremas surat tanpa membalas sapaan kurir yang berlalu pergi. Ardi menutup pintu rumahnya dengan kasar hingga membuat Bu May yang sedang memasak di dapur jadi terlonjak kaget.Ia masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi tempat tidur. Menyobek amlopnya dan membaca gugatan Desi yang tertera dalam surat tersebut. Di surat itu menyebutkan tentang sikap kasar Ardi pada Desi dan anak-anak selama ini yang di sebut kekerasan secara verbal. Walaupun tidak ada kekerasan secara fisik. Mata Ardi semakin membulat saat ia membaca isi gugatan berikutnya dimana Ardi sudah berselingkuh dengan Sarah. Hanya nama Sarah yang di sebutkan. Tidak ada nama Raya sebagai selingkuha Ardi. Desi mengklaim jika dia punya semua bukti yang akan ia bawa ke pengadilan saat sidang pertama kelak."Desi si*"*****." Seru Ardi marah dengan suara men
"Sebenarnya dimana Desi dan anak-anak? Kenapa kamu sampai tidak tahu keberadaan mereka, Ardi?" Seru Mama jengkel yang membuatku keringat dingin. Sedangkan Papa hanya diam saja sambil menatapku tajam.Aku sangat tahu karakter orang tuaku yang lebih sayang dengan Desi. Tidak mungkin jika aku mengarang cerita jelek tentang Desi. Bukannya percaya Mama justru akan sangat marah padaku. Rasanya pikiranku buntu di tatap sedemikian tajam oleh orang tuaku "Aku nggak tahu Ma. Seharian ini aku bekerja di kantor jadi aku nggak tahu keman Desi dan anak-anak pergi. Tadi siang Bu May sempat telpon kalau Desi sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa rewang di rumah tetangga. Jadi, Bu May yang menggantikannya. Aku izinkan karena tidak enak dengan tetangga kami jika tidak ada yang rewang. Baru saja aku pulang sore ini bersamaan dengan Papa dan Mama, mereka sudah pergi. Aku baru saja hendak mencari mereka. Tolong jangan marah padaku dulu." Jelasku pelan dengan suara bergetar. Ya ampun kenapa aku tida
Siang itu aku berkenalan dengan anak Bu May yang bernama Raya. Wajah cantik, tubuh seksi dan sikap yang ramah langsung memikatku saat itu juga Entah kenapa aku bisa langsung jatuh cinta pada Raya. Bukan hanya rasa tertarik seperti yang aku rasakan pada Sarah dan dua mantan kekasihku yang lain. Karena masih ingin mengobrol dengan Raya lebih banyak lagi, aku mengajaknya dan Bu May untuk menemaniku duduk di meja makan. Mumpung Desi dan anak-anak sedang tidak ada di rumah. Hampir saja kami ketahuan oleh Desi yang tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah. Untungnya dia tidak curiga sama sekali dengan kedekatanku bersama Raya. Apalagi ini pertama kalinya aku mengijinkan pembantu untuk duduk di meja makan yang sama denganku. Setelah Desi pergi aku bisa menghela nafas lega.Di tengah kelumit hubunganku dengan Sarah yang sedang berada di masa membosankan, rasanya sangat menyenangkan bisa menjalnin hubungan dengan wanita baru seperti Raya. Dia jauh lebih pengertian dan baik daripada Sarah. Raya tid
Pov ArdiMenikah ternyata sangat membosankan. Apalagi jika istri sudah melahirkan bayi. Membuat penampilan fisik menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya jadi sayu karena kurang tidur akibat begadang mengurus bayi. Tidak ada lagi badan seksi milik Desi yang bisa kulihat. Namun, di sisi lain aku juga menuntutnya untuk melahirkan sebanyak empat kali. Hingga kami memiliki tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Aku ingin memiliki anak sebanyak mungkin yang bisa di jadikan pewaris perusahaan Papa. Sekaligus anak yang bisa mengurusku di masa tua nanti.Pelayanan yang di berikan Desi di atas ranjang juga tidak bisa maksimal lagi. Sehingga membuatku sering mencari pelampiasan pada wanita lain. Yang sudah aku uji kebersihannya melalui peemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Setelah memastikan jika wanita yang aku pilih sehat dan bebas dari penyakit menular baru kami melanjutlan hubungan. Aku bisa memberikan banyak uang pada wanita simpananku setiap mereka mau melayani dengan
Rasanya badanku sangat letih saat pulang ke rumah bersama Andi dan Tika yang menyusul ke bimbel. Sedangkan Raka berada di rumah bersama Salma dan Salwa. Beruntung si kembar mau membantu dengan mengambil alih dapur dengan memasak untuk membuat menu makan malam kami kali ini. Mereka juga mau membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci piring. Bahkan untuk urusan seragam sekolah, anak-anak dengan terampil menyetrika. Tentu saja dengan di dampingi oleh si kembar. "Pokoknya Ibu tenang saja. Urusan pekerjaan rumah serahkan pada kami. Ibu juga nggak perlu lagi memasak biar nggak kecapekan. Fokus saja bekerja di bimbel. Kalau adik-adik mau menyusul kami yang akan mengantarkan." Kata Salma pagi ini saat kami tengah berkutat untuk membuat sarapan di dapur. Sedangkan Salwa dan Tika sudah membagi tugas untuk menyapu halaman depan dan rumah. Raka dan Andi masih sibuk membereskan tempat tidur dan buku yang akan mereka bawa ke sekolah."Terima kasih sayang. Kamu dan Salwa juga nggak perlu
Meskipun merasa sedih setelah melihat pesan balasan Wulan, aku berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin untuk saat ini aku harus membiarkan Mama dan Papa berspekulasi sesuai dengan fitnah yang sudah di katakan Bu May pada mereka. Karena aku tidak ingin sembarangan memberikan bukti sebelum persidangan di mulai. Teringat dengan pesan Pak Hendra agar aku selalu berhati-hati terkait dengan barang bukti yang sudah di berikan ke pengadilan agama.[Biarkan saja Lan. Biar Papa dan Mama melihat sendiri di pengadilan bukti-bukti yang sudah aku serahkan. Aku takut jika memberikan bukti itu sekarang Mas Ardi akan punya bahan untuk mengelak. Bisa saja dia akan menyiapkan sangkalan mengingat Mas Ardi bisa melakukan segalanya dengan uang.]Balasku cepat. Aku tahu jika kemungkinan besar orang tua Mas Ardi akan tahu lebih cepat. Hanya saja hatiku tetap merasa sedih karena harus pergi begitu saja tanpa ijin pada mereka. Aneh sekali. Padahal ini keputusanku. Tapi, aku juga yang merasa sedih. Mungkin kar
Jarum jam sudah menunjukkan setengah empat sore saat kami sampai di rumah ini. Langit jingga mulai terlihat menjelang malam. Aku meminta anak-anak untuk menunggu di teras. Sementara aku pergi ke rumah pemilik kontrakan yang jaraknya hanya dua rumah saja dari sini. Saat bertemu Bu Marni langsung menyerahkan kunci rumah padaku lalu kami masuk ke dalam. Ruangan tampak bersih karena ada yang rutin menyapu selama dua bulan ini. Tidak ada perabotan di ruang tamu dan dapur. Tapi, setidaknya sudah ada tempat tidur dan lemari di setiap kamar yang di beli Ratna setelah aku mentransfer uang padanya. Saat Ratna dan keluarganya menginap di rumah ini. Dua koper besar yang dulu di bawa Ratna sudah ada di kamar utama. Sedangkan satu koper lagi aku kirim lewat jasa travel dan di letakan di dapur. Baru aku kirim beberapa hari lalu setelah anak-anak selesai ujian akhir sekolah atau yang biasa di sebut dengan UAS.“Kita sholat jamaah di ruang tengah dulu ya. Baru pasang seprai di kasur terus istirahat se
POV DesiSatu minggu lebih aku berusaha menghindari jebakan Mas Ardi walaupun obat terlarang itu sudah di tukar dengan teg biasa. Kadang kala aku menyanggupi keinginannya untuk minum teh di ruang makan atau berdua saja di dapur. Aku merasa gugup karena bingung harus menunjukkan reaksi apa setelah minum teh itu yang di yakini Mas Ardi mengandung obat terlarang. Namun, tidak ada reaksi apapun dari Mas Ardi selain ekspresi heran. Dia juga tidak curiga sama sekali. Setidaknya aku merasa sangat lega karena selalu berhasil lolos. Kesibukanku bersama anak-anak membuat Mas Ardi tidak bisa menjebakku untuk tidur bersama pria lain. Selain itu, dia juga harus sibuk bolak-balik dari rumah Sarah ke rumah ini karena harus membagi waktu setelah mereka resmi menikah secara siri. Membuatku bisa dengan mudah memasukan obat tidur setiap dia akan menjalanklan rencana untuk menghubungi temannya yang akan ikut dalam rencana untuk memfitnahku. Membuat Mas Ardi merasa bahwa ia terlalu kelelahan hingga bisa t
POV RayaLiburan selama tiga hari ke Bali bersama Mas Ardi sungguh menyenangkan dan menakjubkan. Karena ini kedua kalinya aku bisa liburan ke Bali setelah study tour saat SMA dulu. Ada banyak tempat yang lebih bagus sudah kami kunjungi. Di tambah dengan banyaknya oleh-oleh yang sudah kubeli dengan harga ratusan juta. Membuat aku membeli banyak baju, tas, sepatu dan masih banyak barang yang bagus dan sangat mahal. Tidak lupa juga aku membelikan untuk Ibu dengan jumlah yang sangat banyak.Dia sangat pengertian mengajakku pergi tanpa perlu bertanya dimana keberadaan suamiku. Setelah aku cerita Mas Ardi memang tidak pernah bertanya secara detail tentang sosok Mas Harun. Membuatku merasa sangat lega karena mereka bedua sudah saling mengenal sebagai rekan kerja di kantor. Aku takut jika Mas Ardi akan memilih mundur sebelum semua rencanaku dan Ibu terlaksana. Di sisi lain aku juga banyak menguping percakapan Mas Ardi dengan Sarah di kamar hotel tempat kami menginap. Dia selalu mengira jika a