Saat malam tiba Hana sudah sampai di kediaman Aditama, dia begitu sedih karena tidak bisa menemukan putrinya. Wanita itu bahkan tidak bisa tertidur dengan pulas, sekalinya tidur dia malah memimpikan putrinya.Ada bayi mungil yang sedang tersenyum kepada dirinya dan dipangku oleh seorang pria tampan, dia ingin sekali menggendong putri cantiknya tersebut, tetapi jarak seakan begitu jauh.Tidak lama kemudian, dia melihat pria tampan itu menghampiri dirinya dan merangkulnya. Bahkan, tidak lama kemudian pria itu menarik lembut tangan Hana agar bisa menyentuh wajah putri cantiknya."Kami akan menunggu kamu datang," ujar pria itu.Hana berusaha menelisik wajah pria itu, terlihat tampan tapi susah untuk diingat. Pria itu tersenyum dengan begitu manis, tapi Hana sungguh tidak mengenal pria itu. "Siapa kamu? Kenapa bisa menggendong putriku?"Tidak ada jawaban dari pria itu, pria itu malah tersenyum seraya melambaikan tangannya. Hana
"Cepat ceritakan, aku sudah sangat tidak sabar."Bara berdecak sebal, karena wanita itu begitu memaksa. Padahal, dia sudah sangat enggan untuk mengingat-ingat masa lalu itu. Kalau saja dia tidak mencintai Hesti, dia tidak ingin mengungkit apa yang terjadi di masa lalu.Karena walau bagaimanapun dia dirasa begitu kejam, karena sudah tega terhadap istrinya sendiri. Wanita yang menjadi sumber penghasilannya, tetapi dengan teganya dia melakukan banyak kesalahan kepada wanita itu."Saat itu kami sengaja pergi ke luar negeri, selain untuk melakukan proses bayi tabung, kami juga berencana untuk liburan di sana. Hari itu rencananya kami akan ke rumah sakit, tapi saat aku menyiapkan mobil, aku bertemu dengan seorang pria. Dia nampak kepanasan, dia begitu gelisah."Bara masih ingat ketika pria itu seperti sering terkena hal yang tidak beres, tetapi Bara rasanya sudah lupa wajah pria itu. Karena mereka sudah satu tahun lebih tidak lagi bertemu.
Di saat merasakan kesedihan yang terasa menghujam jantung, Hana teringat kembali kepada Bram. Pria yang dulunya merupakan sahabat dari almarhum ayahnya, pengacara kepercayaan dari keluarga Aditama.Tentu saja dia langsung mengadu kepada pria itu tentang apa yang dia dengar, Bram tentunya merasa geram dengan apa yang diadukan oleh Hana.Walaupun Hana adalah anak dari sahabatnya, tetapi Hana sudah dia anggap sebagai putrinya sendiri. Pria itu tulus menyayangi Hana."Jangan menangis lagi, Nak. Sekarang lebih baik kita mulai membuat hidup Bara lebih sengsara lagi," ujar Bara."Iya, Om. Aku juga maunya memiskinkan Bara dan juga Hesti, agar mereka menjadi gelandangan sekalian. Mereka tidak pantas mendapatkan hartaku sepeser pun, Om. Mereka benar-benar kejam, mereka tidak punya perasaan. Tapi, bagaimana caranya?""Gampang, sekarang lebih baik kamu cari aset berharga milik Bara yang dia sembunyikan dari kamu. Kita harus membuat dia tidak punya uang sepeser pun, biar dia paham.""Ehm! Aku haru
Memiskinkan Bara, itulah tujuan Hana saat ini. Maka dari itu, setelah Hana mengambil semua aset berharga milik Bara, dia langsung pergi ke rumah sakit. Dia ingin agar semua harta Bara dialihkan atas nama dirinya.Saat dia sudah berada di depan pintu ruang perawatan Hesti dan juga Bara, wanita itu terdiam karena mendengar Hesti yang sedang menjerit-jerit kesakitan."Mas! Ini bagaimana? Kenapa inti tubuhku sakit sekali?""Kamu aja yang nggak becus jaga diri sendiri, masa itu aja bisa sakit kaya gitu? Udah gitu, bau lagi. Hiiih! Itunya kenapa merah begitu? Benyeyeh dan mengeluarkan darah serta nanah, kamu itu memangnya tidak pernah merawatnya?"Hana yang mendengar ucapan Bara langsung mengintip dari jendela, dia merasa penasaran kenapa pria itu marah-marah seperti itu. Ternyata Bara sedang melihat inti tubuh Hesti, walaupun dia melihatnya dari ranjang pasien yang dia tempati, tetapi sepertinya Bara bisa melihat dengan jelas inti tubuh wanita itu
Walaupun Hana sudah merasa cukup puas dengan apa yang dia lakukan terhadap Bara dan juga Hesti, tetapi tetap saja dia merasa tidak tenang sama sekali. Dia masih memikirkan tentang putri cantiknya, dia takut jika sepasang suami istri yang mengambil putrinya tersebut tidak menyayangi putrinya dan malah memasukkan putrinya ke panti asuhan. Tadi malam dia malah hanya tidur sebentar saja, makanya pagi ini dia terlihat begitu lesu sekali. Sarapan yang sudah disiapkan oleh bi Heni hanya dia tatap tanpa dia sentuh. "Kok melamun saja? Apalagi yang kamu pikirkan?" Hana langsung tersadar dari lamunannya, lalu dia menolehkan wajahnya ke arah suara. Hana tersenyum karena ternyata yang datang adalah Bram, pria Itu membawa berkas di tangannya yang entah apa. "Aku kepikiran Hani, Om. Aku takut dia kenapa-napa," jawab Hana. "Sudah, jangan terlalu mengkhawatir
Hari ini keadaan Bara dan juga Hesti sudah mulai membaik, walaupun area inti Hesti masih belum kering, tetapi setidaknya tidak ada bau yang tidak sedap di sana.Begitupun dengan Bara, walaupun dia belum bisa berjalan dengan baik, tetapi kakinya sudah tidak terasa sakit lagi. Hanya saja, Bara masih kesusahan untuk berjalan. Dia harus menggunakan tongkat jika mau berjalan atau hanya pergi ke kamar mandi."Mas, ini sudah hari ketiga dan Hana belum datang ke sini? Padahal, biasanya dia selalu datang tiap hari. Dia kenapa ya, Mas?" tanya Hesti.Hesti merasa ada yang salah dengan Hana, bisa-bisanya wanita itu tidak datang ke rumah sakit. Padahal, biasanya Hana selalu ingin berdekatan dengan Bara."Entahlah, duluan aku hanya meminta dia untuk tinggal di rumah saja. Mungkin karena itu," jawab Bara.Walaupun dia merasa tidak yakin dengan jawabannya, tetapi itulah yang dia katakan kepada Hesti. Lagi pula Hana adalah wanita buta, sering keluar dari rumah juga akan membahayakan dirinya dan juga o
Di satu sisi Bara merasa pangling melihat Hana, karena wanita itu benar-benar terlihat cantik sekali. Penampilannya juga sangat berubah, wanita itu terlihat memakai baju mahal dan juga memakai perhiasan mahal. Padahal, dulu Hana selalu memakai baju sederhana. Dia juga tidak pernah memakai perhiasan, karena wanita itu berkata tidak betah kalau memakai perhiasan.Nyatanya, dulu Hana selalu memakai pakaian sederhana karena menghargai Bara sebagai suaminya. Dia tidak mau kalau Bara merasa rendah diri kala berdampingan dengan dirinya."Mas cepat katakan mau apa? Kenapa tadi terlihat begitu marah? Apa ada hal penting yang ingin kamu sampaikan kepadaku?"''Tentu saja ada, kamu tidak bisa membuangku begitu saja walaupun kamu mengatakan sudah menceraikan aku. Karena walau bagaimanapun juga perusahaan ini sudah kamu percayakan kepadaku," ujar Bara."Hanya aku percayakan, bukan berarti aku berikan kepada kamu."Bara menyeringai, dia masih mengira kalau perusahaan tersebut masih atas nama diriny
Hana memperhatikan Bara yang berteriak-teriak memaki dirinya bersama dengan Hesti, hingga kedua manusia itu masuk ke dalam mobil dan suaranya pun ikut menghilang. Setelah kedua manusia itu tak ada, pertahanan Hana akhirnya runtuh juga, wanita itu menangis karena mengalami luka yang begitu dalam. Kalau dikhianati saja mungkin dia masih bisa menahan rasa sakitnya.Namun, masalahnya Bara dengan teganya menjual dirinya dan juga membuang Hani. Hana merasa jika Bara dan juga Hesti merupakan sepasang iblis berbentuk manusia. "Ya Tuhan! Semoga saja aku bisa secepatnya menemukan Hani," ujar Hana sambil terisak.Hana terlihat hendak mengusap air matanya, tetapi ada orang yang menyodorkan tisu kepada dirinya. Hana langsung menolehkan wajahnya ke arah orang tersebut, ternyata yang memberikan dirinya tisu adalah Bertrand."Terima kasih," ujar Hana.Hana langsung mengusap air matanya, walaupun sudah diusap, tetapi tetap saja air mata itu mengalir lagi dan lagi. Karena memang kesedihan itu begitu