Dan sungguh orang-orang yang membela diri setelah didzalimi, maka tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka (QS : Asy-Syura, 41).
Rosemaya lalu mendekat ke arah pintu keluar, berjalan mengendap-endap mengikuti Leo dengan wanitanya. Betapa terkejutnya wanita itu saat mengetahui siapa sosok Cindy yang sebenarnya!Gigi Rosemaya bergemelatuk menahan kesal. Andai bisa, ia tak sabar ingin segera mendatangi pasangan tak tahu malu tersebut dan menampar wanita itu. Emosinya seketika membuncah dan hatinya menjadi panas membara."Kurang ajar! Dasar wanita tidak tahu malu! Rupanya selama ini dialah yang menjadi duri dalam rumah tanggaku!" geram Rosemaya.Wanita itu mengepalkan tangan dan pandangannya menjadi buram oleh air mata yang menggenang. Sedih, kecewa dan merasa dibohongi, campur aduk dalam diri Rosemaya."Sudah, Rose! Lanjutkan saja makanmu," ujar Ben. Melihat Rosemaya terbakar emosi membuat Ben langsung menyeretnya kemba"Manusia kadang jauh lebih menyeramkan dari iblis.""Rose! Rose! Makanlah cepat! Kau melamun dari tadi," panggil Ben mengagetkannya. "Ben, kau bekerja pada Leo sejak tahun berapa?" tanya Rosemaya. Sesuatu dalam otaknya menyala, seolah ia baru saja menyadari sebuah fakta. "Aku bekerja pada kalian sejak Welly berusia tiga tahun, Rose," jawab Ben. "Ah, ya ... aku ingat. Waktu itu orang tua kita baru saja meninggal, karena kecelakaan mobil yang terjadi malam itu," ujar Rosemaya.Ucapan Rosemaya membuat Ben ganti menerawang jauh ke masa itu. Masa di mana hidup Ben berubah drastis karena kematian ayahnya. Ayah Rosemaya dan ayah Ben adalah sahabat karib. Mereka sama-sama pegawai di perusahaan telekomunikasi milik negara. Ayah Ben adalah seorang kepala divisi, sementara ayah Rosemaya adalah atasannya. "Ben, hari ini ayah akan memancing bersama Ayah Rose. Kau tak usah ikut ya, ayah aka
"Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar (QS : An-Nahl, 126).""Jika memang demikian, maka nyawa harus dibayar dengan nyawa!" desis Rosemaya penuh dendam.Ben menggenggam tangan Rosemaya dan berusaha menenangkannya. Ia paham Rosemaya akan sangat membenci Leo andai saja Ben menceritakan semuanya. Namun malam ini, biarlah cukup sedikit fakta saja yang Rosmaya ketahui. "Sabarlah, Rose. Aku akan temukan semua jawabannya untukmu," janji Leo. "Ayahmu, ayahku, ibuku, Welly dan ...? Siapa lagi korban kelima dalam tragedi ini?" tanya Rosemaya. Pikirannya fokus kembali mengulang semua kejadian hingga mengkoneksikan semuanya. "Suami kakakmu," tukas Ben singkat."Tapi dia orang luar, Ben! Dia bukan dari keluargaku," sangkal Rosemaya. "Sebetulnya target
Kanaya menatap Rosemaya tidak percaya. Ia nyaris tidak percaya dengan ucapan adiknya itu barusan. Ia lalu memilih untuk mengabaikan saja. "Sheva, ayo mandi, Nak. Sudah waktunya kamu berangkat mengaji!" panggil Kanaya pada sulungnya itu. Gadis kecil berumur lima tahun itu menurut dan segera pergi ke kamar mandi. Kanaya menyiapkan handuk dan baju gantinya. Lalu kembali duduk di hadapan Rosemaya dan mulai menasehati adiknya itu. "Hidup, mati, rejeki itu sudah takdir Allah, Rose. Tak akan ada kekuatan yang mampu membelokkannya selain doa dan kehendak Allah sendiri. Bagaimanapun caranya berpulang, semua itu hanya sebuah sarana saja. Bahkan sehelai daunpun tak akan terjatuh tanpa takdir dari-Nya!" tegas Kanaya tajam. Wanita itu menatap lurus pada Rosemaya ketika berbicara. "Jika kakak berkeyakinan seperti itu. Lalu ... apakah kita akan membiarkan pelakunya terus bebas dan bisa melakukan kejahatan demi kejahatan sesukanya?" sengit Rosemaya.
"Jika kebaikan tidak memiliki kekuatan, maka kajahatan akan mengambil nama kebaikan sebagai jaketnya.""Siapkan, mobil dan kumpulkan semua orang. Aku akan melakukan briefing darurat!" titah Leo pada Ben lewat telepon. Segera, setelah mobil SUV itu berhenti di depan pintu utama, Leo memasuki mobil dan memerintah Ben berangkat. "Ke ruko secepatnya, Ben!" titah Leo dengan wajah garang. Mereka meluncur menuju salah satu ruko yang dulu digunakan Leo untuk tempat produksi paket perawatan brand kosmetik miliknya. Namun kini lebih sering ia gunakan untuk membriefing bodyguard yang disewanya, entah untuk apa. Semenjak berita bunuh diri Rosemaya yang viral. Leo memang lebih banyak merekrut orang untuk bekerja sebagai bodyguardnya. Total ada dua puluh orang yang dipekerjakan Leo untuk menjadi orang-orang kepercayaan melaksanakan misi khusus darinya. "Rosemaya masih hidup! Bagaimana kalian bisa kecolongan?"
Mungkin bayi kecil tak berdosa itu bisa merasakan suasana yang mulai memanas. Tangisnya langsung kencang dan meronta-ronta. Membuat bising siapa saja yang berada di situ. "Kalau Bapak semua tidak bisa menunjukkan surat perintah. Sebaiknya Bapak semua pergi dari rumah saya! Anak saya ketakutan!" tegas Kanaya tidak gentar. "Ibu jangan melawan aparat!" bentak petugas itu terus mengancam. Ia mulai mengintimidasi Kanaya dengan sikap arogannya."Hubungkan saya dengan atasan Bapak semua," pintanya kemudian. Petugas yang kasar itu sudah akan menyakiti Kanaya, namun dihalang-halangi oleh petugas lainnya. "Jangan kasar, dia wanita!" tegas kawannya. Sementara di tengah keributan, Rosemaya mulai berusaha keluar dari jendela gudang yang ternyata cukup tinggi. Tubuhnya masih belum pulih benar. Ia tak bisa cekatan melakukan lompatan dengan sempurna. Susah payah Rosemaya keluar dari gudang dengan
"Lalu biarlah aku luruh dalam tetesan air hujan yang membawa kenangan menjadi genangan air mata (Rosemaya).""Mungkinkah ada yang bertindak lebih jauh selain aku? Siapa? Ibu kah? Atau mungkin Cindy?"Tanya demi tanya mengetuk pikiran Leo. Meminta dipuaskan dengan spekulasi dan jawaban yang masuk akal. Pria itu kembali menelaah dan tenggelam dengan logikanya.Sepanjang perjalanan Leo lebih banyak diam dan berpikir dalam keheningan. Gurat wajahnya menyiratkan kebingungan mengapa Suster Lia terlihat sangat membencinya. Suster Lia bahkan berkata dia berusaha meracuni Rosemaya dengan narkoba."Bagaimana bisa Suster itu berkata demikian? Aku hanya mengirim istriku yang depresi ke rumah sakit jiwa agar ia bisa mendapat fasilitas pengobatan terbaik," desis Leo. Pria itu mengetuk-ngetuk kaca sambil berpikir.Satu sisi Leo begitu ketakutan Rosemaya akan kembali dan merebut semua yang telah diraihnya. Tetapi sisi lain dalam dirinya sungguh
Beberapa warga mulai mendekat, mereka ingin membantu Kanaya. Namun dihalu oleh petugas yang masih berada di lokasi. "Yang sabar, Mbak Kanaya! Yang kuat, ya!" teriak salah satu tetangga Kanaya dari jauh. "Titip anak saya ya, Kak. Sheva tadi sedang mengaji!" balas Kanaya yang meski genting masih mengingat putri sulungnya. Beberapa warga yang mulai berkerumun sebenarnya ingin membantu Kanaya. Namun mereka tidak mau berurusan dan membuat keributan dengan aparat. Satu sisi mereka tahu Kanaya dan keluarganya adalah orang baik. Tetapi aparat yang datang dengan membawa senjata membuat mereka mundur teratur. "Pergi dan larilah, Rose! Semoga engkau selamat," gumam Kanaya yang sudah tidak dapat lagi membantu Rosemaya lagi. Ia hanya bisa banyak berdoa untuk keselamatan adiknya.Kanaya digelandang ke kantor polisi dengan membawa bayi merahnya. Seorang petugas mengatakan ia ditangkap karena bekerja sama dengan seorang buronan. "Ibu memban
"Apa pun yang kamu berikan untuk hidup, itu kembali ke dirimu. Jangan membenci siapa pun. Kebencian yang keluar dari dirimu suatu hari nanti akan kembali padamu. Cintai orang lain. Dan cinta akan kembali kepadamu (Anonim)."Lelaki itu lalu menelepon seseorang di Surabaya dan memintanya melakukan sesuatu. "Tolong segera bereskan saja perempuan itu. Saya--""Maaf, Pak. Wanita yang anda inginkan ditangkap menghilang. Namun saya pastikan petugas sudah menembaknya sebanyak beberapa kali sebelum tubuhnya limbung dan terbawa arus sungai.""Ck! Sial! Kenapa selalu saja wanita itu hanyut terbawa arus?" Leo mendengus kesal sembari melempar ponselnya ke sofa.***Untuk beberapa hari hingga berbulan-bulan kemudian, baik Leo dengan anak buahnya maupun Ben dengan orang-orang yang berada di pihak Rosemaya, terus mencari. Leo sangat cemas dengan hilangnya mayat Rosemaya untuk kedua kali. Meskipun Cindy terus meyakinkann
"Gue akan memeriksa legalitas hukum status kepemilikan perusahaan. Gue yakin masih ada hak gue di sana," jawab Mayyanti. "Ya ampun, May. Kenapa, kenapa hidup elo bisa serumit ini. Padahal dulu, kita mulai semuanya dengan bahagia. Beneran ya, uang bisa merubah segalanya," keluh dr. Patricia iba. "Enggak apa-apa, Patric. Semuanya sudah terlanjur bergulir seperti ini. Gue harus tuntaskan semuanya. Bagaimanapun sudah terlalu banyak nyawa yang dikorbankan. Andail Leo enggak serakah dan menghancurkan semuanya, mungkin kami enggak perlu harus sampai seperti ini," ujar Mayyanti sambil menatap dr. Patricia nanar. Mayyanti sengaja berjalan memutar agar tidak ada yang mengawasinya lagi. Semenjak kejadian di klinik dr. Patricia, ia merasa semakin banyak mata-mata yang mengawasinya. Di kantor ia melihat Leo telah memeriksa berkas miliknya di bagian personalia. Pria itu juga semakin intens menghabiskan waktu dengan Mayyanti. Entah apa maksudnya. L
"Dendam itu menghancurkan hati, sebagaimana racun menghancurkan tubuh."Mayyanti memandang Ben aneh. Dalam hatinya ia berpikir, "Bagaimana Ben bisa tahu aku jijik dengan sikapnya barusan? Apakah dia telah mengenaliku?"Ben membalikkan tubuhnya, pria itu memandang Mayyanti dan tersenyum ramah. "Apakah ada yang bisa kubantu lagi?" tanya Ben. "Tidak, Pak Ruben. Semua sudah siap. Te-terima kasih. Permisi," pamit Mayyanti bergegas pergi. Ben tersenyum penuh arti sambil memandang kepergian Mayyanti memasuki klinik kecantikan yang dikelola oleh dr. Patricia. Pria itu kini sudah sangat yakin dengan firasatnya."Instingku tidak pernah salah untuk dapat mengenalimu," desis Ben. Pria itu meregangkan tubuhnya bersiap memejamkan mata.Sementara Mayyanti merasa jantungnya berdebar-debar. Ada banyak kecemasan yang dirasa saat diperlakukan Ben seperti tadi. Untung saja kali ini ia sangat sibuk sehingga tak punya banyk waktu untuk memikirk
Dada Ben terasa sesak, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ia bisa merasakannya. Aura yang sama dalam balutan fisik yang berbeda. Tidak! mata Ben tak akan bisa dibohongi."Mungkinkah, wanita itu ...?" Ben tak berani berspekulasi lebih jauh. Ia hanya diam dan terus mengamati. Belum saatnya untuk mengambil kesimpulan. Lebih baik diam dan mengamati.Ketika duduk di mejanya, Ben terus mengawasi Mayyanti. Kewaspadaan dalam dirinya seketika meningkat dua kali lipat. Ada rasa penasaran yang belum terpuaskan dalam diri seorang Ruben."Kau pesan apa, Mayya?" tanya Leo ramah. Ia mengangsurkan buku menu pada Mayyanti."Samakan dengan pesanan Tuan saja," jawab Mayyanti kikuk. Entah mengapa sejak bersirobok dengan Ben, Mayyanti jadi merasa tidak nyaman.Mayyanti dan Leo duduk pada sebuah meja yang berbeda dengan Ben. Membuat Ben lebih mudah mengawasi gerak-gerik mereka dengan lebih teliti. Ben tidak makan, hanya terus me
"Kau bisa menipu semua orang, membungkus rapi dirimu dengan segala penyamaran terbaikmu, tapi aku tak akan pernah tertipu (Ben)."Mayyanti jadi makin dilema dibuatnya. Sesungguhnya ia tak nyaman. Namun menolak Leo dalam posisi seperti ini adalah hal yang mustahil. Mau tak mau Mayyanti jadi harus menurut dan mengikuti kehendak Leo. Ia mengangguk dengan setengah hati pada Leo yang menunggu jawaban sambil tetap menjaga jarak.'Tenanglah, ini hanya sebuah makan malam.' Mayyanti menenangkan diri di tengah kerisauan yang meliputinya. Mengingat bagaimana Cindy begitu cemburu pada sekretaris sang suami itu, Mayyanti merasa harus berhati-hati."Ayo, Mayya. Aku sudah sangat lapar.""Baik, Tuan. Saya jalan di belakang Anda." Mayyanti mengekor Leo. Sengaja menjaga jarak agar mereka tak terlihat sedang berjalan beriringan.Leo lalu mengajaknya turun ke lantai basement menuju parkiran mobil. Di sa
Namun kali ini berbeda. Leo bergeming dan tak merespon Cindy sama sekali. Pria itu dingin dan tetap sibuk dengan dokumen-dokumennya. Bahkan bagian tubuh Leo yang seharusnya bangkit juga tak terlihat bangkit. "Pulanglah, Cindy! Aku benar-benar sangat sibuk dan tidak punya waktu. Aku janji setelah lembur, besok akan membawamu dan Giovani jalan-jalan," tolak Leo tetap teguh pada pendiriannya. Cindy mencebik kesal. Ia lalu melihat pintu ruang kerja Leo sedikit terbuka dan Mayyanti akan mengetuknya untuk minta ijin masuk. Sekonyong-konyong Cindy langsung mendekap kepala Leo dan melumat bibir itu penuh gelora. Leo yang diserang begitu panas jadi merasa berkewajiban membalas. Terjadilah pertukaran saliva dengan ritme yang menggelora. Mayyanti yang hampir mengetuk pintu jadi mengurungkan niatnya. Wanita itu menjadi jijik melihat tingkah istri bosnya yang norak dan kampungan itu. Bagaimana bisa, di kantor, mereka melakukan hal seperti itu?"Ap
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula (QS : An-Nur, 26)."Leo yang sempat melihat mata sekretaris barunya itu sembab karena habis menangis menjadi tersentuh hatinya. Ada gelombag rasa bersalah tak biasa yang menghantam jantungnya. Mengapa?Mayyanti meninggalkan pasangan suami-istri tersebut begitu saja. Hatinya perih diperlakukan begitu kejam oleh sang nyonya yang cemburu. Apakah serendah itu dirinya dihadapan wanita kaya istri bosnya tersebut?Pandangan mata Mayyanti memburam oleh genangan air mata yang tak terbendung lagi. Setetes hangat mengalir di pipinya. Namun segera diusap oleh punggung tangan karena takut akan ada yang melihatnya menangis."Kau kenapa, Mayya? Apa kau habis menangis?" tanya Hiro yang tiba-tiba datang
"Ah ... sa-saya hanya terbiasa meneliti setiap hal yang akan saya siapkan kepada anda, Tuan. Saya pikir tugas saya juga untuk memastikan tiap dokumen telah benar-benar rapi dan tidak ada kesalahan sedikitpun," kilah Mayyanti. Leo mengernyitkan dahinya, namun kemudian tersenyum dan mengabaikan sebuah firasat aneh dalam dirinya. 'Tidak, ini hanya sebuah kebetulan.' Pria itu membatin yakin."Sudah pukul sebelas. Saya akan pesankan Tuan makan siang. Anda ingin makan apa Tuan?" tanya Mayyanti setelah mereka saling diam untuk beberapa saat. "Apa saja, Mayya. Tapi jangan yang terlalu pedas dan tanpa sayur," jawab Leo. "Baik, saya siapkan. Silahkan Tuan melanjutkan pekerjaan," ujar Mayyanti paham. Wanita itu lalu melangkah mundur dari ruangan Leo dan bergegas memesankan makanan lewat aplikasi online. Setelah memastikan makan siang Leo sudah diantarkan kurir menuju kantor, Mayyanti kemudian beralih kembali pada pekerjaannya.
"Pada akhirnya, aku akan selalu berlari kembali padamu, bukan karena aku lemah tapi karena aku jatuh cinta padamu lagi dan lagi (Leo)."Rasa apa? Buatan siapakah kopi itu?Leo serasa dibawa berkelana menuju sebuah kenangan indah tentangnya di masa lalu. Sebuah memori yang kembali mengingatkan ia pada wanita yang pernah disia-siakan di akhir hidupnya."Aku tidak suka kopi, Rose! Tapi harus meminumnya agar tetap bisa menjaga mataku tidak terpejam. Aku sebenarnya sangatlelah. Tetapi kau tahu kan, banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan!""Apa ada jenis tertentu yang bisa kamu minum? Aku akan belikan.""Aku tidak suka yang terlalu asam. Juga yang rasanya terlalu pekat dan kuat. Hanya yang memiliki rasa ringan saja, namun cukup membuat aku bisa tetap terjaga.""Baiklah, aku akan mencari cara bagaimana kamu bisa menikmati kopi yang nyaman.""Terima kasih, Rose. Kau yang terbaik."Lalu kali ini, Leo seras
"Tiga sendok makan sambel kacang yang diletakkan di atas bihun tanpa tempe oreg?" tanya dr. Patricia yang sukses membuat Leo berkaca-kaca."Ah ... kau masih ingat, dr. Patric. Kau masih ingat bagaimana wanita itu menyediakan sarapan spesial kita dulu ya," ujar Leo dengan suara serak menahan air mata. Wajah dr. Patricia tersenyum penuh makna. Dalam hati ia berkata, "Andai kau tahu bagaimana dia masih mengingat kebiasanmu hingga sedetil mungkin. Andai saja kau tahu bagaimana dulu Rose begitu mencintaimu sampai paham semua kebiasaan seorang Leonardo Suniarta. Kau bahkan tak akan tega mendua."***Leo tiba di kantornya dengan mood melankolis yang manis. Ia merasa telah cukup mengenang Rosemaya hari ini dan harus kembali ke dunia nyata. Berjibaku dengan rutinitas kesibukannya mengurus bisnis. Ia memasuki gedung mewah yang kini telah menjadi miliknya. Gedung yang disewanya dengan menjaminkan asuransi kesehatan milik Rosema