“Apa yang terjadi?” Malvin memalingkan wajahnya ke samping yang di mana Helena berdiri di situ, tengah menatap Sofia yang berada di ambang pintu akan melangkah keluar. Seakan keberadaan Malvin seperti tak dilihatnya di situ. Wajah Malvin yang semulanya terlihat cerah seketika berubah suram. ‘Putriku masih tidak memaafkanku?’ pikirnya merenung sedih. “Sofia, aku memanggilmu,” ujar Helena dengan suaranya mengeras. Mendengarnya, Sofia perlahan memutar tubuhnya dan menunduk tak berani mengangkat wajahnya. “Ayah.” “Ya sayang.” Mendapatkan panggilan dari Helena, Malvin yang tadinya murung, langsung saja menyahutnya dengan cepat disertai senyumannya yang mengembang sempurna. Helena merasa tak nyaman sendiri melihatnya. Sungguh, ia tak terbiasa dengan sikap lembut Malvin yang seperti ini ditambah lagi pria itu menggunakan panggilan manis dengannya. “Apa selama ini pelayan di sini diperlakukan tidak semestinya?” “Tidak, kenapa kamu mempertanyakan itu?” Malvin mengurutkan dahinya. Helen
“Bolehkan aku bertanya?” tawar Helena memandang Alex yang berada di depannya, duduk dengan kursi diputar balik sandaranannya ke depan, sehingga kedua tangannya itu menopang dagunya dengan sandaran kursi. “Tanya apa?” Alex mengernyitkan alisnya. Menjilati dua ice cream-nya di kedua tangannya begitu tenang, saat mendapat balasan Alex, lantas Helena segera berkata, “Apa yang kakak kerjakan sampai tadi pagi-pagi petang terburu-buru pergi dari rumah sakit bersama dengan ayah?” Helena teringat akan hal itu, pagi petang itu di saat Alex dan Marvel akan pergi, ia sudah terbangun. Hanya saja matanya sengaja ia tutup agar tak disadari mereka dan dikira masih tertidur. Mereka juga ada membahas suatu hal dengan saling berbisik dan menekan satu sama lain. Tapi pembahasan mereka tak terlalu jelas Helena dengar. Itulah mengapa Helena begitu penasaran dan ada kesempatan sekarang, tak menyia-nyiakannya, Helena langsung saja menanyainya. “Pekerjaan yang menyulitkan dan mendesak, aku tidak bisa me
“Aku sudah siap, ada yang ingin kukerjakan lagi, aku duluan.” Michael bangkit dari duduknya, menggeser ke belakang kursinya, setelah berucap menatap ke arah sang ayah, ia langsung berbalik pergi. Helena memperhatikannya, dari apa yang dilakukan Michael, seperti hal biasa yang bahkan Marvel saja hanya menatapnya sejenak tanpa memberikan balasan, pria itu lanjut menikmati makanannya. Melihat satu persatu anggota keluarganya. Helena menghela napasnya samar. ‘Keluarga seperti apa ini?’ Tak ada yang sama sekali peduli satu sama lain, seperti orang asing yang disatukan di tempat yang sama. Yang mereka pedulikan hanya diri sendiri, dan Helena tak tahu itu, apakah sikap baik terhadapnya itu benar-benar sikap baik? Tak lama setelah Michael pergi, di situ istri kedua Malvin menyusul beranjak pergi dan tanpa sepatah kata pun, asal pergi begitu saja. Tapi ketika bangkit, sorot mata sinisnya sangat jelas tertuju ke arahnya. Begitu kelihatan membencinya. ‘Haha, dasar, kau pikir aku takut dengan
Drap ... ! Drap ... ! Sret ... ! Sret ... !Suara derap langkah kaki berpadu dengan suara benda diseret terdengar di tengah keheningan dan ketegangan yang tercipta. Tepat di saat langkah seseorang tersebut terhenti. Di dalam kolong ranjang, terdapat seorang gadis kecil tampak menutupi mulutnya rapat-rapat, berusaha menahan rasa takutnya yang sangat luar biasa dan suaranya yang mungkin akan keluar karena tangisannya yang tak bisa dibendungnya. Saat tadi memperhatikan dengan mata kepalanya sendiri, seorang wanita yang merupakan ibunya sendiri, tergeletak di lantai dengan tubuh tanpa balutan busana dan penuh luka di mana-mana. Wanita itu dengan sekuat tenanganya berusaha berucap, “Pergi cepat dari sini ... pergi Helena.”Jari telunjuknya yang terasa sulit digerakkan berusaha menunjuk sesosok orang berpakaian serba hitam tengah berada di dapur rumahnya. “Dia ... a-akan membunuhmu.”Ketika gadis kecil itu menoleh melihatnya, ia terperanjat kaget karena melihat dari situ, seorang pria di d
“Kebetulan sekali Helena, aku di sini bersama Evan,” ujar Delina memamerkan dirinya bersama Evan. Dan pria itu baru kelihatan menyusulnya masuk ke dalam. Delina melihatnya, melambaikan tangan ke arahnya. “Sayang! Aku di sini!” panggil Delina.‘Wah, dia mencoba memanas-manasinku dengan b*jingan itu,’ batin Helena tanpa sedikitpun menunjukkan reaksi dan tampangnya biasa saja melihat kedatangan Evan ke arah mereka.Evan tertegun tak menyangka melihat Helena di sini. Semulanya wajahnya tampak lesu seketika melihat adanya Helena di situ, seketika berubah cerah dan dengan semangatnya pria itu melangkah ke tempatnya.Setiba Evan sampai di situ. Delina menarik lengan tangan Evan dan memeluk lengannya sambil berucap menatap Helena, “Kami berdua sarapan pagi bersama sebelum berangkat kerja. Ini biasa kami lakukan bersama, ya ‘kan sayang?” Delina memandang Evan sambil mengulas senyumnya.Mata Evan terus tertuju ke arah Helena yang menatap datar Delina kekasihnya kini dan tak sedikit pun memandang
Di dalam ruangan yang hanya terdapat cahaya temaram, sesosok berhoodie bertubuh tinggi tegap tengah berdiri di antara orang-orang yang tergeletak penuh luka, sambil pria itu sibuk mengikat pembalut ke telapak tangannya dengan susah payahnya.Terlarut melakukan itu, ia sampai tak menyadari datangnya seseorang bila seandainya dia tak bersuara.“Aku mencarimu dari tadi, ternyata kamu ada di sini,” katanya dingin.Suara seseorang tersebut terasa tak asing di telinganya. Ia pun membalasnya, “Kenapa mencariku?” tanyanya balik tak kalah dinginnya sembari memutar tubuhnya sehingga mereka saling berhadapan.“Aku tidak menyetujui keputusanmu, ini jawabanku sekarang,” kata Alex dan setelahnya langsung berputar balik, melangkah pergi begitu saja.Michael, pria dengan hoodie hitam itu, ia hanya menatap punggung kakaknya yang perlahan menghilang dari matanya. “Kalau begitu jangan salahkan ‘ku jika bertindak kelewatan batas.”Sorot matanya menyala dan samar-samar bibirnya tertarik miring membentuk se
Kedatangan pria itu membuat Sofia sigap melindungi Helena. Berdiri dengan melebarkan kedua tangannya menutupi Helena yang berada di kasur, baru saja mengubah posisinya menjadi duduk.“Mau apa kau?” Sofia bertanya ketus dan mengintimidasi tajam pria tersebut. Pria itu menurunkan tangannya yang memegang pistol dan perlahan menghela napasnya. Ia juga menggaruk tekuk lehernya dan tersenyum canggung sambil mendesah pelan menatap mereka. “Hais~ sepertinya aku salah kamar lagi. Maaf sebelumnya, aku seorang polisi, ada buronan yang sedang kucari di hotel ini.” Ia membungkukkan tubuhnya setelahnya lalu undur diri begitu saja. Tak lupa menutup kembali pintu kamar hotel Helena.“Buronan?” Helena penasaran, memegang dagunya tengah berpikir, ‘Siapa buronan itu sampai polisi masuk ke hotel ini?’“Nona muda, Anda harus tetap bersama saya di sini,” kata Sofia melirik Helena.Sudut bibir Helena terangkat. Wanita itu duduk dengan bersedekap dada dan melipat kakinya. ‘Dia pasti tengah merasakan ancama
“Kamu … haiss … ” Helena mendesah panjang melihat tangannya dicekal erat dan beralih melirikkan matanya menatap lekat mata hitam pria itu yang begitu tajam menatapnya sampai Helena merasa bila dia tengah menunjukkan tekanan padanya. Helena tidak terima itu, ia mengangkat satu tangannya dan mengacungkan jari telunjuknya di hadapannya. “JANGAN PERLIHATKAN TATAPAN ITU PADAKU!” teriak Helena tepat dekat dengan wajah Roky. ‘Suaraku? Ah~ kenapa aku jadi berteriak sekuat ini?’ Helena membungkam cepat mulutnya meruntuki dirinya sendiri yang kelepasan berteriak padahal tadinya cuman ingin santai saja menekannya. Ia menepuk-nepuk jidatnya. ‘Ini tidak benar, emosiku tidak seperti ini. Apa ini kebiasaan tubuh ini?’ Melihat tingkah wanita yang tangannya dicekalnya, dahi Roky tampak mengerut. “Sinting,” cibirnya. “Apa?!” Telinga Helena sangat tajam mendengarnya. Wanita itu mencengkram baju Roky dan membuatnya begitu dekat jaraknya dengannya. “Beraninya kamu mengatakan itu padaku setelah selama in
Hart dan Rylee hanya menatap mereka berdua dengan tatapan heran.“Apa ini perasaanku saja, mereka sekarang jauh lebih dekat?” duga Hart melihatnya sampai keliling matanya memandang, hingga mobil yang dinaiki Helena dengan Roky sudah pergi menjauh dari mereka.“Bukan kau saja, aku juga merasa begitu,” ujar Rylee. “Jadi apa yang akan kita kerjakan sekarang? Nona Helena hanya memerintah kita bekerja tanpa memberitahu apa pekerjaan itu.”Hart mengedikkan bahu. “Jangan tanya padaku, aku pun tidak tahu.”“Kalian berdua tidak ada kerjaan ‘kan? Bagaimana jika kalian ikut denganku.” Vincent menghampiri mereka berdua yang tengah dilanda kebingungan berdiri di dekat mobil dan gerbang mansion besar milik Malvin Dawson—ayahnya Helena maupun Vincent.“Anda bukan Bos kami.” Hart menjawabnya dingin.Akan tetapi Rylee berbeda dengan Hart. Rylee langsung merangkul Hart dan Vincent, mengatakan, “Pekerjaan apa itu Tuan Vincent?”Hart mendengus dan berpaling wajah tak ingin melihat tingkah temannya yang t
“Semalam ini, kamu dari mana saja?”“Ah!” kaget Helena melihat Vincent yang berada di dalam kamarnya, duduk di kursi dengan tangan disilangkan. “Sepertinya kau senang sekali mengagetkanku, ya?! Ah~ kakak ini … ” Helena kelepasan menjadi berteriak, wanita itu pun memegang kepalanya dan menyugar rambutnya ke belakang.“Kamu juga sering membuat kakakmu ini terkejut dengan semua tindakanmu, adikku Helena.” Vincent membalasanya dan perlahan pria itu berdiri melangkah mendekat ke arahnya. “dari mana kamu sampai jam segini baru pulang?” Vincent mengintrogasinya.Helena berpaling wajah untuk menahan rasa kesalnya diperlakukan seperti itu. “Aku hanya mencari angin, aku ‘kan sudah pernah bilang berada di sini terus rasanya menyesakkan.”“Tadi ayah mencarimu, sebelumnya aku sudah lebih dahulu datang mencarimu, tidak melihat kamu berada di dalam kamar. Aku merasa yakin kamu keluar dan ternyata itu benar, untung saja aku menyelamatkanmu, adikku sayang.” Vincent memasukkan kedua tangannya ke dalam
“Lepaskan aku.”Rylee menjadi menghentikan langkah cepatnya, tergesa-gesa keluar dari apartemen mewah yang kini terdengar suara tembak menghebokan banyak orang. Tapi, herannya polisi masih belum terlihat datang, perasaan cemas kini menyelimuti Helena. Bagaimana jika sesauatu terjadi kepada Roky?Wanita itu menghentikan langkahnya yang dibawa cepat oleh Rylee sehingga Rylee merasakannya langkahnya ikutan terhenti, dan menoleh ke belakang menatap sang empu yang kemudian bersuara.“Nona Helena, Anda tidak ingin masuk ke dalam lagi ‘kan?” Dahinya mengerut sangat jelas menunjukkan tengah memastikannya.“Aku harus mengecek kondisi di sana, pamanku dia tinggal di sana, aku merasa sesuatu terjadi padanya.”“Kamu memperdulikannya?”“Tidak.” Helena mengedikkan bahunya. “aku memperdulikan Sofia.”Rylee seketika melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Helena.Seperti secara terbuka dipersilahkan kemauannya. Helena membalikkan tubuhnya dan melangkah cepat menuju kembali ke tempat itu.Tangan
Mengikuti firasatnya kini, Helena mengambil keputusan cepat bersama Rylee untuk ke tempat di mana keberadaan pria yang memiliki hubungan darah dengan Helena si pemilik tubuh asli dan juga pria itu sebagai mantan suaminya Sofia.“Di sini dia tinggal, Nona,” kata Rylee menunjuk apartemen elite di kawasan ini.Sesuatu yang tidak terduga. Senyum miring terpantri di bibir merah alaminya. “Tempat yang bagus bagi mantan napi sepertinya.”“Awalnya aku pun berpikir seperti itu. Tapi melihat bagaimana selama ini Sofia sering menemuinya, aku mulai berpikir, dia tinggal di sini karena Sofia.”Helena menatapnya, sedetik kemudian menghela. “Sepertinya hubungan keduanya tidak sesederhana yang dikira, apa ada mantan suami istri akan berhubungan sebaik itu?”Rylee menganggu, membalas, “Itu langkah, jikapun ada mungkin tidak sedekat seperti mereka. Walaupun mereka bertemu tidak secara terbuka. Tapi tetap saja, itu terasa janggal.”“Kita akan mencari tahunya,” kata Helena kemudian memberi perintah, “Tun
Perasaan Rylee dipermainkan lagi, ia merasa dilema mencari-cari keberadaan Helena yang tak kunjung ditemukannya. Tadi wanita itu menelponnya berada di halte, ia langsung menuju ke sana, tapi ketika sampai, bukannya ia langsung bertemu dengan Helena, malahan yang ditemukannya handphone milik wanita itu yang keadaan layar masih hidup. Untung saja tidak dicuri. Tapi …Rylee berhenti dan mengambil duduk di bangku halte. Pria itu memegangi dagunya, tengah berpikir, “Tadi ponselnya ini ada di bangku dan masih dalam keadaan hidup, setelah kulihat setelannya, ponsel ini akan mati tiga menit. Dan tadi setelah kulihat, ponsel itu mati, berarti … ”“Berarti sudah tiga menit berlalu aku pergi dan kau baru sampai,” sambung Helena tiba-tiba saja berada di sampingnya, duduk dengan santai sambil menikmati rolled ice cream di dalam wajah mini, yang terdapat strawberry di atasnya ice creamnya sebagai toping.“Eh?!” Rylee terperanj
Helena termangu manik coklatnya tak berkedip menatap Malvin yang memberikan intimindasi padanya secara tak sadar. Hingga melihat bagaimana dalamnya Helena menatapnya, Malvin seketika tersadar dan pria itu mengusap wajahnya kasar sambil berkata, “Bukan itu maksud Ayah. Ayah hanya tidak ingin kita saling mengingatnya setelah lama kita berusaha melupakannya.”“Aku sama sekali tidak mengingatnya, aku sangat berharap bisa mengingatnya. Setidaknya aku bisa tahu seperti apa dia. Aku tidak ingin benar-benar melupakannya, dia ibuku, Ayah,” kata lirih Helena, suaranya terdengar parau dan nyaris menghilang di akhir kalimatnya. Helena menyentuh dadanya. “dia yang telah melahirkanku, betapa berdosanya aku sebagai anak yang telah susah payah dilahirkannya, begitu saja melupakannya.”“Ibumu tidak berharap setelah kepergiannya kamu merasa menderita, sayang. Ayah juga tidak berharap kamu merasakan itu juga, kami sangat memperdulikanmu. Kamu tidak perlu mengingatnya, sekarang yang perlu kamu pedulikan
“Helena, kenapa basah kuyup seperti ini?” Malvin terkejut dan wajahnya tampak cemas memperhatikan penampilan Helena kini. Bagaimana tidak, pulang-pulang Helena basah kuyup padahal cuaca saja tidak sedang hujan.Ia yang akan keluar, menjadi berhenti ketika melihat sang putri berjalan dalam keadaan seperti itu memasuki mansionnya.“Aku kecebur kolam renang,” balas Helena pelan dan sedikit menggigil merasa begitu kedinginan. Tangannya mengusap-usap lengannya berupaya membantu meredahkan rasa dinginnya.“Cepat ambilkan handuk!” suruhnya pada para pelayan yang berada di sini. Sampai para pelayan tersebut bergegas mengambil handuk untuk Helena.“Bagaimana bisa kamu sampai kecebur, sayang? Apa ada yang mendorongmu?” Ia membawa Helena berjalan dengan melebarkan lengan panjangnya, ia memegang ujung bahu Helena dan mendekatkan Helena pada lengannya tak memperdulikan pakaiannya akan basah saling bersentuhan dengan Helena.“Hm, jika tidak bagaimana mungkin aku jatuh,” balas Helena sambil terus be
“Perkiraan saya benar ‘kan? Mereka akan datang, ayah dan kakak laki-laki Anda.” Roky memandang wanita yang duduk di sampingnya, berdua bersamanya di dalam mobil miliknya yang terparkir rapi di basement mobil rumah sakit ini.Sengaja Roky membawa Helena di sini, untuk memperlihatkan kebenaran yang mungkin saja wanita cantik berambut gelombang itu meragukannya. Sekarang, mana mungkin bisa dia menolak kebenaran yang telah terlihat nyata di depan matanya itu, jika memang dia terlalu dibutakan cinta keluarganya.Sekilas tak disadari oleh Roky senyuman Helena tertarik miris. “Aku hampir tidak percaya,” kata Helena.Ia masih bingung dengan situasinya, sebenarnya apa yang sedang terjadi. Tapi melihat setiap kebenaran yang dikatakan Roky, ada suatu dugaan buruk di dalam benaknya.“Apa sebenarnya tujuan mereka mencariku? Dan apa alasan kakakku Vincent ingin membawaku pergi? Aku bingung memikirkan itu.” Helena bertanya itu pada Roky.Roky tak menjawabnya, pandangannya lurus ke depan. Helena sebe
“Kita pulang sekarang Helena.” Vincent menyambar tangan Helena di tengah Helena sedang berbincang dengan Roky dan Hart mengenai Sofia. Wanita itu tentu terperanjat begitupun dengan dua pria bersamanya, atas tindakan tiba-tiba pria yang merupakan kakak laki-lakinya. Baru datang, dia langsung membawa Helena pergi tampak seakan dikejar oleh sesuatu, ia terburu-buru membawa Helenaa ikut dengannya. “Kak Vincent, ada apa?” Helena menghentikan paksa langkahnya dan menahan tangan Vincent yang menarik tangannya, meskipun kekuatannya tak seimbang, Helena sekuatnya berusaha menahan dirinya berhenti. Vincent berhenti merasakan tangannya berat menarik Helena, dia berbalik lantas menatap Helena yang memandangnya kebingungan. “Kita harus pergi. Di sini tidak akan aman,” ucap Vincent. “Kenapa?” tanya Helena, penasaran dengan apa yang terjadi. Biasanya Vincent tidak seperti itu kepadanya. Ini terasa aneh, dia jelas penasaran. Vincent menghela napas gusarnya, dia membalikkan tubuh dan bergantian ke