Lady Hazel terus meronta dan mengerang. Lady Lily tampak tak mau melepas jambakannya. Sementara Lady Rosie sudah tak menjambak, tetapi malah menyemangati dengan berapi-api.Semua yang ada di ruang tamu selain ketiga lady tersebut melongo. Perlu waktu yang cukup lama hingga mereka tersadar. Sebagai orang pertama yang sadar, Pangeran Sallac bukannya menolong malah langsung tergelak. Keusilan Lady Hazel memang sudah lama memupuk rasa kesal dalam hatinya. Tawa lepas Pangeran Sallac sampai membuat Lady Lily terhenti. Tangannya seketika gemetar. Lady Rosie juga langsung menutup mulut dengan kedua tangan."Ah, kenapa kalian berhenti? Jambak saja lagi sampai puas," celetuk Pangeran Sallac seenaknya membuat Lady Hazel melotot."Sallac!" tegur Lady Neenash dan Grand Duke Erbish bersamaan.Lady Neenash tersentak. Dia menatap Grand Duke Erbish dengan kening berkerut. Sebelumnya, kakak angkatnya itu juga sering terlibat pertengkaran dengan Lady Hazel. Tentu dia heran melihat Grand Duke Erbish mem
Wajah pimpinan kesatria merah padam. Rasa malu menjalar di hatinya. Ada rasa gentar juga karena harus berhadapan dengan seorang pahlawan perang yang telah terkenal kehebatannya. Namun, amarah raja terasa lebih mengerikan baginya."Anda sudah menentang perintah Raja, Yang Mulia Grand Duke!" sergah si pimpinan dengan suara sedikit bergetar. Dia sudah susah payah mengumpulkan keberanian."Aku tidak peduli. Pergilah!" usir Grand Duke Erbish lagi.Pimpinan kesatria tampak menghela napas berat. "Kalau begitu, kami tak punya pilihan. Karena Anda tidak mau memenuhi perintah dengan baik-baik, maka kami akan menggeledah paksa!" tegasnya dengan raut wajah dibuat segalak mungkin.Grand Duke Erbish tersenyum sinis seperti menantang. Meskipun gentar, pimpinan kesatria tetap harus melaksanakan tugas. Dia mengangkat pedang, memberi isyarat kepada kesatria bawahannya. "Maju!" perintahnya. Pasukan istana merangsek maju. Pasukan utara dengan cepat menghadang. Pertarungan pun tak dapat dihindarkan. Bu
Lady Cherrie, Pangeran Seandock, dan Duke Thalennant keluar dari ruang kerja Raja Garrpou bersama-sama. Rasa puas tergambar di wajah mereka. Namun, suasana hati yang bahagia seketika berubah menjadi bencana bagi Duke Thalennant saat mereka memasuki bagian taman.Ya, rasa perih menggayuti hati saat melihat Lady Cherrie bermanja dengan Pangeran Seandock. Kemesraan mereka menerbitkan cemburu. Namun, kesetiaan akan menjerat Duke Thalennant agar selalu menyadari posisinya. "Duke Reinnerd, kita perlu bicara," cetus Pangeran Seandock tiba-tiba membuyarkan lamunan Duke Thalennant."Baik, Yang Mulia," sahut Duke Thalennant sembari membungkuk dengan takzim.Setelah itu, Pangeran Seandock memanggil Sir Markist dan seorang dayang. Dia meminta mereka untuk menemani Lady Cherrie kembali ke Istana Safir. Awalnya, Lady Cherrie merengek tak ingin kembali, tetapi tatapan tajam sang putra mahkota membuatnya menurut."Sean, aku tidak suka jika kamu membuat pertengkaran yang sia-sia," pesan Lady Cherrie.
Bocah berusia 10 tahun itu terus mengekori langkah sang ayah. Dadanya berdebar kencang. Ada rasa tak percaya bercampur dengan bahagia yang meluap-luap. Hari itu, dia akan resmi menjadi murid sang pahlawan perang, Marquess Arbeil Esbuach. Thalennant, sang penerus Keluarga Reinnerd memang sudah lama mendambakannya. Namun, saat berada di hadapan Marquess Arbeil, dia malah gelagapan dan terbata-bata."Mo-mo-hon bim-bingan guru!" serunya dengan. suara cempreng setelah sang ayah memperkenalkannya dengan penuh kebanggaan."Anak yang sangat bersemangat. Kau pasti akan menjadi pahlawan besar jika sudah besar nanti," puji Marquess Arbeil.Thalennant menunduk dengan pipi merona. Dia mencengkeram ujung bajunya. Marquess Arbeil terkekeh. Tangan kekarnya terulur ke depan, lalu mengelus kepala Thalennant. Si bocah hampir pingsan karena sangat senang."Selamat datang di Kediaman Esbuach, Bocah! Kau harus berlatih dengan benar dan niat kuat. Pelatihan di sini tidak akan mudah." Duke Ashtair Reinnerd
Wajah cantik Lady Cherrie tertangkap pandangan Duke Thalennant. Perlahan, bayangan kenangan bersama Lady Neenash dan Keluarga Esbuach tertutup kabut, lalu terkunci di sudut hati terdalam. Sihir hitam kembali menguasai Duke Thalennant."Tuan Duke, Anda baik-baik saja? Anda terlihat kebingungan?" celetuk Lady Cherrie menyentak kesadaran Duke Thalennant.Wanita itu diam-diam menyeringai karena telah berhasil mengendalikan lagi budaknya yang hampir terlepas. Dia menatap lembut dengan wajah yang membiaskan rasa khawatir. Duke Thalennant seketika merasa iba dan kembali menjadi budak cinta Lady Cherrie."Lady Cherrie? Kenapa Anda kembali ke sini? Anda sendirian? Ini berbahaya. Anda harus kembali ke Istana Safir," cecar Duke Thalennant.Lady Cherrie mendadak memasang wajah muram. Sorot matanya perlahan menjadi sendu. Duke Thalennant bisa melihat tangan gadis tampak gemetaran. Rasa ingin melindunginya semakin terbangkitkan."Ada apa, Lady? Ada seseorang yang menganggumu?"Lady Cherrie menggele
Duke Thalennant tampak gagah duduk di atas kuda hitam bersurai putih. Di belakangnya, pasukan khusus telah berbaris rapi. Raja Garrpou menyampaikan beberapa patah kata sebelum melepaskan mereka menuju utara. Dia berdiri di atas balkon istana utama sembari mengangkat tongkat kebesarannya."Erbish dan pasukan utaranya memang terkenal sangat kuat. Tapi, aku percaya dengan dipimpin Duke Reinnerd kalian pun tak kalah bersaing dengan mereka! Jagalah kepercayaanku dan bawalah kemenangan!" seru Raja Garrpou mencoba memantik semangat juang para prajurit."Suatu kehormatan bagi kami, Yang Mulia!" Suara para prajurit yang berapi-api terdengar bersahutan.Raja Garrpou mengucapkan salam keselamatan untuk menutup pidatonya. Setelah itu, Kepala Kuil memimpin doa. Terakhir, Lady Cherrie maju untuk memberikan berkat saintess."Karunia dan kasih sayang Dewi Asteriella melingkupi kita semua! Terimalah rasa cinta Dewi dengan tangan dan hati terbuka," tuturnya dengan suara lembut dan merdu.Cahaya keluar
Pasukan khusus istana sudah berada tak jauh dari ngarai paling strategis. Grand Duke Erbish memimpin prajuritnya naik ke atas tebing. Tepat begitu pasukan khusus istana melewati bawah tebing, anak panah ditembakkan secara bertubi-tubi."Arghhh! Sial!""Pasang perisai ke arah atas!""Bersiaga! Segera bersiaga!"Teriakan-teriakan panik dari bawah tebing membangkitkan semangat prajurit utara. Mereka menyerang semakin gencar dengan hujan anak panah dan lemparan tombak. Belum sempat pasukan khusus istana melakukan perlawanan, prajurit bayaran telah berdatangan dari segala sisi.Pasukan istana mulai kocar-kacir. Namun, tak disangka mereka ternyata membawa beberapa orang penyihir api. Panah api berlesatan. Lady Hazel sempat menyiapkan perisai penemuannya, tetapi sedikit terlambat melakukan pengaktifan."Argggh!"Erangan menyayat memenuhi udara. Dua puluh kesatria utara terkena serangan panah api. Louvi segera mengangkat tangan dan melakukan penyembuhan sekaligus."Serahkan para penyihir itu
Grand Duke Erbish telah tiba di kastilnya. Dia langsung melompat dari kuda, lalu berlari menuju kamar Lady Neenash. Entah sudah berapa pintu yang hancur akibat dibantingnya. Louvi dan Lady Hazel mengekor langkah Grand Duke Erbish tanpa banyak bicara. Mereka terus berlari hingga tiba di depan kamar Lady Neenash. Grand Duke Erbish lagi-lagi mendobrak pintu, hingga lempengan kayu itu jatuh berdebum ke lantai marmer."Neenash! Tidak! Neenash!" seru Grand Duke Erbish dengan suara menggelegar.Dia berlari menghambur ke arah Lady Neenash yang tergeletak di lantai dengan bersimbah darah. Sementara itu, Lady Hazel jatuh terduduk di depan pintu sembari menutup mulut. Kakinya mendadak lemas melihat kondisi mengenaskan Lady Neenash. Beruntung, Louvi yang selalu tenang berhasil mengendalikan emosi. Dia segera menggunakan kekuatan suci untuk memulihkan kondisi Lady Neenash, Pangeran Sallac, dan Pheriana. Sayangnya, kekuatan Louvi hanya berhasil menyembuhkan Pangeran Sallac dan Pheriana. Lady Neen