Rombongan Lady Neenash tengah menikmati ikan bakar di pinggir sungai. Hamparan langit malam dengan kerlap-kerlip gemintang memayungi mereka. Dua tenda yang telah didirikan beberapa saat sebelum matahari terbenam sedikit tersingkap karena tertiup semilir angin malam. "Bagaimana, Lady Neenash? Ikan tangkapanku lebih enak bukan?" cerocos Lady Hazel sambil mengunyah daging ikan.Dia hampir tersedak karena makan sambil berbicara. Beruntung, gadis itu cepat-cepat minum air untuk melancarkan kerongkongannya. Namun, Lady Hazel tidak jera dan masih saja memanas-manasi Pangeran Sallac dengan menggayut manja kepada Lady Neenash."Benar, kan, Lady? Ikanku lebih baik dari tangkapan Pangeran Sallac?" tambahnya semakin memancing emosi.Pangeran Sallac mendelik tajam. Dia mendengkus kasar, siap membuat keributan. Namun, pemuda itu terpaksa kembali duduk tenang begitu melihat pelototan mata Lady Neenash."Sallac, jaga emosimu," tegur Lady Neenash."Dia yang mulai duluan, Neenash," rengek Pangeran Sal
Cahaya cincin artefak semakin berpendar kuat. Wajah Lady Neenash tidak lagi pucat. Rintihan gadis itu juga tak lagi terdengar seolah-olah rasa sakit sebelumnya sirna dalam sekejap."Sepertinya, kita berhasil!" seru Lady Hazel penuh haru.Pangeran Sallac mendelik. "Jangan berteriak! Kau bisa menganggu konsentrasi Tuan Pendeta," desisnya tajam."Ck! Dasar tukang marah," keluh Lady Hazel sambil memutar bola mata.Pangeran Sallac melotot. Emosinya hampir saja terpancing. Beruntung, Louvi telah menyelesaikan proses pemurnian sihir hitam. Lady Neenash sudah benar-benar pulih meskipun masih belum sadarkan diri."Pangeran, Lady Neenash telah terbebas dari sihir hitam," lapor Louvi.Pangeran Sallac seketika melupakan perdebatannya dengan Lady Hazel. Dia menggenggam tangan Lady Neenash dan menyentuh pipi gadis itu dengan lembut. Pangeran Sallac juga merapikan anak-anak rambut yang berantakan."Syukurlah, Neenash. Aku tidak akan bisa membayangkan hidup tanpamu," bisik Pangeran Sallac mesra.Dia
Flash!Bruk!Pangeran Sallac meringis. Pancaran cahaya serupa anak panah keluar dari kalung Lady Hazel, lalu mengarah padanya. Tak ayal, dia urung mengecup bibir Lady Neenash dan terdorong ke belakang dan membentur batang pohon.Lady Neenash dan Louvi kompak melongo sambil menutup mulut. Sementara itu, Lady Hazel tak kuasa menahan tawa. Dia pun tergelak sampai berguling-guling di hamparan rumput."Hei! Gadis sial*n! Kau sengaja melakukannya, 'kan? Kalau iri, cari pasanganmu sana! Kenapa menganggu orang hah!" cecar Pangeran Sallac yang meradang.Dia berdiri dengan wajah memerah. Tangannya terarah lurus kepada Lady Hazel. Panah api berlesatan dengan membabi buta.Wushhh!Angin dingin berembus. Panah api seketika berubah menjadi es, jatuh ke tanah dan hancur berkeping-keping. Lady Neenash berhasil membekukannya tepat waktu. "Kau ingin membakar tenda kita, Sallac? Jangan gila!" omel Lady Neenash dengan mata melotot."Tapi, dia yang mulai lebih dulu, Sayang. Dia menyerangku dengan kalungn
Lady Neenash merasakan tubuhnya begitu ringan, bahkan seperti mengambang di udara. Rasa hangat yang tadi menyebabkan kantuk tak tertahankan masih melingkupi tubuh. Namun, dia malah merasa segar dan tidak lagi mengantuk.Tak lama kemudian, wangi yang menenangkan menelisik hidung. Lady Neenash merasakan seseorang tengah mendekat. Dia pun membuka mata perlahan."Maaf, saya memanggil Anda tiba-tiba, Lady." Suara merdu yang familiar menyambut Lady Neenash.Seorang gadis dengan wajah tertutup cahaya berdiri di hadapan Lady Neenash. Meskipun mukanya tidak terlalu jelas, samar-samar terlihat garis bibir yang tengah tersenyum hangat."Anda yang dulu menyembuhkan saya dari sihir hitam?" celetuk Lady Neenash refleks.Ya, gadis itu adalah gadis yang muncul di mimpinya saat mendapat kiriman sihir hitam kedua. Meskipun dengan wajah tak tampak sejak pertemuan pertama, Lady Neenash bisa mengenalinya dari suara dan perawakan."Saya hanya melakukan tugas dan kewajiban, Lady."Lady Neenash mengerutkan k
Raungan semakin keras terdengar. Rombongan Lady Neenash memperkuat pertahanan. Punggung mereka saling bersinggungan agar tak ada celah serangan dari belakang.Suara derap kaki berlari terdengar mendekat bersama raungan yang tak henti. Tak lama kemudian, 4 ekor hewan mirip singa tetapi bertanduk muncul. Gigi yang tajam terlihat saat hewan-hewan itu meraung.Louvi mengerutkan kening. "Hewan mistis?" komentarnya."Sedikit mirip dengan Molly," timpal Lady Neenash masih dalam posisi siaga. "Lizen, hewan mistis ini memang sejenis Molly, Neenash. Namun, aku menahan kekuatan Molly sehingga dia memiliki bentuk yang lebih kecil," jelas Pangeran Sallac."Tapi, bukankah hewan-hewan ini tidak seharusnya ada di sini. Kenapa mereka bisa berkeliaran bebas di luar area hewan mistis?" celetuk Lady Hazel yang sedari tadi diam.Mereka semua saling berpandangan. Ucapan Lady Hazel memang benar. Hewan mistis memiliki area tersendiri agar terhindar dari gangguan manusia.Meskipun sebagian orang takut dengan
Heik menerjang secara bersamaan. Louvi mengerahkan kekuatannya untuk membuat belenggu cahaya yang mampu mengikat semua heik. Para hewan itu seketika menjadi lemas. Tak ingin membuang kesempatan, Lady Neenash langsung membekukan mereka."Ayo kita pergi cepat dari sini sebelum kawanan heik yang lain datang lagi!" seru Pangeran Sallac.Dia menggendong Lady Neenash, membuat gadis itu mendelik. Sementara Louvi hanya dipegangi di bagian jubah. Setelah itu, Pangeran Sallac melesat cepat meninggalkan lokasi pertarungan sebelumnya sejauh mungkin.Mereka kompak menghela napas lega setelah merasa kondisi sudah aman. Beruntung, Hutan Oklasian memiliki perlindungan sihir yang cukup unik. Jika menggunakan sihir di kawasan hutan, tidak akan terdeteksi oleh orang yang berada di luar. Oleh karena itulah, Pangeran Sallac dan Lady Neenash bisa menggunakan sihir tanpa perlu merasa khawatir terlacak pasukan istana.Sebaliknya, mereka juga tidak bisa langsung menggunakan sihir teleportasi ke wilayah utara.
Grand Duke Erbish menebas semak belukar yang menghalangi jalan dengan belati kesayangannya. Tak terasa dia sudah cukup lama memasuki Hutan Oklasian bagian dalam. Pencahayaan hampir tidak ada, hanya seberkas sinar mentari yang berhasil menembus dedaunan. Jarak pandang tidak lebih dari lima langkah.Beruntung, insting berburu seorang pahlawan perang lebih kuat daripada orang kebanyakan. Grand Duke Erbish bisa melangkah cepat tanpa perlu khawatir terperangkap di semak berduri ataupun tanaman beracun."Pemburu hewan mistis?" gumam Grand Duke Erbish saat berada di hadapan bangkai heik yang membeku.Dia menyentuh es yang tak meleleh meskipun berada di suhu cukup tinggi. Pola indah pada permukaan es membuatnya terperangah. Harapan sekaligus kecemasan berpilin dalam hati."Neenash ... adikku, bagaimana kalau dia ...," gumamnya lirih.Grand Duke Erbish menggeleng cepat."Tidak! Dilihat dari kondisi hewan mistis ini tampaknya mereka berhasil mengalahkannya! Sallac juga bukan penyihir abal-abal.
Buk!Pedang Grand Duke Erbish menghantam perisai es Lady Neenash. Mereka terdiam beberapa saat. Keheningan terasa mencekik, hingga akhirnya keduanya bisa saling mengenali."Neenash, adikku!""Kakak Erbish!"Pedang Grand Duke Erbish seketika jatuh ke tanah. Dia menghambur dan memeluk Lady Neenash. Gadis itu juga balas memeluk. Mereka berdua menangis penuh haru."Neenash ... syukurlah kau selamat! Aku tidak tahu bagaimana jika sampai kau celaka! Aku akan sangat malu kepada Ayah dan Ibu," cerocos Grand Duke Erbish di antara isak tangisnya. "Jangan seenaknya memeluk kekasihku, Paman!" sergah Pangeran Sallac sembari menarik Lady Neenash dari pelukan Grand Duke Erbish.Matanya mendelik tajam seperti akan menelan bulat-bulat Grand Duke Erbish. Lady Neenash masih belum mencerna apa yang telah terjadi hanya melongo. Lalu, saat tersadar, dia memukuli Pangeran Sallac dengan sadis."Dasar posesif! Kenapa kau tidak bisa membiarkanku melepas rindu dengan Kak Erbish, hah?" omel Lady Neenash."Janga