Duar!
Tepat lima langkah sebelum panah api mengenai tubuhnya, Lady Neenash membuat perisai es. Ledakan besar pun tak terelakkan. Beruntung, kawasan Istana Rubi dilapisi pelindung tak kasat mata yang kedap suara.Pemuda tampan yang tadi melemparkan panah api mendekat. Tawa menyebalkannya membuat Lady Neenash mendelik tajam."Sudah lama kita tidak bercanda dan bermain bersama, Neenash," celetuk si pemuda."Candaan yang tidak lucu, Sallac."Lady Neenash menyeringai, lalu membungkuk."Saya memberi salam kepada Pangeran Sallac," ucapnya dengan suara dibuat-buat hormat.Pangeran Sallac mendecakkan lidah. Dia duduk dengan kasar di bangku kayu. Lady Neenash terkekeh, lalu duduk di sebelah sahabat masa kecilnya yang dikucilkan karena dianggap terkutuk itu."Kau suka mencandaiku, tetapi tidak suka jika kucandai," gerutu Lady Neenash."Aku tak suka kauperlakukan seperti orang asing. Bukankah aku yang paling dekat denganmu?" sahut Pangeran Sallac."Ya, ya, ya, tentu saja. "Lady Neenash menatap Pangeran Sallac dalam. Namun, dia cepat mengalihkan pandangan karena jantung yang berdebar."Iya, Sallac. Hanya di hadapanmu, aku bisa bebas dari sosok lady penuh etika yang anggun," gumamnya lirih.Pangeran Sallac menepuk punggung Lady Neenash cukup kuat. Gadis itu hampir tersedak. Dia seketika melotot."Tidak bisakah kau menjadi pria yang lebih lembut sedikit saja?" gerutu Lady Neenash.Pangeran Sallac terkekeh. "Kukira kau suka aku apa adanya." Dia tiba-tiba tampak sendu. "Ah, seleramu memang lelaki penuh kasih sayang seperti si bodoh itu."Hening sejenak. Lady Neenash mengumpat dalam hati. Dia benci ketidakpekaan Pangeran Sallac. Pemuda itu masih tak menyadari rasa yang telah lama dipendam Lady Neenash untuknya."Si bodoh itu dulu berkata akan menjadikanmu satu-satunya, tapi ternyata dengan mudah terjerat kecantikan wanita lain," geram Pangeran Sallac.Tatapannya berubah tajam, membuat mata merah itu semakin menyeramkan. Dia mengepalkan tangan, lalu melepaskan belasan panah api yang membakar beberapa tangkai lavender."Jangan jadikan lavender malang itu pelampiasan amarahmu. Aku tidak masalah jika Seandock memiliki selir. Aku tidak mencintainya, Sallac. Tak perlu cinta dalam pernikahan politik."Pangeran Sallac tertawa pahit."Seandainya, mata merah ini tidak dianggap terkutuk, aku pasti menjadi putra mahkota dan bisa menjadikanmu istriku."Lady Neenash diam-diam meremas gaunnya. Kenyataan pahit yang diucapkan Pangeran Sallac terasa menggores hati. Cinta mereka harus terhalang rumor kutukan sialan itu.Pangeran Sallac tiba-tiba meraih helaian rambut Lady Neenash. Dia memejamkan mata dan mencium rambut perak beraroma lemon itu dengan sepenuh hati. Lady Neenash seketika merona dan berdebar."Hachim! Hachim!"Wajah Lady Neenash benar-benar memerah. Oleh karena terlalu gugup, dia malah bersin-bersin. Pangeran Sallac terkekeh."Ah, di luar sini memang dingin. Tidakkah kau ingin masuk dan berkunjung ke istanaku?" tawar Pangeran Sallac.Dia berdiri dari bangku, lalu mengulurkan tangan. Lady Neenash menyambut uluran tangan."Tawaran yang menarik. Aku juga sudah lama tak bermain dengan Molly," tutur Lady Neenash, lalu berdiri sambil menenteng sepatunya.Mereka pun segera memasuki Istana Rubi. Seekor binatang mirip kucing, tetapi memiliki tanduk kecil melompat ke pelukan Lady Neenash. Molly, hewan magis peliharaan Pangeran Sallac itu rupanya juga sangat merindukan Lady Neenash."Indah sekali senyumanmu saat bersama Molly, seperti dulu saat kita masih kecil. Apa Nenek sihir itu yang membuat senyum indahmu menghilang? Sayang sekali," goda Pangeran Sallac.Nenek sihir yang dimaksudnya adalah Ratu Olive. Ibunda putra mahkota tersebut memang sudah lama bermusuhan dengan Pangeran Sallac. Ya, sejak sang ibu tiri menghasut raja untuk mengasingkannya dengan isu kutukan mata merah.Lady Neenash mengusap bulu Molly yang lembut. "Kudengar pemilik menara sihir sangat dingin dan misterius. Tak disangka bisa secerewet ini," sindirnya.Identitas sebagai pemilik menara sihir juga merupakan rahasia Pangeran Sallac. Dia menggunakan ramuan untuk mengubah warna rambut dan mata, lalu membangun menara sihir yang sangat diandalkan kerajaan."Apakah pemilik menara sihir ini tidak boleh mencemaskan temannya?" balas Pangeran Sallac dengan wajah memelas."Wajah lembek begitu tidak cocok untukmu."Lady Neenash melempar wajah Pangeran Sallac dengan bantal bulu tempat tidur Molly. Lemparan tepat sasaran. Pangeran Sallac malah tergelak.Selanjutnya, mereka hanya mengobrol ringan. Kebanyakan topik pembicaraan berkisar kenangan masa kecil dan kegiatan sehari-hari. Lady Neenash pamit pulang ketika dirasanya pesta sudah hampir menjelang akhir.Pangeran Sallac melepas kepergian gadis pujaan hatinya dengan tatapan sendu. "Apakah aku bisa benar-benar rela menyerahkanmu kepada si bodoh Sean," gumamnya lirih.***Cicit burung mengusik pendengaran, membangunkan Lady Neenash dari tidurnya. Dia membuka mata perlahan, lalu duduk dengan hati-hati. Tangan berjari lentik direnggangkan.Lady Neenash tersenyum manis. Tidurnya benar-benar nyenyak karena suasana hati membaik. Meskipun tingkah putra mahkota melukai harga diri, kebersamaan dengan Pangeran Sallac menghapus segala kekecewaan.Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Lady Neenash."Ya?""Ini saya Pheriana, Nona.""Masuklah, Pheri!"Pintu dibuka perlahan. Pheriana, pelayan kesayangan Lady Neenash masuk, menutup pintu, dan memberi hormat. Seperti biasa, dia akan membantu sang nona mandi. Namun, baru saja gadis itu hendak menyiapkan wewangian, pintu kamar diketuk dengan tempo cepat."Lady, gawat! Gawat! Tuan Marquess!" Seruan di luar terdengar panik.***Belum sempat Lady Neenash menyahut, terdengar suara menggelegar diiiringi pancaran cahaya kuat dari jendela. Dia menghela napas berat, lalu bangkit dari tempat tidur. Pheriana membantu sang nona mengenakan jubah untuk menutupi pakaian tidur. Kemudian, Pheriana membukakan pintu. Seorang kesatria tampak berlutut di depan pintu kamar nonanya. Namun, Lady Neenash malah membuka jendela, membuat Pheriana dan kesatria muda mengerutkan kening. Beberapa saat kemudian Lady Neenash melompat dari jendela."Nonaaa!" seru Pheriana dan kesatria kompak. Pheriana berlari cemas menuju jendela. Dia melongok ke bawah dan seketika menghela napas lega. Lady Neenash tak terluka sedikit pun, malah berdiri anggun di bongkahan es. Selanjutnya, Lady Neenash turun dari bongkahan es, lalu mendekati Marquess Arbeil yang tengah menghancurkan taman dengan sambaran petir. Langkahnya tenang. Tak ada rasa gentar tampak di wajahnya. Begitu cukup dekat, Lady Neenash merapalkan mantra. Sambaran petir yang tadi berham
Sosok yang menabrak Lady Neenash adalah Lady Cherrie. Gadis bermata biru itu tampak gemetaran. Raut wajahnya persis seperti terpidana hukuman mati, padahal Lady Neenash tidak menunjukkan ekspresi marah sama sekali."Ada apa Lady Searaby?" tanya Lady Neenash dengan nada datar. Lady Cherrie mendadak berlutut. Air mata berlomba menuruni pipinya. Dia mulai terisak dengan suara teramat menyayat. "Saya bersalah sudah mengotori gaun Anda! Mohon ampuni saya, Lady!" jeritnya histeris. "Tenanglah, Lady Searaby. Saya tidak marah," bisik Lady Neenash. "Kenapa Anda ketakutan dan berteriak? Kita akan jadi pusat perhatian–"Ucapan Lady Neenash terhenti. Dia menyadari tatapan sinis beberapa gadis bangsawan di toko kue. Bisikan-bisikan tak sedap mendengung samar. Namun, telinga sensitif Lady Neenash bisa mendengarnya dengan jelas. "Ya ampun, bukankah hanya kotor sedikit? Kenapa Lady Esbuach harus semarah itu?""Tidakkah Lady Esbuach terlalu angkuh?""Mungkinkah Lady Esbuach masih kesal karena putr
"Anda tidak boleh berlaku kejam seperti ini, Yang Mulia!" seru Lady Cherrie tiba-tiba. Dia mengenggam tangan Pangeran Seandock. Sorot matanya tampak memelas. Sementara Lady Neenash yang ucapannya terpotong hanya menghela napas, sudah muak dengan sandiwara dramatis itu. "Yang Mulia ... Anda dan Lady Neenash sudah bersama sejak lama. Saya tak ingin menjadi penyebab hancurnya hubungan kalian," gumam Lady Cherrie dengan mata berkaca-kaca.Ucapanya itu mengundang banyak pujian dari para tamu. Lady yang berhati amat lembut begitulah pandangan para bangsawan. Sebaliknya, mereka menatap sinis dan mengecam Lady Neenash. Pangeran Seandock tiba-tiba menatap tajam Lady Neenash. "Bersama sejak lama pun tidak menjamin kita benar-benar mengenal seseorang," sindirnya. Lady Cherrie menggeleng dengan dramatis. "Jangan begitu, Yang Mulia. Anda akan melukai perasaan Lady Neenash–"Lady Neenash berdeham. Suara manja Lady Cherrie yang membuatnya mual juga terhenti. Tamu undangan semakin melirik penuh k
Pangeran Seandock menggeram. Dia mengepalkan tangan dan menggemeletukkan gigi. Mata elangnya menyorot tajam, seperti akan menerkam Lady Neenash. "Penjaga, tangkap seluruh anggota Keluarga Esbuach dan jebloskan ke penjara bawah tanah! Duke Reinnerd, siapkan pengadilan!" titah Pangeran Seandock. Duke Thalennant membungkukkan badan. "Siap dilaksanakan, Yang Mulia."Aula kuil suci menjadi riuh. Para tamu saling berbisik mencemooh Keluarga Esbuach. Sementara itu, beberapa kesatria bergerak maju dengan pedang terhunus. Marquess Arbeil dan Sir Durio tentu tak tinggal diam. Mereka melakukan perlawanan. Pertarungan pun tak terelakkan. Bunyi besi beradu memekakkan telinga. Wanita dan anak-anak menjerit panik. Kemampuan berpedang sang pahlawan perang tentu tak sebanding dengan kesatrian biasa. Para kesatria semakin kewalahan dan babak belur. Namun, Pangeran Seandock tiba-tiba mengangkat tangan kanan dan berseru, "Atas janji setia kepada keluarga kerajaan, Keluarga Esbuach tunduklah!"Cincin
Duar! Ledakan besar meninggalkan sisa-sisa jelaga, Panggung eksekusi kini tinggal puing-puing kehitaman berbau sangit. Para penonton berlarian tunggang langgang menyelamatkan diri dan berteriak panik.Adapun Duke Thalennant terlempar sejauh 100 langkah, menubruk dinding bangunan sebuah bar. Lengan kanannya menderita luka bakar yang cukup parah. Dia menggeram, bersusah payah menggenggam kembali gagang padang dengan tangan kiri."Sial*n! Siapa yang lancang menganggu jalannya eksekusi?" teriaknya lantang."Aku! Aku yang melakukannya!" balas suara lantang dari balik asap akibat ledakan.Duke Thalennant memicingkan mata. Asap hitam perlahan tersapu angin. Tak lama kemudian, tampaklah Pangeran Sallac. Dia tengah melayang di udara sembari menggendong Lady Neenash yang tak sadarkan diri.Rakyat yang tadi berlarian semakin panik. Reputasi buruk Pangeran Sallac tentu sudah menjadi rahasia umum. Orang-orang bahkan percaya rumor kutukan bahwa seseorang yang berani bertatapan dengan Pangeran Sall
Lady Neenash menghela napas. Meskipun berat, dia telah mengambil keputusan. Bayangan kepala ayah dan kakaknya yang menggelinding di genangan darah menggoreskan luka dan mengobarkan api dendam."Ya, Sallac. Aku setuju," ucapnya penuh keyakinan.Persetan dengan harga diri. Terakhir kali, Lady Neenash menjunjung tinggi harga diri, dia malah menerima penghinaan yang semakin menjadi-jadi. Lagi pula, Pangeran Sallac adalah cinta pertama dan terakhirnya, seseorang yang selalu dimimpikannya menjadi suami."Berbaringlah lagi di ranjang dan pejamkan matamu. Ini tidak akan lama," perintah Pangeran Sallac.Lady Neenash mengangguk pelan. Dia mengatur napas sejenak, sebelum melangkah ke tempat tidur. Setelah membaringkan badan, Lady Neenash memejamkan mata dengan jantung berdetak kencang.Lady Neenash mengepalkan tangan saat mendengar langkah kaki Pangeran Sallac mendekat. Dia mencengkeram sprei ketika merasa lelaki itu telah naik ke tempat tidur. Detik-detik berlalu bagaikan belenggu yang menjerat
"Aha! Itu dia!" seru Pangeran Sallac girang.Dia menatap tabung kaca di tangannya. Senyuman semringah tersungging di bibir seksi yang kemerahan. Lady Neenash memalingkan wajah karena tak kuat menahan pesona lelaki pujaan hati."Bisa-bisanya kau memikirkan cinta-cintaan setelah melewati berbagai hal buruk, Neenash! Ayah dan kakakmu bahkan mati dengan keji dan kau bertingkah tak tahu malu, sial*n!" umpat Lady Neenash dalam hati.Setelah perasaannya lebih terkontrol, dia kembali menatap Pangeran Sallac. "Kau menemukan celah untuk kabur?" tanyanya.Pangeran Sallac mengedipkan mata. "Tentu saja, Neenash. Ini akan seru!"Dia menjentikkan jari dengan wajah riang. Bibirnya komat-kamit merapal mantra. Tabung kaca berisi air mata berpendar kemerahan, lalu menjadi menyilaukan. Lady Neenash refleks memejamkan mata. "Buka matamu, Neenash! Lihatlah apa yang bisa dilakukan pemilik menara sihir yang jenius ini," celetuk Pangeran Sallac.Lady Neenash membuka mata dengan perasaan sedikit dongkol. Saat
Pangeran Sallac berhasil melakukan teleportasi dengan jarak yang cukup jauh dari menara sihir. Kini, mereka tengah berada di tengah-tengah hutan tropis. Pangeran Sallac tersenyum bangga akan kemampuannya. Namun, Lady Neenash mendelik tajam dengan rambut berantakan. "Sallac! Sial*n! Beritahu dulu kalau ingin melakukan teleportasi!" umpatnya.Dia memegangi dada yang masih berdebar kencang. Teleportasi secara mendadak sangat tidak baik untung kesehatan jantungnya. Bukannya merasa bersalah, Pangeran Sallac malah menyeringai nakal."Berhentilah tersenyum menyebalkan seperti itu atau kurobek mulutmu!" ancam Lady Neenash."Lady Esbuach yang penuh tata krama kenapa jadi bar-bar seperti ini," goda Pangeran Sallac."Tata Krama sial*n itu pada akhirnya tidak berguna untuk menyelamatkan ayah dan kakakku," lirih Lady Neenash dengan tatapan sendu.Suasana mendadak suram. Lady Neenash mengepalkan tangan dan menggigit bibir. Pangeran Sallac merasa menyesal sudah bertingkah keterlaluan. Dia menepuk b
Seorang wanita muda terbangun dari tidur dengan tubuh banjir keringat. Piamanya sampai basah kuyup. Ya, dia baru saja bermimpi tentang kehidupan masa lalunya sebagai putri seorang marquess. Mimpi panjang tentang sebuah fitnah, bersatunya cinta, tetapi berakhir dengan pengorbanan yang memilukan.Wanita itu memijat kening. "Mimpi yang aneh dan terasa sangat nyata. Dan suamiku di mimpi itu ...."Dia tersentak saat melihat jam weker di nakas."Si*l! Aku terlambat bangun! Kenapa weker tidak berbunyi?"Wanita itu melompat dari kasur dan bergegas menuju kamar mandi. Dia mandi dengan jurus kecepatan bayangan, hanya dalam 10 menit sudah selesai. Setelah berpakaian dan berdandan minimalis, si wanita muda pun meninggalkan apartemennya dan pergi ke kantor."Huh, berhasil tepat waktu!" seru wanita muda begitu berhasil melakukan presensi digital di kantornya.Oleh karena rambut yang berantakan akibat terburu-buru, wanita itu memutuskan untuk ke toilet. Dia terlebih dulu buang air kecil. Namun, sebel
Lady Neenash telah sampai di kuil suci. Rakyat sudah banyak berkumpul di sana. Sementara itu, kepala kuil menggendong Salnash, lalu meletakkannya di altar. Dia mengangkat tangan, siap melepaskan kekuatan suci bentuk penyerangan.Wushh! Angin dingin berembus. Tubuh kepala kuil seketika membeku. Halaman kuil suci menjadi riuh. Orang-orang kompak mengalihkan pandangan. Mereka menjerit panik saat melihat Lady Neenash dengan sorot mata penuh kebencian."Apa yang terjadi?""Saintess menyerang kepala kuil?""Kenapa Saintess melakukannya?Ucapan-ucapan penuh tanya menggema. Semua orang kebingungan. Tak lama kemudian, Grand Duke Erbish dan Lady Hazel juga tiba di kuil. Lady Hazel menggunakan alat ciptaannya untuk mengeraskan suara."Saintess marah karena kepala kuil telah membuat fitnah yang kejam kepada Pangeran Salnash!" seru Lady Hazel.Rakyat saling pandang. Mereka mulia terbagi menjadi dua kubu dan saling berdebat. Grand Duke Erbish tak ingin membuang waktu, langsung menghajar para pende
"Saya tak punya pilihan selain memaafkan bukan?" sindir Lady Neenash.Matanya melirik sinis. Duke Thalennant menelan ludah, merasa tertampar keras oleh ucapan pedas Lady Neenash. Sementara itu, Pangeran Seandock malah menatap Lady Neenash penuh perhatian."Neenash, aku tahu kamu berhati besar.""Saya orang yang pendendam, Yang Mulia. Jika saja suami saya tidak mati, posisi Anda saat ini pasti bisa direbutnya demi saya.""Neenash, kau tahu Kak Sallac terkutuk–""Jaga bicara Anda, Yang Mulia. Suami saya memiliki mata merah dan manna yang berlimpah karena dia titisan naga dalam legenda." Lady Neenash tertawa sinis. "Sayang sekali fitnah ibunda Anda tercinta membuatnya menjadi pangeran yang terbuang."Pangeran Seandock mengepalkan tangan. Wajahnya jelas tak terima Lady Neenash telah bicara buruk tentang Ratu Olive. Lady Neenash tak peduli. Sang ratu telah banyak membuat mendiang suaminya menderita.Hening tiba-tiba menyergap. Lady Neenash menenangkan Salnash yang tampak gelisah. Dia men
Lady Neenash tersentak. Dia mengedarkan pandangan. Pangeran Sallac sudah tak ada. Namun, kehadirannya sebelumnya terasa begitu nyata. Tanpa sadar, Lady Neenash mengelus perut.Lady Neenash pun segera memanggil Grand Duke Erbish dengan alat komunikasi sihir. Sang kakak angkat datang dengan tergesa bersama Lady Hazel. Tak lupa dia masuk dengan membanting pintu seperti biasa saat sedang panik."Neenash, apa yang terjadi? Kau terluka? Ada yang sakit?" cecar Grand Duke Erbish dengan mata melotot.Tak ayal, dia terkena cubit Lady Hazel."Kau ini kejam sekali pada suami sendiri, Hazel," protesnya."Itu karena kau selalu saja membuat onar, Erbish. Sudah berapa kali pintu kamar ini harus diganti dan untung saja Lady Neenash tidak terkena serangan jantung karena kaget," omel Lady Hazel.Setelah suami istri itu berhenti bertengkar, Lady Neenash pun menceritakan pengalamannya bertemu dengan Pangeran Sallac. Tak ketinggalan, dia juga menceritakan tentang kehamilannya. Grand Duke Erbish sangat baha
Lady Hazel sempat mundur. Dia berusaha memasang perisai. Namun, usahanya benar-benar terlambat. Benang cahaya telah mengikat tubuhnya dengan erat."Lady, kumohon jangan ...," lirih Lady Hazel sebelum tak sadarkan diri.Lady Neenash tentu tak mengurungkan niatnya. Saat kekuatan suci Lady Neenash menginvasi ingatan Lady Hazel, bayangan peristiwa di kuil naga selatan langsung terlihat. Hati Lady Neenash seketika hancur berkeping-keping.Memori Lady Hazel tentang kematian Pangeran Sallac seperti ditampilkan di depan matanya. Bagaimana sang suami mulai berubah menjadi naga hitam, lalu sedikit perdebatan. Lady Neenash seketika menjerit histeris saat bayangan Pangeran Sallac mengambil tombak dan mengeluarkan jantungnya sendiri.Bruk!Lady Neenash jatuh terguling dari kasur. Rasa sakit yang menghunjam terlalu dalam, hingga air matanya bahkan tidak bisa dikeluarkan.Kepedihan hati yang begitu dalam benar-benar mengguncang jiwa. Lady Neenash terus gemetaran. Isak yang tertahan menyesakkan dada.
Saat kemilau cahaya tak lagi menyilaukan, Lady Hazel dan Grand Duke Erbish perlahan membuka mata. Keduanya seketika terjengkang. Pangeran Sallac telah raib, digantikan naga hitam bersurai indah. Tubuh raksasanya tampak gagah dan menggetarkan hati.Grand Duke Erbish tersadar lebih dulu. "Ke-ke-mana, Sallac? Apa dia ditelan naganya?" "Sepertinya, bukan begitu, Erbish. Tidak ada tanda-tanda pertarungan." Lady Hazel menggigit bibir sejenak. "Aku benci mengatakan ini, tapi kemungkinan besar Pangeran Sallac adalah naganya ...."Grand Duke Erbish dan Lady Hazel kompak terdiam. Mereka hanya membisu untuk waktu yang lama. Inilah jawaban dari perlakuan aneh Ratu Artica saat melihat wajah Pangeran Sallac. Meskipun tak ingin mengakuinya, Grand Duke Erbish menyadari bahwa keponakannya adalah titisan Naga Asentica."Ah, mungkin saja dugaanku salah," gumam Lady Hazel tak ingin menerima kenyataan."Iya, iya, pasti ada kemungkinan lain," timpal Grand Duke Erbish.Sang naga mendengkus. Hawa panas napa
"Jantung naga ...." Wajah Pangeran Alesca tampak sangat muram. Matanya beberapa kali bergerak dengan gelisah. Dia seperti ingin mengungkapkan sesuatu, tetapi meragukannya, seolah-olah hal itu adalah sebuah kabar yang sangat buruk."Hei, katakan dengan jelas! Jantung naga? Apa itu sebuah artefak? Di mana kami akan mendapatkannya? Di kuil naga selatan?" cecar Grand Duke Erbish tak sabaran.Pangeran Alesca menghela napas berat. "Bukan artefak, tetapi jantung dari naga yang hidup."Para prajurit utara yang mendengarnya menjadi gentar. Meskipun sudah dikatakan punah, mereka sering kali mendengar legenda tentang naga. Kematian konyol yang akan dihadapi jika berani bertarung dengan makhluk mitologi tersebut.Grand Duke Erbish mengepalkan tangan. "Di mana naganya? Meskipun harus bertarung mati-matian, aku pasti akan mendapatkan jantungnya!" Wajah Pangeran Alesca semakin sendu. Dia bahkan menghela napas berat berkali-kali. Grand Duke Erbish menjadi tidak sabaran dan hampir saja mencengkeram
Flash! Cahaya benderang memancar dari tubuh Lady Cherrie. Ratu iblis Artica yang sebelumnya menguasai tubuh tersebut mendadak tak bisa bergerak. Tak lama kemudian, sebilah pedang terbentuk dari cahaya. Tangan halus Lady Cherrie meraih pedang cahaya."Kau berhasil, Cherrie!" seru Lady Hazel. Badannya yang lemas kembali bertenaga. Dia mendadak berdiri. Grand Duke Erbish hampir saja terseruduk. "Terima kasih, Lady Cherrie," tutur Lady Neenash seraya mengalirkan kekuatan suci ke arah Lady Cherrie.Sayangnya, kebahagiaan mereka tak berlangsung lama. Lady Cherrie yang telah mengenggam pedang cahaya dengan sempurna malah menusuk dirinya sendiri. Kabut hitam seketika merembes keluar, semakin lama semakin deras. "Sial*n! Dasa bodoh! Kau akan mati bodoh!" Umpatan Ratu Artica terdengar mengiringi jatuhnya tubuh Lady Cherrie ke tanah.Kepalanya membentur bebatuan. Darah segar mengalir bersamaan deru napas yang semakin melemah. Namun, senyuman semanis madu terukir di sudut bibir kemerahan."Ch
"Hazel! Hazel!" Grand Duke Erbish semakin berteriak emosional. Dia hendak berlari ke depan. Namun, Lady Neenash malah memegangi tangannya sembari menggeleng pelan. Grand Duke Erbish mendelik protes, tetapi tetap tak berani memberontak dari perintah sang adik angkat kesayangan. "Lihatlah baik-baik, Kak! Aku juga sebenarnya tak ingin mengizinkan seperti ini, tapi istrimu memang nekat," bisik Lady Neenash. Grand Duke Erbish mengerutkan kening. " Maksudmu?""Lihat saja, Kak. Jika kubilang sekarang, tolong tarik Lady Hazel ke sini. Sebenarnya, aku ingin Sallac yang melakukannya karena dia bisa terbang, tetapi dia malah diculik," bisik Lady Neenash. Grand Duke Erbish bahkan belum mampu memahami situasi. Lady Neenash tiba-tiba mengalirkan kekuatan suci ke arah Ratu Artica. Iblis itu tentu menepisnya, tetapi kekuatan suci malah berbelok ke satu titik dan beresonansi dengan kekuatan cahaya asli di tubuh Lady Cherrie. "Sekarang, Kak! Bawa lagi Lady Hazel ke sini!" seru Lady Neenash. Grand