"Kalung itu ... memiliki kekuatan suci meskipun hilang timbul. Mungkin karena itulah saya tidak bisa merasakannya sejak awal," tutur Louvi dengan raut wajah serius."Apa mungkin karena sebelumnya dipakai oleh adik saya? Tapi ... kenapa dia malah ingin membuangnya?" celetuk Lady Hazel sembari mengusap kalungnya."Soal itu ...."Louvi tak melanjutkan kata-katanya. Dia mengelus dagu dan tampak berpikir keras, hingga mendadak tersentak. Pendeta muda itu refleks memukul kening."Ah, jadi begitu ... sekarang bisa dijelaskan sungguh kasihan sekali," gumamnya dengan ucapan tak jelas."Jadi, apanya yang bisa dijelaskan, Tuan Louvi? Tolong beritahu kami dengan jelas," cecar Lady Neenash tak sabaran."Ah, maaf. Jadi kalung Lady Hazel ...."Mereka menunggu dengan tegang. Namun, Louvi malah terdiam seolah-olah tak ingin memercayai pemikirannya sendiri. Akhirnya, Pangeran Sallac kehabisan kesabaran. Dia mencengkeram kerah jubah Louvi dengan mata melotot."Hei, Louvi jangan membuat kami menunggu sep
Kabut hitam melingkupi tubuh Lady Neenash. Gadis itu tetap terlelap, tetapi dengan wajah meringis. Semakin lama, dia tampak semakin tersiksa dan mulai kesulitan bernapas. Lady Neenash memegangi lehernya seperti tengah membela diri ketika dicekik seseorang."Akhh ... ugh ... to-long ...."Saat Lady Neenash hampir kehabisan energi, kalung Lady Hazel bersinar. Bola-bola cahaya keluar dari benda itu, lalu menyelimuti Lady Neenash. Kabut hitam dan bola cahaya saling bertarung, berebut kekuasaan."Syukurlah, kekuatanku masih bisa sedikit digunakan. Aku harus mengenyahkan sihir hitam ini." Suara merdu yang tak asing mengusik telinga Lady Neenash.Dia perlahan membuka mata. Silau. Lady Neenash kembali terpejam. Kehangatan terasa melingkupi tubuh, tetapi kadang tergantikan oleh rasa dingin yang mencekik."Bertahanlah, Lady. Aku akan segera mengusir kiriman iblis busuk ini," bisik suara familiar itu lagi.Lady Neenash benar-benar penasaran. Suara merdu itu tidak asing. Dia seperti seringkali me
Saat mata Lady Neenash terbuka sempurna, wajah tampan Pangeran Sallac langsung menyambutnya. Lady Neenash hanya bisa terbengong-bengong saat dipeluk dengan erat. Setelah puas memeluk, Pangeran Sallac menatap dalam sembari memegangi pipi Lady Neenash dengan kedua tangan. "Kamu lagi-lagi membuatku khawatir. Apa kau tahu jantungku ini bisa saja berhenti berdetak karena terlalu takut?" bisik Pangeran Sallac lembut.Louvi dan Lady Hazel kompak terbatuk. Lady Neenash yang tadi terhanyut suasana seketika merona. Dia mendorong pelan dada Pangeran Sallac agar sedikit menjauh. Tak ayal, Pangeran Sallac melotot pada dua pengganggu momen romantisnya."Ayo kita kabur, Tuan Louvi! Sepertinya, seseorang akan menelan kita bulat-bulat," ledek Lady Hazel sembari berpura-pura keluar dari kamar."Tidak, tidak, kita harus tetap di sini. Saya tidak mau ada yang terbawa suasana dan harus dinikahkan mendadak," timpal Louvi."Lady Hazel! Tuan Louvi!" seru Lady Neenash kesal. Pipinya semakin merona. Dia memu
Malam itu, Kota Carisca, pusat Kerajaan Varyans tampak lengang. Para penduduk kebanyakan telah bergelung dalam selimut. Saat itulah, kabut hitam melesat menuju Istana Safir, istana khusus yang disediakan untuk Lady Cherrie oleh Pangeran Seandock.Srak! Srak! Lady Cherrie yang sedang tertidur seketika terbangun. Firasat buruk terasa begitu kuat. Namun, belum sempat dia melakukan persiapan apa pun untuk mengantisipasinya, kabut hitam telah masuk ke kamar dan menyerbu tanpa ampun."Uhuk! Akhh! Sial! Ugggh!"Lady Cherrie terbatuk hingga memuntahkan darah. Dengan tangan gemetar, dia membunyikan lonceng. Hanya dalam waktu singkat para pelayan berdatangan.Kepanikan menjalar dengan begitu cepat. Pelayan-pelayan itu tampak gemetaran. Salah sedikit, kepala mereka bisa melayang seperti apa yang terjadi pada Keluarga Esbuach."Tuan Pendeta, tolong segera sembuhkan, Lady Searaby!" pinta kepala pelayan kepada pendeta muda yang datang dengan tergopoh-gopoh.Pendeta muda itu tampak menelan ludah. N
Sementara itu, di hutan dekat pinggiran Kota Carisca, Grand Duke Erbish bersama dengan kesatrianya, Sir Dulcais berkuda dengan kecepatan tinggi. Puncak menara sihir terlihat di kejauhan. Semangat Grand Duke Erbish semakin menggebu-gebu. Wajah Lady Neenash sudah terbayang. Adik manis yang dirindukan sebentar lagi akan bisa ditemui. Dia terkekeh sendiri saat membayangkan akan bertengkar dengan Sir Durio untuk memperebutkan gelar sebagai kakak terbaik seperti yang sudah-sudah. "Apa Sallac sudah melamar Neenash setelah si bodoh Sean melepaskan adik perempuanku yang manis itu?" gumam Grand Duke Erbish. Pangeran Sallac memang sempat menceritakan pembatalan pertunangan Lady Neenash. Grand Duke Erbish benar-benar lega saat mendengarnya. Dialah yang paling tahu perasaan keponakan dan adik angkatnya itu. Senyum Grand Duke Erbish semakin mengembang saat menara sihir semakin tampak. Berarti, gerbang timur Kota Carisca tinggal beberapa ratus langkah lagi. Grand Duke Erbish melambatkan lari kud
"Siapa di sana?" seru Grand Duke Erbish.Dia memicingkan mata ke arah suara. Namun, penglihatannya sangat terbatas. cahaya keemasan nan hangat menyelimuti seluruh aula kuil. Jangankan mencari si pemilik suara misterius, Sir Dulcais saja seperti menghilang ditelan cahaya."Segeralah kembali ke utara, Anakku. Kekuatanmu diperlukan olehnya." Suara merdu misterius kembali menggema."Siapakah Anda? Tolong perlihatkan rupa Anda!" pinta Grand Duke Erbish sungguh-sungguh."Apakah anakku yang sangat taat ini tidak mengenaliku?" Grand Duke Erbish terperenyak. Jantungnya seketika berdebar kencang. Meskipun bukan saint ataupun pendeta agung, diceritakan dalam sejarah bahwa Dewi Asteriella juga bisa memberikan petunjuk kepada manusia biasa yang taat."D-de-wi, maafkan hamba tak menyadarinya." Grand Duke Erbish menyungkur dengan tubuh gemetaran. Keningnya sedikit benjol karena menubruk lantai keramik dengan keras."Bangunlah, Anakku. Aku tak bisa berlama-lama terhubung denganmu. Aku harus segera
Grand Duke Erbish telah tiba di kediaman Esbuach. Rumah mewah dengan taman lavender itu terlihat lengang. Hanya ada beberapa pekerja yang tampak baru. Rasa cemas Grand Duke Erbish semakin menjadi-jadi. Dia langsung turun dari kuda dan merangsek masuk ke pintu utama. Beberapa pekerja menyambut dengan canggung. Mereka benar-benar tidak profesional, sangat tidak cocok dengan Keluarga Esbuach."Siapa kalian? Aku baru melihat wajah-wajah kalian!" desak Grand Duke Erbish tak sabaran."Tenanglah, Yang Mulia," bisik Sir Dulcais, tak ingin tuannya bertindak anarkis di kediaman sang pahlawan perang."Diamlah kau, Dulcais! Aku tidak sedang bicara denganmu!" bentak Grand Duke Erbish.Sir Dulcais seketika menelan ludah. "Maafkan saya, Yang Mulia," tuturnya.Grand Duke Erbish kembali menatap nyalang si pekerja yang tak cekatan. "Jawab! Siapa kalian? Tak mungkin Ayah mempekerjakan pekerja tidak cekatan!" cecarnya.Para pekerja semakin kebingungan. Mereka memang dibayar oleh Pangeran Seandock untuk
Tanpa peduli tata krama, Grand Duke Erbish langsung menyerbu ke Istana Emerald, tempat tinggal Pangeran Seandock. Langkahnya begitu cepat, hingga Sir Dulcais terhuyung-huyung mengejar. Grand Duke Erbish bahkan dengan lancang mendobrak ruang kerja putra mahkota."SEAN! KAU SUDAH KETERLALUAN!" bentaknya.Namun, hanya lengang yang menyambut sang grand duke. Ruang kerja putra mahkota kosong. Tumpukan dokumen di meja bahkan seperti belum tersentuh."Sepertinya, putra mahkota sedang keluar, Yang Mulia. Bagaimana kalau kita kembali ke kediaman, beristirahat, menenangkan diri, lalu ke sini lagi setelah membuat janji?" bujuk Sir Dulcais dengan napas tersengal-sengal.Dia sedikit lega. Grand Duke Erbish tak berhasil bertemu Pangeran Seandock. Artinya, tak akan ada pertengkaran yang bisa saja memicu perang saudara.Namun, harapan Sir Dulcais kembali merosot tajam. Grand Duke Erbish tiba-tiba menarik salah seorang pelayan bertubuh kurus. Pemuda malang itu seketika gemetaran dengan berurai air mat