"Kenapa masih diam? Lihat kesini!"Zhuge Yue dan Ming Yuan merasa tak dipanggil, keduanya tetap menikmati roti kukus dengan tanpa suara tapi bola mata mereka saling lirik satu sama lain."Sialan!" Prajurit di belakang mereka mulai marah. "Seret dia!" Perintahnya.Zhuge Yue dan Ming Yuan serempak mengedipkan mata. Mereka hampir balik badan tapi disaat yang sama salah seorang Prajurit menyeret wanita tua berpakaian gelandangan yang tadi bersembunyi di balik tong air.GubrakkkWanita tua itu didorong kasar sampai jatuh bersimpuh.Zhuge Yue dan Ming Yuan urung balik badan. Di balik punggung, keduanya secara seksama mendengarkan"Tuan, ampuni saya, saya hanya mencuri satu potong ayam, tidak lebih." Mohon wanita tua tersebut. "Saya punya cucu di rumah, ia belum makan sejak pagi, Tuan."Prajurit tak menggubris. Ia malah menggeledah wanita tua itu tapi ia tidak menemukan apapun."Komandan, bukankah Jenderal berkata dua gelandangan itu masih muda. Sementara ini …" ujar Prajurit lain.Prajurit
"Beraninya kau menyiksa Putriku!" Wanita setengah baya itu langsung menunjuk wajah Jenderal Song Wei. "Kau pikir Putriku seorang jelata, hah! Dasar si anak haram tidak tahu diri!"ANAK HARAM.Mendengar nama itu, darah Jenderal Song Wei seketika mendidih. Tak peduli yang dihadapinya seorang wanita bangsawan, Jenderal Song Wei bangkit dan balik menunjuk secara tidak hormat."Berani kau berkata seperti itu padaku, Nyonya! Apa kau tidak ingat, kenapa kau bisa menikahi Menteri Keuangan?"Balasan Jenderal Song Wei terdengar sederhana di telinga semua orang tapi tidak di telinga wanita setengah baya tersebut."Kau!" Wanita setengah baya itu tak menyangka Jenderal Song Wei yang lahir jauh setelah dirinya lahir, rupa-rupanya mengetahui soal masa silam.Tenggorokan wanita itu tercekat. Ia tak sama sekali bisa bicara meski ia ingin memakai-maki."Perlu aku perjelas atau kau sadar diri sendiri, Nyonya!" Tegas Jenderal Song Wei, bernada mengancam.Wanita setengah baya itu semakin tak bisa mengatak
Malam tiba. Angin berhembus lembut dari Utara. Aroma plum menguar samar. Seorang Jenderal semalam itu keluar."Jenderal kau mau kemana?"Pengikut setia Jenderal mengekor. Langkahnya tergesa-gesa, karena berusaha mengikuti langkah Jenderalnya.Ah, si Jenderal ini terbiasa berjalan cepat. Konon, dalam waktu tak kurang dari satu dupa saja bisa melewati satu kampung sekaligus."Jenderal, angin musim gugur meski tidak terlalu kencang tapi dinginnya sampai ke tulang. Mengapa kau tidak menggunakan mantel tambahan? Mengapa hanya menggunakan syal bulu serigala itu?"Jenderal Song Wei tidak banyak bicara tapi pengikutnya itu ibarat burung beo baru bisa ngoceh."Jenderal, ini arah kediaman Selir."Barulah langkah Jenderal Song Wei terhenti, dan pengikutnya otomatis berhenti."Aku ingin mencari kehangatan lantas untuk apa aku melapisi mantelku?" Jenderal Song bukannya menjawab malah balik tanya.Pengikutnya terdiam. Tampaknya ia tengah memikirkan arti jawaban Jenderal Song."Tancapkan tiga dupa d
Salju turun lebih awal. Anak kecil berlarian keluar dari rumahnya. Ibu tercinta mereka menyusul, membawakan mantel tebal. Ada yang berkualitas, ada pula yang rendahan.Anak-anak kecil itu berlarian mengitari Zhuge Yue dan Ming Yuan dalam tampilan asli mereka.Para penduduk di sekeliling mereka seakan melihat Dewa dan Dewi turun ke bumi. Pandangan mereka tak berpaling, tatapan mereka penuh kagum, mulut mereka mengoceh entah membicarakan apa. Zhuge Yue ataupun Ming Yuan tak sama sekali peduli."Pangeran."Pada akhirnya, keheningan yang keduanya rasakan lenyap tatkala Jenderal Song Wei berdiri di tengah jalur dengan punggung membungkuk penuh hormat.Zhuge Yue tidak menyukai pria itu, juga tidak terlalu membencinya. Zhuge Yue menghela nafas tak terdengar. Ia bersama mata dinginnya menatap pria itu sekilas kemudian mengarahkan tatapannya ke sisi lain.Pada teras ataupun balkon di bangunan sekeliling mereka, tiada seseorang yang mencurigakan."Berdiri." Perintah Zhuge Yue.Segera setelah it
Pasukan dibawah pimpinan Jenderal Song Wei bergerak dari Selatan menuju Timur. Disana letak Istana dingin berada. Disana pula, Ratu HongYe dan Pelayannya menunggu kedatangan pasukan yang akan mengawal mereka kembali ke Istana Ratu dengan aman.Sekitar setengah shichen perjalanan, tibalah pasukan itu beserta joli yang diusung delapan orang sekaligus.Komandan pasukan mengarahkan Ratu HongYe memasuki joli. Sementara Pelayannya berjalan kaki sambil membawa lampu minyak bersama beberapa Pelayan muda lain.Jalur menuju istana melewati pusat ibu kota. Disana para penduduk lalu lalang dalam balutan pakaian berlapis-lapis dan mantel tebal. Joli yang diusung delapan orang sekaligus itu jelas sekali hanya dimiliki seorang Ratu, maka para penduduk itu lekas memberi jalan, tanpa menunggu diperintah.Di dalam joli, Ratu HongYe diam; menyangga kepalanya. Sejak malam itu, Ratu HongYe tidak bisa tidur dengan baik sehingga ia seringkali merasakan sakit kepala.Disisi lain, gatal yang didera nya selam
"LINDUNGI YANG MULIA RATU!!!"Wushhhh krakkkGolok panjang nan berkilau bagai terang rembulan, membelah dingin, menembus atap joli.Pedang tajam itu berada tepat di depan wajah Ratu HongYe. Ia luar biasa syok, hingga akhirnya berangsur tergeletak tak sadarkan diri.Misi pasukan dibawah pimpinan Jenderal Song Wei kali ini adalah membawa Ratu HongYe ke kediamannya tanpa kekurangan apapun. Bila misi mereka gagal, maka mereka semua akan mendapat hukuman.Oleh karena itu, Komandan Pasukan segera turun tangan. Pria berjubah merah gelap serta bermantel hitam itu melompat turun dari punggung kudanya lalu ia menghunus pedang, menyerang pria berpakaian serba hitam tadi.Srakkk tanggggPria berpakaian serba hitam menarik pedangnya dari atap joli. Dengan gerakan gesit laksana angin, ia melompati joli, menangkis ayunan pedang si Komandan."Lindungi Yang Mulia Ratu!" Aba-aba serupa kembali diserukan.Joli Ratu beserta Pelayan dan pengusungnya terkepung formasi perlindungan. Salah seorang Pelayan me
Drap drap drapPasukan berkuda dan sekelompok Prajurit membelah kegelapan di antara bangunan sepi penduduk.Di sekelilingnya masih banyak semak belukar setinggi dada orang dewasa.Para Prajurit itu sekalian memukul-mukul semak belukar, dengan satu tujuanlalu, yakni menemukan dua calon pelaku percobaan pembunuhan Ratu HongYe, beberapa saat lalu.Sejauh mereka melakukannya, mereka tak juga menemukan keberadaan kedua pelaku percobaan pembunuhan tersebut. Mereka pun berjalan semakin maju, semakin jauh, hingga tampak kecil punggung mereka di pelupuk mata. Lalu, ketika mereka hilang ditelan kegelapan. Munculah dua bayangan hitam senada kegelapan dari dua sisi berbeda.Keduanya berdiri di tengah jalur. Keduanya saling pandang sejenak. Keduanya tampak serius. Dan pada pergantian dupa, keduanya telah berdiri di hadapan Zhuge Yue.Dua orang yang selalu berada di sisi Zhuge Yue, siapa lagi jika bukan Ming Yuan dan Shang Que? "Shi Fu …" Ming Yuan nampak akan mengatakan sesuatu. Namun, lidahny
"Shi Fu! Turunkan aku!"Zhuge Yue tersadar. Zhuge Yue spontan menurunkan Ming Yuan."Shi Fu!" Ming Yuan memanyunkan bibir sambil menutup dada dengan kedua tangannya. "Shi Fu ngintip dadaku!"Usia gadis kecil itu sudah 17 tahun di bulan ketujuh tahun ini, tetapi gara-gara Zhuge Yue hanya mengajarkan beladiri dan ilmu militer, ia menjadi gadis kecil polos tapi bicaranya suka ngawur meski benar."Jangan bicara sembarangan!" Zhuge Yue tidak mau disalahkan. Lagi pula siapa suruh dada gadis kecil itu telah berkali-kali lebih besar dari awal kali bertemu. Siapa suruh pula, ia tergelincir seperti tadi. Harusnya ia berterima kasih tapi malah ngomel-ngomel walau suaranya tidak terkesan sedang memarahi.Sekarang gadis kecil itu menunduk. Ia terang-terangan melihat dadanya. Mengintip dua gundukan mulus tiada tersentuh yang dibalut kain lembut warna putih bersih.Pipi Zhuge Yue panas. Warna merah muda atau merah terang mungkin terlukis disana. Ia lantas memalingkan wajah. Ia kemudian sengaja menga