"Ma, kok bisa adikmu punya mobil lebih bagus dari punya kita." Acara makan malam bersama di keluarga istrinya itu telah usai beberapa waktu yang lalu. Kini keduanya tengah berada di dalam kamar milik sang istri, kamar yang mereka tempati setiap pulang ke rumah tersebut. Hanya anak bungsu mereka yang ikut serta di kamar tersebut. Sedangkan yang putra pertama dan putri kedua mereka berada satu kamar bersama dengan neneknya.Untuk acara makan malam tersebut. Bu Sukesih sengaja belum membicarakan perihal masalah rumah tangga dari anak bungsunya. Beliau tidak mau merusak acara yang sengaja diadakan secara mendadak lebih ke arah sebuah kejutan. Ia memutuskan untuk membicarakannya esok hari."Aku juga gak tahu, Mas. Kamu kan tahu sendiri aku sama mereka sudah tidak pernah akur lagi. Males juga nyari-nyari informasi dari mereka.""Benar juga. Paling juga itu mobil kreditan. Aku yakin itu. Pasti mereka mengunakan uang si Farhan buat bayar cicilan bulanan mobil itu. Sementara mereka makan dari
Kamu kok bisa-bisanya sampai kebobolan. Kalau gini siapa yang rugi. Bapak gak mau tahu. Pokoknya kamu harus minta pertanggung jawaban sama si Tomi. Kamu juga harus minta pembagian harga gana-gini sana suamimu itu sebagai sarat untuk kalian pisah." Usai keluarga dari mertuanya itu pulang. Bapak Riana baru sampai di rumahnya. Mereka selisih jalan. Akhirnya istrinya pun tidak mengulur waktu untuk menceritakan semua yang tengah menimpah pada putrinya."Bener, tuh dengerin apa kata bapak-mu. Jangan sampai kamu rugi. Kalau bisa kamu minta hak asuh anak kamu, itu. Itu bisa juga di jadikan jalan buat kamu tetep dapat jatah uang bulanan dari Reihan. Kamu perlu minta sepuluh juta perbulan untuk biaya hidup kalian. Jangan kamu nurut saja kata mereka. Biar dikata kamu yang salah. Kamu tetep jangan sampai yang nanggung ruginya." Imbuh ibunya Riana. Bukan memberikan nasihat yang baik, justru kedua orangtuanya berusaha menjerumuskan anaknya lebih dalam. Tidak belajar dari kesalahan, justru mencari k
"Gak mungkin! MAS ...!" Nurmala meraung histeris. "Semua gara-gara kamu sama adik kamu yang gak tahu diri ini!" Nurmala menunjuk dan menyalahkan suami serta adik iparnya."Kalau saja kamu gak seenaknya kasih pinjam mobil kita sana saudara kamu. Mobil kita gak bakalan hilang kaya gini. Pokoknya aku mau adik kamu ganti rugi. Adik kamu harus tanggung jawab! Kalau nggak aku akan melaporkan kasus ini sama polisi." Adi yang menjadi amukan Nurmala hanya bisa menunduk. Dirinya juga bingung harus berbuat apa."Mau tanggung jawab gimana, Mbak? Itu kan namanya musibah. Mana ada suamiku niat buat menghilangkan mobil punya kalian." Dian---istri dari Adi ikut bersuara untuk memberikan pembelaan pada suaminya."Itu harus. Pokoknya aku bawa ke jalur hukum. Makanya gak usah sok-sokan bergaya. Mobil modal pinjam sok-sokan kamu kasih pinjam sama temen kamu yang sama-sama brengseknya kaya suami mu itu. Kalian gak nyusahin saudara itu apa gak bisa tenang. Aku sudah cukup berdiam diri karena ulah dari sau
Ma ... serius kamu mau datang ke acaranya adik kamu itu?" Acara syukuran pembukaan tempat kos milik Farhan dan Marwah sengaja diadakan pada hari Minggu. Tak lupa keluarga dari Nurmala serta saudara ipar Nurmala dari adik-adik Arif juga turut diundang pada acara tersebut."Datang lah, Mas. Kan kita diundang." Nurmala yang usai saja keluar dari kamar mandi, ia menuju lemari tempat penyimpanan pakaian miliknya. Sebelumnya ia mempersiapkan ketiga anaknya juga untuk ikut menghadiri acara tersebut. Penasaran juga yang dirasakan oleh Nurmala. Dirinya tidak pernah menyangka jika sang adik bisa memiliki pencapaian yang tidak pernah ia duga seperti sekarang. Tidak hanya mobil baru. Tetapi tanah dan juga bangunan yang tentu saja harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk dimiliki sebagai properti pribadinya."Kamu gak bersiap, Mas? Gak ikut?" tanya Nurmala seraya menatap selidik ke arah suaminya berada. Lelaki berkaus oblong dan bercelana pendek tersebut merasa ogah-ogahan untuk menghadir
Sia-sia sudah rencananya. Meskipun berusaha mengiba juga menyakinkan. Nyatanya hati Farhan dan Marwah tak jua luluh. Tak ingin jatuh ke lubang yang sama. Watak seseorang tak akan begitu saja mudah untuk berubah. Walaupun Bu Sukesih membantu sang putri untuk membujuk Farhan. Nyatanya usaha ibunya itu juga tak membuahkan hasil. Menjaga kepercayaan dari orang lain jauh lebih sulit dari pada mendapatkannya."S ial, gagal aku membujuk mereka!" rutuk Nurmala setibanya ia di rumahnya sendiri. Tidak lah jauh jarak dari rumah mereka dengan tempat kos milik Farhan dan Marwah. Hanya berjarak kurang dari dua kilometer. Bersebelahan desa."Ini semua karena kecerobohan kamu, Mas! Kalau kamu gak kasih pinjam mobil kita sama adik kamu pasti kita sudah punya mobil baru dan gak bakalan malu ketemu sama mereka. Aku sudah rela merendahkan diri di depan mereka. Nyatanya usahaku ini gagal. Mau sampai kapan hidup kita seperti ini. Mau kemana-mana jadi sudah sendiri, Kan!" sungut Nurmala pada suaminya. Belum
"Han, keponakanmu butuh uang sepuluh juta untuk pendaftaran kuliahnya." Sebuah pesan masuk yang tidak lain adalah pesan dari Mbak Nur kepada Mas Farhan. Bukan ingin lancang, melainkan sudah kesepakatan antara aku dan juga suamiku untuk saling terbuka termasuk juga masalah ponsel yang sama sekali tidak ada yang akan kami sembunyikan satu sama lainya.Suamiku saat ini sudah tidak lagi bekerja di pabrik. Mas Farhan telah mengajukan pensiun dini dan memilih untuk membuka usaha sendiri.Usia kamu sudah tidak lagi muda dan oleh sebab itu aku dan juga Mas Farhan memikirkan untuk masa depan kamu termasuk keputusan suami yang tidak akan terus bergantung pada perusahaan tempat ia pernah mengabdi. Berbeda dengan kami pun juga dengan keluarga dari kakak iparku. Jika kehidupan ku semakin mapan justru sebaliknya dengan saudara dari suamiku itu.Dua tahun setelah kepindahan Mbak Nur ke kampung dan satu tahun setelahnya ibu mertua berpulang ke pangkuan Illahi. Musibah kembali datang menghampiri kel
"Mas, ini tadi Mbak Nur ada kirim pesan buat, Mas," kabar ku memberi tahu pada suami akan kiriman pesan yang sudah dikirim oleh kakak perempuannya.Aku sengaja memberi tahu seusai kami makan malam. "Memangnya Mbak Nur kirim pesan apa. Kok tumben-tumbenan kirim pesan. Biasanya ada maunya kalau Mbak Nur itu tiba-tiba kirim pesan ke kita." Tebakan suamiku sama sekali tidak meleset. kelakukan kakaknya itu memang bisa terbaca oleh siapa saja yang sudah tahu bagaimana wataknya."Mbak Nur itu minta kiriman uang lagi. Alasannya katanya untuk biaya masuk kuliah di Kiran. Mas kan tahu sendiri bagaimana dengan anak-anak Mbak Nur. Mereka semua itu gak ada yang minat untuk belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Kakak mu itu saja yang terlalu gengsi dan memaksakan kehendaknya pada anaknya. Ujung-ujungnya kita ini yang rugi karena yang keluar biaya juga bukan dia tetapi kita. Aku mau Mas itu harus tegas sama mereka. Pokoknya kalau Mbak Nur itu masih maksa buat kuliahkan anaknya silahkan tetapi janga
"Kiran, pokoknya kamu itu harus ikutin omongan, Mama. Mama ingin terbaik buat kamu. Jadi Mama harap kamu itu mau nurut sama kemauan orang tua.""Mama kepingin kamu bisa bikin bangga keluarga. Lihat kakak kamu itu. Mama itu tidak mau kamu bernasib seperti mereka. Mama mau kamu bisa buat bangga keluarga kita karena Mama kepingin membuktikan sama keluarga Om kamu itu kalau keluarga kita bisa jauh lebih baik dari mereka.""Kamu harus bisa lebih baik dari si Alina, makanya kamu harus bisa kuliah sama seperti dia kalau bisa satu kampus juga sama dia, jadi kalau ada apa-apa biar Om kamu yang turun tangan. Kalau kamu bisa satu kampus sama Alina. Mama dan Papa kamu gak perlu capek-capek mikir biaya kuliah kamu. Pokoknya Mama mau apa yang Alina bisa dan punya kamu juga harus bisa."Nurmala berusaha membujuk putri bungsunya itu untuk melakukan dan mengikuti keinginannya itu. Mengikuti obsesi yang sudah melekat sedari dulu dalam dirinya. Nurmala masih belum bisa terima bahwa ada saudaranya yang j
Atas saran dari ibunya, akhirnya Johan membawa keluar Kiran istri sirinya itu dari rumah keluarganya. Johan sengaja membawa Kiran pergi jauh dari tempat tinggal mereka dengan tujuan agar tidak ada orang yang mengenalinya.Johan membawa pergi Kiran dengan alasan untuk mengobati sakitnya. Johan sengaja membawa istri sirinya itu ke pelosok dan mengobatkannya di sana.Usai membawa istrinya itu ke rumah sakit. Johan buru-buru pergi meninggalkan Kiran di rumah sakit dan tidak ada keinginan untuk menjenguk bahkan untuk kembali membawa perempuan itu masuk lagi ke dalam rumahnya.."Ka, ada kabar baik buat kamu." Ibra bersama dengan pengacaranya menemui Azka yang berada di balik jeruji."Kabar baik apa, Mas?" tanya Azka antusias."Bukti rekaman CCTV dari rumah tetangga kamu itu mulai menemukan titik terang. Pihak polisi juga masih melakukan pendalaman tentang kasus mu ini. Semoga setelah ini titik terang itu segera terungkap dan kamu bisa segera bebas dari tempat ini.""Aamiin, semoga saja,
"Dari mana kamu, Mas?" Johan terlonjak karena istrinya yang tiba-tiba saja mengagetkannya."Kamu ngagetin suami saja. Aku habis dari rumah sakit ngantar Kiran." Johan melepas baju yang baru ia kenakan dan kemudian menggantinya baju bersih yang sudah di siapkan oleh Sintia.Tidak banyak bertanya. Sembari menunggu suaminya membersihkan diri, Sintia segera turun kelantai bawa untuk membantu menyiapkan makan malam untuk keluarganya."Sudah pulang Jo?" sapa Bu Sukma ketika melihat putranya yang berjalan ke arah meja makan."Iya, Ma.""Sudah beres?""Sudah," jawab singkat Johan atas pertanyaan dari ibunya itu.Sementara Sintia mengerutkan keningnya. Perempuan itu tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh suami dan ibu mertuanya.Sintia memilih diam tidak turut serta dalam perbincangan kedua orang yang ada di hadapannya itu.."Mas kamu kelihatan senang sekali seperti habis menang undian," celetuk Lita yang keheranan karena melihat suaminya tersebut tersenyum sendiri."Ini lebih dari m
Terdengar deru mesin mobil di depan rumahnya. Lita segera keluar. Setelah pintu rumah ia buka, nampak suaminya itu baru saja turun dari motor miliknya."Mas, itu ada mobil dealer kenapa berhenti di depan rumah kita?" tanya Lita yang masih penasaran. "Itu motor kamu, Vin?" sela Nurmala yang baru saja muncul dari balik pintu."Iya, Ma, ini motor baru Kevin."Lita berjalan mendekat ke arah motor yang baru saja di turunkan dari atas mobil dealer. "Mas, beneran ini mobil kamu?""Iya lah, masa iya cuma bohongan. Kamu juga lihat sendiri pegawai dealernya saja masih belum pulang," sewot Kevin pada istrinya karena sang istri yang tidak percaya dengan pencapaiannya itu."Aku seneng banget kalau ini beneran motor kamu, Mas.""Makanya jangan curigaan Mulu sama suami kamu."Usai serah terima telah selesai. Dua orang pria yang bertugas untuk mengantar motor baru milik Kevin, segera undur diri."Motor baru mbak Lita?" sapa salah satu tetangga yang baru saja lewat di depan rumah mereka."Iya, Bu. Su
"Yang, kamu lagi ngapain?" Azka baru saja masuk ke dalam kamarnya. Pria tersebut mendapati sang istri seperti orang yang sedang kebingungan. Sedang mencari sesuatu sepertinya."Mas, Mas lihat cincin aku, gak? Cincin kado dari Mas pas ulang tahunku yang kemarin."Azka berjalan semakin mendekat. "Memang kamu terakhir taruh di mana?""Terakhir aku taruh di laci meja rias, Mas." Marta masih berusaha mengingatnya lagi.Azka membantu istrinya untuk mencari cincin yang dimaksud.."Mas, kamu habis dapat rezeki nomplok?" Mata Lita nampak berbinar ketika Kevin menunjukkan apa yang ia bawa sepulang dari mengantarkan ibunya itu berobat."Mobil siapa itu, Mas?" tanya Lita melihat di depan rumah kontrakan mereka yang sempit bahkan teras pun lebarnya tidak lebih dari satu meter itu."Mobil punya, Mama. Aku kan pernah cerita kalau Mama dulu pernah punya harta yang dibawa kabur sama mantan suaminya. Tadi di jalan Mama ketemu sama dia setelah sekian lama. Aku beri pelajaran saja sama dia biar tahu ras
"Vin, tunggu, Vin. Lihat! Itu Papa kamu, Vin. Cepat kejar dia!" seru Nurmala yang yang tanpa terduga disengaja ia dipertemukan kembali pada mantan suaminya setelah bertahun-tahun. Arif---mantan suami Nurmala sengaja meninggalkannya gara-gara tergoda seorang janda yang merupakan tetangga mereka di rumah yang baru mereka beli dulu.Pagi setengah siang itu Nurmala meminta tolong pada putranya agar mengantarkannya untuk berobat ke puskesmas yang terdekat dengan tempat mereka.Mereka baru saja selesai dan berniat akan segera pulang ke rumah setelah terlebih dahulu membeli makan siang untuk mereka bawa pulang. Kebetulan warung makan yang mereka singgahi berada di depan pasar. Ketika itu juga mata Nurmala melihat suami dan istri barunya itu baru saja keluar dari toko perhiasan yang berseberangan dengan tempat mereka membeli makanan.Melihat mantan suaminya yang ternyata masih bisa hidup tenang bahkan kehidupan suaminya itu nampak jauh lebih baik dari pada kehidupannya, membuat Nurmala merada
"Ka, coba kamu periksa dulu kamar mereka," titah Marwah pada keponakannya.Marwah memiliki pikiran negatif terhadap keluarga dari suaminya itu. Ia memiliki pengalaman buruk sebelumnya atas ulah dari kakak iparnya itu."Jangan lancang kamu, Wah. Siapa kamu mau main bongkar-bongkar barang milik orang!" sungut Nurmala karena tidak terima Marwah memprovokasi keponakannya sendiri."Tapi Bude Marwah ada benarnya. Yang, kita cek dulu kamar mereka!" Azka kemudian mengajak sang istri serta istri dari pak RT untuk membantu mereka membereskan barang-barang milik keluarga Nurmala."Apa Mbak Nur lupa atau perlu aku ingatkan lagi? Mbak lupa dulu pernah bawa kabur uang orang yang harusnya menjadi haknya Reihan? Mbak diam-diam menjual rumah ibu yang sudah diberikan sama Reihan dan Mbak kabur begitu saja. Kalau keadaan Mbak menyedihkan seperti ini, bukan salah orang lain. Tapi iku karena balasan atas perbuatan Mbak di waktu lampau." Marwah mengungkit akan perbuatan kakak iparnya itu di depan umum.."
Usai percekcokan antara Azka dan keluarga dari Budenya itu. Akhirnya RT setempat dan dibantu beberapa warga yang lainnya memisahkan Azka dari amukan Kevin. Kevin tidak terima jika keluarganya dipaksa keluar dari rumah tersebut."Mas ada apa di rumah Azka kok sampai ada banyak orang?" Marwah datang beserta suami dan juga anak bungsunya.""Mas juga gak tahu.""Kita lihat saja ke dalam." Usai Zafran memarkirkan mobil miliknya. Anak bungsu dari pasangan Marwah dan juga Farhan itu segera keluar terlebih dahulu. Ia kemudian membukakan pintu untuk ayah dan juga bundanya."Bunda hati-hati." Zafran memegangi tangan ibunya."Ayo!" Farhan mensejajarkan diri dengan istrinya dan mereka pun bersama-sama mendekat ke arah pintu rumah Azka yang tidak lain adalah putra dari Reihan yang pernah dititipkan kepada mereka."Ada apa ini?" Setelah mengucap permisi pada beberapa orang yang bergerombol di rumah Azka. Farhan langsung saja berjalan mendahului Marwah dan juga putranya.Semua orang yang ada di tem
"Mas, kamu lagi cari-cari apa?" Marta yang baru saja masuk ke ruang kerja suaminya dan tiba-tiba melihat suaminya yang baru saja berangkat kerja tapi masih berada di rumah. Marta langsung menangkap raut gelisah suaminya langsung saja menghampiri dan menanyakan perihal yang membuat suaminya itu gelisah."Yang, kamu lihat amplop coklat yang ada di laci, Mas?" Marta mengerutkan dahinya."Amplop coklat?" Marta mengulang pertanyaannya dari suaminya. "Amplop coklat yang mana, Mas. Aku dari tadi pagi sibuk di belakang dan belum sempat masuk ke ruangan ini, Mas. Memang kapan Mas taruh uang itu di laci? Kalau boleh tahu memang apa isi amplop yang Mas cari itu?" Marta mendekat ke arah Azka dan berniat untuk membantu suaminya mencari barang yang dimaksud oleh suaminya itu."Itu uang untuk gaji karyawan, Yang. Uang itu Mas taruh di laci kemarin sepulang kerja.""Kok bisa sampai hilang sih, Mas? Apa Mas lupa menyimpannya? Selama ini kita gak pernah loh mengalami kejadian seperti ini di rumah kita
"Kiran ...! Cepat bersihkan rumput di belakang sana!" Wati asisten rumah tangga di rumah tersebut. Perempuan empat puluh tahun yang sudah bekerja dengan keluarga Johan selama kurang lebih lima belas tahun itu memerintahkan pada istri muda tuannya. Bukan tanpa alasan melainkan karena kesengajaan. Wati merasa sakit hati karena perlakuan Kiran yang sebelumnya. Sebelum ia jatuh sakit dan kondisinya sangat memperihatinkan seperti saat ini."Eh, ba_bu. Makanan apa yang kamu masak ini? Kamu sengaja mau mera_cuni aku?" Kiran yang masih baru di rumah tersebut masih belajar untuk beradaptasi namun ia juga seolah menjadi orang baru yang semena-mena terhadap orang yang lebih lama."Maaf nyonya kenapa dengan makanannya?" Wati lari tergopoh menghampiri Kiran yang sedang bersantai di tepi kolam dan menikmati makan siangnya sendiri karena ibu mertua dan juga suaminya kebetulan sedang ada acara bersama. Sebagai istri kedua dsn istri siri kedudukan Kiran belum bisa dibuplikasi dan oleh karena itu untuk