Dalam remang-remang cahaya yang masuk Kirana membuka matanya. Tembok putih dengan beberapa hiasan yang tergambar adalah hal pertama yang Kirana lihat. Masih setengah sadar Kirana termenung dengan tatapan lurus ke depan. Hingga beberapa menit kemudian… “Aku di mana?” Kirana mengerjapkan matanya, baru sadar bahwa ini bukan kamarnya. Ia mengerjapkan mata, mengingat-ngingat kembali apa yang sebenarnya terjadi. Ah, ia baru ingat. Waktu itu dirinya berada di dalam mobil. Itu berarti… “Arion?!” Kirana terkejut, namun dengan cepat membekap mulutnya sendiri. Keceplosan, ia berteriak tanpa melihat keadaan. Kirana menatap kembali seisi ruangan yang bukan kamarnya. Warna putih dengan beberapa warna gelap di dalamnya, membuat Kirana berpikir kamar Siapakah ini? Apa kamar Tyas? Tapi… “Kau sudah bangun?”Suara itu? Arion?! Kirana berbalik ke belakang, seperti dugaannya bahwa itu Arion! Itu berarti kamar ini … kamarnya? “Ar … ?” Terkejut. Kirana mendadak kelu saat Arion menutup pintu kamarnya.
“Oma tidak percaya ini, kalian … kalian melakukannya dalam keadaan sadar?” Tyas berujar layaknya seorang hakim. Duduk paling depan dengan tatapan menyorot tajam. Ya, selepas Kirana bangun tadi, Arion meminta Kirana untuk turun ke bawah, menghadap sang Oma untuk menjelaskan semuanya. Arion tidak menceritakan kejadian itu pada Kirana, biarkan saja, biar perempuan itu yang mengingat-ngingat. Salah sendiri dia yang memulainya kan? “Mobil bergoyang dan kalian tetap sibuk melakukan hal tak senonoh itu, hah?” ucap Tyas. “Oma, semuanya tidak seperti yang Oma lihat. Kami—”“Kalian khilaf? Oh, tentu saja. Kebetulan tempatnya sepi, jadi kalian bebas melakukannya kan?” “Oma ….” Arion mulai kesal juga, “sumpah demi apapun kami memang melakukannya tapi … salah Kiran sendiri,” ucap Arion menunjuk Kirana sedangkan yang ditunjuk terkejut, tak mengerti apapun. “Biar Arion jelaskan. Tadi Kirana tidur Oma, namun karena tidurnya yang tidak benar Arion berinisiatif untuk bawa di ke dalam. Tak ada niat
“Apa Tuan ada di dalam?” tanya Kirana pada asisten pribadi Arion. Perempuan itu benar-benar nekad mendatangi ruang kerja Arion, tak lebih untuk membicarakan soal pernikahan itu. “Maaf Nona, tapi untuk saat ini Tuan sedang tidak bisa diganggu!” ucap Vikram. “Tapi ini penting, saya benar-benar ingin bertemu Tuan.”Vikram tetap menggeleng, ia tak bisa. Karena sebelumnya memang Arion sendiri yang memintanya untuk berjaga diluar. Disuruhnya untuk tidak menerima siapapun yang menanyakannya, termasuk Omanya sendiri. Vikram sendiri tidak tahu apa yang dilakukan Tuannya, ia hanya mengikuti apa yang disuruh. “Tolonglah, hanya sebentar,” ucap Kirana sekali lagi. “Nanti saja Nona, untuk sekarang Tuan benar-benar tidak bisa diganggu.” Vikram tetap dalam pendiriannya. Ah, asisten yang satu ini benar-benar penurut, tidak bisa dinegoisasikan. Kirana menatap pintu yang tertutup, menghela napas sesaat kemudian berkata. “Ya sudah, jika sudah selesai tolong beritahukan kepada Tuan kalau saya ingin b
Sudah satu hari setelah penceraian itu Aditya tak bisa konsentrasi dalam kerjanya. Pikirannya teringat akan Kirana di mana malam itu ia meninggalkannya di rumah kediaman Tuan Hengkara. Ah tidak, jelas Arion sendiri yang membawanya. Tidak tahu apa yang terjadi setelah itu karena memang Aditya ditunggu oleh Derina, sosok wanita yang justru ia cintai. Wanita yang menjadi selingkuhannya ditengah dirinya yang masih menjabat sebagai suami. Namun, setelah malam itu entah kenapa Aditya merasa menyesal telah menceraikan Kirana. Melepaskan hubungan yang telah lama terjalin. Walau saat itu ia tidak mencintai Kirana sama sekali tapi rasa kehilangan itu ada saat Kirana tidak ada. Sekarang Aditya benar-benar merasa kehilangan. Sosok istri yang biasanya menyiapkan segala keperluanya, dari mulai makan, pakaian, apapun jenis kebutuhannya, Kirana selalu sigap menyiapkan tanpa disuruh. Wanita penurut tanpa banyak nuntut itu-ini, sungguh ironis, justru ia sia-siakan istri sebaik itu. Dan pun setelah m
Kirana menatap takjub sesaat ia masuk ke dalam toko baju terbesar di kota ini. Katanya toko di sini lengkap, apa yang kita cari akan kita temukan. Pantas saja, pengunjungnya juga rame membuat Kirana merasa senang melihat orang-orang. Ah, dirinya jadi teringat di desa dahulu. Dulu, di desanya juga ada satu toko yang dikenal terkenal dengan produk modern, keluaran kekinian, dan toko itu begitu digembrongi dengan pembeli. Begitu ramai, tak jauh berbeda dengan apa yang Kirana lihat saat ini. Ah, jika mengingat hal itu membuat Kirana merindukan tempat tinggalnya dulu. “Oma mau ajakin Kiran ke mana?” tanya Kirana saat Tyas terus berjalan tanpa membeli atau melihat-lihat. “Untuk menemui calon suamimu dong, gimana sih?”“Hah?” Kirana mengerjapkan matanya, calon suami? “Rion?” Suara Tyas memanggil cucunya. Dan tepat saat itu Kirana terkejut di mana Arion ada di sini juga? Ish! Sudah jantungnya tak aman, kini semakin tak aman saja saat Arion menatapnya. Sejak kapan pula Arion sudah ada d
“Aduh aduh … sampe berpegangan gitu, takut kabur ya calonnya? Tenang, Oma udah atur jadwal untuk mempercepat pernikahan kalian!”Baik Kirana maupun Arion keduanya menoleh. Dengan cepat Kirana melepaskan pegangan tangannya dari Arion. Seperti biasa Tyas selalu datang tiba-tiba diantara keduanya. Kirana tersenyum canggung, berbeda dengan Arion yang hanya diam tanpa minat. “Kalian pada ngapain sih? Udah cari baju pengantinnya?” tanya Tyas. Namun sayang tak ada yang membuka suara. “ck, kalian ini! Cepat cari lagi, berduaannya nanti saja kalau dah halal!” ucap Tyas sebelum kemudian kembali berlalu entah ke mana. ***Kirana melahap gulai daging ke dalam mulut, ditambah nasi sebagai pengganjal perutnya yang sedari lapar. Ya, selepas mendapatkan baju pengantin yang cocok untuk nanti hari H. Ketiganya kini tengah makan siang dengan menu makanan yang cukup mewah. Bermacam-macam menu dan Kirana justru dipaksa untuk makan semuanya. Biar gemuk, itu kata Omanya. Seakan dirinya sudah jadi bagia
Pagi ini Kirana berniat pergi ke pasar seorang diri. Mengingat bahwa ia menampung untuk tinggal di sini membuat Kirana cukup malu kalo hanya berdiam diri saja. Yah, hal ini pula sudah menjadi kebiasaan untuknya, tak bisa berdiam diri saja! “Bi, sayuran yang masih ada tinggal apa aja? Biar Kiran yang pergi ke pasar,” ucap Kirana pada Bik Nur, salah satu pembantu di sini. “Lah, non mau ke pasar? Nggak boleh non, biar kami aja,” ucap Bi Nur. Diambilnya kantong belanjaan yang Kirana pegang namun dengan cepat Kirana tarik kembali. “Nggak apa-apa, Bi. Soalnya Kiran lagi pengen ke luar,” ucap Kirana tersenyum. Bi Nur tampak bingung, pasalnya ia tahu bahwa Kirana merupakan tamu bawaan Arion, dan memang tamu yang harus ia hormati. Selain itu majikannya—Tyas, mengatakan untuk tidak menganggu Kirana, membuat Bi Nur takut apabila nanti tiba-tiba dimarahi. “Nggak deh Non, non lebih baik diam di sini aja. Non duduk manis aja ya,” ucap Bi Nur. Lagi, ia mengambil alih kantong belanjaan Kirana.
“Akhirnya aku menemukanmu Kiran!” ucap Aditya tanpa melepaskan pelukannya. Kirana sontak mendorong kasar dada Aditya, benar-benar terkejut! “Mas?” Pelukan itu terlepas. “ini di jalan Mas, tolong jaga batasan!” Kirana memundurkan langkah untuk memberi jarak, entah kenapa dekat seperti ini membuat hatinya was-was. Tak menyangka bahwa ia bertemu dengan mantan suami. “Kiran, maaf ….” Hanya kalimat itu yang keluar, Aditya justru mencekal lengan Kirana dengan lembut. Namun, Kirana yang memang sudah tak ada urusan dengan Aditya jelas risih. Ia hempaskan tangan Aditya yang mencekalnya. “Katakan apa keperluan Mas ke sini? Aku sedang terburu-buru.” Kirana menatap jalanan, berharap ada angkot yang lewat. “Kiran, aku menyesal. Maafkan aku,” ucap Aditya. Kirana melirik tatapan Aditya padanya entah kenapa berbeda. Kirana memilih diam, tatapannya langsung beralih ke jalan. “Kiran, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu hidup dalam aturan Ibu selama ini? Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalo Ibu
“Mas ini… ?”Kirana terperangah, ia tatap Arion dengan raut tidak percaya. Memberi kejelasan pada apa yang ia lihat dari ponsel Arion. Namun, seulas senyum hangat ia tujukan setelah melihat kembali wallpaper itu. “Ternyata Mas Ar diam-diam suka ambil foto Kiran ya?” ucap Kirana menatap foto yang menunjukkan dirinya sewaktu kecil. Wallpaper utama di ponsel Arion adalah dirinya, dan ia cukup terkejut akan hal itu. Sekarang Kirana percaya bahwa Arion memang benar-benar mencintainya. Tak hanya sebagian ucapan saja, melainkan memang benar-benar mencintainya. Kirana segera memeluk Arion dari samping, dan hal itu cukup terkejut untuk Arion. “Terima kasih ya, Mas. Makasih udah cinta sama Kiran, makasih udah ngertiin Kiran, makasih untuk ketulusan Mas dalam hubungan ini.”Usapan halus dirasa Kirana saat Arion mengusap rambutnya lembut. Arion tersenyum, kemudian ia cium ubun-ubun Kirana dengan gerakan pelan. “Semoga sampai di 7 kelahiran pun, kita tetap bersama-sama seperti inj. Dan semog
“Apa kamu tidak lelah Mas? Ada seseorang yang menunggumu di atas ranjang, tapi kau malah mencari ranjang hangat di orang lain,” ucap Kirana. Bertambah kerutan dikening Arion, pria itu menarik pelan bahu sang istri. “Apa maksudmu, Kiran? Kau menuduhku telah berselingkuh?”Kirana terdiam, bibirnya cemberut. Memalingkan wajah ke arah lain, Kirana justru ditarik oleh tangan Arion agar menatapnya. “Sudah berapa kali Mas bilang, cuma kamu wanita yang sekarang Mas cintai. Kenapa masih meragukannya?”“Aku nggak ragu! Hanya saja … seharian ini Mas memilih bersama Syera ketimbang istri sendiri. Wajar kan aku curiga?” Kirana membuang muka, bertambah cemberut lah bibirnya akan hal itu. Arion terkekeh. Melihat sisi kiri-kanan yang cukup masih ramai bisingnya orang-orang membuat Arion mengangkat Kirana ala koala, membawanya ke kamar agar leluasa berbicara satu-sama lain. Sedang perempuan itu terkejut, dengan cepat mengeratkan dalam memeluk leher Arion. “Tidak kusangka, seorang Kirana juga bisa
“Hendra? Kau di sini? Di mana Mas Arion?” tanya Kirana sehabis pulang dari sungai. Wanita itu memilih pulang ke penginapan, beristirahat dan tidur mungkin. “Tuan sedang ada urusan Nona, saya ditugaskan untuk menjaga Anda di luar sini.”Cih! Ada urusan? Dengan Syera maksdunya? “Oh.” Hanya itu yang keluar dibibirnya, Kirana memilih bodo amat dan masuk ke dalam penginapan. Hendra menatap cengo atas sikap yang ditujukan Kirana. Hanya oh? [Tuan, Nona sudah pulang barusan. Dia menanyakan Anda di mana, saya jawab sedang ada urusan. Tapi, Nona terlihat acuh tak acuh.]Hendra mengirimkan pesan tersebut pada Arion. Sebelum benar-benar berjaga di sini Hendra memang diperintahkan Arion untuk mengabari mengenai istrinya itu. Tadi saat Hendra ke sini ia mendapati kabar bahwa Kirana tidak ada dipenginapan, hal itu membuatnya berkabar pada Arion. Namun jawaban Arion cukup jelas, kabari jika Kirana sudah pulang. Untuk itulah Hendra langsung mengabari Arion mengenai kepulangan Kirana. [Kau tidak
“Katakan, ada hal apa yang ingin kamu bicarakan, Ray?” tanya Kirana menghela napas panjang. Sorot matanya menatap sungai yang tampak jernih. Setelah mendengar ucapan Rayyan barusan membuat Kirana mengurungkan niat untuk pergi. Mengenai Arion, pria itu cukup membuatnya kecewa. “Kiran, kamu ingat saat kita berumur 10 tahun tidak? Saat kita masih bersama-sama? Saat keluarga kita masih lengkap? Saat di mana aku menyatakan perasaan dan berjanji akan menikahimu kelak dewasa nanti? Kamu masih ingat?” tanya Rayyan. Kirana terdiam, tidak mungkin tidak ia lupakan kenangan terdahulu. Walau sudah lama tertinggal namun kenangan yang ada di desa tidak akan pernah ia bisa lupakan. “Heeum, aku masih mengingatnya.”Rayyan tersenyum tipis. “Aku ingin menepatinya, pada Bapak, pada Ibu, dan pada kamu. Aku ingin menepati janji itu. Tapi … aku tak menyangka kalau ternyata kamu sudah menikah.” Rayyan menghela napas panjang, ada rasa sesak yang tidak bisa ia jelaskan. Orang yang ia cintai sudah menikah.
“Morning kiss.”Cup! Mata Kirana mengerjap saat bibirnya merasakan kenyalan halus. Perempuan itu membuka mata mendapati sosok suami yang ada di depan wajahnya. Langsung terkejut, hal itu membuat Arion tertawa lucu. “Udah bangun?”“Mas?”Untuk sekali lagi Arion mencium Kirana, namun kali ini tidak di bibir melainkan di kedua pipi Kirana.Pipi Kirana bersemu merah, mendadak malu saat ia rasakan kenyalan lembut yang menempel cukup lama. Aih, baru saja kemarin malam keduanya melakukan hak suami-istri, pagi ini Kirana dibuat meremang kembali oleh tingkahnya yang kelewat batas ini. “Mas, aku belum mandi. Mas udah mandi aja,” ucap Kirana merasa malu. Harum maskulin Arion memenuhi indra penciumannya, apalagi rambut basah Arion yang menyentuh kulitnya. Bertambah dag dig dug lah jantungnya akan hal ini. “Nggak papa, Mas suka.”Kirana menggigit bibir bawahnya, aneh, padahal Arion tipekal laki-laki yang suka bersih, rapi dan jelas wangi. Tapi malam itu dan sekarang, suaminya ini seakan tak me
“Sentuh aku jika kamu mencintai aku, Mas,” kata Kirana sekali lagi. “namun jika dalam lima menit ini kau tak mampu untuk melakukannya … silahkan ceraikan aku!”Kirana terkekeh kembali, baiklah. Melihat keterdiaman seperti ini membuatnya tau akan jawaban Arion. Kirana hendak melangkah pergi namun tiba-tiba… Sreg! Kirana melotot terkejut saat sisi pinggangnya Arion tarik dalam sekali tarikan. Refleks dada Kirana terbentur halus dengan dada Arion. Mendadak mati kutu, Kirana dibuat jantungkan akan Arion yang menatapnya penuh dalam. “Mas….” “Jadi, ini pilihan kamu?” tanya Arion. “kalau begitu aku akan menjawab pilihanku juga Kirana….” Arion merapatkan tubuhnya, membisik tepat di telinga Kirana. “Kamu ingin memiliki anak berapa? Satu, dua? Lima atau sepuluh?”Deg! “Mas!” Kirana refleks mendorong dada Arion, namun tenaga Arion yang menahannya cukup keras membuat Kirana tidak bisa melerai pelukan itu. “Kenapa? Kamu bilang kalau aku menyentuhmu … artinya aku mencintai kamu, kan? Lalu
“Kiran? Aku menyukaimu!” teriak Rayyan mengundang tatapan mata. Pria itu terkekeh melihat raut wajah Kirana yang berubah terkejut. Kirana menggeleng, tangannya berkacak pinggang. Di hadapan Bapak, Ibunya, di hadapan temannya, Rayyan yang saat itu berumur 10 tahun secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya. Hal itu jelas saja membuat orang-orang yang mendengarnya tertawa. Anak yang baru berumur 10 tahun tau apa soal cinta coba? Memang dasarnya anak zaman sekarang, tidak kenal umur. “Belajar yang bener dulu! Kalo udah dewasa dan jadi orang sukses baru bisa menikah dengan anak Bapak,” ucap Hamza. “Kamu ini Ray, masih kecil udah main cinta-cintaan!” Surya—Ayahnya Ray ikut menyahut. Tertawa menggeleng atas tingkah putranya itu. “Ya emangnya kenapa kalau Ray suka sama Kiran?”“Gak ada yang salah, yang salah kamu masih kecil. Sangat kecil,” ucap Surya membenarkan. “Heeum, perasaan baru kemarin kan Ray disunatan? Udah mikirin cinta.” Gelak tawa terdengar saat Hamza berkata demikia
“Penginapannya memang ada segini, Pak. Yang lain sudah penuh, karena kebetulan banyak dari kota yang datang ke sini,” ucap Syera memperjelaskan. “Penginapan ini milik Rayyan?” tanyanya. Seketika Kirana yang ada di samping melirik. “Iya, semua penginapan sini memang milik Pak Rayyan,” balas Syera. “tapi kalau Bapak mau menginap di rumah saya—”“Saya tidak akan pernah mau menginap di rumah Syera! Bagaimana pun keadaannya!” ucap Kirana memotong. Wajahnya menjadi datar, apa-apaan maksudnya coba? Menginap di rumahnya? Hah, bilang saja mau menggoda suaminya kan? “Tapi ini pemiliknya Rayyan, Kiran.”“Terus? Apa masalahnya? Mas tetep milih menginap di rumah Syera?”Arion bukannya ingin hanya saja ia tak terima jika harus bermalam di rumah penginapan. Mana milik Rayyan lagi. Ya, setelah kejadian tadi membuat Arion sedikitnya tak suka terhadap Rayyan. Hal itulah mempengaruhi moodnya yang tidak ingin menggunakan fasilitas apapun milik Rayyan. Termasuk hari ini yang akan bermalam, Arion masih
Arion menatap tajam sang lawan, sedangkan yang ditatap juga tak kalah tajam dalam menatap. Sampai suara helaan napas dari Kirana tampak terdengar berat. “Hentikan pertikaian diantara kalian. Mari saling maaf-memaafkan!”“Tidak!” ucap keduanya berbarengan. “Ya udah, terserah!” ucap Kirana menopang dagu. Pandangan matanya jatuh pada kebun yang dipenuhi tanaman. Saat ini ketiganya berada di kedai makan, dengan pemandangan di depan yang disuguhi sebuah kebun, tampak asri. Dipinggirnya ada sawah, tanaman padi yang hijau mulai menguning pertanda menjelang musim. Setelah pertikaian tadi di tengah jalan akhirnya Kirana memutuskan untuk membawa kedua laki-laki itu untuk berbicara satu-sama lain. Namun tampaknya argumen itu tidak didengar oleh keduanya,terbukti bahwa tatapan dingin tak bersahabat itu saling bertemu. Padahal niat Kirana baik,tak lebih untuk mengenang masalalu dahulu. Tidak salah bukan? Kirana hanya ingin seperti dulu, saling berteman, mengobrol dan bercanda. “Kirana, aku but