Kirana menatap takjub sesaat ia masuk ke dalam toko baju terbesar di kota ini. Katanya toko di sini lengkap, apa yang kita cari akan kita temukan. Pantas saja, pengunjungnya juga rame membuat Kirana merasa senang melihat orang-orang. Ah, dirinya jadi teringat di desa dahulu. Dulu, di desanya juga ada satu toko yang dikenal terkenal dengan produk modern, keluaran kekinian, dan toko itu begitu digembrongi dengan pembeli. Begitu ramai, tak jauh berbeda dengan apa yang Kirana lihat saat ini. Ah, jika mengingat hal itu membuat Kirana merindukan tempat tinggalnya dulu. “Oma mau ajakin Kiran ke mana?” tanya Kirana saat Tyas terus berjalan tanpa membeli atau melihat-lihat. “Untuk menemui calon suamimu dong, gimana sih?”“Hah?” Kirana mengerjapkan matanya, calon suami? “Rion?” Suara Tyas memanggil cucunya. Dan tepat saat itu Kirana terkejut di mana Arion ada di sini juga? Ish! Sudah jantungnya tak aman, kini semakin tak aman saja saat Arion menatapnya. Sejak kapan pula Arion sudah ada d
“Aduh aduh … sampe berpegangan gitu, takut kabur ya calonnya? Tenang, Oma udah atur jadwal untuk mempercepat pernikahan kalian!”Baik Kirana maupun Arion keduanya menoleh. Dengan cepat Kirana melepaskan pegangan tangannya dari Arion. Seperti biasa Tyas selalu datang tiba-tiba diantara keduanya. Kirana tersenyum canggung, berbeda dengan Arion yang hanya diam tanpa minat. “Kalian pada ngapain sih? Udah cari baju pengantinnya?” tanya Tyas. Namun sayang tak ada yang membuka suara. “ck, kalian ini! Cepat cari lagi, berduaannya nanti saja kalau dah halal!” ucap Tyas sebelum kemudian kembali berlalu entah ke mana. ***Kirana melahap gulai daging ke dalam mulut, ditambah nasi sebagai pengganjal perutnya yang sedari lapar. Ya, selepas mendapatkan baju pengantin yang cocok untuk nanti hari H. Ketiganya kini tengah makan siang dengan menu makanan yang cukup mewah. Bermacam-macam menu dan Kirana justru dipaksa untuk makan semuanya. Biar gemuk, itu kata Omanya. Seakan dirinya sudah jadi bagia
Pagi ini Kirana berniat pergi ke pasar seorang diri. Mengingat bahwa ia menampung untuk tinggal di sini membuat Kirana cukup malu kalo hanya berdiam diri saja. Yah, hal ini pula sudah menjadi kebiasaan untuknya, tak bisa berdiam diri saja! “Bi, sayuran yang masih ada tinggal apa aja? Biar Kiran yang pergi ke pasar,” ucap Kirana pada Bik Nur, salah satu pembantu di sini. “Lah, non mau ke pasar? Nggak boleh non, biar kami aja,” ucap Bi Nur. Diambilnya kantong belanjaan yang Kirana pegang namun dengan cepat Kirana tarik kembali. “Nggak apa-apa, Bi. Soalnya Kiran lagi pengen ke luar,” ucap Kirana tersenyum. Bi Nur tampak bingung, pasalnya ia tahu bahwa Kirana merupakan tamu bawaan Arion, dan memang tamu yang harus ia hormati. Selain itu majikannya—Tyas, mengatakan untuk tidak menganggu Kirana, membuat Bi Nur takut apabila nanti tiba-tiba dimarahi. “Nggak deh Non, non lebih baik diam di sini aja. Non duduk manis aja ya,” ucap Bi Nur. Lagi, ia mengambil alih kantong belanjaan Kirana.
“Akhirnya aku menemukanmu Kiran!” ucap Aditya tanpa melepaskan pelukannya. Kirana sontak mendorong kasar dada Aditya, benar-benar terkejut! “Mas?” Pelukan itu terlepas. “ini di jalan Mas, tolong jaga batasan!” Kirana memundurkan langkah untuk memberi jarak, entah kenapa dekat seperti ini membuat hatinya was-was. Tak menyangka bahwa ia bertemu dengan mantan suami. “Kiran, maaf ….” Hanya kalimat itu yang keluar, Aditya justru mencekal lengan Kirana dengan lembut. Namun, Kirana yang memang sudah tak ada urusan dengan Aditya jelas risih. Ia hempaskan tangan Aditya yang mencekalnya. “Katakan apa keperluan Mas ke sini? Aku sedang terburu-buru.” Kirana menatap jalanan, berharap ada angkot yang lewat. “Kiran, aku menyesal. Maafkan aku,” ucap Aditya. Kirana melirik tatapan Aditya padanya entah kenapa berbeda. Kirana memilih diam, tatapannya langsung beralih ke jalan. “Kiran, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu hidup dalam aturan Ibu selama ini? Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalo Ibu
“Maaf Ibu, Kiran nggak bisa,” jawab Kirana setelah lama terdiam dalam pikirannya. “lagipula Ibu bakal ada pengganti aku kok. Mas Adi kan seminggu lagi bakal nikah,” katanya lagi mengingat ucapan Derina. “Apa?” Sontak Aditya dan Ningsih terkejut berbarengan. “Iya, dengan Derina kan Mas? Kalian secepatnya bakal nikah.”Aditya menggeleng, “Mana ada, Kiran. Aku—”“Selama ini pernikahan itulah yang Mas Adi mau. Sekarang semuanya terwujud, Mas Adi akan menikah dan menggantikan sosok aku nantinya.”“Tapi Ibu nggak mau dia, Kiran,” jawab Ningsih dengan bibir sedikit miring. Sengaja, dirinya kan tengah stroke, ah lebih tepatnya berpura-pura stroke, biar terlihat nyata. Semua ith ia lakukan agar Kirana percaya dan kembali ke rumahnya. “Ibu bakal punya pengganti aku. Bakal ada yang urus Ibu sama seperti aku yang mengurus Ibu dan Mas Adi. Maaf, Ibu … Kiran nggak bakal bisa ke sini lagi. Kiran … eum … udah punya kehidupan yang mesti Kiran jalani.”Dalam hati Ningsih mendengkus kesal. Kesal deng
“Bukannya ini jalan menuju kediaman Tuan Hengkara? Kenapa … kenapa alamatnya justru membawa ke sini?” tanya Aditya. Cukup lama berpikir sampai. “Kiran? Kau jadi pembantu di rumah Tuan Hengkara?”Kirana melebarkan pupil matanya, Aditya … menyadarinya? “Katakan Kiran, kamu jadi pembantunya Tuan Hengkara?”“Itu bukan masalah kamu, Mas!” Tangan Kirana yang ditahan segera mungkin Kirana lepas. Ia turun dari mobil. Aditya dia juga ikut-ikutan turun dari mobil. Entah apa masalahnya, namun sebelum mendengar kejujuran, sepertinua pria itu akan terus bertanya. “Kiran?” Aditya kembali menahan pergelangan tangan Kirana yang hendak berlari. Ia butuh jawaban. “Apa sih Mas? Emangnya kenapa kalau aku jadi pembantu Tuan Hengkara? Apa masalah bagimu?” ujar Kirana jengah. Ya, apa masalahnya kalau kenyataan begitu? Lalu mau apa Aditya? Menghinanya lagi? Tidak masalah, bukankah hinaan Aditya sudah biasa ia dengar? “Mau hina aku, iya?” lanjutnya dengan menghempaskan paksa tangannya yang lagi-lagi dicek
“Ceroboh sekali, sudah tau dah jadi mantan, malah deket-deket,” ucap Arion pada Kirana. “Nggak sengaja Ar, aku juga mana mau ketemu Mas Adi,” jawab Kirana. Kini keduanya pulang ke rumah tentu saja setelah permasalahan dengan Aditya telah terselesaikan oleh Arion. Arion, pria itu menegaskan pada Aditya untuk tidak mengganggu Kirana lagi. Jika mantan suaminya itu tetap bersikukuh mendekati Kirana maka konsekuensi akan dia dapati saat itu juga. Jelas jabatannya akan Arion turunkan, bukan lagi sebagai manager melainkan sebagai karyawan biasa. Ah, tidak, Arion akan keluarkan dia saat itu juga. “Cemburu ya?” tanya Kirana memberanikan diri bertanya. “Ha? Siapa? Aku?” tunjuknya pada dirinya sendiri. “mana ada, nggak tuh,” ucap Arion sedikit melirik. Kirana terkekeh kecil. Kalau tidak kenapa sekesal itu coba? Kalau tidak cemburu harusnya biasa saja kan? Kirana hanya tersenyum sedang Arion tampak bingung sendiri atas apa yang terjadi padanya. Entahlah, entah kenapa dirinya tiba-tiba begit
“Cieee … ekhm!” goda Tyas setelah apa yang dirinya lihat. Sudah menjadi kebiasaan memergoki cucunya itu, ia jadi senang menjahili. Tampak keterkejutan dari Arion, telinga pria itu memerah. “Cepet halalin makannya, biar tiap hari puas liatin!”Arion mendengkus kecil. “Oma baru bangun atau … hanya pura-pura?” tanya Arion. Pria itu sudah beralih duduk di dekat Tyas, pura-pura sedang mencari sesuatu untuk mengalihkan salah tingkahnya. “Kirana cantik ya?” Bukannya menjawab Tyas justru bertanya demikian. Ia bertanya dengan suara pelan takut Kirana terbangun. “Oma menjawab tidak sesuai apa yang Rion tanyakan. Oma sudah makan? Minum obat?” tanya Arion. Pria itu duduk, mengambil obat yang ada di meja nakas. Tyas tersenyum geli, terlihat sekali pria itu menutup malunya. “Ar … Oma kepengen cucu…,” rengek Tyas. Minta cucu sudah seperti minta dibelikan permen. Wanita satu ini emang agak berbeda, bukannya banyak istirahat malah banyak mau. Arion tak menjawab, sudah cukup kemauan Imanya itu i
“Kirana …,” ucap Ningsih dengan suara lirih. Tak kalah terkejutnya, Ningsih meneguk salivanya susah payah. Pun dengan Aditya yang juga sama terkejut. “Kiran …!” Ningsih langsung berlari menuju Kirana, memegang tangannya kemudian berkata, “Kiran, tolongin Adi, Kiran … tolong keluarin dia. Dia nggak bersalah. Sama sekali nggak!” kata Ningsih dengan berderai air mata. Kirana terkejut, bukan pada Aditya yang sekarang berada di penjara melainkan pada kaki Ningsih yang bisa bergerak. “Ibu tidak lumpuh?” tanya Kirana dengan raut tak percaya. Ningsih seketika terdiam, menatap kakinya yang ditatap pula Kirana. “Kiran … maafin Ibu ….” ujarnya dengan berderai air mata. “Maafin Ibu yang udah bohongin kamu. Maaf ….”Jantung Kirana berdegup sangat cepat. Jadi, selama ini … Ningsih hanya berpura-pura?“Ibu membohongiku selama ini? Bertahun lamanya? Kenapa, bu? Kenapa?!” teriak Kirana seakan benar-benar menjadi manusia terbodoh. Entah apa alasan Ningsih melakukan ini semua, namun selama menjadi
Ningsih terkejut, baru sadar bahwa ia tak memakai kursi roda sebagai alat kepura-puraannya. Selama ini baik kerabat, tetangga bahkan RT, RW sekalipun Ningsih selalu menerima bantuan berupa uang. Tak hanya itu orang-orang juga mengasihaninya sampai memberi beberapa hal seperti sembako dan kebutuhan lainnya. Walau memang tidak setiap bulan tapi Ningsih selalu diberi beberapa bansos tersebut. Dan sekarang ketika beberapa pasang mata menatap Ningsih membuat perempuan itu benar-benar gelagapan. “Bu saya--saya–”“Ooh ternyata begini kelakuan aslinya Bu Ningsih? Astaghfirullah….” Orang-orang yang ada di sana mengucap istighfar, namun ada beberapa orang pula yang langsung mengumpat tersebab marah. “ Dasar tidak tau malu! Pantas sekarang anaknya masuk penjara! Buah dari Karma emang nggak pernah jauh dari Ibunya!” kata tetangga yang memiliki mulut pedas. Hal itu jelas mengundang tatapan Ningsih. “Apa? Di penjara? Maksud kalian apa ya? Putra saya ada di rumah, mana ada masuk penjaraa!” kata
“Ini kesalahan kamu Adi! Andai saat itu kamu nggak cerai sama Kiran, mungkin semua ini nggak bakal kayak gini!” cecar Ningsih dengan marah yang terus berlanjut. Saat ini Aditya sudah pulang ke rumah dan ia malah disuguhi omelan Ningsih yang tidak ada henti-hentinya. “Bu, berhenti bawa-bawa nama Kirana! Dia udah nikah, bahagia dengan kehidupannya sekarang!” kata Aditya jengah. Ibunya itu selalu saja menyalahkan dirinya atas apa yang telah terjadi. Padahal sudah beberapa bulan berlalu tapi Ningsih tampaknya belum menerima keadaan ini. Wajar, Kirana yang apa-apa dijadikan layaknya babu, kini tampak sepi sebab tak ada pembantu. “Dan lagipula, Kirana berhak bahagia untuk sekarang dan seterusnya … sebab jika hidup kembali bersama kita, sudah dipastikan Ibu bakal jadikan dia pembantu.” “Heh, mana tau kamu bicara gitu hah?! Ibu—” “Bu, sudahlah… yang terjadi biarlah terjadi!” Ningsih menatap tajam sang anak, hah! Anak itu mana tau susahnya Ia jika harus bekerja rumah seorang diri! Mana t
Derina duduk manis di hadapan calon mertuanya. Ya, siapa lagi kalau bukan Ibunya Aditya. Namun, yang ditatap justru hanya menampilkan raut cueknya, terlihat sekali bahwa Ningsih enggan melihat Derina. “Bu, kedatangan Derina ke sini….”“Ibu udah tau!” jawab Ningsih memotong ucapan Aditya yang hendak mengeluarkan bicaranya. “Ibu tidak setuju!” ucapnya blak-blakan dengan wajah yang menatap Derina. “ibu butuh menantu yang bakal fokus ke rumah tangga, bukan ngejar karir seperti kamu!” ucapnya terang-terangan. “Ibu pengen yang seperti Kiran, nurut dan gak banyak tingkah!”Derina yang mendengarnya jelas marah, ia paling tidak suka jika harus dibanding-bandingkan. Dan secara terang-terangan orang di depannya ini membandingkan dirinya dengan Kirana. “Bu, ini tidak seperti yang ibu pikirkan. Derina seperti ini sebab—”“Tidak ada alasan apapun. Ibu tetap menolak!” Dalam diam Derina menahan gejolak amarahnya.Cih, lagipula siapa yang mau menjadi menantunya? Yang hanya dijadikan pembantu? Buka
“Sayang?” Kening Arion mengerut tatkala melihat dua orang yang sangat ia kenal. Tatapan matanya seketika langsung menajam. Aditya maupun Derina langsung tukar pandang, mendadak terkejut sebab ada Bosnya di sini. “Tuan Arion? Anda di sini?” tanya Derina ramah. Arion terkekeh lucu, memasukan tangan kanannya ke dalam saku celana. “Apa yang barusan kalian bicarakan dengan istri saya?” ucapnya berhasil membuat mata Derina maupun Aditya melebar. Apa katanya? Istri? “Tuan, A--anda tidak salah? Istri?”“Ah, tentu saja kalian tidak tau. Biar saya perjelas saja di sini. Kalian bisa melihat wanita yang ada di sisiku ini kan?” Arion menarik pinggang Kirana, dia menarik sudut bibirnya dalam memandang Derina apalagi terhadap Aditya. “Dia istri saya, kami sudah menikah yang mana tidak dipublikan.”“Mas?” Kirana mencubit pinggang Arion, kesal sekali kenapa suaminya itu malah membuka status mereka. “Kenapa sayang? Katakan, tadi mereka mengatakan apa tentangmu?” Mendengar pernyataan itu tangan A
Sudah 7 bulan berlalu, dan kini usia kandungan Kirana sudah memasuki 8 bulan lebih. Ada banyak hal yang dialami oleh ibu muda itu, namun untungnya Kirana mampu mengkondisikan keadaan tersebut dengan baik. Takut terjadi apa-apa pada si bayi, Kirana memilih lebih berhati-hati dalam hal apapun. “Sayang?”Arion dengan jas mewahnya, menghampiri Kirana yang saat ini tengah duduk di tepi ranjang. “Pakaikan mas dasi dong?”Kirana tersenyum tipis kala Arion duduk berhadapan padanya. Dengan penuh telaten Kirana memakaikan dasi pada leher sang suami.“Mas tampan tidak?” tanyanya. “Ya jelas tampan, Mas. Mas selalu tampan setiap hari.”“Beneran?”“Hmm.”Arion mendelik kecil. “kok gitu jawabnya? Cuman hhmm?”Kirana terdiam dari gerakannya sejenak. “Ya terus, harus jawab gimana? Kan aku udah jawab. Mas selalu tampan setiap hari….” Kirana mencubit pelan hidung Arion yang mancung, gemas sekali. “Kenapa sih? Jangan cemberut kayak gitu.” Kirana menegur, Arion itu lucu sekali dimatanya, jadi teringat
“Mas ini… ?”Kirana terperangah, ia tatap Arion dengan raut tidak percaya. Memberi kejelasan pada apa yang ia lihat dari ponsel Arion. Namun, seulas senyum hangat ia tujukan setelah melihat kembali wallpaper itu. “Ternyata Mas Ar diam-diam suka ambil foto Kiran ya?” ucap Kirana menatap foto yang menunjukkan dirinya sewaktu kecil. Wallpaper utama di ponsel Arion adalah dirinya, dan ia cukup terkejut akan hal itu. Sekarang Kirana percaya bahwa Arion memang benar-benar mencintainya. Tak hanya sebagian ucapan saja, melainkan memang benar-benar mencintainya. Kirana segera memeluk Arion dari samping, dan hal itu cukup terkejut untuk Arion. “Terima kasih ya, Mas. Makasih udah cinta sama Kiran, makasih udah ngertiin Kiran, makasih untuk ketulusan Mas dalam hubungan ini.”Usapan halus dirasa Kirana saat Arion mengusap rambutnya lembut. Arion tersenyum, kemudian ia cium ubun-ubun Kirana dengan gerakan pelan. “Semoga sampai di 7 kelahiran pun, kita tetap bersama-sama seperti inj. Dan semog
“Apa kamu tidak lelah Mas? Ada seseorang yang menunggumu di atas ranjang, tapi kau malah mencari ranjang hangat di orang lain,” ucap Kirana. Bertambah kerutan dikening Arion, pria itu menarik pelan bahu sang istri. “Apa maksudmu, Kiran? Kau menuduhku telah berselingkuh?”Kirana terdiam, bibirnya cemberut. Memalingkan wajah ke arah lain, Kirana justru ditarik oleh tangan Arion agar menatapnya. “Sudah berapa kali Mas bilang, cuma kamu wanita yang sekarang Mas cintai. Kenapa masih meragukannya?”“Aku nggak ragu! Hanya saja … seharian ini Mas memilih bersama Syera ketimbang istri sendiri. Wajar kan aku curiga?” Kirana membuang muka, bertambah cemberut lah bibirnya akan hal itu. Arion terkekeh. Melihat sisi kiri-kanan yang cukup masih ramai bisingnya orang-orang membuat Arion mengangkat Kirana ala koala, membawanya ke kamar agar leluasa berbicara satu-sama lain. Sedang perempuan itu terkejut, dengan cepat mengeratkan dalam memeluk leher Arion. “Tidak kusangka, seorang Kirana juga bisa
“Hendra? Kau di sini? Di mana Mas Arion?” tanya Kirana sehabis pulang dari sungai. Wanita itu memilih pulang ke penginapan, beristirahat dan tidur mungkin. “Tuan sedang ada urusan Nona, saya ditugaskan untuk menjaga Anda di luar sini.”Cih! Ada urusan? Dengan Syera maksdunya? “Oh.” Hanya itu yang keluar dibibirnya, Kirana memilih bodo amat dan masuk ke dalam penginapan. Hendra menatap cengo atas sikap yang ditujukan Kirana. Hanya oh? [Tuan, Nona sudah pulang barusan. Dia menanyakan Anda di mana, saya jawab sedang ada urusan. Tapi, Nona terlihat acuh tak acuh.]Hendra mengirimkan pesan tersebut pada Arion. Sebelum benar-benar berjaga di sini Hendra memang diperintahkan Arion untuk mengabari mengenai istrinya itu. Tadi saat Hendra ke sini ia mendapati kabar bahwa Kirana tidak ada dipenginapan, hal itu membuatnya berkabar pada Arion. Namun jawaban Arion cukup jelas, kabari jika Kirana sudah pulang. Untuk itulah Hendra langsung mengabari Arion mengenai kepulangan Kirana. [Kau tidak