“Bukannya ini jalan menuju kediaman Tuan Hengkara? Kenapa … kenapa alamatnya justru membawa ke sini?” tanya Aditya. Cukup lama berpikir sampai. “Kiran? Kau jadi pembantu di rumah Tuan Hengkara?”Kirana melebarkan pupil matanya, Aditya … menyadarinya? “Katakan Kiran, kamu jadi pembantunya Tuan Hengkara?”“Itu bukan masalah kamu, Mas!” Tangan Kirana yang ditahan segera mungkin Kirana lepas. Ia turun dari mobil. Aditya dia juga ikut-ikutan turun dari mobil. Entah apa masalahnya, namun sebelum mendengar kejujuran, sepertinua pria itu akan terus bertanya. “Kiran?” Aditya kembali menahan pergelangan tangan Kirana yang hendak berlari. Ia butuh jawaban. “Apa sih Mas? Emangnya kenapa kalau aku jadi pembantu Tuan Hengkara? Apa masalah bagimu?” ujar Kirana jengah. Ya, apa masalahnya kalau kenyataan begitu? Lalu mau apa Aditya? Menghinanya lagi? Tidak masalah, bukankah hinaan Aditya sudah biasa ia dengar? “Mau hina aku, iya?” lanjutnya dengan menghempaskan paksa tangannya yang lagi-lagi dicek
“Ceroboh sekali, sudah tau dah jadi mantan, malah deket-deket,” ucap Arion pada Kirana. “Nggak sengaja Ar, aku juga mana mau ketemu Mas Adi,” jawab Kirana. Kini keduanya pulang ke rumah tentu saja setelah permasalahan dengan Aditya telah terselesaikan oleh Arion. Arion, pria itu menegaskan pada Aditya untuk tidak mengganggu Kirana lagi. Jika mantan suaminya itu tetap bersikukuh mendekati Kirana maka konsekuensi akan dia dapati saat itu juga. Jelas jabatannya akan Arion turunkan, bukan lagi sebagai manager melainkan sebagai karyawan biasa. Ah, tidak, Arion akan keluarkan dia saat itu juga. “Cemburu ya?” tanya Kirana memberanikan diri bertanya. “Ha? Siapa? Aku?” tunjuknya pada dirinya sendiri. “mana ada, nggak tuh,” ucap Arion sedikit melirik. Kirana terkekeh kecil. Kalau tidak kenapa sekesal itu coba? Kalau tidak cemburu harusnya biasa saja kan? Kirana hanya tersenyum sedang Arion tampak bingung sendiri atas apa yang terjadi padanya. Entahlah, entah kenapa dirinya tiba-tiba begit
“Cieee … ekhm!” goda Tyas setelah apa yang dirinya lihat. Sudah menjadi kebiasaan memergoki cucunya itu, ia jadi senang menjahili. Tampak keterkejutan dari Arion, telinga pria itu memerah. “Cepet halalin makannya, biar tiap hari puas liatin!”Arion mendengkus kecil. “Oma baru bangun atau … hanya pura-pura?” tanya Arion. Pria itu sudah beralih duduk di dekat Tyas, pura-pura sedang mencari sesuatu untuk mengalihkan salah tingkahnya. “Kirana cantik ya?” Bukannya menjawab Tyas justru bertanya demikian. Ia bertanya dengan suara pelan takut Kirana terbangun. “Oma menjawab tidak sesuai apa yang Rion tanyakan. Oma sudah makan? Minum obat?” tanya Arion. Pria itu duduk, mengambil obat yang ada di meja nakas. Tyas tersenyum geli, terlihat sekali pria itu menutup malunya. “Ar … Oma kepengen cucu…,” rengek Tyas. Minta cucu sudah seperti minta dibelikan permen. Wanita satu ini emang agak berbeda, bukannya banyak istirahat malah banyak mau. Arion tak menjawab, sudah cukup kemauan Imanya itu i
2 hari yang lalu…“Penyakit gagal jantung yang dialami Ibu Tyas sudah memasuki stadium empat, hal ini sangat beresiko tinggi untuk jantungnya yang memompa semakin kecil. Hal itulah yang membuat Ibu Tyas sering mengalami sesak napas.” Penjelasan dari Dokter membuat Arion tercengang. Tidak pernah tau kalau ternyata Tyas memiliki penyakit yang begitu parah. “Apa Dok? Gagal jantung?”“Iya, apa sebelumnya Ibu Tyas tidak memberitahu mengenai penyakit ini?” tanya Dokter merasa heran. Arion menggeleng, darimana ia tau mengenai Tyas jika 5 tahun lamanya ia berada di luar negeri? Menempuh pendidikan di sana. Dan pun kerap kali Arion bertelpon dengan Tyas, wanita itu tak sekalipun membicarakan terkait penyakit. Kebenaran ini benar-benar disembunyikan olehnya. “Sudah 4 tahun lamanya Ibu Tyas mengalami sakit ini, dan pun setiap bulan ia rutin ke sini.”Arion terdiam, mencerna atas apa yang dialami Tyas. 4 tahun? Selama itu Tyas menahannya seorang diri tanpa memberitahunya? Arion tak bisa berka
Saat ucapan ijab qobul itu terdengar saat itu pula Kirana meluruhkan tangisnya. Tak pernah terbesit dalam pikirannya bahwa ia akan menikah lagi dengan seseorang. Seseorang dari masa lalunya, teman baiknya, laki-laki pilihan Allah. Entah harus mengucap syukur bagaimana lagi, tapi Kirana benar-benar bersyukur sekaligus terharu setelah pengucapan ijab qobul itu. Ah, Kirana rasanya ingin berlari ke makam Ayah dan Ibunya, berlari untuk mengatakan bahwa ia telah menikah dengan anak kesayangan mereka. Ya, Kirana sempat ingat sewaktu mereka kecil dulu. Hamza, sering sekali memanjakan Arion, apapun pasti diberi, tidak membedakan antara orang dari kota atau desa, apapun yang Kirana inginkan pasti Arion juga mendapatinya. Sempat ingat juga perkataan Hamza dahulu. “Bagaimana ya jika putri kita dengan putra Anda berjodoh? Mungkin setiap harinya pasti bertengkar.” Ucapan itu, ucapan yang dulunya tak dimengerti oleh Kirana, sekarang dapat ia pahami. Bahwa mungkin inilah jawaban Tuhan untuknya. “
“Oma?” ucap keduanya berbarengan. Terkejut? Tentu saja! “Oma sudah sadar?” Arion langsung beranjak berdiri, menatap Tyas yang tersenyum tipis. “Kalo nggak sadar mana ada Oma jawab ucapan kalian yang sama-sama kaku ini?” ucap Tyas. Seperti biasa, perempuan ini agak berbeda. Bukannya mengeluh sakit atau minta apa, Tyas justru berbicara dengan cukup blak-blakan dan bercandaan. “Kalian udah nikah?” tanya Tyas diangguki Kirana. “Seperti yang Oma mau, Rion turuti kemauan Oma. Sekarang kurang apalagi Rion buat Oma, hm? Sekarang Oma fokus kesehatan Oma, jangan banyak pikiran sana-sini,” kata Arion. “Masih ada yang kurang lah, baru Oma bisa benar-benar sehat!” ucap Tyas. Arion menghela napas panjang, sekarang apalagi yang Omanya mau ini? “Oma kepengen cucu! Berikan Oma cucu kembar!”Arion menghela napas panjang, tidak salah duga pasti Tyas akan mengatakan keinginan yang satu ini. “Nanti Rion usahakan.” Hanya itu yang Arion katakan, sejujurnya ia belum terbiasa dengan pernikahan dadakan
Tidak ada yang baik-baik saja setelah merasakan kehilangan. Apalagi kehilangan atas orang-orang terkasih kita. Seperti saat ini, kehilangan Tyas atas nama kepergian membuat Arion terpuruk. Pria itu menyendirikan diri di kamar. Menguncinya tanpa mau ada orang yang masuk. Setelah proses penguburan selesai, Arion tak banyak bicara, apalagi menjawab pertanyaan yang sempat ditanyakan orang-orang padanya. Moodnya hilang, benar-benar tak berselera untuk melakukan apapun. ***Kirana menatap pintu ruang kamar Arion dengan sendu. Dari sore hingga malam pintu itu tidak terbuka sama sekali, pun saat pagi ini menjelang, Arion juga belum membukanya membuat Kirana khawatir akan keadaan Arion. Kirana tau bagaimana sakitnya ditinggal pergi, pun, Kirana mengerti bagaimana perasaan Arion saat ini, suaminya itu pasti amat sedih. Tinggal bersama Tyas, dijaga sama Tyas bahkan dibesarkan oleh Tyas dari kecil tak mampu membuat Arion akan menerimanya begitu saja, pria itu pasti butuh waktu untuk beberapa h
Di belakang mobil itu Kirana mematung, memandangi keduanya yang sama-sama keluar dari dalam mobil. Entah kenapa tapi … ada rasa sakit di dalam hatinya melihat pemandangan seperti ini. Apalagi setelah melihat wanita yang tidak Kirana ketahui, namun mampu memikat mata apabila ditatap. Kirana tidak bohong, wanita yang keluar dari dalam mobil tersebut berpakaian seksi, namun tidak pula seksi seperti wanita murahan pada umumnya. Rambut yang tergerai indah dengan badan yang cukup tinggi. Jika disandingakn dengan Arion… malah sangat cocok. Kirana tidak bohong, sebagai wanita ia suka dalam melihatnya apalagi untuk laki-laki. “Di sini, Pak?” Pertanyaan dari wanita itu diangguki Arion. “Ikuti saya.”Keduanya berlalu meninggalkan Kirana, padahal kala itu Arion sempat melihat ke belakang, melihat adanya Kirana yang terdiam mematung. Pun dengan wanita itu. Kirana merasakan sesak di dadanya. Namun dengan cepat ia berusaha tersenyum. Tidak! Dirinya tidak boleh berprasangka buruk terlebih dahulu
“Mas ini… ?”Kirana terperangah, ia tatap Arion dengan raut tidak percaya. Memberi kejelasan pada apa yang ia lihat dari ponsel Arion. Namun, seulas senyum hangat ia tujukan setelah melihat kembali wallpaper itu. “Ternyata Mas Ar diam-diam suka ambil foto Kiran ya?” ucap Kirana menatap foto yang menunjukkan dirinya sewaktu kecil. Wallpaper utama di ponsel Arion adalah dirinya, dan ia cukup terkejut akan hal itu. Sekarang Kirana percaya bahwa Arion memang benar-benar mencintainya. Tak hanya sebagian ucapan saja, melainkan memang benar-benar mencintainya. Kirana segera memeluk Arion dari samping, dan hal itu cukup terkejut untuk Arion. “Terima kasih ya, Mas. Makasih udah cinta sama Kiran, makasih udah ngertiin Kiran, makasih untuk ketulusan Mas dalam hubungan ini.”Usapan halus dirasa Kirana saat Arion mengusap rambutnya lembut. Arion tersenyum, kemudian ia cium ubun-ubun Kirana dengan gerakan pelan. “Semoga sampai di 7 kelahiran pun, kita tetap bersama-sama seperti inj. Dan semog
“Apa kamu tidak lelah Mas? Ada seseorang yang menunggumu di atas ranjang, tapi kau malah mencari ranjang hangat di orang lain,” ucap Kirana. Bertambah kerutan dikening Arion, pria itu menarik pelan bahu sang istri. “Apa maksudmu, Kiran? Kau menuduhku telah berselingkuh?”Kirana terdiam, bibirnya cemberut. Memalingkan wajah ke arah lain, Kirana justru ditarik oleh tangan Arion agar menatapnya. “Sudah berapa kali Mas bilang, cuma kamu wanita yang sekarang Mas cintai. Kenapa masih meragukannya?”“Aku nggak ragu! Hanya saja … seharian ini Mas memilih bersama Syera ketimbang istri sendiri. Wajar kan aku curiga?” Kirana membuang muka, bertambah cemberut lah bibirnya akan hal itu. Arion terkekeh. Melihat sisi kiri-kanan yang cukup masih ramai bisingnya orang-orang membuat Arion mengangkat Kirana ala koala, membawanya ke kamar agar leluasa berbicara satu-sama lain. Sedang perempuan itu terkejut, dengan cepat mengeratkan dalam memeluk leher Arion. “Tidak kusangka, seorang Kirana juga bisa
“Hendra? Kau di sini? Di mana Mas Arion?” tanya Kirana sehabis pulang dari sungai. Wanita itu memilih pulang ke penginapan, beristirahat dan tidur mungkin. “Tuan sedang ada urusan Nona, saya ditugaskan untuk menjaga Anda di luar sini.”Cih! Ada urusan? Dengan Syera maksdunya? “Oh.” Hanya itu yang keluar dibibirnya, Kirana memilih bodo amat dan masuk ke dalam penginapan. Hendra menatap cengo atas sikap yang ditujukan Kirana. Hanya oh? [Tuan, Nona sudah pulang barusan. Dia menanyakan Anda di mana, saya jawab sedang ada urusan. Tapi, Nona terlihat acuh tak acuh.]Hendra mengirimkan pesan tersebut pada Arion. Sebelum benar-benar berjaga di sini Hendra memang diperintahkan Arion untuk mengabari mengenai istrinya itu. Tadi saat Hendra ke sini ia mendapati kabar bahwa Kirana tidak ada dipenginapan, hal itu membuatnya berkabar pada Arion. Namun jawaban Arion cukup jelas, kabari jika Kirana sudah pulang. Untuk itulah Hendra langsung mengabari Arion mengenai kepulangan Kirana. [Kau tidak
“Katakan, ada hal apa yang ingin kamu bicarakan, Ray?” tanya Kirana menghela napas panjang. Sorot matanya menatap sungai yang tampak jernih. Setelah mendengar ucapan Rayyan barusan membuat Kirana mengurungkan niat untuk pergi. Mengenai Arion, pria itu cukup membuatnya kecewa. “Kiran, kamu ingat saat kita berumur 10 tahun tidak? Saat kita masih bersama-sama? Saat keluarga kita masih lengkap? Saat di mana aku menyatakan perasaan dan berjanji akan menikahimu kelak dewasa nanti? Kamu masih ingat?” tanya Rayyan. Kirana terdiam, tidak mungkin tidak ia lupakan kenangan terdahulu. Walau sudah lama tertinggal namun kenangan yang ada di desa tidak akan pernah ia bisa lupakan. “Heeum, aku masih mengingatnya.”Rayyan tersenyum tipis. “Aku ingin menepatinya, pada Bapak, pada Ibu, dan pada kamu. Aku ingin menepati janji itu. Tapi … aku tak menyangka kalau ternyata kamu sudah menikah.” Rayyan menghela napas panjang, ada rasa sesak yang tidak bisa ia jelaskan. Orang yang ia cintai sudah menikah.
“Morning kiss.”Cup! Mata Kirana mengerjap saat bibirnya merasakan kenyalan halus. Perempuan itu membuka mata mendapati sosok suami yang ada di depan wajahnya. Langsung terkejut, hal itu membuat Arion tertawa lucu. “Udah bangun?”“Mas?”Untuk sekali lagi Arion mencium Kirana, namun kali ini tidak di bibir melainkan di kedua pipi Kirana.Pipi Kirana bersemu merah, mendadak malu saat ia rasakan kenyalan lembut yang menempel cukup lama. Aih, baru saja kemarin malam keduanya melakukan hak suami-istri, pagi ini Kirana dibuat meremang kembali oleh tingkahnya yang kelewat batas ini. “Mas, aku belum mandi. Mas udah mandi aja,” ucap Kirana merasa malu. Harum maskulin Arion memenuhi indra penciumannya, apalagi rambut basah Arion yang menyentuh kulitnya. Bertambah dag dig dug lah jantungnya akan hal ini. “Nggak papa, Mas suka.”Kirana menggigit bibir bawahnya, aneh, padahal Arion tipekal laki-laki yang suka bersih, rapi dan jelas wangi. Tapi malam itu dan sekarang, suaminya ini seakan tak me
“Sentuh aku jika kamu mencintai aku, Mas,” kata Kirana sekali lagi. “namun jika dalam lima menit ini kau tak mampu untuk melakukannya … silahkan ceraikan aku!”Kirana terkekeh kembali, baiklah. Melihat keterdiaman seperti ini membuatnya tau akan jawaban Arion. Kirana hendak melangkah pergi namun tiba-tiba… Sreg! Kirana melotot terkejut saat sisi pinggangnya Arion tarik dalam sekali tarikan. Refleks dada Kirana terbentur halus dengan dada Arion. Mendadak mati kutu, Kirana dibuat jantungkan akan Arion yang menatapnya penuh dalam. “Mas….” “Jadi, ini pilihan kamu?” tanya Arion. “kalau begitu aku akan menjawab pilihanku juga Kirana….” Arion merapatkan tubuhnya, membisik tepat di telinga Kirana. “Kamu ingin memiliki anak berapa? Satu, dua? Lima atau sepuluh?”Deg! “Mas!” Kirana refleks mendorong dada Arion, namun tenaga Arion yang menahannya cukup keras membuat Kirana tidak bisa melerai pelukan itu. “Kenapa? Kamu bilang kalau aku menyentuhmu … artinya aku mencintai kamu, kan? Lalu
“Kiran? Aku menyukaimu!” teriak Rayyan mengundang tatapan mata. Pria itu terkekeh melihat raut wajah Kirana yang berubah terkejut. Kirana menggeleng, tangannya berkacak pinggang. Di hadapan Bapak, Ibunya, di hadapan temannya, Rayyan yang saat itu berumur 10 tahun secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya. Hal itu jelas saja membuat orang-orang yang mendengarnya tertawa. Anak yang baru berumur 10 tahun tau apa soal cinta coba? Memang dasarnya anak zaman sekarang, tidak kenal umur. “Belajar yang bener dulu! Kalo udah dewasa dan jadi orang sukses baru bisa menikah dengan anak Bapak,” ucap Hamza. “Kamu ini Ray, masih kecil udah main cinta-cintaan!” Surya—Ayahnya Ray ikut menyahut. Tertawa menggeleng atas tingkah putranya itu. “Ya emangnya kenapa kalau Ray suka sama Kiran?”“Gak ada yang salah, yang salah kamu masih kecil. Sangat kecil,” ucap Surya membenarkan. “Heeum, perasaan baru kemarin kan Ray disunatan? Udah mikirin cinta.” Gelak tawa terdengar saat Hamza berkata demikia
“Penginapannya memang ada segini, Pak. Yang lain sudah penuh, karena kebetulan banyak dari kota yang datang ke sini,” ucap Syera memperjelaskan. “Penginapan ini milik Rayyan?” tanyanya. Seketika Kirana yang ada di samping melirik. “Iya, semua penginapan sini memang milik Pak Rayyan,” balas Syera. “tapi kalau Bapak mau menginap di rumah saya—”“Saya tidak akan pernah mau menginap di rumah Syera! Bagaimana pun keadaannya!” ucap Kirana memotong. Wajahnya menjadi datar, apa-apaan maksudnya coba? Menginap di rumahnya? Hah, bilang saja mau menggoda suaminya kan? “Tapi ini pemiliknya Rayyan, Kiran.”“Terus? Apa masalahnya? Mas tetep milih menginap di rumah Syera?”Arion bukannya ingin hanya saja ia tak terima jika harus bermalam di rumah penginapan. Mana milik Rayyan lagi. Ya, setelah kejadian tadi membuat Arion sedikitnya tak suka terhadap Rayyan. Hal itulah mempengaruhi moodnya yang tidak ingin menggunakan fasilitas apapun milik Rayyan. Termasuk hari ini yang akan bermalam, Arion masih
Arion menatap tajam sang lawan, sedangkan yang ditatap juga tak kalah tajam dalam menatap. Sampai suara helaan napas dari Kirana tampak terdengar berat. “Hentikan pertikaian diantara kalian. Mari saling maaf-memaafkan!”“Tidak!” ucap keduanya berbarengan. “Ya udah, terserah!” ucap Kirana menopang dagu. Pandangan matanya jatuh pada kebun yang dipenuhi tanaman. Saat ini ketiganya berada di kedai makan, dengan pemandangan di depan yang disuguhi sebuah kebun, tampak asri. Dipinggirnya ada sawah, tanaman padi yang hijau mulai menguning pertanda menjelang musim. Setelah pertikaian tadi di tengah jalan akhirnya Kirana memutuskan untuk membawa kedua laki-laki itu untuk berbicara satu-sama lain. Namun tampaknya argumen itu tidak didengar oleh keduanya,terbukti bahwa tatapan dingin tak bersahabat itu saling bertemu. Padahal niat Kirana baik,tak lebih untuk mengenang masalalu dahulu. Tidak salah bukan? Kirana hanya ingin seperti dulu, saling berteman, mengobrol dan bercanda. “Kirana, aku but