Tidak ada yang baik-baik saja setelah merasakan kehilangan. Apalagi kehilangan atas orang-orang terkasih kita. Seperti saat ini, kehilangan Tyas atas nama kepergian membuat Arion terpuruk. Pria itu menyendirikan diri di kamar. Menguncinya tanpa mau ada orang yang masuk. Setelah proses penguburan selesai, Arion tak banyak bicara, apalagi menjawab pertanyaan yang sempat ditanyakan orang-orang padanya. Moodnya hilang, benar-benar tak berselera untuk melakukan apapun. ***Kirana menatap pintu ruang kamar Arion dengan sendu. Dari sore hingga malam pintu itu tidak terbuka sama sekali, pun saat pagi ini menjelang, Arion juga belum membukanya membuat Kirana khawatir akan keadaan Arion. Kirana tau bagaimana sakitnya ditinggal pergi, pun, Kirana mengerti bagaimana perasaan Arion saat ini, suaminya itu pasti amat sedih. Tinggal bersama Tyas, dijaga sama Tyas bahkan dibesarkan oleh Tyas dari kecil tak mampu membuat Arion akan menerimanya begitu saja, pria itu pasti butuh waktu untuk beberapa h
Di belakang mobil itu Kirana mematung, memandangi keduanya yang sama-sama keluar dari dalam mobil. Entah kenapa tapi … ada rasa sakit di dalam hatinya melihat pemandangan seperti ini. Apalagi setelah melihat wanita yang tidak Kirana ketahui, namun mampu memikat mata apabila ditatap. Kirana tidak bohong, wanita yang keluar dari dalam mobil tersebut berpakaian seksi, namun tidak pula seksi seperti wanita murahan pada umumnya. Rambut yang tergerai indah dengan badan yang cukup tinggi. Jika disandingakn dengan Arion… malah sangat cocok. Kirana tidak bohong, sebagai wanita ia suka dalam melihatnya apalagi untuk laki-laki. “Di sini, Pak?” Pertanyaan dari wanita itu diangguki Arion. “Ikuti saya.”Keduanya berlalu meninggalkan Kirana, padahal kala itu Arion sempat melihat ke belakang, melihat adanya Kirana yang terdiam mematung. Pun dengan wanita itu. Kirana merasakan sesak di dadanya. Namun dengan cepat ia berusaha tersenyum. Tidak! Dirinya tidak boleh berprasangka buruk terlebih dahulu
“Saya bercanda, saya hanya ingin melihat kamu berisi. Itu saja.” Arion kembali berucap, ia tersenyum tipis. “Mas suka yang gendut?” “Saya bilang berisi lho, bukan gendut.” Kirana melirik, berisi dan gendut bukannya sama saja? Yang membedakannya cuman dari katanya saja. Kirana menatap dirinya, dari dulu hingga sekarang tubuhnya memang seperti ini. Tidak terlalu kurus tidak pula gendut. Sedang-sedang saja lah. “Perasaan aku juga nggak kecil-kecil amat, Mas.” Arion tersenyum kembali, ia memasukan nasi ke dalam mulut. “Tidak usah dipikirkan lagian saya hanya bercanda.” Walau bercanda namun untuk Kirana jelas itu menjadi suatu hal yang ia pikirkan. “Saya sudah selesai, saya akan ke atas.” “Mas?” Kirana dengan cepat menahan tangan Arion, keduanya saling pandang. “Maaf—” Kirana menjeda, menjauhkan tangannya dari sentuhan sang suami. “aku cuma mau tanya. Itu … eum ….” Kirana hendak bertanya namun ia ragu. Arion menaikan satu alisnya. “Ada apa?” “Itu … aku … gak ja
“Tuan Arion?” Suara Kirana memanggil, hal itu sontak membuat Arion mengernyit. “Tuan?” ulang Arion. Terlihat kerutan didahinya. Kirana berdehem menetralkan degup jantungnya yang berdetak. Untuk sekarang hingga nanti, Kirana berjanji tidak akan membawa hati dalam hal apapun. Ya, setelah mendengar semuanya ia sudah bertekad tidak akan mencintai siapapun, termasuk Arion. “Saya rasa sangat tidak sopan jika harus memanggil selain Tuan, jadi saya panggil Tuan saja.”“Mas saja, bukannya itu lebih baik?”Kirana menggeleng. “Status sosial kita bahkan jauh berbeda, Tuan. Siapa saya berani memanggil Tuan seperti itu?”Kening Arion benar-benar mengernyit. “Kiran—”“Saya ingin tidur, eum … apa harus di kamar Tuan atau di kamar sendiri?” tanyanya. Kirana memang berada di kamar Arion saat ini hanya saja ia butuh jawaban untuk hal ini. Keduanya memang sudah menikah namun untuk perkara ini ia butuh izin. Barangkali Arion ingin tidur sendiri kan? Atau jikapun bersama Kirana tak akan menolak. Arion
Pagi ini Kirana dibuat melamun di kamarnya. Ia terdiam menatap langit-langit dinding, menatap jam yang bergerak sesuai detakannya. Dari apa yang Kirana amati itu, ia berpikir bahwa hidup tidak berhenti di satu titik. Ada halnya hidup berputar layaknya jarum jam. Antara bertahan atau tidak, jika waktunya masih terus berjalan maka tak ada alasan untuk dirinya berhenti. Ya, seperti itulah hidup. Sebesar apapun sedih kita, bahagia kita, kekecewaan kita, hidup akan terus berjalan dan berputar seiring waktu. Ada satu hal yang membuat pikiran Kirana terbuka. Bahwa sosoknya yang lemah bisa berubah jadi sosok wanita yang tangguh. Tak lagi menggantungkan hidupnya di kaki orang lain, melainkan berdiri di kakinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Kirana terbangun dari baringannya. Berpikir bahwa ia harus punya masa depan sendiri. Cita-cita, harapan, impian … dirinya harus punya itu! Jika dulu ia tak mampu mewujudkan sebab sudah menikah sekarang ia bisa melanjutkan impian itu bukan? Walau seb
Tak serta merta Kirana ingin bekerja tersebab ia tak ingin menjadi beban Arion dikemudian hari. Andai kata Arion memang tak pernah mencintainya, atau mungkin pernikahannya yang tak berujung bahagia. Atau … bisajadi tiba-tiba mereka memilih berpisah? Kirana tidak ingin hidup dalam kesengsaraan sekalipun nanti harus berpisah. Ia ingin hidup bahagia, mandiri dan punya penghasilan sendiri. Itu saja. Lalu letak salahnya apa? Sehingga Arion justru menolak untuk dirinya bekerja? “Kiran, saya tidak akan mengizinkan kamu untuk bekerja. Itu keputusan saya!” “Kenapa? Alasannya?”“Karena saya tidak suka melihat wanita bekerja. Itu bukan tanggung jawab seorang wanita!” Kirana terdiam, perkataan Arion memang tidak salah. Sosok Arion adalah pria yang menghargai wanita, sehingga baginya wanita adalah suatu hal yang perlu ia jaga. Untuk ini Kirana benar-benar dibuat bersyukur menemukan sosok laki-laki seperti ini. Bisa mengerti perempuan tanpa mereka suruh. Berlaku baik dan menghargai keberadaann
Tak pernah lepas dari senyum dibibir. Kirana menatap sebuah foto yang tampak usang. Sudah memutih, lebur dan tak jelas. Namun, meskipun begitu kenangan di dalamnya tidak bisa Kirana lupakan. Sebab foto inilah satu-satunya pengobat hati kerap kali rindu menyapa. Yap, foto ini berisi dirinya, Mamanya dan Ayahnya. Keluarga lengkap, harmonis dan bahagia. Sebelum kemudian bahagia itu harus terengut sebab bencana yang tak pernah diinginkan. “Kiran rindu kalian. Ibu, Bapak … Kiran rindu kalian ….” Tak terasa air mata Kirana jatuh menetes. Memeluk foto usang tersebut dengan penuh kerinduan. Menunduk lirih, Kirana benar-benar merindukan mereka. “Tidak mungkin rasanya jika kalian masih hidup, kan? Tapi … bolehkah ada harapan untukku? Bahwa nyatanya kalian masih hidup? Kiran benar-benar rindu kalian …,” ucapnya mulai sesegukan. Dengan cepat Kirana hapus air matanya tatkala sebuah suara sepatu terdengar mendekat. Kirana terpaku, dengan cepat menyimpan foto tersebut ke dalam tas berukuran besar
Ada satu hal yang tidak Arion mengerti, mengenai sikap Kirana yang benar-benar berbeda. Terasa dingin dan asing. Seperti pagi ini, selepas bangun Arion mendapati kulitnya yang memerah, ah, teringat akan malam ini ia tak bisa tidur. Selain merasakan gatal yang entah karena apa, Arion pula dibuat gerah sebab dikamar ini nyatanya tidak ada AC. Mungkin hal ini menjadi alasan kenapa Arion merasakan tubuhnya gatal, tersebab tidak biasa tidur dengan tubuh yang gerah karena keringat. Pagi itu pula Arion melihat ada olesan salep yang menutup kulitnya, Arion tau pasti Kirana mengoleskannya saat ia tertidur tadi. Arion menelusuri ruangan, tak ia dapati sosok Kirana. Kemana perempuan itu? Tring! Sebuah suara masuk di ponsel Arion, membuat pria itu mengambil ponselnya. Syera. [Pak, bagaimana? Apa Bapak mengizinkannya?] Satu pesan terlihat muncul di layar utama, membuat Arion mengernyit. Ada 3 pesan yang belum ia buka membuat Arion melihat semua isi pesan yang dikirim Syera. [Pak, untuk per
“Kirana …,” ucap Ningsih dengan suara lirih. Tak kalah terkejutnya, Ningsih meneguk salivanya susah payah. Pun dengan Aditya yang juga sama terkejut. “Kiran …!” Ningsih langsung berlari menuju Kirana, memegang tangannya kemudian berkata, “Kiran, tolongin Adi, Kiran … tolong keluarin dia. Dia nggak bersalah. Sama sekali nggak!” kata Ningsih dengan berderai air mata. Kirana terkejut, bukan pada Aditya yang sekarang berada di penjara melainkan pada kaki Ningsih yang bisa bergerak. “Ibu tidak lumpuh?” tanya Kirana dengan raut tak percaya. Ningsih seketika terdiam, menatap kakinya yang ditatap pula Kirana. “Kiran … maafin Ibu ….” ujarnya dengan berderai air mata. “Maafin Ibu yang udah bohongin kamu. Maaf ….”Jantung Kirana berdegup sangat cepat. Jadi, selama ini … Ningsih hanya berpura-pura?“Ibu membohongiku selama ini? Bertahun lamanya? Kenapa, bu? Kenapa?!” teriak Kirana seakan benar-benar menjadi manusia terbodoh. Entah apa alasan Ningsih melakukan ini semua, namun selama menjadi
Ningsih terkejut, baru sadar bahwa ia tak memakai kursi roda sebagai alat kepura-puraannya. Selama ini baik kerabat, tetangga bahkan RT, RW sekalipun Ningsih selalu menerima bantuan berupa uang. Tak hanya itu orang-orang juga mengasihaninya sampai memberi beberapa hal seperti sembako dan kebutuhan lainnya. Walau memang tidak setiap bulan tapi Ningsih selalu diberi beberapa bansos tersebut. Dan sekarang ketika beberapa pasang mata menatap Ningsih membuat perempuan itu benar-benar gelagapan. “Bu saya--saya–”“Ooh ternyata begini kelakuan aslinya Bu Ningsih? Astaghfirullah….” Orang-orang yang ada di sana mengucap istighfar, namun ada beberapa orang pula yang langsung mengumpat tersebab marah. “ Dasar tidak tau malu! Pantas sekarang anaknya masuk penjara! Buah dari Karma emang nggak pernah jauh dari Ibunya!” kata tetangga yang memiliki mulut pedas. Hal itu jelas mengundang tatapan Ningsih. “Apa? Di penjara? Maksud kalian apa ya? Putra saya ada di rumah, mana ada masuk penjaraa!” kata
“Ini kesalahan kamu Adi! Andai saat itu kamu nggak cerai sama Kiran, mungkin semua ini nggak bakal kayak gini!” cecar Ningsih dengan marah yang terus berlanjut. Saat ini Aditya sudah pulang ke rumah dan ia malah disuguhi omelan Ningsih yang tidak ada henti-hentinya. “Bu, berhenti bawa-bawa nama Kirana! Dia udah nikah, bahagia dengan kehidupannya sekarang!” kata Aditya jengah. Ibunya itu selalu saja menyalahkan dirinya atas apa yang telah terjadi. Padahal sudah beberapa bulan berlalu tapi Ningsih tampaknya belum menerima keadaan ini. Wajar, Kirana yang apa-apa dijadikan layaknya babu, kini tampak sepi sebab tak ada pembantu. “Dan lagipula, Kirana berhak bahagia untuk sekarang dan seterusnya … sebab jika hidup kembali bersama kita, sudah dipastikan Ibu bakal jadikan dia pembantu.” “Heh, mana tau kamu bicara gitu hah?! Ibu—” “Bu, sudahlah… yang terjadi biarlah terjadi!” Ningsih menatap tajam sang anak, hah! Anak itu mana tau susahnya Ia jika harus bekerja rumah seorang diri! Mana t
Derina duduk manis di hadapan calon mertuanya. Ya, siapa lagi kalau bukan Ibunya Aditya. Namun, yang ditatap justru hanya menampilkan raut cueknya, terlihat sekali bahwa Ningsih enggan melihat Derina. “Bu, kedatangan Derina ke sini….”“Ibu udah tau!” jawab Ningsih memotong ucapan Aditya yang hendak mengeluarkan bicaranya. “Ibu tidak setuju!” ucapnya blak-blakan dengan wajah yang menatap Derina. “ibu butuh menantu yang bakal fokus ke rumah tangga, bukan ngejar karir seperti kamu!” ucapnya terang-terangan. “Ibu pengen yang seperti Kiran, nurut dan gak banyak tingkah!”Derina yang mendengarnya jelas marah, ia paling tidak suka jika harus dibanding-bandingkan. Dan secara terang-terangan orang di depannya ini membandingkan dirinya dengan Kirana. “Bu, ini tidak seperti yang ibu pikirkan. Derina seperti ini sebab—”“Tidak ada alasan apapun. Ibu tetap menolak!” Dalam diam Derina menahan gejolak amarahnya.Cih, lagipula siapa yang mau menjadi menantunya? Yang hanya dijadikan pembantu? Buka
“Sayang?” Kening Arion mengerut tatkala melihat dua orang yang sangat ia kenal. Tatapan matanya seketika langsung menajam. Aditya maupun Derina langsung tukar pandang, mendadak terkejut sebab ada Bosnya di sini. “Tuan Arion? Anda di sini?” tanya Derina ramah. Arion terkekeh lucu, memasukan tangan kanannya ke dalam saku celana. “Apa yang barusan kalian bicarakan dengan istri saya?” ucapnya berhasil membuat mata Derina maupun Aditya melebar. Apa katanya? Istri? “Tuan, A--anda tidak salah? Istri?”“Ah, tentu saja kalian tidak tau. Biar saya perjelas saja di sini. Kalian bisa melihat wanita yang ada di sisiku ini kan?” Arion menarik pinggang Kirana, dia menarik sudut bibirnya dalam memandang Derina apalagi terhadap Aditya. “Dia istri saya, kami sudah menikah yang mana tidak dipublikan.”“Mas?” Kirana mencubit pinggang Arion, kesal sekali kenapa suaminya itu malah membuka status mereka. “Kenapa sayang? Katakan, tadi mereka mengatakan apa tentangmu?” Mendengar pernyataan itu tangan A
Sudah 7 bulan berlalu, dan kini usia kandungan Kirana sudah memasuki 8 bulan lebih. Ada banyak hal yang dialami oleh ibu muda itu, namun untungnya Kirana mampu mengkondisikan keadaan tersebut dengan baik. Takut terjadi apa-apa pada si bayi, Kirana memilih lebih berhati-hati dalam hal apapun. “Sayang?”Arion dengan jas mewahnya, menghampiri Kirana yang saat ini tengah duduk di tepi ranjang. “Pakaikan mas dasi dong?”Kirana tersenyum tipis kala Arion duduk berhadapan padanya. Dengan penuh telaten Kirana memakaikan dasi pada leher sang suami.“Mas tampan tidak?” tanyanya. “Ya jelas tampan, Mas. Mas selalu tampan setiap hari.”“Beneran?”“Hmm.”Arion mendelik kecil. “kok gitu jawabnya? Cuman hhmm?”Kirana terdiam dari gerakannya sejenak. “Ya terus, harus jawab gimana? Kan aku udah jawab. Mas selalu tampan setiap hari….” Kirana mencubit pelan hidung Arion yang mancung, gemas sekali. “Kenapa sih? Jangan cemberut kayak gitu.” Kirana menegur, Arion itu lucu sekali dimatanya, jadi teringat
“Mas ini… ?”Kirana terperangah, ia tatap Arion dengan raut tidak percaya. Memberi kejelasan pada apa yang ia lihat dari ponsel Arion. Namun, seulas senyum hangat ia tujukan setelah melihat kembali wallpaper itu. “Ternyata Mas Ar diam-diam suka ambil foto Kiran ya?” ucap Kirana menatap foto yang menunjukkan dirinya sewaktu kecil. Wallpaper utama di ponsel Arion adalah dirinya, dan ia cukup terkejut akan hal itu. Sekarang Kirana percaya bahwa Arion memang benar-benar mencintainya. Tak hanya sebagian ucapan saja, melainkan memang benar-benar mencintainya. Kirana segera memeluk Arion dari samping, dan hal itu cukup terkejut untuk Arion. “Terima kasih ya, Mas. Makasih udah cinta sama Kiran, makasih udah ngertiin Kiran, makasih untuk ketulusan Mas dalam hubungan ini.”Usapan halus dirasa Kirana saat Arion mengusap rambutnya lembut. Arion tersenyum, kemudian ia cium ubun-ubun Kirana dengan gerakan pelan. “Semoga sampai di 7 kelahiran pun, kita tetap bersama-sama seperti inj. Dan semog
“Apa kamu tidak lelah Mas? Ada seseorang yang menunggumu di atas ranjang, tapi kau malah mencari ranjang hangat di orang lain,” ucap Kirana. Bertambah kerutan dikening Arion, pria itu menarik pelan bahu sang istri. “Apa maksudmu, Kiran? Kau menuduhku telah berselingkuh?”Kirana terdiam, bibirnya cemberut. Memalingkan wajah ke arah lain, Kirana justru ditarik oleh tangan Arion agar menatapnya. “Sudah berapa kali Mas bilang, cuma kamu wanita yang sekarang Mas cintai. Kenapa masih meragukannya?”“Aku nggak ragu! Hanya saja … seharian ini Mas memilih bersama Syera ketimbang istri sendiri. Wajar kan aku curiga?” Kirana membuang muka, bertambah cemberut lah bibirnya akan hal itu. Arion terkekeh. Melihat sisi kiri-kanan yang cukup masih ramai bisingnya orang-orang membuat Arion mengangkat Kirana ala koala, membawanya ke kamar agar leluasa berbicara satu-sama lain. Sedang perempuan itu terkejut, dengan cepat mengeratkan dalam memeluk leher Arion. “Tidak kusangka, seorang Kirana juga bisa
“Hendra? Kau di sini? Di mana Mas Arion?” tanya Kirana sehabis pulang dari sungai. Wanita itu memilih pulang ke penginapan, beristirahat dan tidur mungkin. “Tuan sedang ada urusan Nona, saya ditugaskan untuk menjaga Anda di luar sini.”Cih! Ada urusan? Dengan Syera maksdunya? “Oh.” Hanya itu yang keluar dibibirnya, Kirana memilih bodo amat dan masuk ke dalam penginapan. Hendra menatap cengo atas sikap yang ditujukan Kirana. Hanya oh? [Tuan, Nona sudah pulang barusan. Dia menanyakan Anda di mana, saya jawab sedang ada urusan. Tapi, Nona terlihat acuh tak acuh.]Hendra mengirimkan pesan tersebut pada Arion. Sebelum benar-benar berjaga di sini Hendra memang diperintahkan Arion untuk mengabari mengenai istrinya itu. Tadi saat Hendra ke sini ia mendapati kabar bahwa Kirana tidak ada dipenginapan, hal itu membuatnya berkabar pada Arion. Namun jawaban Arion cukup jelas, kabari jika Kirana sudah pulang. Untuk itulah Hendra langsung mengabari Arion mengenai kepulangan Kirana. [Kau tidak