Dua hari istirahat di rumah sakit Mita merasa tubuhnya sudah lebih baik. Ia kemudian berpikir untuk meminta Danu untuk bertanya pada dokter mengenai keinginannya untuk bisa pulang. "Apakah kamu yakin mau istirahat di rumah, Mita?" tanya ibu mertuanya yang begitu setia menemani Mita selama di rumah sakit. "Iya, Bu. Badanku sudah jauh lebih baik sekarang.""Tapi, bagaimana dengan luka paska keguguran, apakah kamu merasa baik-baik saja?""Hem, iya. Sudah tidak terasa apa-apa, Bu. Kalau sakit paling sewaktu-waktu aja, itu juga cuma sedikit. Masih bisa aku tahan."Sang mertua mengangguk. "Ya sudah, kamu tanyakan dokter dulu, Danu. Apakah Mita sudah diizinkan pulang dan istirahat di rumah."Perintah sang ibu, Danu lakukan dengan segera. Membuat Mita semakin merasa aneh dengan tingkah suaminya tersebut. Tak berapa lama, Danu kembali muncul. Lelaki itu terlihat cukup senang. Wajahnya tampak berseri seolah ia baru saja mendapat sebuah lotre. "Nanti dokter akan datang kemari untuk coba per
"Kamu ini bicara apa, Mita? Sejak tadi pertanyaan kamu ini terdengar aneh."Ibu mertua Mita tampak curiga. Kekhawatiran akan rasa kehilangan Mita terhadap buah hati yang dikandungnya, membuat wanita itu menjadi iba karenanya. "Mita, cerita sama Ibu kalau kamu merasa sedang tidak baik-baik saja."Meski mendapat perhatian luar biasa dari sang mertua, nyatanya Mita merasa jika hatinya tak lagi bisa bertahan lebih jauh. "Bu, aku mau istirahat. Boleh 'kan?"Tak menanggapi kekhawatiran ibu mertuanya, Mita memilih mengabaikan dan berpikir jika saat ini lebih baik dirinya menata hati dan pikiran sebelum ia membuat kejutan di hadapan banyak orang. "Tentu saja. Kamu memang seharusnya banyak beristirahat," ucap ibunya Danu seolah lupa dengan apa yang sebelumnya ia khawatirkan. "Ayo! Ibu antar.""Eh, enggak usah, Bu. Aku bisa sendiri." Mita menolak halus. Ia jelas tidak ingin ibu mertuanya tahu kebohongan yang selama ini ia dan Danu sembunyikan. Namun, wanita paruh baya itu tetap bergeming.
Di sepanjang makan malam, ibu dan bapak Mita menatap Danu dengan tatapan tak bersahabat. Kedua orang tua Mita seperti baru saja melihat seorang pencuri yang masuk ke rumah. Ingin menghajar dan menghakimi. Entah apa yang mereka tengah lakukan kepada sang menantu, yang pasti sudah membuat Danu bersikap canggung hingga tak berselera ketika makan masakan sang ibu. "Mita, makan yang banyak." Di tengah makan ibu Danu berbicara pada menantunya. Mita terlihat tersenyum dan hanya mengangguk lemah. "Perut aku kecil, Bu. Enggak akan muat banyak makanannya," kekeh Mita. "Ya, tapi setidaknya enggak sedikit gitu. Ini 'kan lauk kesukaan kamu." Sembari berkata, sang ibu mertua mengambil sepotong lauk ayam yang dibumbu kecap. "Udah, Ibu. Nanti malah enggak kemakan. Sayang, mubazir."Mita terlihat enggan. Bukan tak suka, tapi kondisinya masih belum berselera untuk makan. "Ada Danu, biar dia yang habiskan kalau enggak kemakan." Mendengar sang ibu bicara demikian, Danu hanya nyengir kuda. Tak bera
Danu tampak salah tingkah. Clue yang Mita berikan sudah langsung bisa ditebak oleh sang ibu. "A-aku tidak begitu. Maksud aku ... maksud aku apa yang Mita katakan tidak sepenuhnya benar." Danu gagap ketika berbicara. "Perkataan aku yang mana, Mas? Aku cuma bilang nama Selena. Tak ada kalimat apapun lagi selain ucapan Ibu yang langsung mengambil kesimpulan.""Ya, maksud aku itu. Selena.""Jadi, Selena salah begitu?""Bukan Selena salah, tapi ...." Danu benar-benar dibuat tak bisa bicara. Bukan hanya karena tatapan marah Mita saja yang ia lihat, tapi kedua mertuanya juga yang memang sejak awal mereka datang sudah menampilkan gelagat lain, membuat Danu kebingungan dalam memilih kata. "Mita, katakan saja ada apa?" Giliran ayah mertua Mita yang angkat bicara. Ia tampak geram dengan pembahasan yang membuatnya suasana hatinya mulai tak enak. Mita tersenyum menanggapi permintaan sang mertua. Terlebih ketika ia melihat kode yang Danu berikan kepadanya supaya ia tidak mengatakan apapun, ia
Kedua orang tua Mita sampai tak bisa lagi berkata-kata. Memiliki menantu seperti Danu yang mereka harapkan bisa menjadi suami yang baik bagi sang putri, nyatanya meleset jauh. Danu bukan laki-laki yang baik setelah apa yang ia lakukan kepada Mita, putri tinggal keluarga Sasmita. "Kalau kamu memang tidak mau mengakui anak yang putriku kandung, seharusnya kamu tidak membunuhnya?" Geram suara bapak Mita dengan ekspresi pilu yang terlihat jelas. "Aku tidak membunuhnya, Pak." Danu menyahut cepat. "Bukan kamu, tapi wanita itu yang melakukannya karena tidak mau ada anak lain di keluarga ini selain anaknya. Jadi, apa bedanya, Mas?""Apa yang kamu katakan, Mita? Anak? Anak siapa yang kamu maksud?" Ibu Danu terlihat begitu frustrasi. Mita menatap sang mertua khawatir di tengah kelelahan yang hatinya rasakan. "Keinginan kalian mendapatkan cucu dari Mas Danu akan segera terwujud. Tapi, sayangnya bukan berasal dari rahimku, Yah, Bu."Tak bisa dibayangkan saat ini. Kedua mertua Mita sudah bisa
Bahkan sampai detik di jam dinding terus berlalu, tak ada sahutan dari siapa pun atas ucapan Danu yang sejatinya sedang mencari simpati."Baiklah, sepertinya memang aku harus pergi dari sini. Mungkin aku bukan orang yang layak mendapat gelar sebagai seorang anak, hanya karena keberadaan perempuan ini." Danu menatap Mita penuh emosi. Semua masih diam. Tak terkecuali Selena yang saat ini berekspresi penuh kebencian demi menatap istri pertama suaminya. "Kamu boleh saja mengurus surat perceraian, Mita. Tapi, kamu tentu tahu tak akan ada perceraian jika tak ada ikrar talak yang aku ucapkan sebagai seorang suami. Lantas, bagaimana status kamu nanti jika kata cerai saja masih belum kamu genggam?" ucap Danu dengan tatapan sinis. Namun, bukan kekalahan yang Mita rasakan. Mungkin ia bisa kaget mendengar ucapan Danu yang mengancam tak akan membuatnya sah bercerai. Tapi, ada kartu AS yang Danu belum tahu, dan itu akan memudahkan jalan baginya untuk secepatnya berpisah dari lelaki itu. "Aku ti
Dua hari setelah pulang ke rumah pasca keguguran yang Mita alami, kini ia sudah terlihat lebih sehat. Kemarin Ranti sempat menjenguknya setelah pulang dari butik. Disusul hari ini Yola yang juga menyempatkan datang sekalian memberi kabar jika Nina sudah kembali sehat. "Tumben sekali Nina menanyakan kabar Mbak Mita. Padahal sudah lama ia lupa setelah Mas Amar meminta bocah itu untuk tidak menanyakan kabar Mbak lagi.""Kenapa Mas Amar harus begitu? Aku bingung sama pemikirannya. Apakah ia tidak berpikir mungkin saja kemarin Nina sakit juga karena mikirin aku, Yola.""Aku udah berkali-kali bilang, Mbak. Tapi, Mas Amar enggak mau dengerin aku," sahut Yola terlihat kesal. Keduanya berbincang di taman samping sembari menikmati cemilan sore hari yang ibu Mita buatkan. "Yang aku pikirin juga sama dengan yang apa Mbak Mita bilang barusan. Sempat aku sampein hal itu ke Mas Amar. Ya ... tapi lagi-lagi Mas Amar enggak peduli dengan apa yang aku bilang."Mita menggeleng lemah. Tak pernah ia men
"Kamu dari mana?" Amar bertanya pada Yola saat gadis itu pulang hampir menjelang makan malam."Aku 'kan udah bilang sama Mas, mau jenguk Mbak Mita.""Tapi kamu bilang 'kan cuma sebentar." Amar terlihat tak suka. "Ya ampun, Mas. Yang penting 'kan aku udah pulang. Aku juga enggak kemana-mana kok selain ngobrol di rumah Mbak Mita." Yola sudah akan berbalik ketika sang kakak kembali memanggilnya. "Yola!"Gadis itu urung menaiki tangga. "Apa lagi, Mas?""Mas belum selesai. Jangan bersikap seolah tidak punya sopan santun terhadap Mas.""Ih, Mas Amar ini kenapa sih? Sensitif banget hari ini." Yola terlihat becanda ketika menyahut omongan sang kakak. "Aku 'kan udah bilang aku enggak kemana-mana, sesuai izin yang aku minta ke Mas. Terus apa lagi?""Iya, tapi Mas belum selesai bicara."Akhirnya Yola memilih untuk duduk di sebuah sofa tunggal di mana biasanya sang kakak duduk di sana. Tak lama Amar pun ikut duduk di dekatnya. "Gimana kabar Mita?""Baik.""Apa dia nanyain Mas, eh ... maksud M
Proses ijab kabul berjalan dengan lancar. Meski sudah dua kali menikah, Danu tetap merasa gugup ketika acara hendak dimulai. Tapi, sang penghulu membuat suasana hatinya jauh lebih baik sebab kepandaiannya mencairkan suasana. Nisa dihadirkan setelah Danu mengucap ijab kabul. Gadis itu muncul bersama Mita mengenakan kebaya berwarna pink yang cantik, secantik wajahnya. Beberapa orang yang belum mengenal Nisa, tampak terpesona dengan kecantikan gadis itu yang tampak alami. Ya, Nisa meminta pada penata riaknya untuk tidak mendadaninya dengan riasan yang tebal. "Natural saja, tapi bagus."Alhasil, beginilah penampakan Nisa sekarang. Mampu membuat semua orang terpana dengan kecantikannya yang khas dan alami. "Orang kaya yang enggak banyak tingkah. Danu beruntung." Amar berkata pelan kepada istrinya. Mita tersenyum mendengar ucapan Amar. Ia setuju dengan pujian suaminya itu. "Aku pikir keduanya beruntung," balas Mita memilih tak memihak. "Setuju.""Kamu tidak cemburu atau iri 'kan, Mas
Sebelum saya melanjutkan bab terakhir kisah Danu dan Nisa, izinkan saya mempromosikan cerita terbaru yang berjudul PENGANTIN YANG TAK DIINGINKAN. Saya berharap kalian suka dan membaca cerita tersebut yang akan saya update di bulan Februari besok. Cerita ini masih ber-genre romantis. Mengisahkan dua insan manusia yaitu Shania dan Alex yang menikah bukan atas dasar cinta.Bagaimana kisah keduanya? Tentu kalian harus membacanya dari awal sampai akhir supaya tidak penasaran. Untuk itu, saya beri kalian spoiler di bab awal, ya. Untuk bab selanjutnya kalian bisa buka cerita PENGANTIN YANG TAK DIINGINKAN di baris paling bawah. Selamat membaca. Happy reading! BAB 1.Malam itu Shania berdiri di depan cermin, memandang wajahnya yang lesu. Ia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak diinginkannya. Pernikahan dengan Alex, putra keluarga kaya, terasa seperti sebuah kesepakatan bisnis, bukan persatuan cinta.Shania masih ingat jika teman kuliahnya itu adalah kekasih Maura, primadona kampus yang
Namun, ide dan saran Danu justru diterima dengan sangat baik oleh Rendy dan istrinya. Kedua orang tua Nisa dengan serta merta setuju dan langsung mem-booking aula hotel miliknya di tanggal yang Danu minta. "Kalian ini kenapa sih? Kok bisa-bisanya kompak untuk urusan beginian," ucap Nisa saat Danu menyampaikan keinginannya tersebut. Nisa mungkin hanya protes di mulut, karena pada kenyataannya, ia pun merasa bahagia karena akan segera melepas masa lajangnya. Ia dan Danu akan menikah dengan acara yang ayahnya buat begitu mewah. "Kamu anak Ayah dan ibu satu-satunya. Tidak mungkin kalau kami membuat pesta sederhana dengan keluarga dan kolega kita yang begitu banyak.""Lagipula, Ayah ingin semua orang tahu bahwa putri Ayah yang cantik ini sudah ada pemiliknya. Seorang laki-laki pemberani yang bisa menaklukan hati putri Ayah yang sangat terjaga ini. Danu bukan seorang lelaki pengecut yang tidak mampu menghadapi aral dan masalah."Ucapan sang ayah membuat Nisa terdiam. 'Apakah ayah sudah t
"Jadi, Mas Danu yakin kalau dia tidak akan mengganggu kita lagi?" tanya Nisa setelah mendengar penuturan Danu tentang pertemuannya dengan Selena. "Semoga saja begitu. Aku tidak mau berkata yakin sebab wanita itu bisa saja melakukan hal di luar nalarnya. Tapi, aku cukup memberinya penjelasan tentang sesuatu.""Penjelasan apa?""Bukan penjelasan. Tapi, lebih ke ancaman mungkin." Danu terkekeh. "Mas Danu ngancam apa?""Aku cuma bilang, jangan macam-macam dengan hubunganku sekarang. Karena calon mertuaku bukanlah keluarga sembarangan. Mereka bisa melakukan apa saja jika ada yang berani mengusik anaknya.""Kamu bilang begitu?" Nisa menatap tak percaya. "Ya." Danu terkekeh. Dipandangnya Nisa yang malah menggeleng karena ceritanya. "Kamu ini ada-ada saja.""Memanfaatkan kekayaan keluargamu aku pikir akan berhasil. Setidaknya, ia langsung bungkam ketika aku bicara begitu.""Haha. Kamu percaya diri sekali.""Aku kenal Selena. Dia memang bukan perempuan lemah lembut seperti Mita. Tapi, aku
Danu sudah parkir di depan gerbang rumah Nisa setelah pertemuannya dengan Selena berakhir dengan keributan. Perempuan itu jelas tidak terima dengan keputusan yang diambilnya. "Dia bukan anakku. Seharusnya kamu meminta pertanggung jawaban lelaki itu, dan bukan malah mengganggu bahkan menemui aku seperti ini.""Dia pergi meninggalkan aku, Danu.""Apa bedanya dengan kamu yang pergi meninggalkan aku dengan dalih balas dendam. Padahal saat itu aku tidak tahu menahu tentang hubungan gelapmu dengan lelaki itu. Bahkan, aku juga menyangka bahwa anak yang ada di dalam kandunganmu adalah anakku.""Aku minta maaf, Danu.""Aku sudah memaafkan kamu, Selena. Tapi, aku tidak bisa kembali denganmu. Apalagi setelah semua yang kamu lakukan.""Kamu yang lebih dulu menyakiti aku!" teriak Selena di tengah taman yang sepi. Tak banyak orang yang ada di sana, kecuali ia dan Danu juga beberapa pasangan muda mudi lain yang menempati titik berbeda. "Ya, kalau begitu kita impas bukan?""Benar. Kita impas. Jadi,
Nisa sudah akan beranjak meninggalkan Danu dan Noah, tapi tiba-tiba Danu bersuara. "Aku pikir bukan kamu yang seharusnya pergi. Tapi, aku."Nisa menoleh. "Bukannya tadi kamu mau bertanya sama dia? Kenapa jadi berubah pikiran?" tanya Nisa ketus. "Awalnya, iya. Tapi, buat apa aku bicara pada laki-laki pecundang yang bahkan kisah masa lalunya sudah tidak memiliki harapan lagi," ucap Danu yang kemudian berbalik untuk menuju ke mobilnya. Nisa tidak menghentikan langkah lelaki itu. Ia memilih diam sampai mobil milik Danu berlalu meninggalkannya dan Noah. Sekarang hanya tinggal ia dan Noah. Laki-laki itu tampak senang karena bisa berbicara berdua saja dengan sang mantan kekasih. "Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Nisa masih tidak bergeming di posisinya. Di tempat lain Danu yang sudah meninggalkan area gedung, melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meninggalkan Nisa yang saat ini tengah berbicara dengan Noah, membuat dadanya sesak menahan kesal. Saat dirinya masih
Danu mungkin tengah bahagia sekarang. Sebab hubungannya dengan Nisa yang akan melangkah lebih maju dari sebelumnya. Kekhawatiran yang Nisa tunjukkan, dengan sangat mudah ia tenangkan. Mereka akan membawa hubungan yang belum matang itu agar tetap terjaga hingga perasaan cinta benar-benar hadir di hati mereka. Namun, satu yang Danu lupa jika saat ini ada sosok lain yang tengah menunggu responnya. Sosok itu yang sudah Danu buang jauh dari hatinya, kini muncul kembali seolah meminta perhatiannya."Aku mau bicara sama kamu," ucap Danu pada Nisa yang siang itu baru saja selesai istirahat. "Sekarang?" tanya Nisa yang masih berbicara santai dengan karyawan lainnya di kantin. "Kalau kamu sudah selesai istirahat saja," jawab Danu yang memilih melakukan komunikasi dengan calon istrinya itu melalui aplikasi pesan. Danu masih menjaga hubungannya dengan Nisa dari orang-orang di kantor. Bukan karena tidak mau orang lain tahu, tapi ia memilih menyimpan rahasia itu sampai di waktu yang tepat. "Ka
Danu terdiam beberapa saat setelah Nisa menjawab pertanyaannya. "Aku pikir itu cuma alasan saja," gumamnya. "Awalnya aku pikir juga begitu, tapi ketika aku kembali bertemu Tia, dengan penuh keyakinan perempuan itu mengatakan bahwa Noah merasa tak percaya diri karena statusnya yang cuma staf biasa bisa berpacaran dengan aku yang adalah anak dari bosnya." Helaan napas terdengar kencang setelah Nisa menjelaskan. "Dan kamu percaya?" Danu kembali bertanya. Nisa mengangguk. "Aku percaya kalau Tia tidak berbohong. Terlebih lagi sikap Noah yang selama ini tidak berani menyentuhku, aku pikir alasannya berubah dan akhirnya berselingkuh adalah karena itu.""Lantas, apakah maksudmu dengan menceritakan ini semua adalah karena kamu sudah memaafkan dan mau kembali padanya?""Tidak. Aku enggak bilang begitu!" Nisa sontak menggeleng. "Kenapa kamu berpikir ke arah sana, Mas?""Bukan. Aku cuma menyimpulkan apa yang kamu katakan di akhir tadi. Dengan ia tidak pernah menyentuhmu, lain denganku yang su
Acara makan malam berlangsung penuh kehangatan. Kedua keluarga seperti sudah sangat akrab hingga membuat acara malam itu berlalu dengan penuh tawa dan kegembiraan. Baik Danu dan Nisa sama-sama bisa melupakan debaran di hati mereka karena kedua orang tua mereka yang berbicara tanpa henti, membicarakan apa saja yang bisa membuat semuanya tertawa. Kedua sejoli itu tentu saja bersyukur karena kegugupan yang tiba-tiba melanda, seketika sirna. Satu hal yang membuat keduanya sadar, bahwa tidak ada pembahasan apapun yang berhubungan dengan acara pertunangan mereka. Danu mengirim pesan ke ponsel Nisa secara sembunyi-sembunyi —khawatir aksinya akan membuat heboh jika ketahuan. 'Sepertinya makan malam hari ini memang murni hanya makan saja.'Bunyi pesan Danu pada Nisa yang langsung gadis itu sadari. Sebelum membalas, Nisa memandang Danu dan tersenyum. 'Iya. Sepertinya begitu.' Nisa mengirim balasannya singkat. Danu kembali memeriksa ponselnya, lalu mengetik balasan pesan dari Nisa. 'Maa