Ingin sekali Mita membalas ucapan Selena. Tapi, ia berusaha menahan untuk tidak terpancing dengan omongan istri baru suaminya itu. "Kalau tidak ada yang mau Mas Danu katakan, aku permisi masuk duluan. Masih banyak barang milikku yang belum aku bereskan dan masih ada di kamar kita.""Kamar kami! Bukan lagi kamar kamu!" Selena memotong cepat. Kedua matanya tajam menatap Mita, begitu penuh kebencian. Namun, Mita sama sekali tidak menghiraukan protes yang Selena suarakan. Ia memilih menatap Danu yang malah tersenyum menanggapi perkataan istri keduanya itu. "Aku mau kamu siapkan makan malam untuk aku dan Selena."Mita menatap Selena, mengejek. 'Demi apa? Tugas memasak harus aku yang melakukannya?'"Kenapa dengan ekspresi kamu itu? Apa kamu tidak mendengar perintah Mas Danu?" Lagi-lagi Selena ikut bicara. "Maaf, Mas. Kenapa tidak istri Mas sendiri yang memasak untuk makan malam kalian?""Kamu juga 'kan istriku.""Iya, aku tahu itu. Tapi, aku baru makan barusan sebelum pulang. Jadi, per
Kamar berukuran empat kali tiga yang saat ini Mita tempati, akan menjadi tempatnya melewati malam dalam kesendirian. Mulai malam ini, secara sah dan resmi ia benar-benar ditinggalkan oleh Danu. Lelaki yang dua hari lalu menikahi mantan kekasihnya dan kini menempati kamar yang lebih dari dua tahun menjadi kamar tidur keduanya. Perempuan itu tampak berbaring di atas kasur berukuran sedang sembari memandangi langit-langit kamar. Setelah selesai melayani pasangan pengantin baru dengan menyiapkan makan malam, Mita memilih pergi sebab tidak sedang berselera makan. Alasannya tadi pada Danu bahwa dirinya telah makan dengan Ranti, adalah kebohongan yang sengaja ia ciptakan sebab enggan bersama dengan suami dan istri barunya itu. Cemburu sudah pasti, tapi yang Mita alami lebih dari itu. Paska aksi tak senonoh yang Danu dan Selena pertontonkan di ruang TV, sejak saat itu Mita merasa muak atas hubungan dan aksi mereka. Membuatnya jengah dan tak siap jika harus berada dalam satu meja bersama. Di
Aksi menyebalkan yang Danu lakukan kembali terjadi. Tidak hanya sekali Mita diminta menyiapkan makanan untuk ia dan istri barunya santap, tetapi di waktu pagi keesokan harinya, lelaki itu kembali meminta Mita menyiapkan sarapan pagi sebelum pergi bekerja. "Mas, masa cuma bikin roti panggang aja enggak bisa?"Mita yang baru selesai mandi, dan belum sempat berdandan, dibuat kaget dengan gedoran di pintu kamarnya. Kemunculan Danu jelas membuat Mita ingin tertawa juga nelangsa. "Siapa yang enggak bisa?" sahut Danu dengan nada suara yang selalu tinggi bila sedang bicara dengan istri pertamanya itu. "Ya, istri baru kamu. Siapa lagi memangnya?""Jangan meledek, yah? Selena bisa melakukannya. Bahkan, ia bisa melakukan apa yang kamu enggak bisa.""Ya kalo bisa, kenapa Mas tidak minta dia saja untuk membuatkannya untuk kamu.""Jangan kurang ajar, yah, kamu Mita. Fungsinya kamu di rumah ini apa? Bukankah sebagai istri kamu memiliki kewajiban untuk melayani suami kamu dengan baik!"Bukannya ma
Tak sanggup lagi air mata Mita tahan untuk meluncur bebas melewati kedua pipinya. Setelah melewati gerbang pagar kediamannya, ia tumpahkan semua sesak yang dadanya rasakan. Danu memang jahat, itu yang Mita rasakan. Tapi, ia sama sekali tidak menyangka sikap suaminya itu begitu cepat berubah. 'Sungguh aku masih kuat untuk menghadapi kalian, tetapi jangan usik diriku dengan semua keinginan konyol kalian.'Di sepanjang perjalanan menuju butik, Mita terus memikirkan tingkah suaminya yang dengan sengaja memerintah tanpa memikirkan perasaannya. Semua hanya demi Selena. 'Tuhan! Sejauh mana aku harus bertahan menghadapi mereka?'Semua sebetulnya tidak akan rumit kalau saja Mita mau mendengar saran dari Ranti. Seperti yang sahabatnya itu katakan ketika ia sampai dalam keadaan mata sembab. "Aku sudah bilang, Mita. Ajukan perceraian ke pengadilan. Pernikahan kamu dan Danu tidak akan bisa diselamatkan karena suami kamu sudah pindah ke lain hati.""Aku masih belum siap, Ranti.""Please, Mit. A
"Omah?" tanya Mita dalam hati yang mendadak canggung ketika calon mertua Ranti menatapnya. Yola yang menyadari ada sesuatu yang terjadi, berinisiatif untuk menjelaskan. "Tante Erni adalah tante dari ibunya Nina.""Oh." Mita dan Ranti saling menatap. Kemudian tersenyum seolah lega sebab pertanyaan di kepala mereka yang akhirnya terjawab. "Iya, Tante ini adik dari mamanya Sekar, ibunya Nina." Wanita itu menjelaskan sembari menatap Mita dan calon menantunya, Ranti. "Oh iya, mungkin Yola belum tahu, Ranti adalah calonnya Yuda, anak bungsu Tante. Kamu kenal 'kan?" lanjutnya kali ini menatap Yola. "Ah, Yuda. Iya Yola masih ingat. Oh, calon istrinya Yuda," ucap Yola tersenyum menatap Ranti, membuat sahabat Mita itu canggung dan malu. "Kapan diresmikannya, Tante?""Bulan depan. Tungguin aja undangannya. Jangan lupa Amar juga suruh datang, yah?" Wanita bernama Erni itu terlihat mengancam, meski hanya becanda. "Hehe, iya, Tante. Ditunggu undangannya."Meski tidak tahu harus berbicara apa
"Jadi mereka sudah bercerai? Pertanyaan Mbak Mita cukup aneh, hehe." Yola menyahut seraya tersenyum. "Apakah Mbak Mita akan diam saja kalau berada di posisi Mas Amar? Apakah akan tetap melanjutkan rumah tangga meski tahu suami Mbak Mita kedapatan berselingkuh dengan menjalin cinta bersama perempuan lain. Terlebih lelaki itu adalah sahabatnya sendiri. Bukan satu orang pengkhianat pada kasus Mas Amar, dua orang yang sama-sama ia percaya justru menikamnya dari belakang.""Eh, maaf. Apakah Mbak Mita sudah berumah tangga?" Yola buru-buru bertanya tentang status Mita. Mita terlihat tersenyum meski hatinya masih terusik sebab cerita yang Yola sampaikan padanya. "Saya sudah menikah.""Ah, ya. Berarti pertanyaan saya tidak salah kalau begitu. Sebab saya mendadak tak enak hati kalau ternyata Mbak Mita belum mempunyai suami.""Justru kondisi kakak kamu sama persis dengan keadaan saya sekarang." Tiba-tiba Mita ikut terbawa cerita. Apa yang Yola ceritakan secara tidak langsung menggelitik hatin
Rombongan Amar sudah berada di parkir mobil, persis di depan butik milik Ranti. Mereka terlihat hendak pamit pulang sebab merasa sudah terlalu lama berada di butik. "Sekali lagi terima kasih atas jamuannya hari ini. Maaf juga sebab sudah mengganggu waktu kalian," ujar Amar sebelum masuk ke mobil. "Berapa kali saya harus bilang, kedatangan Nina dan Yola sama sekali enggak mengganggu waktu kerja saya. Jadi, tolong jangan terus meminta maaf. Saya jadi enggak enak." Mita terlihat canggung. Di depannya, Amar, begitu tulus meminta maaf. 'Bagaimana bisa lelaki baik sepertinya dikhianati oleh istri dan sahabatnya sendiri?' batin Mita dalam hati. "Kalau begitu, lain kali biar saya yang traktir kalian berdua sebagai balasan atas jamuan yang sudah kalian berikan kepada kami.""Apakah boleh kami yang memilih tempat atau makanannya?" Mita menyahut dengan candaan. Mereka semua tertawa sebab tahu jika Mita tidak serius dengan ucapannya. Meski Amar akan menjawab iya, sebab itu bukan sesuatu yang
Keadaan rumah tampak kosong ketika Mita tiba di jam enam menjelang maghrib. Pikirnya ia tidak akan melihat pasangan suami istri baru itu jika ia kembali di sore hari. Dugaannya yang tepat membuatnya lega. Tapi sayang, saat langkah kakinya hendak masuk kamar, sosok dua orang itu tiba-tiba muncul sembari tertawa bahagia. Tak ada sapaan atau kalimat apapun ketika Mita dan Danu saling berpandangan. Malahan tatapan jijik bisa Mita lihat dari ekspresi Selena. Perempuan cantik yang seharusnya bisa ia sukai jika bersikap baik dan tidak angkuh. "Mas, kita langsung masuk kamar aja yuk!" Tiba-tiba Selena bergelayut manja di lengan Danu. Pemandangan menyakitkan yang akan selalu Mita lihat di rumah itu entah sampai kapan. "Yuk! Aku juga udah capek. Lagian besok aku 'kan udah masuk kerja. Butuh istirahat setelah kita nikmatin bulan madu kita." Danu menyahut dengan suara yang seperti sengaja dikencangkan.Padahal tanpa lelaki itu bicara seperti itu, Mita bisa dengan jelas mendengar semua percakap
Apa yang dikatakan Amar nyatanya betul-betul lelaki itu lakukan. Sudah sebulan lebih, Mita tidak bertemu dengan pengusaha itu. Setelah panggilan beberapa waktu lalu di mana Amar mengatakan ingin menjaga nama baik Mita sebagai seorang istri yang tengah hamil dan memiliki suami, lelaki itu tak pernah lagi terlihat batang hidungnya. Begitu pun Nina. Bocah kecil itu seperti dibuat menjauh oleh ayahnya.Namun, tidak bagi Yola. Gadis yang tengah kuliah itu, sempat mampir datang ke butik selama beberapa kali. Selain karena urusan bisnis milik Amar yang rupanya diserahkan kepada sang adik, gadis itu juga seperti sengaja ingin menyampaikan sesuatu yang selama ini disimpan. Seperti sore itu. Ranti yang sudah izin pulang duluan karena ada urusan dengan dijemput sang suami, Mita kedatangan Yola ketika hendak pamit pada para karyawannya. "Yola?""Sore, Mbak. Sudah mau pulang, yah?" tanya gadis itu tak enak hati. Setelah memeluk dan mencium pipi kanan kiri khas sapaan para wanita, Mita kemudian
Perkataan Amar semalam masih terbayang di pikiran Mita sampai ia tak nyenyak tidur. Bahkan, hingga pagi menjelang ketika ia memutuskan untuk pergi bekerja setelah dirasa kondisinya sudah lebih baik, kalimat Amar setelahnya membuat ia terus kepikiran. 'Tidak sepantasnya aku memiliki perasaan ini ke kamu. Perasaan yang hanya pantas dimiliki oleh insan yang bebas. Tidak seperti kamu yang masih terikat pernikahan dengan laki-laki lain. Bahkan, ada janin yang harus kamu pertahankan bersama laki-laki yang memang adalah ayahnya.'Amar telah jatuh cinta pada Mita. Begitu kesimpulan yang bisa perempuan itu ambil setelah mereka berbicara semalam. Kesedihan yang Amar rasakan mengenai berita kehamilan Mita, membuat lelaki itu merasa bersalah hingga memutuskan untuk menjauh dan menjaga jarak dari hubungan pertemanan yang selama ini terjalin. 'Kita tidak berbuat apapun selama ini, lantas kenapa Mas Amar berpikir untuk menjauh?''Karena perasaan aku yang tidak sepantasnya ada, Mita.'Mita jadi sed
Mita menatap Danu dengan tatapan nelangsa. Sungguh ingin ia berteriak dan mengatakan pada semua dunia betapa keras kepala suaminya itu. "Mas, bagaimana bisa kamu menuduhku berzina dengan laki-laki lain sedangkan kamu tahu tak mungkin aku melakukan hal tersebut.""Siapa yang tahu? Itu dulu.""Ya Tuhan, Mas. Apakah kedua mata hati kamu sudah tertutup sampai kamu tega menuduhku telah melakukan hal dosa itu."Danu benar-benar tak peduli dengan perkataan Mita. Baginya, kehamilan yang Mita alami sekarang bukan karena perbuatannya. "Apa yang harus aku katakan lagi supaya kamu mengerti dan mau menerima anak ini?" Mita bertanya pasrah. Namun, Danu seperti sudah tak semangat lagi untuk membahas perihal kabar kehamilan istri pertamanya tersebut. Tak lama ia beranjak bangun dari sofa ruang tamu dan berniat meninggalkan Mita sendirian dengan masalahnya. "Mas ...?" panggil Mita lemah. Danu menghentikan langkahnya, lalu menatap Mita dengan tatapan datar tanpa ekspresi. "Baiklah. Asal kamu tahu
Sosok perempuan itu terlihat lemah dan tak berdaya. Ia tampak melamun ketika sahabatnya mendekat. "Apa ada yang sakit?" tanya Ranti menatap Mita. Perempuan itu mengangguk lemah. "Pusing," jawabnya kemudian. "Apa dokter udah kasih obat?" tanya Ranti lagi sembari melihat ke sekeliling, tetapi tidak ditemukan apapun di dekatnya. "Belum. Dokter cuma kasih infus karena katanya aku terlalu lemas."Tak ada yang bersuara setelah ucapan Mita barusan. Ranti bahkan tak sanggup menatap lebih lama sahabatnya tersebut. Tapi, perlahan kemudian ia duduk di sisi ranjang, tempat Mita terbaring. Memberanikan diri mengulurkan tangan demi menggenggam tangan sang sahabat. "Apakah Tuhan sedang mempermainkan aku, Ran?""Shut! Enggak boleh kamu bicara begitu."Seketika air mata yang sejak tadi Mita tahan mengalir melewati kedua pipi. Memalingkan wajah ke arah lain, Ranti tahu bila perempuan itu sedang berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua memang takdir yang Tuhan berikan untuknya. Ranti tak bicara. Ha
Suasana restoran tempat Mita dan Amar makan siang —bersama Ranti, tampak ramai dengan para pengunjung yang juga tengah makan siang seperti mereka. Setelah membicarakan urusan bisnis atau kerja sama, Amar sengaja mengajak kedua wanita itu untuk makan di salah satu restoran yang letaknya bersebelahan dengan kantornya berada. "Apakah Nina sudah kembali dari jalan-jalannya dengan Yola?" tanya Mita yang baru selesai menghabiskan dessert di tangannya. "Sore ini mereka sampai. Mungkin sedikit mengalami keterlambatan karena weekend.""Ehm, iya." Mita menyahut sembari mengangguk. Namun, ketika ia baru meletakkan sendok setelah suapan terakhir ke mulutnya, tiba-tiba raut wajahnya berubah. Hal itu disadari oleh Amar yang duduk tepat di depannya, tetapi tidak dengan Ranti yang masih setia dengan es krim vanila di mulutnya. "Ada apa?" tanya Amar yang terdengar khawatir. Seketika Ranti menengok pada Mita yang duduk di sebelahnya. "Kenapa, Mit?" tanya Ranti yang juga melihat perubahan wajah san
Setelah malam di mana Danu kembali menyentuh Mita, lelaki itu nyatanya tidak lagi peduli dengan keberadaan istri pertamanya tersebut. Alih-alih memberikan perhatian seperti dulu, ia kembali mengacuhkan sang istri dengan kembali pada sosok Selena, sang istri kedua.Bagi Mita sendiri itu bukan sesuatu yang aneh. Bukan juga spesial, yang harus ia kenang. Sikap cuek yang Danu tunjukkan memang hakikatnya adalah sifat sebenarnya lelaki itu setelah berhasil menikahi sang mantan kekasih. Mita yang telah kembali ke kamarnya sempat dibuat kaget dengan kemunculan Selena setelah kedua mertuanya kembali pulang. Madunya itu menatapnya penuh amarah. Entah apa yang telah terjadi sebenarnya, Mita sendiri tidak mengerti. Bahkan sebulan telah berlalu setelah peristiwa 'pemaksaan layanan' yang Danu lakukan terhadapnya, Selena masih menatapnya marah. Namun, Mita tampaknya tak ambil pusing. Kehamilan Selena yang masih muda, ia anggap reaksi dari sikap wanita itu kepadanya. Seperti hari itu, Mita yang sud
"Bukankah aku udah bilang supaya kamu lebih hati-hati? Kamu itu tuli atau memang bodoh sih!" seru Danu sembari mendorong Mita ke dinding kamar. Sesampainya di rumah, aksi bungkam yang terjadi antara Mita dan Danu, nyatanya berlanjut. Danu yang marah karena melihat sosok Amar di pesta pernikahan Ranti, serta merta melampiaskan kemarahannya setelah kedua orang tua tidak bersama mereka. Di kamar Danu tampak membabi buta. Entah apa yang terjadi dengannya, emosi yang ia tengah tunjukkan seolah di luar nalar. Mita sampai diam tak membalas setiap ucapan suaminya tersebut. Ia bahkan hanya bisa bengong ketika hendak bermain fisik padanya. "Sebenarnya kamu itu kenapa sih, Mas? Marah kamu itu berlebihan banget tahu enggak." Mita mencoba bicara pelan, menahan emosi yang sama. "Berlebihan kata kamu?" Danu membalas kebingungan Mita seraya menatap tajam. "Ya ... terus apa kalau bukan berlebihan namanya? Datang-datang ke pesta orang, boro-boro ngucapin selamat kaya tamu undangan lain, ini malah
Hall tempat diadakannya pesta pernikahan Ranti dan Yudha terlihat penuh oleh tamu undangan. Beberapa waktu lalu sahabat Mita itu telah resmi dipersunting oleh sang kekasih hati. Lelaki kaya sederhana yang bisa menaklukan sosok perempuan yang selama ini terkenal sulit didekati.Mita sudah sejak pagi berada di tempat tersebut. Bersama kedua mertuanya, ia hadir bahkan menemani selama proses acara berlangsung hingga sekarang para tamu undangan memberikan ucapan selamat dan doa restu pada pasangan pengantin baru. "Ibu sama ayah duduk aja di sini. Aku mau ke situ dulu sebentar." Mita pamit pada kedua mertuanya yang terlihat duduk santai di area khusus keluarga. Kedua orang itu mengangguk dan membiarkan Mita pergi. Tujuannya tak lain karena sang menantu ingin menghampiri beberapa kawan yang hadir di pesta pernikahan sahabatnya tersebut. "Hai!"Sapaan dan seruan mewarnai suasana hiruk pikuk hall. Mita yang senang karena bisa bertemu dengan banyak teman yang sudah lama jarang bertemu, tak s
Danu telah sukses membuat Mita menangis semalaman di hamparan sajadahnya. Mengadu ke Sang Pencipta setelah lelaki itu mengatainya dengan tuduhan yang tidak sepantasnya diucapkan oleh laki-laki yang pernah bersama selama dua tahun lamanya. 'Apakah salahku Tuhan jika Engkau belum memberiku keturunan? Apakah tuduhan itu memang pantas aku terima meski medis sendiri sudah membuktikan kalau kondisi rahimku baik-baik saja?'Mita bertanya terus tanpa henti meski Tuhan tidak memberinya jawaban. Tuduhan mandul yang Danu lontarkan, sejatinya sudah membuat rasa sakit di dalam hatinya kembali hadir setelah beberapa waktu kemarin coba ia lupakan. 'Ya, aku memang menyukai bocah itu, tetapi bukan karena aku merindukan sosok anak di kehidupanku. Juga bukan karena aku memiliki niat lain dengan sosok laki-laki itu,' batu Mita kembali bicara. Malam itu ia sama sekali tidak peduli dengan tangisannya yang memenuhi ruang kamar. Setelah mengatakan hal yang menyakitkan hatinya, lelaki itu pergi untuk menem