Dengan gagah Adien memasuki ruangan rapat khusus untuk pengenalan dirinya sebagai pemimpin baru menggantikan ayahnya di perusahan milik keluarganya. Kini hak kuasa penuh berada ditangannya. Sebenarnya selain itu sebenarnya sebelumnya beberapa anak perusahaan sudah dipimpin olehnya dan juga saudara kembar tidak identiknya Arkan. Kini pusatnya juga jadi miliknya dan dikuasainya. Adien sangat bangga akan hal itu dan kagum pada keberhasilan dirinya sendiri.
Selang waktu rapat berlalu yang begitu terasa cepat berlangsung. Adien pun keluar dan berniat melihat ruangan barunya yang berada di lantai atas tempatnya nanti menjalankan dan mengelola perusahaan.
Semua pegawainya menatap segan dan menunduk sambil memberinya hormat serta mempersilahkan jalan untuk dilewatinya. Tanpa sengaja tatapan dinginnya menangkap sosok gadis nakal yang dia kenali. Shayra merupakan gadis yang sama dengan gadis yang merampas es krimnya semalam.
Seketika tangan Adien mengepal disertai rahangnya ikut mengeras. Bukan sekali dua kali Shayra melakukan tidakan kurang ajarnya berani merampas barang belanjaannya dan gadis itu akan tau apa akibatnya berbuat berani berani bermain-main kepada seorang Adien.
Dengan geram Adien melangkah lebar menghampiri Shayra, tapi ada yang aneh dengan keadaan gadis itu. Terlihat tampak limbung sekaan mau jatuh membuat Adien mengerut menyadari hal itu, sehingga dengan buru-buru Adien menghampiri dan menangkap tubuhnya sebelum menyentuh lantai.
"Kembalikan es krimku!!" Gertaknya mengakibatkan Shayra yang jatuh menjadi pingsan tak sadarkan diri seketika.
Sontak saja Adien kaget bukan main. Kejadian yang tidak diduganya tersebut berhasil membuatnya kalut. Hanya dengan menggertaknya saja, bagaimana mungkin bisa menyebabkan Shayra pingsan?
Bagaimana mungkin?
Adien seketika mengelengkan kepalanya pelan dan alangkah lebih kagetnya ia ketika menyadari banyak pasang mata kepo yang melihat ke arah mereka dengan penuh penasaran.
"Sialan!" Umpat Adien pelan agar tidak terdengar oleh orang lain. "Kembali bekerja!" Adien melanjudkan memerintah dengan tegas serta datar dan dinginnya.
Hal.itupun membuat para pegawainya yang kepo berhenti memperhatikannya dan kembali ke rutinitas masing-masing.
Adien bergegas menggendong tubuh Shayra dan membawanya masuk ke dalam ruang kerjanya. Sampai di sana, Adien langsung saja membatingkan tubuh Shayra diatas sofa dan dengan sigap Adien menghubungi dokter pribadinya agar segera datang.
Beberapa saat berlalu dokter pun datang dan memeriksa keadaan Shayra.
"Apa yang terjadi dengan gadis itu?" Tanya Adien datar meskipun sebenarnya ia sedikit terlihat cemas.
"Pacarmu baik-baik saja, hanya sedikit stres juga terlihat syok saja. Hal itu hanya membutuhkan istirahat beberapa saat dan cukup sampai ia pulih, jadi tenanglah Adien. Astaga, kau tampak tegang sekali," beritahu dokter tersebut dengan akrab.
Dokter tersebut dan Adien adalah teman dekat dan mereka cukup akrab.
"Syukurlah kalau begitu, sekarang kau boleh pergi." Adien memberitahu dengan seenaknya mengusir halus dokter tersebut.
"Kebiasaan sehabis maunya dituruti aku dicampakan begitu saja. Kalau tahu begini harusnya tadi kamu saja yang datang membawanya kerumah sakit bukan aku yang malah datang ke kantormu. Ckck, aku sangat menyesal membantumu!"
Adien mengangkat bahunya acuh, "ya, harusnya begitu. Tetapi, tadi kau tidak memberitahuku jadi sekarang pergilah, seperti ucapanmu pasienmu membutuhkan istirahat dan tidak memerlukan pengganggu. Aku berharap kamu mengerti."
"Baiklah, aku pergi, tapi ingatlah jangan mengganggu pasienku," kata dokter tersebut memperingatkan Adien.
"Hm," dehem Adien menjawab dan Dokter itu pun pergi dan keluar dari ruangannya.
Kini tinggal hanya ada dia dan Shayra yang berada dalam ruangan itu berdua. Adien mendesah panjang lantas mulai mengamati Shayra cukup lama sebelum dirinya pun ikut keluar dari ruangannya, entah pergi kemana dan hendak melakukan apa. Adien keluar meninggalkan Shayra sendirian dan membiarkannya beristirahat dengan tenang.
Perlahan Shayra membuka matanya mengintip memastikan Adien sudah benar-benar pergi atau tidak.
"Fiuhh, akhirnya pria brengsek itu pergi juga." Shayra beranjak duduk sambil memegangi kepalanya yang terasa sedikit pusing.
Shayra tadi tidaklah pingsan sungguhan dan masih cukup sadarkan diri. Meski benar-benar merasakan tak memiliki tenaga sama sekali dan kini ia merasa berangsur pulih.
Sebenarnya Shayra menutup mata dan berpura-pura pingsan demi menghindari Adien. Berharap dengan begitu Adien akan melepaskannya serta menyuruh orang atau pegawainya untuk membawanya ke ruang kesehatan atau ke dokter. Sayangnya nasib Shayra sial dan apesnya pria itu malah mengangkat dan membawanya ke dalam ruang kerjanya berlanjut menghubungi dokter untuk memeriksa kondisinya.
Saat diperiksa oleh dokter, Shayra merasa sangat cemas, takut-takut dokter itu mengetahui kepura-puraannya, tapi ternyata nasib baik masih berpihak padanya.
Namun ketika dokter memberitahu kondisi keadaanya kepada Adien cukup membuatnya kesal. Perkataan dokter itu sembarangan dan seenaknya mengatakan kalau dirinya adalah pacarnya Adien. Sungguh saat itu Shayra ingin sekali protes kalau saja tak ingat aksi pura-pura pingsannya serta keadaanya yang masih sakit.
Bahkan saat Adien yang tak menepis ucapan dokter itu membuat Shayra teramat kesal sekaligus heran dibuatnya. Ada apa bukankah pria itu membencinya lalu kenapa sudi dikatakan pacarnya. Tiba-tiba bayangan masa lalu menghinggapi pikiran Shayra.
Flashback
2 tahun sebelumnya ...
"Shayra ngapain ikut sih, Ma? Duh merepotkan saja ..." keluh Shayra sambil berjalan beriringan dengan Mamanya Karina memasuki aula pesta perayaan yang diadakan oleh rekan bisnis Mamanya Karina.
"Udah, diam gak usah bawel. Nurut saja apa kata Mama, apa susahnya Shayra?"
"Tapi Ma--"
"Yuk, kesana! Mama kenalin dengan anak rekan bisnis Mama. Mana tahu ada yang cocok dan berjodoh. Kamu menikah, ada yang jagain dan Mama bisa sedikit tenang." Karina memotong kalimat Shayra yang belum selesai lalu menarik pergelangan tangan Shayra agar mengikutinya.
Sesampainya ketempat rekan bisnisnya Karina lantas menyapa ramah dan mulai berbincang hangat seputar pekerjaan, melupakan keberadaan Shayra. Kalau sudah begitu penyesalan Shayra pun kian bertambah.
Hm, hanya kebosanan kala ia cuma dianggap ekor yang tak penting diabaikan Mamanya sendiri. Sudah dikatakannya sebelumnya, tapi pemaksaan membuatnya mau tak mau harus merasakan hasil yang sudah diduganya. Ah, bahkan sang Mama tampak asiknya bersama rekan kerjanya tidak menoleh sama sekali kepadanya. Shayra persis anak ayam yang kehilangan induknya, linglung tak tahu arah.
"Perkenalkan ini putri saya satu-satunya, namanya Shayra Anindya," kata Mamanya dengan semangat sambil tersenyum, Akhirnya keberadaannya diingat juga.
Shayra memberikan seulas senyuman termanisnya meskipun sebenarnya tidak ihklas, tapi ia tidak ingin mempermalukan Mamanya.
"Adien!" sapa salah seorang rekan bisnis Karina kepada Shayra dengan ramah mengulurkan tangannya lalu Shayra balas menjabat tangannya.
"Shayra," jawab Shayra cukup kikuk.
Pasalnya orang didepannya mempunyai pesona yang bisa mengakibatkan gadis-gadis merinding disco oleh tatapannya meski sekalipun disertai dengan seulas senyuman yang tak kalah menawan khas miliknya.
Pria yang merupakan rekan kerja Mamanya begitu tampan dan menarik hati Shayra. Dia berbeda dari kebanyakan rekan bisnis Mamanya yang biasanya kebanyakan cukup tua dan jika ada yang masih muda meraka tak tampan seperti pria dihadapannya. Kali ini orang dihadapannya cukup muda dan usianya matang dapat Shayra tebak terpaut tak jauh dari usianya sekarang, mungkin hanya tiga atau empat tahun lebih tua darinya.
Setelah perkenalan singkat tersebut dia pun terlibat percakapan cukup mengasikkan dengan Adien. Pesta yang tadinya cukup membosankan berubah menjadi menyenakan bagi Shayra.
Sampai ketika tiba pada puncak acara Adien mangajaknya agar ikut naik ke lantai dansa dan Shayra mengiyakannya. Mereka berdua berdansa begitu mesra dalam alunan musik romantis dan terlihat amat serasi sekali.
"Malam ini kamu terlihat benar-benar memukau, Shayra!"
Shayra yang merasa masih sedikit gugup hanya membalas sanjungan Adien, dengan tersenyum canggung tak tahu akan menjawab apa.
Bersamaan dengan pujian Adien tersebut, tiba-tiba saja terjadi insiden mati lampu tanpa sebab. Ditengah keadaan juga kondisi gelap tersebut tiba-tiba saja Shayra merasakan sebuah telapak tangan seseorang memegang area terlarangnya dan melecehkannya.
Sontak saja Shayra melotot marah, bersamaan dengan hal itu lampu kembali menyala terang.
Plakkk!
Satu tamparan mendarat tepat dipipi Adien dengan kerasnya. "Berani sekali kamu, dasar brengsek!" Amuk Shayra marah berpikir pelakunya adalah Adien dan seketika membuat mereka menjadi pusat perhatian.
Shayra tak perduli hal itu, tak peduli pada ketampanan Adien, sekali perbuatan tak senonoh pria itu kepadanya hari itu membuat Shayra mulai membenci Adien.
Akan tetapi waktu berlalu dan setiap kali tak sengaja bertemu, Adien yang kerap kali memperlihatkan aura permusuhan diantara mereka. Tak berbeda dengan kucing yang bertemu anjing akan mengeong seram, begitu pula Adien yang ketemu Shayra maka Adien pasti menyeringai devil dan tak jarang mengeluarkan perkataan tajam dan sinis miliknya.
Shayra berpikir mungkin hal itu karena pria itu marah karena sudah ditampar olehnya. Namun siapa yang memulai, Adienlah yang lebih dulu melecehkannya jadi jangan salahkan Shayra.
Flashback off
"Seharusnya akulah yang membencinya kerena telah melecehkanku dua tahun lalu, tapi kenapa malah dia yang paling membenciku. Huhh dasar pria laknatt!!" Kesal Shayra mengingat masa lalu. "Dasar Adien brengsekk dan tak tau diri!!" Sambungnya menggerutu sambil berusaha tidur untuk memulihkan tenaga.
Shayra mencebikkan bibirnya hingga monyong kedepan. Gadis itu kembali berbaring karena merasa masih tak berdaya.
"Duh, pengen cepat pergi dari ruangan si brengsek, tapi masih lemas ditambah pinggangku masih terasa ngilu." Shayra meringis memegangi rasa sakit dipinggangnya serta pusing dikepalanya yang membuatnya tak nyaman dan terganggu. Gadis itu kali ini bersungguh-sungguh mencoba untuk tidur dan beristirahat, tanpa perduli keberadaannya yang masih di kandang musuh.
"Persetan ini ruang kerja Adien, tubuhku terlanjur sakit semua mau keluarpun entah mau kemana. Hahh, sudahlah aku akan di sini sementara waktu sampe merasa baikan, selagi empunya enggak ada."
TBC
Shayra terbangun dari tidurnya membuka matanya lebar, akibat terganggu oleh suara berisik yang ditimbulkan oleh handphone yang entah milik siapa, mungkin punya Adien yang ketinggalan.Akan tetapi tiba-tiba Shayra kembali dengan cepat memejamkan matanya kala menyadari mendengar mendengar bunyi lain diruangan itu. Tepatnya bunyi tapak sepatu seseorang yang bergesekan dengan lantai dan sedang berjalan mendekatinya.Shayra berpikir itu adalah Adien yang kembali ke ruang kerjanya setelah pergi entah kemana tadi.Shayra berpura-pura tidur, sebab dia belum sanggup menghadapi Adien mengingat kejadian kemarin saat dirinya begitu nekat dengan beraninya merampas kotak kemasan es krim bubuk rasa mangga milik Pria itu.Ditambah kejadian beberapa jam lalu saat Pria itu meminta pertanggung jawabannya dan juga ide bodohnya yang menyebabkan dirinya kini terjebak di dalam ruang kerja Adien sampai sekarang.Atau
Shayra tampak serius mengerjakan file dokumen pekerjaan yang harus segera diselesaikannya. Hanya terlihat sedikit kerutan diwajahnya, kala pekerjaanya bertambah menjadi banyak padahal yang sedang dalam tahap pengerjaan saja belum selesai dikerjakannya.Tiba-tiba saja Dinda menghampiri dan datang kubikelnya lantas bertingkah dengan bossy, dokumen dalam genggamannya Dinda dihempaskan ke atas meja tepat dihadapan Shayra."Kamu memang yang terbaik Shayra!" Pujinya menyimpan sesuatu dibalik ucapannya. "Pekerjaanmu terlihat menumpuk, tapi lihatlah wajahmu masih terlihat biasa saja. Tetapi, bagian terbaiknya lagi meski sudah begitu sampai sekarang kamu tak kunjung naik jabatan, haha!!" Ejek Dinda dikalimat terakhirnya.Hal itu menyebabkan Shayra mencebikkan bibirnya kesal lalu menghembuskan nafasnya kasar dan memberi tatapan tajam kepada Dinda."Bukannya itu lebih baik dari pada dirimu yang terus mengeluh sa
Shayra kembali kelantai tempat kerjanya berada, setelah melalui lift sambil mencebikkan bibirnya menggerutu kesal. Matanya menggelap mengeram kesal ingin sekali mencabik-cabik wajah Adien si pria angkuh juga berengsekk itu."Dua tahun lalu dia melecehkanku harusnya aku yang muak padanya, tapi anehnya malah terbalik dan dia yang membenciku setengah mati. Sekarang apalagi, dia terus saja mengganggu dan membuatku kesal. Iihhh ... sebenarnya maunya apa sih?!" Gerutu Shayra kesal sambil berjalan menuju kubikelnya.Sampai ditujuan Shayra langsung saja duduk dengan perasaan masih yang sama, kesal pada Adien."Iiiiiihh ... Adien sialan! Adien berengsek!!" Umpatnya mendumel kesal. "AAARRGGH!" Sambungnya kelepasan berteriak."Shayra!!" Peringat beberapa staf secara bersamaan merasa terganggu oleh teriakan Shayra tersebut. Menyebabkan Shayra tersadar, tapi masih diselimuti oleh amarah dan kekesalannya.
“Berhenti!!”“Apa?”Tiba-tiba dalam sekejap lift berhenti menyebabkan Shayra melotot kaget tak terima. Menyebabkan timbulnya prasangka buruk tercipta dalam benaknya dan membuat Shayra menjadi waspada. Tetapi, hal tersebut sudah terlambat mana kala Shayra menyadari dirinya telah berada dalam kuasa penuh Adien.Shayra meringis dengan cepat merapalkan doa, penuh harapan agar dibebaskan dari setan terkutuk Adien yang berengsek.“Kamu kelihatan masih pucat, Shayra.” Adien menyeringai aneh mengejek Shayra.Dengan sengaja tubuh yang berada dalam kungkungannya makin erat didekapannya dan jarak antara wajahnya pada wajah Shayra sengaja dikikis. Hal itu menyebabkan Shayra dengan cepat membuang muka tak suka menatap Adien dari jarak yang sangat teramat dekat.“Jangan macam-macam Adien!” gertak Shayra terguncang sambil memberontak.“Ssstt ...” Adien menempelkan jari te
Shayra telah berhenti memukuli Adien, akibat merasa kelelahan dan jenuh sendiri. Lagipula memukuli dada bidang nan keras kepunyaan Adien rupanya mampu menyebabkan jemari lembut milik Shayra kesakitan.Kini Shayra hanya duduk pasrah sambil menggerutu tak terima menyumpah serapahi serta mengomeli Adien sampai merasa puas."Aku mau dibawa kemana dan mau diapakan? Jangan berani macam-macam, ya, atau kamu akan tahu akibatnya. Aku tidak akan diam saja dan menuntutmu sampai kamu bisa hidup dibalik jeruji besi!" Dumel Shayra marah."Berisik!" Adien terganggu dan kesal sendiri mendengar gerutuan Shayra yang menurutnya tak bermutu."Kamu bilang aku berisik?!" Tanya Shayra dengan nada suara naik tak terima disertai dengan tatapan tajam yang siap untuk menikam."Ya, kamu berisik. Jadi, diamlah!"Shayra mencebikkan bibirnya kesal lantas melengkingkan suaranya. "Dasar laki-laki berengsek. Gue
Shayra mememani Gio yang merupakan keponakan dari Adien si pria brengsek. Bocah itu memakan makan malam yang dimasak oleh Shayra sebelumnya. Sambil menemaninya Shayra menikmati es krim yang ditemukannya di dalam kulkas Adien.Tiga cup es krim telah masuk ke dalam perut Shayra ludes dihabiskannya tanpa sisa, tapi bocah bernama Gio itu belum juga menghabiskan makanannya. Bukannya bocah itu tak suka dengan apa yang dimakannya, tapi cara makan Gio memanglah lambat mirip siput. Tak ayal membuat Shayra sering mendengus kesal dibuatnya, namun Shayra tak protes dan menanggapinya dengan sesekali menggelengkan kepalanya dengan tak percaya.Waktu yang terus berjalan ditengah kegiatannya menunggui Gio selesai mengkabiskan makanannya yang tetamat lambat, mengakibatkan Shayra bosan."Gio makanannya digigit jangan diemut lamat-lamat," nasehat Shayra berharap bocah didepannya segera menghabiskan makan malamnya dengan cepat.
Dengan tidak punya pilihan, Shayra akhirnya terpaksa menginap di rumah Adien yang menurutnya brengsek dan mesum itu. Mau bagaimana lagi? andai pulangpun sudah terlalu larut ditambah Adien tak mau mengantarnya pulang. Jika masih nekat pergi pulang sendiri pun sudah tak memungkinkan, sebab hal itu sama saja membunuh diri sendiri.Pulang sendirian dijalan tengah malam menggunakan kendaraan umum, terlebih bagi seorang wanita jelas berpeluang menciptakan bahaya dan Shayra tak mau mengambil resiko tersebut.Lagipula mau pulang gimana? Keluar dari rumah Adien saja sekarang mustahil mengingat lelaki itu telah dengan seenaknya mengunci seluruh pintu rumahnya tanpa terkecuali dan hal itu membuat Shayra tak bisa keluar lewat pintu mana pun."Masih mau pulang?" Adien tiba-tiba masuk dan sudah berada didalam kamar tamu yang Shayra tempati.Sontak saja hal itu menyebabkan Shayra yang akan terlelap kembali membuka matanya, p
Shayra menatap layar monitor komputer di atas meja kerjanya dengan lesunya dan tak bersemangat. Wajahnya ditekuk, bibirnya mengerucut serta dahinya mengerut prustasi. Sesekali Gadis itu mendesah kasar mengingat penyebab dari alasannya menjadi sememprihatikan ini. Tidak lain adalah akibat Adien dan keinginan gilanya untuk menikahi Shayra.Ah, betapa malangnya nasib Shayra saat ini. Terus ditagih menikah oleh si berengsekk itu.Menikah atau bayar hutang!Bayar hutang atau menikah?!Kalimat itu tanpa dapat dienyahkan terus saja membayang mengganggu pikiran Shayra. Adien sudah seperti dept collector penagih hutang. Tiap ketemu selalu saja menuntut agar Shayra mengiyakan keinginan gilanya.Hal itu berdampak menyebabkan banyak pekerjaan Shayra menjadi tak beres, juga kerap kali membuat dirinya diomeli oleh penyihir kejam alias ibu Lisa atasan bermulut tajam itu."Kalau kamu t
Beberapa bulan berlalu setelah insiden penculikan Shayra dan Adien juga sudah sembuh dari traumanya. Setelah terapi rutin menemui psikiater, pria itu secara bertahap menunjukkan kemajuan dan tahap terakhir dia juga sudah melepaskan rantai borgol secara permanen dari Shayra.Hubungan keduanya membaik dan semakin dekat. Semakin mesra membuat kaum jomblo iri melihatnya."Maafkan aku ya, selama ini sudah berpikiran buruk dan menuduhmu yang bukan-bukan." Kalimat itulah yang pertama kali Shayra ucapkan mana kala merasa Adien sudah sepenuhnya sembuh serta waktunya sudah tepat untuk meluruskan kesalahpahamannya.Adien yang tidak mengerti maksud Shayra, mengerutkan dahi dan berlanjut mengacak rambut istrinya itu gemas."Maaf untuk apa? Kesalahan kamu padaku banyak loh!" seru Adien dengan nada bercanda."Maaf untuk
"Aku tidak tahu harus mulai darimana, tapi saat ini aku sangat merindukanmu. Setelah Adien yang tidak terima dengan perbuatanku kepadamu aku dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan kasus penggelapan dana, padahal Aku tahu, dia hanya iri kepadaku karena berhasil melakukan itu padamu. Hahaha.... Aku jadi ingin melakukannya kembali dan sudah tidak sabar ingin melakukan lebih dari menyentuhmu, jadi sadarlah sayang.... "Brakk!Gemuruh suara berisik dari luar kamar membuat Aldo mendengus kasar sambil beranjak dengan cepat. Sementara itu Suara segera menghela nafasnya panjang.Ada rasa yang timbul seperginya Aldo, akan tetapi rasa jijik, marah dan menyesal lebih mendominasi perasaan Shayra.Apa yang baru saja terungkap keluar dari mulut Aldo, benar-benar mengganggu pikiran Shayra sehingga menjadi kacau."Baj
 "Brengsek! Argghhh, dasar brengsek ...." Shayra mendumel kesal sambil kemudian berkacak pinggang dengan geramnya. "Daddy kamu gitu, ya.... Selalu saja membuat Mommy naik darah! Huhh, siapa juga yang suka sama dia?" Lanjut Shayra mengelus perutnya lalu kemudian berjalan semakin menjauhi ruang kerja orang yang merusak suasana hatinya barusan. Shayra berniat kembali ke lantai bawah tempat kerjanya, tapi pada saat memainkan ponsel di dalam lift mendadak dia ingin makan sesuatu. Postingan makanan yang diunggah oleh seseorang yang media sosialnya di follow olehnya, membuatnya tergugah selera ingin menikmatinya. "Makanan ini sepertinya tidak jauh dari sini. Enak kali ya, kalau makan langsung dari tempatnya. Hm, Aku langsung ke sana sajalah," putus Shayra dengan yakin. Setelah sampai dilantai bawah, Shayra yang malas segera meminta seorang Office Boy agar mengeluarkan mobil milikn
 Shayra membuka pintu dan memasuki ruang kerjanya Adien dengan seenaknya dan langsung menyeru, "kata Mas Raga, Aku boleh bekerja di ruang mana saja yang Aku inginkan diperusahaan. Benarkah?!" Adian yang sibuk berkutat dengan dokumen mengangguk acuh tanpa menoleh sama sekali. Bukannya pria itu tak perduli dengan Shayra, tapi jujur saja dia memang tak perduli dengan ocehan Shayra yang menurutnya tidaklah penting. "Jadi Aku boleh bekerja di ruangan ini?" Lanjut Shayra memastikan. Lagi-lagi Adien hanya menjawabnya dengan anggukan tanpa melihat ke arah orang yang mengajaknya berbicara. Beruntungnya Shayra tidak mempermasalahkan hal itu dan malah melanjutkan perkataannya, "kalau begitu apalagi yang kamu tunggu?" Adien mengerutkan dahinya dan mengangkat kepala untuk menatap Shayra dengan tidak mengerti.
Adien pulang ke rumah kembali karena takut akan ancaman yang Shayra katakan lewat telepon, takut isteri dan anaknya yang belum lahir itu kenapa-napa. Pria itu terburu-buru mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh dan ketika sudah sampai langsung saja menuju kamar mereka untuk mencari Shayra.Akan tetapi ia tidak menemukan Shayra di sana dan hal itu membuat Adien bertambah khawatir sehingga tidak memperhatikan jalan. Ketika berjalan menuju kamar mandi untuk memastikan keberadaan istrinya di sana, karena terburu-buru Adien yang tidak hati-hati tanpa sengaja tergelincir. Tidak sampai terjatuh, tapi hal itu berhasil membuat pelipisnya terbentur dinding sehingga mengakibatkan luka memar di sana.Mendengar keributan dari arah kamar mandi Shayra yang baru saja datang entah dari mana menghampirinya dan langsung merasa bersalah saat melihat pelipis Adien memar meski tidak berdarah.
Waktu berjalan begitu cepat dan kini usia kandungan Shayra sudah genap tujuh bulan. Ia masih mual dan sering jatuh sakit karenanya, tapi tidak separah awal-awal bulan kehamilannya. Shayra masih bekerja walau acap kali Adien melarangnya ditambah Lisa sering mengusirnya dari kantor. Anehnya hal itu malah membuat Shayra makin semangat bekerja."Aku cuma hamil bukan sakit parah!" Tegas Shayra pada orang-orang yang menentangnya pergi bekerja.Adien yang mendengar hal itu mengusap wajahnya kasar sambil berdecih kesal. "Iya, aku tahu itu, Shayra. Kamu tidak sakit keras, tapi kondisimu yang hamil begini masih saja memaksakan bekerja, pulangnya kamu pasti terus saja mengeluhkan sakit ini sakit itulah ...." Adien mencoba menyadarkan Shayra, tapi sayangnya hal itu tampak tak berhasil."Oh jadi kamu keberatan tiap kali aku minta tolong pijitin kakiku?" Jawab Shayra menjawab sambil menilap t
Kondisi Shayra yang sakit mengakibatkan Adien ekstra menjaga dan merawatnya hingga tak bisa pergi ke kantor.Adien yang tidak percaya pada perawatan dan pengawasan orang lain, membuatnya keras kepala agar merawat sendiri istrinya dengan dibantu perawat juga dokter yang dipercayai oleh keluarganya jika diperlukan.Adien bekerja di rumah dan meja kerjanya pun kini berpindah tempat ke dalam kamarnya bersama Shayra. Pria itu benar-benar posesif tak bisa bisa jauh sedikipun dari Shayra, sebab entah kenapa ia merasakan perasaan tak enak.Penyebabnya ialah laporan dari anak buahnya yang menyelidiki serta bertugas memberi pelajaran pada Aldo, kehilangan jejak Aldo dan juga belum bisa menghajarnya.Firasat Adien mengatakan bahwa dia tak boleh membiarkan Shayranya sedikipun lepas dari pengawasannya. Sampai hal itu mengakibatkan keduanya dua puluh empat jam tak ada hentinya terus-menerus bersama."Aku
Gara-gara insiden menghajar Aurin tanpa belas kasihan, Shayra hampir saja mendekam dibalik jeruji besi. Akan tetapi hal itu tak terjadi, sebab Adien sudah lebih dahulu mengatasinya dengan uang serta kekuasaan yang dimiliki olehnya untu menyelesaikan segalanya.Ditambah kini Aurin tak lagi berani mendekati Adien dan sedikit mengalami trauma. Namun hal itu bukanlah karena diancam Adien, melainkan ingatan kejadian mengerikan penyisaan Shayra terhadapnya membuatnya ngeri dan takut sehingga ia memilih mundur teratur.Tapi perlu diketahui bahwa wanita semacam Aurin yang terkenal agresif dan suka menggoda iman Adien itu belum menyerah. Hei dia hanya mundur teratur bukan mundur berhenti! Yang artinya seorang Aurin punya rencana lebih baik daripada sebelumnya.Mundur perlahan kebelakang, ambil ancang-ancang baru, barulah kemudian menyerang. Hm, untuk beberapa waktu Aurin sudah putuskan agar menjauhi Adien sementara waktu dan bila tiba
Shayra sedang memasak makan malam untuk dirinya dan Adien suaminya. Kali ini dia tidak serius melakukan kegiatannya tersebut. Pipinya yang terasa memanas dan memerah bagaikan tomat busuk tak pernah pudar dan selalu menyelimutinya.Dirinya yang begitu posesif pada Adien di kantor bahkan sampai membuat babak belur wanita pelakor yang menggoda Adien, mengakibatkan Shayra yang memikirkan kejadian tersebut sambil memotong sayuran menjadi tidak konsen. Sehingga membuat potongan sayurannya tidak rata dan berantakan. Ada yang dipotong kekecilan dan ada yang dipotong terlalu besar. Menyadari hal itu Shayra mendengus sebal."Sial, kok bisa-bisanya aku bersikap begitu? Ch, seharusnya aku juga menghajar Adien karena berani menerima tamu seperti itu." Shayra tanpa sadar merutuki dirinya sendiri. "Eh, tapi Adien tidak salah. Aku lihat dia juga sedang berusaha menyingkirkan wanita itu! Hm, artinya aku sudah benar menghajar wanita itu." Lanjut Shayra samb