Shayra tampak serius mengerjakan file dokumen pekerjaan yang harus segera diselesaikannya. Hanya terlihat sedikit kerutan diwajahnya, kala pekerjaanya bertambah menjadi banyak padahal yang sedang dalam tahap pengerjaan saja belum selesai dikerjakannya.
Tiba-tiba saja Dinda menghampiri dan datang kubikelnya lantas bertingkah dengan bossy, dokumen dalam genggamannya Dinda dihempaskan ke atas meja tepat dihadapan Shayra.
"Kamu memang yang terbaik Shayra!" Pujinya menyimpan sesuatu dibalik ucapannya. "Pekerjaanmu terlihat menumpuk, tapi lihatlah wajahmu masih terlihat biasa saja. Tetapi, bagian terbaiknya lagi meski sudah begitu sampai sekarang kamu tak kunjung naik jabatan, haha!!" Ejek Dinda dikalimat terakhirnya.
Hal itu menyebabkan Shayra mencebikkan bibirnya kesal lalu menghembuskan nafasnya kasar dan memberi tatapan tajam kepada Dinda.
"Bukannya itu lebih baik dari pada dirimu yang terus mengeluh sampai-sampai pekerjaanmu tak ada yang beres, hahh!" Balas Shayra balik meledek mengejek meremehkan Dinda. "Dan ini apakah pekerjaan untukku lagi?" Sambung Shayra bertanya dan diangguki oleh Dinda.
"Tentu saja, itu untukmu. Sudahlah berhenti menatapku seperti itu, kamukan pegawai teladan jadi terimalah dengan berlapang dada," cetus Dinda dengan apa adanya. "Dan selamat menyelesaikannya Shayra sayang. Cepatlah, selesaikan dengan kilat sampai beres sebelum nenek sihir itu mengamukimu," lanjutnya mengatai atasan mereka ibu menajer dengan nenek sihir.
"Kamu benar aku akan segera mengerjakannya, maka dari itu tolong pergilah dari sini ibu Dinda yang terhormat dan berhenti mengajakku mengobrol atau penyihir tua akan mengamuki aku," beritahu Shayra sehingga Dinda pun pergi tanpa menjawab lagi.
Sehingga Shayra kembali sibuk menatap layar monitor komputer miliknya, seraya larut berkutat dalam pekerjaannya.
Dari beberapa langkah Dinda masih kelihatan dan ternyata wanita itu tak benaran pergi. Setelah mengganggu Shayra dia beralih kepada Raga. Wanita itu seaakan tak tenang jika tak merecoki semua orang dalam divisinya. Bahkan keadaan perut hamilnya yang sedikit membuncit miliknya tak bisa mencegat atau menghentikan aksinya.
***
Shayra menatap pintu dihadapannya tanpa berani mengetuknya. Dia merutuk dalam batinnya, jika saja penyihir tua atau ibu menajer yang terhormat ada ditempat atau setidaknya dokumennya tidak begitu penting. Maka, dapat dipastikan Shayra takkan mau merepotkan diri naik kelantai atas dan berada tepat didepan ruang kerja pemilik perusahaan. Adien Raffasyah Aldebaran tuan tukang intimidasi yang menyebalkan.
Sekarang apalagi, saat ini yang Shayra lakukan benar-benar terlihat bodoh dan aneh. Dia bahkan tak berani masuk ke ruang kerja bos untuk saat ini, lalu bagaimana dengan nasib dokumennya, bagaimana selanjutnya ia akan menyerahkan dokumen tersebut pada Adien?
"Mbak, langsung masuk saja dan menunggu pak Bos di dalam ruangannya, sebentar lagi bapak pasti akan datang," beritahu sekretaris Adien yang mejanya berada didepan ruangan bos.
Sekretaris itu bingung menyaksikan kelakuan Shayra yang mulai membuatnya jenuh sendiri. Ada-ada saja.
"Ah, kenapa aku tak menitipkannya padamu saja. Kamu bisakan memberikan dokumen ini kepada pak Adien?" Shayra tanpa persetujuan memberikan dokumennya kepada sekretaris dengan paksa.
"Tapi Mbak," tolak sekretaris enggan menerima dokumennya.
"Ini dokumen penting Mbak--" Shayra menatap nama tag sekretaris lantas mengejanya, "Ki-ra-na, Kirana mohon memberikannya kepada pak Adien, ya ...," sambungnya tak memberikan kesempatan Kirana untuk bicara apalagi menolaknya.
"Tap--"
"Apalagi sih, Mbak? Dokumen ini penting, jadi tolonglah berikan langsung kepada pak Adien ketika dia suda ada!" Shayra kukuh menyerahkan dokumennya memaksa Kirana mau tak mau menerimanya.
"Pokoknya harus langsung diberikan kepada pak Adien!" Shayra berbalik sambil masih berbicara dan tak sadar kalau sesuatu didepannya akan menghentikan langkahnya.
BRAKK!
Tubuhnya menabrak sesuatu yang keras seketika. Astaga apakah dia baru saja menabrak tembok?
Tunggu dulu. Kening Shayra mengerut heran, bukankah seingat Shayra tak ada tembok didepan meja sekretasisnya Adien. Mmm, tapi mungkin saja Shayra tadi yang tak menyadarinya. Lagipula kalau bukan tembok yang Shayra tabrak memangnya apa lagi?
'Tak mungkin pria tampankan?' Shayra membatin sambil bertanya. 'Tapi mengapa temboknya bisa mengeluarkan aroma parfum maskulin yang terasa menenangkan saat menghirupnya?'
"Kenapa bukan kamu saja yang langsung menyerahkannya kepada saya?"
Seketika perkataan tersebut menyadarkan Shayra bahwa yang dia tabrak memang bukanlah tembok seperti dugaannya, tapi manusia merupakan pria tampan yang dielaknya sebelumnya.
Sayangnya suara pria tampan, terdengar begitu mengerikan ditelinganya manakala ia menyadari siapa pemiliknya.
"Apakah senyaman itu dalam pelukan saya?" Kata pria itu kembali membuat Shayra sadar dan terkejut dengan posisinya berada saat ini.
Tenggelam dalam dada bidang Pria yang begitu kokoh disertai aroma parfumnya yang memabukkan dan mampu membuat wanita manapun akan lupa diri terhadapnya.
'Astaga, Shayra! Apa yang sudah kamu pikirkan ...' rutuk Shayra membatin pada dirinya sendiri.
Bersamaan dengan itu dengan cepat Shayra beranjak dari Pria itu yang ternyata adalah Adien Raffasyah Aldebaran, si Pria berengsek yang melecehkannya dua tahun lalu, tapi anehnya sekarang malah laki-laki itu yang membenci Shayra dan bukan sebaliknya.
"Maaf, Pak." Shayra menunduk sambil mererutuki kebodohannya tanpa menatap Adien.
"Maaf untuk kesalahanmu yang mana, bisakah kamu spesifikkan lagi." Adien datar dan dinginnya membuat Shayra menggigit bibirnya kala kekesalan itu menghampirinya.
Sementara itu Kirana sang sekretaris malah pura-pura acuh tak acuh menyaksikan kejadian yang tersaji di depan matanya sendiri. Sekretaris Adien tersebut pura-pura tak melihat dan tak mendengar dan dia terlihat sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Kirana mengatur jadwal bos atau mengerjakan pekerjaan lainnya menyempurnakan aksinya tersebut.
"Shayra," panggil Adien kala belum mendapat jawaban Shayra sama sekali.
Lantas hal tersebut membuat Shayra menghela nafas dan segera menjawab, "maaf Pak, untuk kesalahan saya yang tanpa sopan menabrak Bapak dan--"
"Dan untuk kesalahanmu yang memeluk saya dengan sengaja memanfaatkan kesempatan yang ada." Adien menyarkas memotong ucapan Shayra sehingga menyebabkan perempuan dihadapannya mengeram marah.
'Siapa yang memanfaatkan kesempatan yang ada? Dasar berengsek!' Rutuk Shayra membatin tak terima.
"Bukan begi--"
"Itu bisa dianggap pelecehan," potong Adien kembali sebelum Shayra menyelesaikan kalimatnya. "Jadi kalau saya menampar pipi kirimu seperti yang kau lakukan dua tahun silam ketika menampar pipi kiriku, tak masalahkan." Adien menampilkan senyum devil-nya menghampri Shayra yang refleks mundur perlahan menghindarinya.
Pria itu lebih cepat sehingga sehingga wanita dihadapannya tak bisa menghindar lagi.
Satu tangan Adien mendarat menahan pergelangan tangan Shayra dan satunya lagi mendarat dipipinya. Tetapi, bukan kerena baru saja berhasil menampar melainkan sedang mengelusnya lembut sambil tersenyum mengejek.
"Ch, sayangnya saya ini pria baik-baik yang takkan tega melihat pipimu ini menjadi lebam dan juga memerah." Adien menahan ucapannya membuat Shayra menatapnya dengan tak percaya. "Tetapi, kalau pipi ini memerah merona kerena tersipu padaku. Tak masalahkan," sambungnya sambil menyampirkan anak rambut Shayra diatas daun telinga empunya sambil setengah berbisik.
Setelah puas akan aksinya Adien melepaskan Shayra lantas beralih pada Kirana.
"Bawakan segera dokumennya ke ruanganku, jangan sampai membuat Shayra marah dan memukul pipimu seperti yang pernah dilakukannya kepadaku," Perintah Adien sambil kembali menatap Shayra.
Adien menyunggingkan senyuman devil-nya sebelum kemudian dia berlalu masuk ke dalam ruang kerjanya.
"Dasar berengsekk!!" Umpat Shayra mengeram kesal menatap kepergian Adien lalu dia beralih menatap Kirana. "Apalagi yang kau tunggu, ingin si berengsek itu memecatmu dulu, baru mengantarkannya? Sudah sana cepatlah berikan kepadanya dokumen itu!" Shayra mengomel melampiaskan kekesalannya kepada Kirana yang tak bersalah.
"Sabar, sabar ..." ringis Kirana mengelus dada seraya menghela nafasnya panjang, selang setelah kepergian Shayra. "Pak bos dan pacarnya yang berantam kenapa gue terkena dampaknya, fiuhh!"
TBC
Shayra kembali kelantai tempat kerjanya berada, setelah melalui lift sambil mencebikkan bibirnya menggerutu kesal. Matanya menggelap mengeram kesal ingin sekali mencabik-cabik wajah Adien si pria angkuh juga berengsekk itu."Dua tahun lalu dia melecehkanku harusnya aku yang muak padanya, tapi anehnya malah terbalik dan dia yang membenciku setengah mati. Sekarang apalagi, dia terus saja mengganggu dan membuatku kesal. Iihhh ... sebenarnya maunya apa sih?!" Gerutu Shayra kesal sambil berjalan menuju kubikelnya.Sampai ditujuan Shayra langsung saja duduk dengan perasaan masih yang sama, kesal pada Adien."Iiiiiihh ... Adien sialan! Adien berengsek!!" Umpatnya mendumel kesal. "AAARRGGH!" Sambungnya kelepasan berteriak."Shayra!!" Peringat beberapa staf secara bersamaan merasa terganggu oleh teriakan Shayra tersebut. Menyebabkan Shayra tersadar, tapi masih diselimuti oleh amarah dan kekesalannya.
“Berhenti!!”“Apa?”Tiba-tiba dalam sekejap lift berhenti menyebabkan Shayra melotot kaget tak terima. Menyebabkan timbulnya prasangka buruk tercipta dalam benaknya dan membuat Shayra menjadi waspada. Tetapi, hal tersebut sudah terlambat mana kala Shayra menyadari dirinya telah berada dalam kuasa penuh Adien.Shayra meringis dengan cepat merapalkan doa, penuh harapan agar dibebaskan dari setan terkutuk Adien yang berengsek.“Kamu kelihatan masih pucat, Shayra.” Adien menyeringai aneh mengejek Shayra.Dengan sengaja tubuh yang berada dalam kungkungannya makin erat didekapannya dan jarak antara wajahnya pada wajah Shayra sengaja dikikis. Hal itu menyebabkan Shayra dengan cepat membuang muka tak suka menatap Adien dari jarak yang sangat teramat dekat.“Jangan macam-macam Adien!” gertak Shayra terguncang sambil memberontak.“Ssstt ...” Adien menempelkan jari te
Shayra telah berhenti memukuli Adien, akibat merasa kelelahan dan jenuh sendiri. Lagipula memukuli dada bidang nan keras kepunyaan Adien rupanya mampu menyebabkan jemari lembut milik Shayra kesakitan.Kini Shayra hanya duduk pasrah sambil menggerutu tak terima menyumpah serapahi serta mengomeli Adien sampai merasa puas."Aku mau dibawa kemana dan mau diapakan? Jangan berani macam-macam, ya, atau kamu akan tahu akibatnya. Aku tidak akan diam saja dan menuntutmu sampai kamu bisa hidup dibalik jeruji besi!" Dumel Shayra marah."Berisik!" Adien terganggu dan kesal sendiri mendengar gerutuan Shayra yang menurutnya tak bermutu."Kamu bilang aku berisik?!" Tanya Shayra dengan nada suara naik tak terima disertai dengan tatapan tajam yang siap untuk menikam."Ya, kamu berisik. Jadi, diamlah!"Shayra mencebikkan bibirnya kesal lantas melengkingkan suaranya. "Dasar laki-laki berengsek. Gue
Shayra mememani Gio yang merupakan keponakan dari Adien si pria brengsek. Bocah itu memakan makan malam yang dimasak oleh Shayra sebelumnya. Sambil menemaninya Shayra menikmati es krim yang ditemukannya di dalam kulkas Adien.Tiga cup es krim telah masuk ke dalam perut Shayra ludes dihabiskannya tanpa sisa, tapi bocah bernama Gio itu belum juga menghabiskan makanannya. Bukannya bocah itu tak suka dengan apa yang dimakannya, tapi cara makan Gio memanglah lambat mirip siput. Tak ayal membuat Shayra sering mendengus kesal dibuatnya, namun Shayra tak protes dan menanggapinya dengan sesekali menggelengkan kepalanya dengan tak percaya.Waktu yang terus berjalan ditengah kegiatannya menunggui Gio selesai mengkabiskan makanannya yang tetamat lambat, mengakibatkan Shayra bosan."Gio makanannya digigit jangan diemut lamat-lamat," nasehat Shayra berharap bocah didepannya segera menghabiskan makan malamnya dengan cepat.
Dengan tidak punya pilihan, Shayra akhirnya terpaksa menginap di rumah Adien yang menurutnya brengsek dan mesum itu. Mau bagaimana lagi? andai pulangpun sudah terlalu larut ditambah Adien tak mau mengantarnya pulang. Jika masih nekat pergi pulang sendiri pun sudah tak memungkinkan, sebab hal itu sama saja membunuh diri sendiri.Pulang sendirian dijalan tengah malam menggunakan kendaraan umum, terlebih bagi seorang wanita jelas berpeluang menciptakan bahaya dan Shayra tak mau mengambil resiko tersebut.Lagipula mau pulang gimana? Keluar dari rumah Adien saja sekarang mustahil mengingat lelaki itu telah dengan seenaknya mengunci seluruh pintu rumahnya tanpa terkecuali dan hal itu membuat Shayra tak bisa keluar lewat pintu mana pun."Masih mau pulang?" Adien tiba-tiba masuk dan sudah berada didalam kamar tamu yang Shayra tempati.Sontak saja hal itu menyebabkan Shayra yang akan terlelap kembali membuka matanya, p
Shayra menatap layar monitor komputer di atas meja kerjanya dengan lesunya dan tak bersemangat. Wajahnya ditekuk, bibirnya mengerucut serta dahinya mengerut prustasi. Sesekali Gadis itu mendesah kasar mengingat penyebab dari alasannya menjadi sememprihatikan ini. Tidak lain adalah akibat Adien dan keinginan gilanya untuk menikahi Shayra.Ah, betapa malangnya nasib Shayra saat ini. Terus ditagih menikah oleh si berengsekk itu.Menikah atau bayar hutang!Bayar hutang atau menikah?!Kalimat itu tanpa dapat dienyahkan terus saja membayang mengganggu pikiran Shayra. Adien sudah seperti dept collector penagih hutang. Tiap ketemu selalu saja menuntut agar Shayra mengiyakan keinginan gilanya.Hal itu berdampak menyebabkan banyak pekerjaan Shayra menjadi tak beres, juga kerap kali membuat dirinya diomeli oleh penyihir kejam alias ibu Lisa atasan bermulut tajam itu."Kalau kamu t
"Ada apa, Shayra? Apa kamu kembali sakit tidak enak badan dan nggak enak makan, hmm ..." celetuk Dinda mengomentari kelakuan Shayra yang terus mengaduk makanannya tanpa nafsu untuk menghabiskannya."Hmmm ..." Shayra berdehem lesu tak tertarik menjawab pertanyaan Dinda, namun tetap saja Shayra memaksakan diri untuk menjawab agar Dinda tak sakit hati dan tidak merasa diacuhkan. "Ya ... mmm-aku sakit lagi. Sangat kesakitan menderita sakit lebih sakit dari penyakitku yang sebelum-sebelumnya.""Apa!!" Kaget Dinda berseru dengan suara lumayan kencang disertai petototan setelah mendengarkan pernyataan Shayra.Hal itu mengakibatkan orang-orang yang juga berada dikantin perusahaan menatap kearah mereka dengan herannya. "Maaf-maaf ..." sambung ibu hamil itu tersadar, meringis sambil menyengir malu menatap orang-orang yang menatapnya dengan aneh.Dinda kembali beralih menatap Shayra yang kelihatan keadaannya masih sama,
Sampai dirumahnya Shayra langsung memarkinkan mobil miliknya masuk garasi, kemudian keluar masuk rumah.Kebetulan garasi dirumahnya tersambung dengan dapur, sehingga Shayra tidak perlu repot balik kedepan. Dia hanya perlu masuk rumah melalui pintu penghubung.Gadis itu pun masuk melewati dapur dan berjalan menuju arah kamarnya yang berada dilantai dua."Fiuhhh ..." Shayra menghela nafas lelah menghamburkan dirinya ke atas tempat tidur milik sejenak sebelum kemudian ia menyambar handuk dan masuk kamar mandi."Aaarrggh, segarnya. Habis mandi tubuh terasa lebih enakan dan lebih rileks." Shayra berceloteh pada dirinya sendiri sambil mengibaskan rambut dan melilitnya dengan handuk untuk mengeringkan rambutnya tersebut.Shayra keluar dari kamar mandi dan hendak mengambil pakaiannya di dalam lemari, namun hal itu tidak jadi manakala, dua bola matanya menyaksikan layar handphone miliknya hidup dan teli
Beberapa bulan berlalu setelah insiden penculikan Shayra dan Adien juga sudah sembuh dari traumanya. Setelah terapi rutin menemui psikiater, pria itu secara bertahap menunjukkan kemajuan dan tahap terakhir dia juga sudah melepaskan rantai borgol secara permanen dari Shayra.Hubungan keduanya membaik dan semakin dekat. Semakin mesra membuat kaum jomblo iri melihatnya."Maafkan aku ya, selama ini sudah berpikiran buruk dan menuduhmu yang bukan-bukan." Kalimat itulah yang pertama kali Shayra ucapkan mana kala merasa Adien sudah sepenuhnya sembuh serta waktunya sudah tepat untuk meluruskan kesalahpahamannya.Adien yang tidak mengerti maksud Shayra, mengerutkan dahi dan berlanjut mengacak rambut istrinya itu gemas."Maaf untuk apa? Kesalahan kamu padaku banyak loh!" seru Adien dengan nada bercanda."Maaf untuk
"Aku tidak tahu harus mulai darimana, tapi saat ini aku sangat merindukanmu. Setelah Adien yang tidak terima dengan perbuatanku kepadamu aku dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan kasus penggelapan dana, padahal Aku tahu, dia hanya iri kepadaku karena berhasil melakukan itu padamu. Hahaha.... Aku jadi ingin melakukannya kembali dan sudah tidak sabar ingin melakukan lebih dari menyentuhmu, jadi sadarlah sayang.... "Brakk!Gemuruh suara berisik dari luar kamar membuat Aldo mendengus kasar sambil beranjak dengan cepat. Sementara itu Suara segera menghela nafasnya panjang.Ada rasa yang timbul seperginya Aldo, akan tetapi rasa jijik, marah dan menyesal lebih mendominasi perasaan Shayra.Apa yang baru saja terungkap keluar dari mulut Aldo, benar-benar mengganggu pikiran Shayra sehingga menjadi kacau."Baj
 "Brengsek! Argghhh, dasar brengsek ...." Shayra mendumel kesal sambil kemudian berkacak pinggang dengan geramnya. "Daddy kamu gitu, ya.... Selalu saja membuat Mommy naik darah! Huhh, siapa juga yang suka sama dia?" Lanjut Shayra mengelus perutnya lalu kemudian berjalan semakin menjauhi ruang kerja orang yang merusak suasana hatinya barusan. Shayra berniat kembali ke lantai bawah tempat kerjanya, tapi pada saat memainkan ponsel di dalam lift mendadak dia ingin makan sesuatu. Postingan makanan yang diunggah oleh seseorang yang media sosialnya di follow olehnya, membuatnya tergugah selera ingin menikmatinya. "Makanan ini sepertinya tidak jauh dari sini. Enak kali ya, kalau makan langsung dari tempatnya. Hm, Aku langsung ke sana sajalah," putus Shayra dengan yakin. Setelah sampai dilantai bawah, Shayra yang malas segera meminta seorang Office Boy agar mengeluarkan mobil milikn
 Shayra membuka pintu dan memasuki ruang kerjanya Adien dengan seenaknya dan langsung menyeru, "kata Mas Raga, Aku boleh bekerja di ruang mana saja yang Aku inginkan diperusahaan. Benarkah?!" Adian yang sibuk berkutat dengan dokumen mengangguk acuh tanpa menoleh sama sekali. Bukannya pria itu tak perduli dengan Shayra, tapi jujur saja dia memang tak perduli dengan ocehan Shayra yang menurutnya tidaklah penting. "Jadi Aku boleh bekerja di ruangan ini?" Lanjut Shayra memastikan. Lagi-lagi Adien hanya menjawabnya dengan anggukan tanpa melihat ke arah orang yang mengajaknya berbicara. Beruntungnya Shayra tidak mempermasalahkan hal itu dan malah melanjutkan perkataannya, "kalau begitu apalagi yang kamu tunggu?" Adien mengerutkan dahinya dan mengangkat kepala untuk menatap Shayra dengan tidak mengerti.
Adien pulang ke rumah kembali karena takut akan ancaman yang Shayra katakan lewat telepon, takut isteri dan anaknya yang belum lahir itu kenapa-napa. Pria itu terburu-buru mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh dan ketika sudah sampai langsung saja menuju kamar mereka untuk mencari Shayra.Akan tetapi ia tidak menemukan Shayra di sana dan hal itu membuat Adien bertambah khawatir sehingga tidak memperhatikan jalan. Ketika berjalan menuju kamar mandi untuk memastikan keberadaan istrinya di sana, karena terburu-buru Adien yang tidak hati-hati tanpa sengaja tergelincir. Tidak sampai terjatuh, tapi hal itu berhasil membuat pelipisnya terbentur dinding sehingga mengakibatkan luka memar di sana.Mendengar keributan dari arah kamar mandi Shayra yang baru saja datang entah dari mana menghampirinya dan langsung merasa bersalah saat melihat pelipis Adien memar meski tidak berdarah.
Waktu berjalan begitu cepat dan kini usia kandungan Shayra sudah genap tujuh bulan. Ia masih mual dan sering jatuh sakit karenanya, tapi tidak separah awal-awal bulan kehamilannya. Shayra masih bekerja walau acap kali Adien melarangnya ditambah Lisa sering mengusirnya dari kantor. Anehnya hal itu malah membuat Shayra makin semangat bekerja."Aku cuma hamil bukan sakit parah!" Tegas Shayra pada orang-orang yang menentangnya pergi bekerja.Adien yang mendengar hal itu mengusap wajahnya kasar sambil berdecih kesal. "Iya, aku tahu itu, Shayra. Kamu tidak sakit keras, tapi kondisimu yang hamil begini masih saja memaksakan bekerja, pulangnya kamu pasti terus saja mengeluhkan sakit ini sakit itulah ...." Adien mencoba menyadarkan Shayra, tapi sayangnya hal itu tampak tak berhasil."Oh jadi kamu keberatan tiap kali aku minta tolong pijitin kakiku?" Jawab Shayra menjawab sambil menilap t
Kondisi Shayra yang sakit mengakibatkan Adien ekstra menjaga dan merawatnya hingga tak bisa pergi ke kantor.Adien yang tidak percaya pada perawatan dan pengawasan orang lain, membuatnya keras kepala agar merawat sendiri istrinya dengan dibantu perawat juga dokter yang dipercayai oleh keluarganya jika diperlukan.Adien bekerja di rumah dan meja kerjanya pun kini berpindah tempat ke dalam kamarnya bersama Shayra. Pria itu benar-benar posesif tak bisa bisa jauh sedikipun dari Shayra, sebab entah kenapa ia merasakan perasaan tak enak.Penyebabnya ialah laporan dari anak buahnya yang menyelidiki serta bertugas memberi pelajaran pada Aldo, kehilangan jejak Aldo dan juga belum bisa menghajarnya.Firasat Adien mengatakan bahwa dia tak boleh membiarkan Shayranya sedikipun lepas dari pengawasannya. Sampai hal itu mengakibatkan keduanya dua puluh empat jam tak ada hentinya terus-menerus bersama."Aku
Gara-gara insiden menghajar Aurin tanpa belas kasihan, Shayra hampir saja mendekam dibalik jeruji besi. Akan tetapi hal itu tak terjadi, sebab Adien sudah lebih dahulu mengatasinya dengan uang serta kekuasaan yang dimiliki olehnya untu menyelesaikan segalanya.Ditambah kini Aurin tak lagi berani mendekati Adien dan sedikit mengalami trauma. Namun hal itu bukanlah karena diancam Adien, melainkan ingatan kejadian mengerikan penyisaan Shayra terhadapnya membuatnya ngeri dan takut sehingga ia memilih mundur teratur.Tapi perlu diketahui bahwa wanita semacam Aurin yang terkenal agresif dan suka menggoda iman Adien itu belum menyerah. Hei dia hanya mundur teratur bukan mundur berhenti! Yang artinya seorang Aurin punya rencana lebih baik daripada sebelumnya.Mundur perlahan kebelakang, ambil ancang-ancang baru, barulah kemudian menyerang. Hm, untuk beberapa waktu Aurin sudah putuskan agar menjauhi Adien sementara waktu dan bila tiba
Shayra sedang memasak makan malam untuk dirinya dan Adien suaminya. Kali ini dia tidak serius melakukan kegiatannya tersebut. Pipinya yang terasa memanas dan memerah bagaikan tomat busuk tak pernah pudar dan selalu menyelimutinya.Dirinya yang begitu posesif pada Adien di kantor bahkan sampai membuat babak belur wanita pelakor yang menggoda Adien, mengakibatkan Shayra yang memikirkan kejadian tersebut sambil memotong sayuran menjadi tidak konsen. Sehingga membuat potongan sayurannya tidak rata dan berantakan. Ada yang dipotong kekecilan dan ada yang dipotong terlalu besar. Menyadari hal itu Shayra mendengus sebal."Sial, kok bisa-bisanya aku bersikap begitu? Ch, seharusnya aku juga menghajar Adien karena berani menerima tamu seperti itu." Shayra tanpa sadar merutuki dirinya sendiri. "Eh, tapi Adien tidak salah. Aku lihat dia juga sedang berusaha menyingkirkan wanita itu! Hm, artinya aku sudah benar menghajar wanita itu." Lanjut Shayra samb