“Berhenti!!”
“Apa?”
Tiba-tiba dalam sekejap lift berhenti menyebabkan Shayra melotot kaget tak terima. Menyebabkan timbulnya prasangka buruk tercipta dalam benaknya dan membuat Shayra menjadi waspada. Tetapi, hal tersebut sudah terlambat mana kala Shayra menyadari dirinya telah berada dalam kuasa penuh Adien.
Shayra meringis dengan cepat merapalkan doa, penuh harapan agar dibebaskan dari setan terkutuk Adien yang berengsek.
“Kamu kelihatan masih pucat, Shayra.” Adien menyeringai aneh mengejek Shayra.
Dengan sengaja tubuh yang berada dalam kungkungannya makin erat didekapannya dan jarak antara wajahnya pada wajah Shayra sengaja dikikis. Hal itu menyebabkan Shayra dengan cepat membuang muka tak suka menatap Adien dari jarak yang sangat teramat dekat.
“Jangan macam-macam Adien!” gertak Shayra terguncang sambil memberontak.
“Ssstt ...” Adien menempelkan jari telunjuknya di bibir Shayra. “Meskipun tuduhanmu benar, aku memang punya banyak macam kepadamu. Tetapi tenanglah karena kali ini aku pasti mempertanggungjawabkannya, Shayra. Sebelum telapak tanganmu yang halus terluka akibat mendaratkan diwajahku dengan keras, aku jamin hak penuh dirimu akan menjadi milikku," kecam Adien beralih menggenggam tangan Shayra.
Adien menggenggam erat sambil mengelusnya dengan tangannya yang lain dan memperlakukannya dengan lembut lalu setelah merasa cukup, barulah ia melepaskan tangan Shayra dengan sendirinya.
“Jangan bermimpi, memangnya kamu siapa?” Dengus Shayra kesal menatap Adien sinis sambil mencoba menjauh.
Bukannya langsung menjawab Adien malah tersenyum aneh lalu menjentikkan jarinya. Dan ajaibnya lift tiba-tiba kembali bergerak. Menyebabkan Shayra sedikit lega serta tenang, sampai lift-nya tiba dilantai yang dituju dan terbuka.
“Aku sedang tidak tidur Shayra jadi aku tak mungkin bermimpi dan lain kali jangan menanyakan siapa diriku karena aku yakin kamu pasti tahu.” Adien menyunggingkan seyuman dinginnya sebelum berlalu dengan angkuh tanpa menunggu jawaban Shayra.
***
Shayra membuat es krim rasa mangga kesukaannya lalu menaruhnya kedalam kulkas. Kemudian meraih mangkuk es krim yang dibuatnya sehari sebelumnya dan telah beku.
Shayra berjalan menuju ruang tengah tak membawa membawa es krim miliknya untuk menemaninya mengerjakan pekerjaannya malam ini.
“Apa kamu tak bosan tiap hari makan es krim melulu, Shayra? Itupun rasa mangga terus ...” cibir Mama Karina jengah memperhatikan kelakuan putri satu-satunya itu.
“Terlanjur jadi maniak, ya, bagaimana lagi Ma?” Jawab Shayra asal seraya menuju sofa yang berseberangan dengan sofa yang diduduki Mamanya Karina.
Mamanya menghela nafas kembali. “Mama gak melarangmu mengomsumsi es krim, tapi sebaiknya jangan keseringanlah sampai rutin tiap hari lagi! Lagipula kamu mengertilah hal itu gak baik bagi kesahatanmu. Bahkan kamu sudah merasakan gejala buruknya, akibatnya kamupun tak jarang flu dan batuk karenanya. Apa kamu nggak jera Shayra?”
“Hm, iya Ma. Kapan-kapanlah Shayra tobat nggak ngemil es krim lagi.” Shayra acuh tak bersungguh-sungguh dengan perkataannya.
Mendengar hal itu menyebabkan Mamanya membuang nafas kasar sambil berdiri. “Dasar bandel! Terus saja makan es krim, Mama nggak akan mengingatkanmu lagi, tetapi kalau kamu sampai sakit jangan coba-coba berani merintih dihadapan Mama!!” omel Mamanya murka tak habis pikir dengan putrinya satu-satunya itu.
Mamanya beranjak pergi tanpa menanti jawaban Shayra terlebih dahulu.
Anaknya itu memang bandel susah sekali diperingati dan senang membuat Karina terpancing omosi menghadapinya. Beruntung saja Shayra betulan anaknya, kalau tidak tak cincang habis oleh Karina.
Sementara itu Shayra yang mendapat reaksi ibunya begitu jengkel terhadapnya, Shayra acuh saja dan tak peduli. Dia malah makin lahap mengemil es krimnya sambil menghidupkan TV, melupakan pekerjaannya dan menonton acara yang disiarkan disana.
Ddrrrttttt ... ddrrrrrtt ...
Bunyi handphone miliknya menghentikan Shayra makan es krim sejenak, untuk menjawab panggilan telepon yang masuk. Shayra menyapa Dinda ketika sambungan telepon terhubung. menyebabkan Dinda mendengus kesal.
“Iya Dinda, ada apa? Kamu nggak biasanya menghubungiku malam-malam begini.”
“Kamu ini nggak ada basa-basinya, nyapa ‘hallo’ dahulu kek! Atau kalau nggak beri salam dululah.” Dinda memprotesi Shayra.
“Kelamaan, udah sekarang mendingan katakan ada perlu apa? Es krim gue nanti keburu mencair tau.”
“Kamu lagi makan es krim malam begini yang udaranya diselimuti hawa dingin, Shayra? Yang benar saja, Astaga!” ringis Dinda tak habis pikir.
“Bawel, nggak usah dibahas mending sekarang katakan alasanmu menghubungiku malam apa. Jangan bilang kamu kurang kerjaan atau bayi dalam perutmu kepengen mendengar suaraku," terka Shayra dengan asal.
“Kamu cenayang, ya? Kok tahu kalau bayiku memang kepengen mendengar suaramu, tetapi sebenarnya lebih ingin kamu kemari agar aku bisa melihatmu.” Dinda terkekeh mengungkapkan perihal alasannya menelepon Shayra.
Sontak saja menyebabkan Shayra mendengus kesal, “ aku pikir apaan dan terus kenapa aku harus kesana?”
“Hm, menemani dan menginap dirumahku malam ini dan untuk enam malam kedepannya. Kumohon kasihanilah Ibu hamil ini, Shayra. Aku sedang merasakan kesepian yang mendalam.” Dinda penuh harap memelas kepada Shayra menggunakan nada suara butuh belas kasihan yang dibuat-buat.
“Memangnya suamimu pergi kemana?” Shayra meraih kembali mangkuk es krimnya dan kembali memakannya.
“Kerja.”
“Keluar kota lagi Din?”
“Hm, begitulah ...”
Dinda memelas berusaha agar terdengar begitu menyedihkan saat mengucapkan perkataanya agar Shayra luluh dan mewujudkan keinginannya. Benar saja, setelah menghela nafas Shayra luluh dengan mudahnya. Lagian ia tak tegaan pada ibu hamil satu itu.
“Yasudah, satu jam lagi aku ke sana, ok!”
“Aku tunggu.”
Setelah selesai mengobrol dengan Dinda lewat telepon Shayra pun buru-buru menghabiskan es krimnya. Bersiap untnuk pergi dan tak lupa pamitan kepada Mama Karina.
***
Ketika Shayra masih dalam perjalanan menuju rumah Dinda, wanita yang sedang mengandung itu menitipkan sesuatu kepadanya. Berdalih itu keinginan bayinya. Dan disinilah Shayra sekarang, berada di warung pinggir jalan mencari makanan yang dingidami oleh Dinda.
Setelah mendapatkannya Shayra berniat melanjutkan perjalanannya menuju rumah Dinda.
Sayang sekali niatnya tak berjalan mulus, pada saat berjalan menuju mobilnya, Shayra menemukan sosok Adien tiba-tiba saja datang entah dari mana menghampirinya.
“Ikut aku!!” Adien dengan tegasnya tak ingin dibantah.
Dalam sekejap Shayra dalam tahan Adien yang menggenggam tangannya paksa. Pria itu membawa Shayra menuju mobilnya dan kembali lagi memaksa Shayra begitu sampai agar Shayra mau masuk dan menaiki mobilnya.
“Lepaskan aku berengsek! Apa-apaan sih? Jangan bilang kalau kamu mau menculikku!!”
“Kalau hal itu membuatmu jadi menurut, anggap saja begitu. Aku sedang menculikmu jadi sekarang masuklah!!
“Aku gak mau, udalah jangan bercanda begini. Dinda sedang menungguku di rumahnya, kamu tahu dia sedang mengandung serta mengidam saat ini. Sekarang aku harus memberikan pesanannya demi keinginan bayinya. Tolong jangan seperti ini, kamu nggak maukan menjadi orang yang menyebabkan anak Dinda ileran suatu hari nanti," kata Shayra menjelaskan sambil berontak.
Shayra gagal membebaskan dirinya, kerena sekarang dirinya sudah duduk dalam mobil Adien. Bahkan sabuk pengaman telah Adien kenakan padanya.
“Ada suaminya yang akan melakukan itu, jadi diamlah dan jangan berani turun.”
BLAMM
Adien menghempaskan pintu mobilnya kasar lalu dengan cepat menuju arah kemudi dan masuk kedalam mobilnya disebelah Shayra.
“Jangan begini, suami Dinda sedang dinas keluar kota dan akulah yang harus membantunya untuk mewujudkan keinginan bayinya.”
“Jangan banyak alasan dia punya kerabat, Shayra. Jadi diamlah dan jangan membantah lagi.” Adien menghidupkan mesin mobil miliknya.
Selanjutnya pria itu mengemudikan mobilnya membelah jalanan kota dimalam hari, diiringi gerutuan wanita disampingnya yang terus-terusan memberontak.
“Kerabatnya Dinda cuma aku.” Shayra tak mau mengalah dan belum menyerah. “Lagi pula kamu mau membawaku kemana sih? Dan mobilku, ah, bagaimana nasibnya disana ... hentikan berengsek biarkan aku kembali sebelum penculik mencuri mobilku.” Shayra masih memberontak memukuli Adien sambil menguncang tubuhnya.
Tetapi, tenaga Shayra bukanlah apa-apa bagi Adien. Sekuat apapun Shayra memukul atau mendorongnya itu tak berarti apupun baginya. Alhasil Adien masih diam tak bergeming sama sekali dan bahkan ia masih sangat fokus mengemudikan mobilnya.
“Dasar cerewet!”
TBC
Shayra telah berhenti memukuli Adien, akibat merasa kelelahan dan jenuh sendiri. Lagipula memukuli dada bidang nan keras kepunyaan Adien rupanya mampu menyebabkan jemari lembut milik Shayra kesakitan.Kini Shayra hanya duduk pasrah sambil menggerutu tak terima menyumpah serapahi serta mengomeli Adien sampai merasa puas."Aku mau dibawa kemana dan mau diapakan? Jangan berani macam-macam, ya, atau kamu akan tahu akibatnya. Aku tidak akan diam saja dan menuntutmu sampai kamu bisa hidup dibalik jeruji besi!" Dumel Shayra marah."Berisik!" Adien terganggu dan kesal sendiri mendengar gerutuan Shayra yang menurutnya tak bermutu."Kamu bilang aku berisik?!" Tanya Shayra dengan nada suara naik tak terima disertai dengan tatapan tajam yang siap untuk menikam."Ya, kamu berisik. Jadi, diamlah!"Shayra mencebikkan bibirnya kesal lantas melengkingkan suaranya. "Dasar laki-laki berengsek. Gue
Shayra mememani Gio yang merupakan keponakan dari Adien si pria brengsek. Bocah itu memakan makan malam yang dimasak oleh Shayra sebelumnya. Sambil menemaninya Shayra menikmati es krim yang ditemukannya di dalam kulkas Adien.Tiga cup es krim telah masuk ke dalam perut Shayra ludes dihabiskannya tanpa sisa, tapi bocah bernama Gio itu belum juga menghabiskan makanannya. Bukannya bocah itu tak suka dengan apa yang dimakannya, tapi cara makan Gio memanglah lambat mirip siput. Tak ayal membuat Shayra sering mendengus kesal dibuatnya, namun Shayra tak protes dan menanggapinya dengan sesekali menggelengkan kepalanya dengan tak percaya.Waktu yang terus berjalan ditengah kegiatannya menunggui Gio selesai mengkabiskan makanannya yang tetamat lambat, mengakibatkan Shayra bosan."Gio makanannya digigit jangan diemut lamat-lamat," nasehat Shayra berharap bocah didepannya segera menghabiskan makan malamnya dengan cepat.
Dengan tidak punya pilihan, Shayra akhirnya terpaksa menginap di rumah Adien yang menurutnya brengsek dan mesum itu. Mau bagaimana lagi? andai pulangpun sudah terlalu larut ditambah Adien tak mau mengantarnya pulang. Jika masih nekat pergi pulang sendiri pun sudah tak memungkinkan, sebab hal itu sama saja membunuh diri sendiri.Pulang sendirian dijalan tengah malam menggunakan kendaraan umum, terlebih bagi seorang wanita jelas berpeluang menciptakan bahaya dan Shayra tak mau mengambil resiko tersebut.Lagipula mau pulang gimana? Keluar dari rumah Adien saja sekarang mustahil mengingat lelaki itu telah dengan seenaknya mengunci seluruh pintu rumahnya tanpa terkecuali dan hal itu membuat Shayra tak bisa keluar lewat pintu mana pun."Masih mau pulang?" Adien tiba-tiba masuk dan sudah berada didalam kamar tamu yang Shayra tempati.Sontak saja hal itu menyebabkan Shayra yang akan terlelap kembali membuka matanya, p
Shayra menatap layar monitor komputer di atas meja kerjanya dengan lesunya dan tak bersemangat. Wajahnya ditekuk, bibirnya mengerucut serta dahinya mengerut prustasi. Sesekali Gadis itu mendesah kasar mengingat penyebab dari alasannya menjadi sememprihatikan ini. Tidak lain adalah akibat Adien dan keinginan gilanya untuk menikahi Shayra.Ah, betapa malangnya nasib Shayra saat ini. Terus ditagih menikah oleh si berengsekk itu.Menikah atau bayar hutang!Bayar hutang atau menikah?!Kalimat itu tanpa dapat dienyahkan terus saja membayang mengganggu pikiran Shayra. Adien sudah seperti dept collector penagih hutang. Tiap ketemu selalu saja menuntut agar Shayra mengiyakan keinginan gilanya.Hal itu berdampak menyebabkan banyak pekerjaan Shayra menjadi tak beres, juga kerap kali membuat dirinya diomeli oleh penyihir kejam alias ibu Lisa atasan bermulut tajam itu."Kalau kamu t
"Ada apa, Shayra? Apa kamu kembali sakit tidak enak badan dan nggak enak makan, hmm ..." celetuk Dinda mengomentari kelakuan Shayra yang terus mengaduk makanannya tanpa nafsu untuk menghabiskannya."Hmmm ..." Shayra berdehem lesu tak tertarik menjawab pertanyaan Dinda, namun tetap saja Shayra memaksakan diri untuk menjawab agar Dinda tak sakit hati dan tidak merasa diacuhkan. "Ya ... mmm-aku sakit lagi. Sangat kesakitan menderita sakit lebih sakit dari penyakitku yang sebelum-sebelumnya.""Apa!!" Kaget Dinda berseru dengan suara lumayan kencang disertai petototan setelah mendengarkan pernyataan Shayra.Hal itu mengakibatkan orang-orang yang juga berada dikantin perusahaan menatap kearah mereka dengan herannya. "Maaf-maaf ..." sambung ibu hamil itu tersadar, meringis sambil menyengir malu menatap orang-orang yang menatapnya dengan aneh.Dinda kembali beralih menatap Shayra yang kelihatan keadaannya masih sama,
Sampai dirumahnya Shayra langsung memarkinkan mobil miliknya masuk garasi, kemudian keluar masuk rumah.Kebetulan garasi dirumahnya tersambung dengan dapur, sehingga Shayra tidak perlu repot balik kedepan. Dia hanya perlu masuk rumah melalui pintu penghubung.Gadis itu pun masuk melewati dapur dan berjalan menuju arah kamarnya yang berada dilantai dua."Fiuhhh ..." Shayra menghela nafas lelah menghamburkan dirinya ke atas tempat tidur milik sejenak sebelum kemudian ia menyambar handuk dan masuk kamar mandi."Aaarrggh, segarnya. Habis mandi tubuh terasa lebih enakan dan lebih rileks." Shayra berceloteh pada dirinya sendiri sambil mengibaskan rambut dan melilitnya dengan handuk untuk mengeringkan rambutnya tersebut.Shayra keluar dari kamar mandi dan hendak mengambil pakaiannya di dalam lemari, namun hal itu tidak jadi manakala, dua bola matanya menyaksikan layar handphone miliknya hidup dan teli
Shayra menghela nafasnya panjang sambil memperhatikan penampilan didepan cermin yang tepat berada daihapannya.Dress lima senti di atas selutut tanpa lengan membentuk tubuh ditambah high heels berwarna senada dengan dress yang dikenakannya, yakni merah menyala. Membuat Shayra tampil cantik dan begitu seksi."Benar-benar sudah mirip jalang." Shayra meringis ngeri melihat pantulan dirinya. "Ch, jika sudah begini aku makin percaya mama sedang bersungguh-sungguh mau menjualku. Hahhh, bagaimana mungkin mama setega itu, sih? Ah tapi bisa saja begitu, mengingat mama selalu kelihatan kewalahan menghadapiku. Ya, tuhan aku harap apa yang aku pikirkan sekarang semoga saja tidak menjadi kenyataan ...." Tambahnya berpikir takut dan waspada.Namun meski demikian Shayra tidak mencoba kabur dan berusaha menepis bayang buruk pemikirannya tentang mamanya yang katanya akan menjual dirinya."Tidak-t
Karina tersenyum tak enak hati pada para tamunya, merasakan malu akibat perkataan putrinya. Shayra membuatnya naik pitam bernafas kasar, kemudian karena tak tahan Karina menarik anaknya dari sana serta membawanya menjauh setelah pamit sebentar.Ia memaksa Shayra mengikuti langkahnya dan menuju dapur.Terlebih dahulu Karina berjaga-jaga memastikan keadaan aman tidak akan ada yang mendengar ucapan yang akan diberikannya kepada Shayra."Apa-apaan kamu, Shayra! Menolak lamaran Adien laki-lali mapan, banyak uang serta dapat menjamin kamu hidup mapan dan mempertanggung jawabkan kebahagianmu. Apa kamu botoh, tolol dan sedang tidak bisa menggunakan pikiranmu? Hahh!!" Omelnya marah memperingatkan putri satu-satunya itu."Tapi dia it--""Apa!!" Bentak Mamanya memotong kalimat Shayra yang belum selesai. "Tidak usah beralasan, Mama malas dengar. Mama nggak mau tahu pokoknya kamu terima lamaran Adien.""Tida
Beberapa bulan berlalu setelah insiden penculikan Shayra dan Adien juga sudah sembuh dari traumanya. Setelah terapi rutin menemui psikiater, pria itu secara bertahap menunjukkan kemajuan dan tahap terakhir dia juga sudah melepaskan rantai borgol secara permanen dari Shayra.Hubungan keduanya membaik dan semakin dekat. Semakin mesra membuat kaum jomblo iri melihatnya."Maafkan aku ya, selama ini sudah berpikiran buruk dan menuduhmu yang bukan-bukan." Kalimat itulah yang pertama kali Shayra ucapkan mana kala merasa Adien sudah sepenuhnya sembuh serta waktunya sudah tepat untuk meluruskan kesalahpahamannya.Adien yang tidak mengerti maksud Shayra, mengerutkan dahi dan berlanjut mengacak rambut istrinya itu gemas."Maaf untuk apa? Kesalahan kamu padaku banyak loh!" seru Adien dengan nada bercanda."Maaf untuk
"Aku tidak tahu harus mulai darimana, tapi saat ini aku sangat merindukanmu. Setelah Adien yang tidak terima dengan perbuatanku kepadamu aku dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan kasus penggelapan dana, padahal Aku tahu, dia hanya iri kepadaku karena berhasil melakukan itu padamu. Hahaha.... Aku jadi ingin melakukannya kembali dan sudah tidak sabar ingin melakukan lebih dari menyentuhmu, jadi sadarlah sayang.... "Brakk!Gemuruh suara berisik dari luar kamar membuat Aldo mendengus kasar sambil beranjak dengan cepat. Sementara itu Suara segera menghela nafasnya panjang.Ada rasa yang timbul seperginya Aldo, akan tetapi rasa jijik, marah dan menyesal lebih mendominasi perasaan Shayra.Apa yang baru saja terungkap keluar dari mulut Aldo, benar-benar mengganggu pikiran Shayra sehingga menjadi kacau."Baj
 "Brengsek! Argghhh, dasar brengsek ...." Shayra mendumel kesal sambil kemudian berkacak pinggang dengan geramnya. "Daddy kamu gitu, ya.... Selalu saja membuat Mommy naik darah! Huhh, siapa juga yang suka sama dia?" Lanjut Shayra mengelus perutnya lalu kemudian berjalan semakin menjauhi ruang kerja orang yang merusak suasana hatinya barusan. Shayra berniat kembali ke lantai bawah tempat kerjanya, tapi pada saat memainkan ponsel di dalam lift mendadak dia ingin makan sesuatu. Postingan makanan yang diunggah oleh seseorang yang media sosialnya di follow olehnya, membuatnya tergugah selera ingin menikmatinya. "Makanan ini sepertinya tidak jauh dari sini. Enak kali ya, kalau makan langsung dari tempatnya. Hm, Aku langsung ke sana sajalah," putus Shayra dengan yakin. Setelah sampai dilantai bawah, Shayra yang malas segera meminta seorang Office Boy agar mengeluarkan mobil milikn
 Shayra membuka pintu dan memasuki ruang kerjanya Adien dengan seenaknya dan langsung menyeru, "kata Mas Raga, Aku boleh bekerja di ruang mana saja yang Aku inginkan diperusahaan. Benarkah?!" Adian yang sibuk berkutat dengan dokumen mengangguk acuh tanpa menoleh sama sekali. Bukannya pria itu tak perduli dengan Shayra, tapi jujur saja dia memang tak perduli dengan ocehan Shayra yang menurutnya tidaklah penting. "Jadi Aku boleh bekerja di ruangan ini?" Lanjut Shayra memastikan. Lagi-lagi Adien hanya menjawabnya dengan anggukan tanpa melihat ke arah orang yang mengajaknya berbicara. Beruntungnya Shayra tidak mempermasalahkan hal itu dan malah melanjutkan perkataannya, "kalau begitu apalagi yang kamu tunggu?" Adien mengerutkan dahinya dan mengangkat kepala untuk menatap Shayra dengan tidak mengerti.
Adien pulang ke rumah kembali karena takut akan ancaman yang Shayra katakan lewat telepon, takut isteri dan anaknya yang belum lahir itu kenapa-napa. Pria itu terburu-buru mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh dan ketika sudah sampai langsung saja menuju kamar mereka untuk mencari Shayra.Akan tetapi ia tidak menemukan Shayra di sana dan hal itu membuat Adien bertambah khawatir sehingga tidak memperhatikan jalan. Ketika berjalan menuju kamar mandi untuk memastikan keberadaan istrinya di sana, karena terburu-buru Adien yang tidak hati-hati tanpa sengaja tergelincir. Tidak sampai terjatuh, tapi hal itu berhasil membuat pelipisnya terbentur dinding sehingga mengakibatkan luka memar di sana.Mendengar keributan dari arah kamar mandi Shayra yang baru saja datang entah dari mana menghampirinya dan langsung merasa bersalah saat melihat pelipis Adien memar meski tidak berdarah.
Waktu berjalan begitu cepat dan kini usia kandungan Shayra sudah genap tujuh bulan. Ia masih mual dan sering jatuh sakit karenanya, tapi tidak separah awal-awal bulan kehamilannya. Shayra masih bekerja walau acap kali Adien melarangnya ditambah Lisa sering mengusirnya dari kantor. Anehnya hal itu malah membuat Shayra makin semangat bekerja."Aku cuma hamil bukan sakit parah!" Tegas Shayra pada orang-orang yang menentangnya pergi bekerja.Adien yang mendengar hal itu mengusap wajahnya kasar sambil berdecih kesal. "Iya, aku tahu itu, Shayra. Kamu tidak sakit keras, tapi kondisimu yang hamil begini masih saja memaksakan bekerja, pulangnya kamu pasti terus saja mengeluhkan sakit ini sakit itulah ...." Adien mencoba menyadarkan Shayra, tapi sayangnya hal itu tampak tak berhasil."Oh jadi kamu keberatan tiap kali aku minta tolong pijitin kakiku?" Jawab Shayra menjawab sambil menilap t
Kondisi Shayra yang sakit mengakibatkan Adien ekstra menjaga dan merawatnya hingga tak bisa pergi ke kantor.Adien yang tidak percaya pada perawatan dan pengawasan orang lain, membuatnya keras kepala agar merawat sendiri istrinya dengan dibantu perawat juga dokter yang dipercayai oleh keluarganya jika diperlukan.Adien bekerja di rumah dan meja kerjanya pun kini berpindah tempat ke dalam kamarnya bersama Shayra. Pria itu benar-benar posesif tak bisa bisa jauh sedikipun dari Shayra, sebab entah kenapa ia merasakan perasaan tak enak.Penyebabnya ialah laporan dari anak buahnya yang menyelidiki serta bertugas memberi pelajaran pada Aldo, kehilangan jejak Aldo dan juga belum bisa menghajarnya.Firasat Adien mengatakan bahwa dia tak boleh membiarkan Shayranya sedikipun lepas dari pengawasannya. Sampai hal itu mengakibatkan keduanya dua puluh empat jam tak ada hentinya terus-menerus bersama."Aku
Gara-gara insiden menghajar Aurin tanpa belas kasihan, Shayra hampir saja mendekam dibalik jeruji besi. Akan tetapi hal itu tak terjadi, sebab Adien sudah lebih dahulu mengatasinya dengan uang serta kekuasaan yang dimiliki olehnya untu menyelesaikan segalanya.Ditambah kini Aurin tak lagi berani mendekati Adien dan sedikit mengalami trauma. Namun hal itu bukanlah karena diancam Adien, melainkan ingatan kejadian mengerikan penyisaan Shayra terhadapnya membuatnya ngeri dan takut sehingga ia memilih mundur teratur.Tapi perlu diketahui bahwa wanita semacam Aurin yang terkenal agresif dan suka menggoda iman Adien itu belum menyerah. Hei dia hanya mundur teratur bukan mundur berhenti! Yang artinya seorang Aurin punya rencana lebih baik daripada sebelumnya.Mundur perlahan kebelakang, ambil ancang-ancang baru, barulah kemudian menyerang. Hm, untuk beberapa waktu Aurin sudah putuskan agar menjauhi Adien sementara waktu dan bila tiba
Shayra sedang memasak makan malam untuk dirinya dan Adien suaminya. Kali ini dia tidak serius melakukan kegiatannya tersebut. Pipinya yang terasa memanas dan memerah bagaikan tomat busuk tak pernah pudar dan selalu menyelimutinya.Dirinya yang begitu posesif pada Adien di kantor bahkan sampai membuat babak belur wanita pelakor yang menggoda Adien, mengakibatkan Shayra yang memikirkan kejadian tersebut sambil memotong sayuran menjadi tidak konsen. Sehingga membuat potongan sayurannya tidak rata dan berantakan. Ada yang dipotong kekecilan dan ada yang dipotong terlalu besar. Menyadari hal itu Shayra mendengus sebal."Sial, kok bisa-bisanya aku bersikap begitu? Ch, seharusnya aku juga menghajar Adien karena berani menerima tamu seperti itu." Shayra tanpa sadar merutuki dirinya sendiri. "Eh, tapi Adien tidak salah. Aku lihat dia juga sedang berusaha menyingkirkan wanita itu! Hm, artinya aku sudah benar menghajar wanita itu." Lanjut Shayra samb