Sosok wajah maskulin itu terlihat mengeras.Sementara Esther sendiri langsung menunduk.Di sebelah Nelsy, Vinson terdengar seperti sedang berusaha untuk menahan tawa. Hanya dimata pria itu saja, wajah Esther terlihat lucu. Sementara dimata ketiga orang lainnya disana, wajah Esther yang belepotan dengan darah dan air mata memunculkan reaksi beragam. Cemas, takut, dan satu lagi murka.Nelsy menginjak sepatu Vinson, sambil menatap pria itu dengan garang. “Berhenti tertawa! Tidak ada yang lucu disini,” desis gadis itu.Ekspresi ketakutan yang jelas ada pada Derek dan pria itu langsung merasa bersalah. “Ya Tuhan, aku benar-benar menyesal, Esther,” kata pemuda pirang itu sambil meringis. “Kumohon jangan menaruh dendam padaku, dan jangan katakan apa-apa pada orangtuaku,” ungkap pria itu sambil membungkuk dan memperlihatkan gesture memohon padanya.“Sudahlah…,” kata Esther yang kemudian menutup hidungnya, takut lebih banyak lagi darah mengucur dari sana.“Ya, sudahlah, Derek. Dia kan tidak ma
Sepanjang koridor menuju ke klinik kampus, suasana langsung heboh diantara para mahasiswi yang kebetulan mereka lewati. Tangan-tangan menutupi mulut, dengan mata melotot tak percaya adalah pemandangan yang secara dominan Esther dapati saat digendong Gaara dengan cara seolah dia adalah karung beras. Tetapi si pria, yang menjadi pusat perhatian sama sekali tidak peduli. Lain hal dengan Esther yang sejak awal sudah menutupi mukanya sendiri karena malu. Dia tidak terbiasa jadi pusat perhatian dan kurang suka dengan itu.Apalagi ketika tiba-tiba saja Gaara memindahkan Esther dari bahu ke kedua lengannya seperti Esther adalah seorang pengantin wanita membuat gadis itu makin panik dan malu saja.“Gaara, kau bisa turunkan aku disini. Aku bisa berjalan sendiri,” cicit Esther yang sudah cukup bosan mengujarkan kalimat yang sama sepanjang langkah. Dia jelas sangat sadar, dan merasa sangat tidak nyaman dengan perlakuan yang Gaara berikan kepadanya saat ini. Lebih-lebih ketika dia harus menghadapi
Esther meringis tatkala dia merasakan sesuatu yang cukup keras mengenai bahunya. Dia menoleh ke belakang, dan menemukan buntalan benang wol terjatuh dekat kursinya. Gadis itu mengernyit sebentar sebelum melirik ke arah Elise yang menyeringai padanya.Seketika Esther mengerti situasinya.Dia mengambil buntalan benang tersebut, kemudian mengopernya pada seseorang yang duduk tepat di belakang bangkunya. “Boleh tolong oper benda ini pada Elise?” pintanya sopan.Yang diminta tolong mengangguk sebelum memberikan buntalan benang tersebut pada orang dibelakangnya. Esther kembali berbalik dan fokus kembali ke depan, dimana sang dosen masih menerangkan materi ajarnya hari itu.Barangkali Elise sedang bosan, maka ketika dia melihat punggung Esther yang tepat di depan matanya. Dia menggunakan itu untuk bermain lempar-lemparan dengan punggung Esther sebagai sasarannya. Satu kali dua kali, Esther masih bersabar. Bagaimana pun Esther hanya seorang manusia biasa yang punya rasa marah dan kesabaran ya
Putus asa lantaran tidak ada perkembangan dalam upaya mengingat rangkaian peristiwa, Esther membaringkan lagi kepalanya lantaran usaha itu hanya membuat kepalanya terasa makin sakit. Kalau saja, ini bukan situasi yang membingungkan seperti sekarang, dia mungkin akan sedikit terhibur melihat bibir Gaara yang terbuka sedikit. Pemandangan yang sangat berbeda dengan dirinya sehari-hari, dia sangat polos dan menggemaskan, cukup untuk membuat Esther menahan diri untuk tidak menjerit.Wajah si gadis sontak memanas.“G—Gaara …,” bisik Esther lembut. Dibandingkan diam saja dan hanya mencoba sendiri mengais puing-puing ingatan dia berpikir bahwa bertanya pada Gaara akan sedikit mengembalikan memorinya yang terlupakan. “Gaara …,” panggilnya lagi mencoba membangunkan si berandal.Lelaki itu tetap bergeming, menyadari bahwa itu tidak cukup berefek untuk membuatnya terjaga akhirnya Esther mengguncang kepalanya sedikit. Jari-jarinya yang panjang menyentuh rahangnya yang tegas, salah satu daya tarikn
Esther menarik napas lega tatkala mendengar pintu kamar Gaara tertutup rapat. Entah mengapa dia merasa lebih leluasa ketika pria itu memilih untuk menunggunya di luar kamar. Jadinya, dia punya waktu lebih untuk sendirian lebih lama.Gadis itu menggigit bibirnya ketika melihat secara langsung kamar mandi milik si pemuda. Jujur saja, dia sedikit iri melihat bath tub berkaki yang ada di tempat ini, pun juga ada tempat khusus untuk shower. Demi Tuhan! Esther semakin menganga ketika menjelajah lebih dalam dan menemukan sebuah jacuzzi di kamar mandinya.Tanpa pikir panjang, Esther menanggalkan seluruh pakaiannya dan melangkah menuju ke dalam pancuran.“Siapa yang bisa menolak godaan untuk mandi saat badan selengket ini?” ujar Esther pada diri sendiri.Siraman air pertama yang mengenai kulitnya secara spontan langsung membantu merileks-kan seluruh tubuhnya yang beberapa saat lalu terasa tegang dan kaku. Dia memejamkan mata dan seketika pula pikirannya kembali melayang pada kejadian-kejadian
“Hey!” seru Esther kencang melawan deru hujan disekitar mereka. Sebab Gaara tiba-tiba saja terbangun dan menarik Esther ke dalam pelukannya.Sebelum Esther bisa mengucapkan apa-apa lagi, Gaara mendorong Esther hingga punggung gadis itu menempel ke mobil, kemudian tanpa ba bi bu pria itu langsung melumat bibir Esther secara serampangan.“!” Esther terlalu kaget dengan apa yang baru saja terjadi diantara mereka berdua. Tubuhnya membeku, tetapi tanpa sadar gadis itu mengerang ketika lidah Gaara bergerak membuka bibirnya. Tindakan pria itu membuat Esther dapat mengecap rasa alkohol beserta rasa dari makanan yang mereka makan.Mula-mula memang Esther terlalu terkejut untuk bisa menghentikan Gaara, tetapi beberapa saat kemudian dia sudah tidak peduli lagi soal benar dan salah. Gelombang gairah yang memabukan terlalu membutakan buatnya, menerpa hingga dia tidak bisa berpikir secara rasional.‘Sial, oh Tuhan … ciuman pertamaku’ sisi dalam pikirannya berteriak. Tidak pernah terbayangkan sediki
Gaara terbangun dalam kondisi kepala serasa mau pecah. Pemuda itu mengerang seraya menahan rasa sakit yang menusuk di kepala. Sambil menggertakan gigi, Gaara turun dari ranjang dan menyadari secara misterius dia telah mengenakan piyama. Dia sudah tidak ingat lagi apa yang dia kenakan semalam, dan peduli setan siapa yang mengganti pakaiannya.Dengan malas-malasan Gaara menyeret langkahnya menuju ke bawah, berharap dapat menemukan aspirin untuk mengurangi rasa sakit yang makin menjadi-jadi. Rasa kesal kian menjadi-jadi ketika dia tidak menemukan siapapun yang dapat dia suruh untuk mengambilkannya benda itu.“Kemana para bedebah itu berada saat aku membutuhkan mereka?” rutuk Gaara masih menyeret langkahnya yang gontai sepanjang jalan.Ketika dia memasuki dapur, seluruh kekesalannya sirna seketika berganti dengan kebingungan tatkala mendapati sosok seorang gadis yang tidak dia kenal. Perempuan itu sedang memunggunginya, sehingga Gaara tidak bisa melihat bagaimana wajahnya. Hanya saja berk
Satu jam kemudian, Esther benar-benar lelah secara batin. Jika saja dia dirumahnya sendiri dia mungkin sudah melakukan apa saja untuk menyalurkan rasa frustasi berlebih yang kini sedang dia rasakan. Gaara Maxwell, benar-benar tidak bercanda ketika dia bilang bahwa pengetahuannya di bidang kuliner adalah nol besar.Mulai dari hal sesederhana memecahkan telur saja, pria itu malah berakhir meremukannya tanpa ampun. Esther sebelumnya juga yakin mewanti-wanti lelaki itu memasukan dua sendok baking soda ke dalam adonan mereka. Tetapi yang terjadi dia malah memasukan baking soda tersebut sesuka hatinya. Seakan belum cukup atas kekacauan yang dia buat, sekarang Gaara malah memprotes bentuk dari kue yang harus mereka buat.“Temanya kan paskah, Gaara. Jadi tentu saja kita harus membuat bentuk kelinci agar sesuai dengan tema,” jelas Esther lemah. Dia sudah kehilangan banyak tenaga untuk membereskan setiap kekacauan yang Gaara buat selama proses memasak.“Kau pasti bercanda, memangnya kau percaya