Sejak kecil Esther dididik bukan untuk menjadi seorang wanita yang ekspresif, dia dilatih sedemikian rupa untuk dapat menjaga mimik wajah dan mengatur ekspresi saat sedang bercengkrama. Makanya tidak heran, ketika dia mengenali pasangan yang ditunjuk oleh Derek adalah salah satu orang yang dia kenal di kampus, secepat kilat Esther mencoba bersikap setenang mungkin. Berbeda dengan Derek yang langsung menghampiri mereka, Esther justru menggunakan moment tersebut untuk kabur dari sana. Keberadaannya yang terlalu menarik perhatian karena pakaian yang dia kenakan pasti akan cepat di sadari oleh Gaara. Jadi Esther memutuskan untuk pergi ke toilet wanita alih-alih pergi ke bar sesuai dengan pesan sang ayah kepadanya saat memutuskan pergi bersama Derek.Esther menarik napas dalam-dalam, dia tahu akan sangat bodoh bila dia pergi ke bar begitu saja tanpa Derek. Orangtua mereka pasti akan bertanya soal keberadaan pemuda itu, dan Esther malas sekali ditanyai.Selepas keluar dari toilet dan melepa
Tidak. Tidak bisa. Esther tidak mungkin mau mati konyol seperti ini. Dia tidak akan mati sebelum selesai melakukan semua hal yang dia inginkan, dia tidak akan mati sebelum bisa mencapai semua impiannya. Dia harus menjinakan si Gaara Maxwell ini.Maka dengan sisa tenaga miliknya, Esther secara impulsif melumat bibir pria yang mencoba membunuhnya sekarang ini. Gaara yang kaget dengan respon Esther yang membalas ciumannya untuk sesaat mengendurkan pegangannya dan Esther dengan cerdik langsung mengambil kesempatan itu untuk menggigit bibir Gaara sekuat tenaga.Pria itu langsung melepaskan ciumannya dan mengumpat padanya. Sementara Esther sendiri memanfaatkan moment tersebut untuk melepaskan pegangan Gaara pada lehernya sekaligus menendang tulang kering pria tersebut. Begitu cengkraman terlepas dan dia mengeluarkan semua tenaganya, Esther langsung jatuh lunglai ke lantai. Dia tidak mengindahkan sama sekali Gaara yang mengaduh dari tendangan kakinya, yang jelas Esther benar-benar linglung d
“Wow … itu adalah komentar yang sama sekali tidak aku duga akan keluar dari mulutmu.” Nelsy terkekeh.Namun sejurus kemudian dia kembali terdiam dan mengamati pria yang menarik perhatian mereka masing-masing. Esther tidak berhenti menatap Gaara, begitu pun Nelsy, yang walaupun beberapa saat lalu dia sempat menghina Vinson, tetapi siapa pun akan tahu bahwa masih ada rasa yang dia miliki untuk pemuda itu.“Ngomong-ngomong kenapa kau sendirian, Nelsy?” tanya Esther tiba-tiba. Dia menyadari hal tersebut sejak awal ketika gadis itu mendekatinya dan diam-diam memiliki jawabannya sendiri untuk pertanyaan itu.“Entahlah …,” sahut gadis itu sambil berbalik menatap Esther. “Mendadak mereka semua yang dulu bersamaku tidak begitu … menyukai keberadaanku? Kurasa satu-satunya alasan mengapa aku punya banyak teman dan pusat perhatian adalah karena aku pacarnya Vinson. Jadi karena sekarang aku sudah bukan Mrs. Vinson lagi …” Dia mendengus menjeda kalimatnya sendiri, “Kurasa orang-orang itu sudah tida
Sosok wajah maskulin itu terlihat mengeras.Sementara Esther sendiri langsung menunduk.Di sebelah Nelsy, Vinson terdengar seperti sedang berusaha untuk menahan tawa. Hanya dimata pria itu saja, wajah Esther terlihat lucu. Sementara dimata ketiga orang lainnya disana, wajah Esther yang belepotan dengan darah dan air mata memunculkan reaksi beragam. Cemas, takut, dan satu lagi murka.Nelsy menginjak sepatu Vinson, sambil menatap pria itu dengan garang. “Berhenti tertawa! Tidak ada yang lucu disini,” desis gadis itu.Ekspresi ketakutan yang jelas ada pada Derek dan pria itu langsung merasa bersalah. “Ya Tuhan, aku benar-benar menyesal, Esther,” kata pemuda pirang itu sambil meringis. “Kumohon jangan menaruh dendam padaku, dan jangan katakan apa-apa pada orangtuaku,” ungkap pria itu sambil membungkuk dan memperlihatkan gesture memohon padanya.“Sudahlah…,” kata Esther yang kemudian menutup hidungnya, takut lebih banyak lagi darah mengucur dari sana.“Ya, sudahlah, Derek. Dia kan tidak ma
Sepanjang koridor menuju ke klinik kampus, suasana langsung heboh diantara para mahasiswi yang kebetulan mereka lewati. Tangan-tangan menutupi mulut, dengan mata melotot tak percaya adalah pemandangan yang secara dominan Esther dapati saat digendong Gaara dengan cara seolah dia adalah karung beras. Tetapi si pria, yang menjadi pusat perhatian sama sekali tidak peduli. Lain hal dengan Esther yang sejak awal sudah menutupi mukanya sendiri karena malu. Dia tidak terbiasa jadi pusat perhatian dan kurang suka dengan itu.Apalagi ketika tiba-tiba saja Gaara memindahkan Esther dari bahu ke kedua lengannya seperti Esther adalah seorang pengantin wanita membuat gadis itu makin panik dan malu saja.“Gaara, kau bisa turunkan aku disini. Aku bisa berjalan sendiri,” cicit Esther yang sudah cukup bosan mengujarkan kalimat yang sama sepanjang langkah. Dia jelas sangat sadar, dan merasa sangat tidak nyaman dengan perlakuan yang Gaara berikan kepadanya saat ini. Lebih-lebih ketika dia harus menghadapi
Esther meringis tatkala dia merasakan sesuatu yang cukup keras mengenai bahunya. Dia menoleh ke belakang, dan menemukan buntalan benang wol terjatuh dekat kursinya. Gadis itu mengernyit sebentar sebelum melirik ke arah Elise yang menyeringai padanya.Seketika Esther mengerti situasinya.Dia mengambil buntalan benang tersebut, kemudian mengopernya pada seseorang yang duduk tepat di belakang bangkunya. “Boleh tolong oper benda ini pada Elise?” pintanya sopan.Yang diminta tolong mengangguk sebelum memberikan buntalan benang tersebut pada orang dibelakangnya. Esther kembali berbalik dan fokus kembali ke depan, dimana sang dosen masih menerangkan materi ajarnya hari itu.Barangkali Elise sedang bosan, maka ketika dia melihat punggung Esther yang tepat di depan matanya. Dia menggunakan itu untuk bermain lempar-lemparan dengan punggung Esther sebagai sasarannya. Satu kali dua kali, Esther masih bersabar. Bagaimana pun Esther hanya seorang manusia biasa yang punya rasa marah dan kesabaran ya
Putus asa lantaran tidak ada perkembangan dalam upaya mengingat rangkaian peristiwa, Esther membaringkan lagi kepalanya lantaran usaha itu hanya membuat kepalanya terasa makin sakit. Kalau saja, ini bukan situasi yang membingungkan seperti sekarang, dia mungkin akan sedikit terhibur melihat bibir Gaara yang terbuka sedikit. Pemandangan yang sangat berbeda dengan dirinya sehari-hari, dia sangat polos dan menggemaskan, cukup untuk membuat Esther menahan diri untuk tidak menjerit.Wajah si gadis sontak memanas.“G—Gaara …,” bisik Esther lembut. Dibandingkan diam saja dan hanya mencoba sendiri mengais puing-puing ingatan dia berpikir bahwa bertanya pada Gaara akan sedikit mengembalikan memorinya yang terlupakan. “Gaara …,” panggilnya lagi mencoba membangunkan si berandal.Lelaki itu tetap bergeming, menyadari bahwa itu tidak cukup berefek untuk membuatnya terjaga akhirnya Esther mengguncang kepalanya sedikit. Jari-jarinya yang panjang menyentuh rahangnya yang tegas, salah satu daya tarikn
Esther menarik napas lega tatkala mendengar pintu kamar Gaara tertutup rapat. Entah mengapa dia merasa lebih leluasa ketika pria itu memilih untuk menunggunya di luar kamar. Jadinya, dia punya waktu lebih untuk sendirian lebih lama.Gadis itu menggigit bibirnya ketika melihat secara langsung kamar mandi milik si pemuda. Jujur saja, dia sedikit iri melihat bath tub berkaki yang ada di tempat ini, pun juga ada tempat khusus untuk shower. Demi Tuhan! Esther semakin menganga ketika menjelajah lebih dalam dan menemukan sebuah jacuzzi di kamar mandinya.Tanpa pikir panjang, Esther menanggalkan seluruh pakaiannya dan melangkah menuju ke dalam pancuran.“Siapa yang bisa menolak godaan untuk mandi saat badan selengket ini?” ujar Esther pada diri sendiri.Siraman air pertama yang mengenai kulitnya secara spontan langsung membantu merileks-kan seluruh tubuhnya yang beberapa saat lalu terasa tegang dan kaku. Dia memejamkan mata dan seketika pula pikirannya kembali melayang pada kejadian-kejadian