Gadis itu terbelalak, tak menyangka ucapan pelannya masih bisa ditangkap pria itu seperti dulu. Ya, dulu.
"Um ... do we have attitude point, Sir?" tanyanya sedikit aneh dengan panggilan baru itu. Seharusnya juga bukan hanya gadis itu yang merasa aneh dengan panggilan yang terbilang terlalu tua untuk pemilik babyface itu. Walaupun baru dirinya yang tau jelas berapa usia si guru baru, namun tetap saja harusnya yang lain bisa mengira-ngira.Virgo tersenyum. Senyuman singkat yang cukup untuk menghipnotis kelas, khususnya kaum hawa. Kali ini, sertakan Ashlesha dalam bagian kelas. Potongan demi potongan kilas balik terancang acak di otaknya. "I have my own score system. I give each one of you, a hundred score. Everytime you commiting an offense, i cut your score. In the final exam, i'll see how many score you still have. If its less than sixty, you got C on your report."Lagi-lagi, si guru baru sepertinya dengan sengaja memancing kebencian dari murid-muridnya. Belum apa-apa, ia sudah menerangkan dengan sangat jelas bahwa cara belajarnya bertentangan dengan cara belajar sekolah selama ini, yaitu santuy."How can we earn more score?"Virgo menggeleng tipis, "No, you can't."Mendengar bagaimana ketatnya peraturan di salah satu mata pelajaran ujian itu, membuat beberapa siswa yang duduk di deret belakang tak lagi mengontrol mulut mereka. Niatnya pencitraan di depan guru tampan, tau-tau malah peraturan menyusahkan yang didapatkan."More question?"Keheningan melanda kelas. Mereka telah kehilangan interest terhadap si guru menyebalkan itu.Namun sepertinya hal itu tak berlaku untuk Aura. Cewek yang katanya merupakan kakak kelas hitz itu memanfaatkan kesempatan untuk bertanya lebih lanjut. "How old are you, Sir?""You are better not asking this kind of question if you meet stranger. But i'll answer this time. I'm 25."Ashlesha tersedak bahkan tanpa butuh makanan dalam mulutnya. Perhatian sekelas yang tadinya terkumpul pada Virgo, langsung teralih pada Ashlesha yang berubah ekspresif.Sedangkan mereka melemparkan tatapan tak percaya, Ashlesha malah dipenuhi tanda tanya. Ingatannya masih cukup bagus untuk mengingat bagaimana dulu Virgo membantunya di ....Atau malah ia yang salah sangka? Bisa saja kan jika ia salah orang? Tapi dengan wajah dan nama itu, hampir tidak mungkin ia salah mengira."Now, let's start. We still have 7 sub-theme and it mean we late on schedule. Open your book, page 37. Do 'Exercise 2.1'. Now."Ashlesha tak lagi membuang waktu memikirkan berbagai kemungkinan yang tercipta di otaknya. Ia segera membuka buku, dan mulai mengerjakan sembari dalam hati menyumpah-serapahi si guru yang tak bersimpati.Untuk apa datang jauh-jauh dari London, jika kemari hanya untuk membebani. Perihal memberi tugas, guru santuy mereka juga bisa.Airin sesekali menyikut, meminta jawaban pada Ashlesha yang notabene memiliki kemampuan akademik di atasnya. Sudah terbiasa dengan kondisi kerja sama dalam tugas individu, membuat Ashlesha dengan mudahnya memberi akses lebih sahabatnya menyalin jawaban."Anjirlah, banyak banget.""Nggak boleh pake bahasa Indonesia, Yi.""Trus apa dong? Fuck, shit, dumbass, gitu doang yang gw bisa." ucapnya jujur memancing kekehan keduanya."Kerjain di rumah aja apa yak? Udah mo bel juga kan."Seolah mendengar percakapan keduanya, bel benar berbunyi. Menandakan pengusiran secara tidak langsung pada guru yang ternyata menyebalkan itu. Sebentar lagi mereka bisa kembali menikmati jam kosong."I want you to collect it today."Virgo nampak memperhatikan deret nama di buku absen. Ashlesha mewanti-wanti namanya akan disebut, entah untuk tugas apa."Which one is Ashlesha?"Ck, basi! umpatnya dalam hati, namun tak bisa dibohongi jika jantungnya kian berlari-lari."You hold the responsibility on my subject.""But it's not college, Sir. We don't have to appoint a person to hold the responsibilities on each subject." argumennya menuai decak kagum sekelas yang tak menyangka sosok yang selalu santai tiap pelajaran itu cukup mahir berbahasa Inggris. Sedangkan Ashlesha sendiri sama sekali tak memusingkan komentar teman-temannya. Kali ini ia fokus pada tanggapan dari si guru yang doyan menyusahkan.Yang benar saja, setelah dua tahun terbiasa dengan kesantuyan, kini ia harus memegang tanggung jawab besar sendiri. Dan lagi, model gurunya seperti ini. Tidak-tidak, terima kasih."The first rule. You are not allowed to do anything except what i command you to do." tembak Virgo tak terbantahkan dengan seringai tipis yang sudah tidak asing bagi Ashlesha.Virgo menyempatkan diri mengucapkan terima kasih sebelum benar-benar meninggalkan kelas. Dan hilangnya bayang seorang Virgo Zeromme dari kelas XII Bahasa 2 itu diikuti rentetan sumpah serapah."Bacot ih! Kerjain cepetan. Gw nggak mau berurusan sama guru model begituan."Kekesalan murni yang dirasakan Ashlesha kini disambut baik oleh Aura yang langsung melemparkan kalimat pedas andalannya. "Halah, di sini bilangnya nggak mau. Padahal mah seneng banget bisa ketemu Pak Virgo. Dasar cabe, dimodusin Bapak-Bapak aja seneng.""Seenggaknya gw nggak sekali pake, buang." balas Ashlesha tak diperkirakan sebelumnya. Gadis ini memang pandai membalikkan ucapan seseorang. Tak salah, dia memilih kelas bahasa. Kemampuan berdebatnya, tidak perlu lagi ditanya. Sayang, si mulut cabe ini terbilang apatis. Jika tidak, pasti ia sudah menjadi pemimpin kelompok gadis-gadis.Keheningan di koridor dekat area ruang guru terpecah akibat suara cempreng sol yang sengaja ditubrukkan dengan lantai. Siapa lagi kalau bukan Ashlesha pelakunya. Ia masih tidak terima harus membawa buku sebanyak ini sendiri, apalagi ia yakin sehabis ini ia harus siap makan hati mendengar ucapan si manusia menyebalkan.Ia mengetuk pintu ruang guru sebelum masuk. Mencoba sopan walau kewalahan."Permisi, Pak, Bu, meja Pak Virgo Zeromme dimana ya?"Salah satu guru bertubuh gempal yang ia kenali sebagai pengajar biologi yang ke kelas hanya sekedar untuk absensi, memberi jawaban yang kurang menyenangkan. "Pak Virgo di ruangannya. Kamu tau kan ruangan untuk guru undangan dimana?""Iya tau, Bu. Terima kasih."Berarti ia harus berjalan melewati koridor kelas sebelas dan melewati ruang BK dengan kembali membawa-bawa buku sebanyak ini? Sendiri?Tak bisa dipercaya.Dengan berat hati, Ashlesha melangkahkan kakinya cepat menuju ruangan si tuan terh
"Kenapa sih lo? Dari pagi nggak bisa diem. Cacingan lo ye."Ashlesha mendelik. "Sewot aja lo.""Btw, tadi si guru tampan tapi sialan itu, ngomong apaan aja ke lo?" tanya Airin benar kepo karena selain tertarik dengan tokoh utamanya, yaitu Tuan Virgo yang terhormat, ia juga penasaran kenapa Ashlesha yang menjadi pilihan. Padahal di daftar nama kelas sudah terpampang jelas tiap siswa dengan jabatannya di kelas. Dan Ashlesha bukan salah satu di antaranya.Sedangkan Airin dipenuhi keingintahuan, Ashlesha malah ingin merutuki sahabatnya yang tidak bisa diajak kerja sama ini. Sudah susah-susah dirinya mencoba melupakan pesan Virgo untuk menemuinya, kini malah Airin yang dengan sengaja memancing ingatannya."Ish ... kepo banget sih. Tau ah, nunggu angkot sendiri lo.""Lah? Apaan sih, Sha? Lo kesambet setan mana coba?"Airin memanggil-manggil Ashlesha agar menemaninya menunggu angkot. Setidaknya ia butuh teman agar tak mati kebosanan. Namun harapannya agar Ashl
"Dia pacar kamu?""Eh?"Melihat Asha yang kebingungan menjawab membuat Virgo teringat jika kini telah memasuki pukul lima. Entah apa hubungannya namun ia hanya tak mau gadisnya semakin lama sampai di rumah."Nanti jawabnya. Kita ke mobil."Layaknya tanpa beban, Virgo membiarkan tangannya menaut pada Asha. Gelenyar menyebalkan menghinggapi gadis itu saat tangannya disentuh lembut. Tersadar jika ia tak boleh dengan mudahnya terbuai membuatnya spontan menarik tangannya menjauh.Namun logika dan hati sepertinya bertentangan. Usaha melepaskan itu hanya ternyatakan dalam tarikan pelan, seolah membiarkan Virgo menggenggamnya lebih lama.Virgo membuka pintu mobil dan membiarkan gadisnya masuk."Saya nggak pernah bilang kalau saya mau pulang sama Bapak.""Sha, ini udah lewat jam sekolah. Saya nggak nyaman kamu panggil begitu.""Tetap nggak ngerubah kenyataan kalau saya nggak pernah bilang setuju untuk pulang sama ..
Asha sudah siap dengan rutinitas paginya. Menyiapkan seadanya peralatan untuk sekolah. Gadis itu hanya akan membawa peralatan yang normal-normal saja, tidak akan selengkap ataupun setidak acuh anak-anak tertentu.Gadis itu menuruni tangga dan memperhatikan Ibunya yang tengah berkutat dengan peralatan dapur."Sarapan dulu, Sha."Yang diperintah hanya menggumam mengiyakan. Nyawanya belum terkumpul semua sepertinya.Mengacuhkan keberadaan meja makan, Asha duduk lesehan di lantai. Memakai dasi, kaos kaki, sembari mengecek kembali isi tas. Walaupun ia sendiri yakin, tak berminat kembali menaiki tangga menuju kamarnya hanya untuk mengambil barang yang belum terbawa."Sarapan, Asha.""Nggak laper, Ma.""Nanti—""Kemaren nggak sarapan, pas upacara juga nggak pingsan." selaknya sebelum menerima rentetan nasehat yang sudah sedikit-banyak tercatat di otaknya.Trisha hanya menggeleng mendengar pembelaan diri putrinya. Ia sebenarnya masih khawat
Asha sudah siap dengan rutinitas paginya. Menyiapkan seadanya peralatan untuk sekolah. Gadis itu hanya akan membawa peralatan yang normal-normal saja, tidak akan selengkap ataupun setidak acuh anak-anak tertentu.Gadis itu menuruni tangga dan memperhatikan Ibunya yang tengah berkutat dengan peralatan dapur."Sarapan dulu, Sha."Yang diperintah hanya menggumam mengiyakan. Nyawanya belum terkumpul semua sepertinya.Mengacuhkan keberadaan meja makan, Asha duduk lesehan di lantai. Memakai dasi, kaos kaki, sembari mengecek kembali isi tas. Walaupun ia sendiri yakin, tak berminat kembali menaiki tangga menuju kamarnya hanya untuk mengambil barang yang belum terbawa."Sarapan, Asha.""Nggak laper, Ma.""Nanti—""Kemaren nggak sarapan, pas upacara juga nggak pingsan." selaknya sebelum menerima rentetan nasehat yang sudah sedikit-banyak tercatat di otaknya.Trisha hanya menggeleng mendengar pembelaan diri putrinya. Ia sebenarnya masih khawat
"Dia pacar kamu?""Eh?"Melihat Asha yang kebingungan menjawab membuat Virgo teringat jika kini telah memasuki pukul lima. Entah apa hubungannya namun ia hanya tak mau gadisnya semakin lama sampai di rumah."Nanti jawabnya. Kita ke mobil."Layaknya tanpa beban, Virgo membiarkan tangannya menaut pada Asha. Gelenyar menyebalkan menghinggapi gadis itu saat tangannya disentuh lembut. Tersadar jika ia tak boleh dengan mudahnya terbuai membuatnya spontan menarik tangannya menjauh.Namun logika dan hati sepertinya bertentangan. Usaha melepaskan itu hanya ternyatakan dalam tarikan pelan, seolah membiarkan Virgo menggenggamnya lebih lama.Virgo membuka pintu mobil dan membiarkan gadisnya masuk."Saya nggak pernah bilang kalau saya mau pulang sama Bapak.""Sha, ini udah lewat jam sekolah. Saya nggak nyaman kamu panggil begitu.""Tetap nggak ngerubah kenyataan kalau saya nggak pernah bilang setuju untuk pulang sama ..
"Kenapa sih lo? Dari pagi nggak bisa diem. Cacingan lo ye."Ashlesha mendelik. "Sewot aja lo.""Btw, tadi si guru tampan tapi sialan itu, ngomong apaan aja ke lo?" tanya Airin benar kepo karena selain tertarik dengan tokoh utamanya, yaitu Tuan Virgo yang terhormat, ia juga penasaran kenapa Ashlesha yang menjadi pilihan. Padahal di daftar nama kelas sudah terpampang jelas tiap siswa dengan jabatannya di kelas. Dan Ashlesha bukan salah satu di antaranya.Sedangkan Airin dipenuhi keingintahuan, Ashlesha malah ingin merutuki sahabatnya yang tidak bisa diajak kerja sama ini. Sudah susah-susah dirinya mencoba melupakan pesan Virgo untuk menemuinya, kini malah Airin yang dengan sengaja memancing ingatannya."Ish ... kepo banget sih. Tau ah, nunggu angkot sendiri lo.""Lah? Apaan sih, Sha? Lo kesambet setan mana coba?"Airin memanggil-manggil Ashlesha agar menemaninya menunggu angkot. Setidaknya ia butuh teman agar tak mati kebosanan. Namun harapannya agar Ashl
Keheningan di koridor dekat area ruang guru terpecah akibat suara cempreng sol yang sengaja ditubrukkan dengan lantai. Siapa lagi kalau bukan Ashlesha pelakunya. Ia masih tidak terima harus membawa buku sebanyak ini sendiri, apalagi ia yakin sehabis ini ia harus siap makan hati mendengar ucapan si manusia menyebalkan.Ia mengetuk pintu ruang guru sebelum masuk. Mencoba sopan walau kewalahan."Permisi, Pak, Bu, meja Pak Virgo Zeromme dimana ya?"Salah satu guru bertubuh gempal yang ia kenali sebagai pengajar biologi yang ke kelas hanya sekedar untuk absensi, memberi jawaban yang kurang menyenangkan. "Pak Virgo di ruangannya. Kamu tau kan ruangan untuk guru undangan dimana?""Iya tau, Bu. Terima kasih."Berarti ia harus berjalan melewati koridor kelas sebelas dan melewati ruang BK dengan kembali membawa-bawa buku sebanyak ini? Sendiri?Tak bisa dipercaya.Dengan berat hati, Ashlesha melangkahkan kakinya cepat menuju ruangan si tuan terh
Mata indahnya menyipit kala sang surya mulai bersiap menyerbu hari. Gadis itu bersyukur ia tak melupakan topinya sehingga tameng perlindungan bagi netra dan wajahnya dari pijar sang raja siang bisa dikategorikan cukup.Dia Ashlesha Thenna Remillon. Gadis biasa dari sekolah yang juga biasa saja. Bukan gadis nakal langganan ruang guru, ataupun nerd si kutu buku. Namanya bahkan mungkin tak familiar di telinga adik kelas maupun gurunya. Karena memang ia tak berminat berbaur. Apatis? Tidak juga. Teman-teman seangkatan banyak yang mengenalnya. Sering juga berbagi tugas sebagai pengawas ketika kabur ke kantin di sela jam pelajaran. Hanya saja level nakalnya terbilang di bawah rata-rata untuk terkenal lintas angkatan ataupun jurusan. Jadi ya, dia Ashlesha, gadis biasa yang ... ya biasa saja.Ringkik mic berhasil membuat Ashlesha dan kawan-kawannya bercekikik. Sepertinya mic itu tak betah berlama-lama menunggui si pembina upacara memberikan sepatah-dua p